Anda di halaman 1dari 4

2.

1 Anatomi Hidung
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah:
1) pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung (tip),
4) ala nasi, 5) kolumela dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk
oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan
beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan tulang
hidung. Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang hidung (os nasal), 2) prosesus frontalis
os maksila, dan 3) prosesus nasalis os frontal; sedangkan tulang rawan terdiri dari
beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1)
sepasang kartilago nasalis superior, 2) sepasang kartilago nasalis inferior yang disebut
juga sebagai kartilago ala mayor dan 3) tepi anterior kartilago septum. (Soepardi et al,
2015: 118)

Gambar 2.1 Tulang pembentuk hidung (Sobotta, 2012: 86)

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke


belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan
dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan
lubang belalakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi
dengan nasofaring. Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi,
tepat di belakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit
yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut
vibrise. (Soepardi et al, 2015: 118)
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, dinding medial, lateral, inferior
dan superior. Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum nasi dibentuk oleh
tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah 1) lamina perpendikularis os etmoid,
2) vomer, 3) krista nasalis os maksila dan 4) krista nasalis os palatina. Bagian tulang
rawan adalah 1) kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan 2) kolumela. Septum
dilapisi perikondrium bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang,
sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung. (Soepardi et al, 2015: 119)

Gambar 2.2 Septum nasi (Sobotta, 2012: 87)


Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling
bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil lagi ialah konka media, lebih
kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema.
Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri
yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior
dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. (Soepardi et al, 2015: 119)
Gambar 2.3 Cavum Nasi (Sobotta, 2012: 88)

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit


yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus
inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan
dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara
(ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak di antara konka media dan
dinding lateral rongga hidung. Pada meatus media terdapat muara sinus frontal, sinus
maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang di
antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan
sinus sphenoid. (Soepardi et al, 2015: 119)
Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os
maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangatlah sempit dan
dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga
hidung. Lamina kribriformis merupakan lempeng tulang berasal dari os etmoid,
tulang ini berlubang-lubang tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Di
bagian posterior, atap rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid. (Soepardi et al, 2015:
119)
Membaran mukosa melapisi kavum nasi, kecuali vestibulum, yang dilapisi
oleh kulit yang telah mengalami modifikasi. Terdapat dua jenis membran mukosa
yaitu mukosa olfaktorius dan respiratorius. (Snell, 2012: 803)
Membran mukosa olfaktorius melapisi permukaan atas konka nasalis superior
dan resesus sfenoetmoidalis; juga melapisi daerah septum nasi yang berdekatan dan
atap. Fungsinya adalah menerima rangsangan penghidu dan untuk fungsi ini mukosa
memiliki sel-sel penghidu khusus. Akson sel-sel ini (serabut nervus olfaktorius)
berjalan melalui lubang-lubang pada lamina kribrosa os etmoidalis dan berakhir pada
bulbus olfaktorius. Permukaan membran mukosa tetap basah oleh sekret kelenjar
serosa yang berjumlah banyak. (Snell, 2012: 803)
Membran mukosa respiratorius melapisi bagian bawah kavum nasi. Fungsinya
adalah menghangatkan, melembabkan, dan membersihkan udara inspirasi. Proses
menghangatkan terjadi oleh adanya pleksus venosus di dalam jaringan submukosa.
Proses melembabkan berasal dari banyaknya mukus yang diproduksi oleh kelenjar-
kelenjar dan sel-sel goblet. Partikel debu yang terinspirasi akan menempel pada
permukaan mukosa yang basah dan lengket. Mukus yang tercemar ini terus menerus
didorong ke belakang oleh kerja silia dari sel-sel silindris bersilia yang meliputi
permukaan. Sesampainya di faring, mukus ini ditelan. (Snell, 2012: 803)

1. Soepardi EA, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna DR. 2015. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan. Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. FKUI.
Jakarta.
2. Snell RS. 2000. Clinical Anatomy for Medical Students. 6th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. USA. Terjemahan L. Sugiharto. 2012.
Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-6. EGC. Jakarta.
3. Putz R dan Pabst R. 2012. Sobotta. Atlas Human of Anatomy. 23th Edition.
Elsevier. Munich.

Anda mungkin juga menyukai