Oleh:
Fajriah Rosandali
Raysa Ramayumi
Rizka Yunidha Anwar
Hadikagusti Adora
Elfani Lisa Alvionita Ifada
1010313085
1010311023
1010313048
1010312028
1110313080
Preseptor:
dr. Hendriati, Sp.M(K)
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dakriosistitis merupakan keadaan tersumbatnya aliran air mata secara
patologis yang menyebabkan terjadinya peradangan pada sakus lakrimal. Sistem
lakrimal terdiri atas dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar lakrimal
dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal, duktus nasolakrimal. Sistem eksresi lakrimal cenderung mudah terjadi
infeksi dan inflamasi karena berbagai sebab. Membran mukosa pada saluran ini
terdiri dari dua permukaan yang saling bersinggungan, yaitu mukosa konjungtiva
dan mukosa nasal, di mana pada keadaan normal pun sudah terdapat koloni
bakteri. Tujuan fungsional dari sistem ekskresi lakrimal adalah mengalirkan air
mata dari kelenjar air mata menuju ke cavum nasal.1
Dakriosistitis dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Dakriosistitis
akut ditandai dengan nyeri yang muncul secara tiba-tiba dan kemerahan pada
regio kantus medial, sedangkan pada inflamasi maupun infeksi kronis dari sakus
lakrimal ditandai dengan adanya epifora, yaitu rasa nyeri yang hebat di bagian
sakus lakrimal dan disertai dengan demam. Dakriosistitis umumnya terjadi pada
orang dewasa di atas 40 tahun dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70
tahun. Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa sekitar 70-83% kasus
dakriosistitis dialami oleh wanita.1
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami serta menambah
pengetahuan tentang penatalaksanaan dakriosistitis kronis.
1.3 Batasan Masalah
Batasan penulisan makalah ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi dari
dakriosistitis kronis.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan makalah ini merujuk kepada berbagai literatur kepustakaan dan
jurnal terbaru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Sistem Lakrimalis
Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa
kelenjar lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis,
kanalis lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior.2
Kelenjar lakrimalis terletak pada bagian lateral atas mata yang
disebut dengan fossa lakrimalis. Bagian utama kelenjar ini
bentuk dan ukuranya mirip dengan biji almond, yang terhubung
dengan suatu penonjolan kecil yang meluas hingga ke bagian
posterior dari palpebra superior.
Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada orang dewasa di atas 40 tahun,
terutama perempuan 2,4,6 dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun.6
2.2.3
Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3
jenis 6, yaitu:
a. Akut
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang
menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada
sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.
b. Kronis
morbiditas
dan
mortalitasnya juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat
menimbulkan selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian.
Dakriosistitis kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada
kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis
kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai
dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan.
2.2.4
nasolakrimalis 7:
maksilaris.
Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.
Patofisiologi
Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga
2.2.6
Gejala klinis
Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran.
Pada dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial
(epifora) yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian
depan. Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang menyebar
sampai ke kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis
ditekan, maka yang keluar adalah sekret mukopurulen.2,4
Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi
yang berlebihan terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi
yang ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan
keluar sekret yang mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan palpebra
yang melekat satu dengan lainnya.2,4
2.2.7
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis,
Gambar 5. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air
mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan.
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan
lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak
obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam
saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator,
kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa
masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika
yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.8
2.2.8
Penatalaksanaan
Dakriosistitis Kronik
untuk
mengurangi
dengan
angka
pembedahan
rekurensi.
Prosedur
pada
b. Tindakan Anastesi
- Anestesi umum : menggunakan zat inhalasi seperti isofluran dan
desfluoran untuk mengendalikan perdarahan. Posisi pasien sebaiknya
-
trelenberg.
Anastesi Lokal : merupakan alternatif untuk pasien tua dan lemah,
lebih cendrung aman, nyaman, dan perdarahan intraoperatif yang
relatif kurang.
c. Prosedur Operasi Eksterna DCR
- Insisi kulit : insisi dibuat vertikal 1 cm dari kantus medial, dimana
insisi dibuat 10 mm dari kantus medial dan terus 2 mm di atas, 10 mm
di bawah dari garis horizontal interkantal, panjangnya sekitar 12-15
-
mm.
Identifikasi prosessus maksila dan fossa lakrimalis
Mukosa nasal di insisi untuk membentuk flap mukosa nasalis anterior
dan posterior
Rinostomi dan etmoidektomi anterior : bertujuan untuk removal
komponen tulang
Ujung dari flap mukosa nasal dijahit dengan flap pada mukosa sakus,
selanjutnya sakus di insisi untuk menghubungkan flap anterior dan
posterior
- Flap mukosa anterior dan posterior dijahit bersamaan
- Tutup insisi kulit.
d. Keuntungan eksternal DCR : sakus lakrimalis dapat dinilai secara utuh,
kelainan dari sakus bagian dalam dapat diidentifikasi dan katup rosen
muller terlihat dengan jelas.
e. Kerugian eksternal DCR : perdarahan intraoperatif, operasi berlangsung
lama, operasi ulangan sering terjadi karena jaringan fibrosa yang meluas
pada sisi rinostomi dan sekitar sakus yang tersisa, sikatrik pada kulit
biasanya sering terlihat
f. Penatalaksanaan post operasi : tutup mata dan bagian luka dengan perban,
posisi duduk pasien tinggikan 450, antibiotik growht spektrum untuk 1
11
minggu, kortikosteroid lokal dan antibiotik tetes mata selama tiga minggu.
Follow up secara berkala setelah 2 minggu, 1 bulan, 3 bulan sampai 6
bulan post operasi.
12
13
BAB III
KESIMPULAN
Dakriosistitis merupakan peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Dakriosistitis terbagi atas akut, kronik dan
congenital. Pada orang dewasa, perempuan lebih sering terkena dakriosistitis,
umumnya mengenai usia lebih dari 40 tahun dan tertinggi pada usia 60-70 tahun.
Infeksi menyebabkan nyeri di daerah sekitar kantong air mata yang
tampak merah dan membengkak. Mata menjadi merah dan berair serta
mengeluarkan nanah. Selain itu, penderita juga mengalami demam. Jika infeksi
yang ringan atau berulang berlangsung lama maka sebagian besar gejala mungkin
menghilang hanya pembengkakan ringan yang menetap.
Dalam penatalaksanaan dakriosistitis kronik dikenal dengan tindakan
dacryocystorhinostomy (DCR) yang memiliki tujuan untuk membuat hubungan
yang permanen dari sakus lakrimalis ke rongga nasal. Tindakan DCR terdiri daari
dua, yakni eksternal DCR dan endonasal DCR. Eksternal DCR merupakan
tindakan membuat hubungan antara mukosa sakus lakrimalis dan mukosa nasalis
dengan pendekatan insisi kulit, sedangkan endonasal CDR adalah pendekatan
CDR melalui hidung. Antara tindakan eksternal CDR dan endonasal CDR tersebut
memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2015.
2. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
3. Ellis, Harold. Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical
2006.
4. Anonim. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF. Ilmu Penyakit Mata
Ed.III. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo. 2006.
5. AAO.. Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. Singapore:American Academy of
Ophtalmology. 2007
6. Gilliland, G.D. Dacryocystitis. Diunduh dari
2009.
7. Mamoun,
Tarek.
Congenital
http://www.emedicine.com/.
Dacryocystitis.
Diunduh
dari
http://eyescure.com/Default.aspx?ID=83. 2009.
8. Ilyas, Sidharta. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi
Keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2012.
9. Zulvikar. Dakriosistitis. Diunduh dari http://zulvikar.web.id/dakriosistitis/.
2009.
10. http://biologigonz.blogspot.com/2012/11/air-mata-lacrimal-mbrabak.html
11. Nicholas J, Piacentiti MA, Rocca RD. External dacriocystorhynostomy in
ophthalmic plastic surgery. Mcgraw-Hill, New York. 2002.
12. Anta SM, Mateous GB, Collar. Dacryocystorhinostomy in adolescent and
young adults. Arcch Soc Esp Oftalmol. 2011
13. Oliver J. Colour atlas of lacrimal surgery. Butterworth-Heineman, London.
2002
14. Sprekelsen MB, Barberan MT. Endoscopic dacryocystorhinostomy from
diagnosis to surgery. Business briefing global surgery. 2003
15. Codere F, Arthus BP. Endonasal dacryocystorhinostomy in ophthalmic plastic
15