Anda di halaman 1dari 30

Refarat

DAKRIOSISTITIS
Oleh :
Eka Martha Nansi
Widyanita K. Silo
Rizky Maulyda
Gabriela V. Ch. Walewangko

Supervisor Pembimbing :
dr. Verra, Sp.M
PENDAHULUAN
Pendahuluan
Kelenjar Lakrimal

Sistem Lakrimal

Sistem Eksresi

 Sistem eksresi lakrimal cenderung mudah terjadi infeksi dan


inflamasi
 Fungsi sistem ekskresi lakrimal adalah mengalirkan air mata dari
kelenjar air mata ke cavum nasal
 Tersumbatnya aliran air mata (patologis) peradangan sakus
lakrimal : dakriosistitis
 Dakriosistitis dapat berlangsung secara akut maupun kronis.
 Gejala Klinis :
a. Akut : nyeri (muncul tiba-tiba), kemerahan pada regio kantus
medial
b. Kronis : epifora, yaitu rasa nyeri yang hebat di bagian sakus
lakrimal disertai demam
c. Kongenital yang merupakan bentuk khusus dari dakriosistitis.
Patofisiologinya berhubungan erat dengan proses
embriogenesis dari sistem eksresi lakrimal
Prevalensi
 Dakriosistitis terjadi pada anak dan dewasa (>40 th), puncak
insidensi 60-70 tahun.
 Sekitar 70-83% kasus dakriosistitis dialami wanita, sedangkan
dakriosistitis kongenital jumlahnya hampir sama antara laki-
laki dan perempuan
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Sistem Lakrimalis

 Sistem eksresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal,


sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus inferior.
Definisi

 Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat


adanya obstruksi pada duktus nasolakrimalis.
Epidemiologi
 Infeksi pada sakus lakrimalis umumnya pada anak dan orang
dewasa (>40 th) khususnya wanita (70– 83% ), dengan
puncak insidensi usia 60–70 th.
 Kepala yang berbentuk brachycepalic memiliki resiko yang
tinggi dibandingkan dengan individu berkepala
dolichocephalic/mesosephalic.
 Hidung yang datar dan wajah sempit memiliki resiko lebih
tinggi karena sempitnya tulang kanal nasolakrimalis.
 Kulit yang hitam lebih jarang terkena karena ostium
nasolakrimalisnya besar, pendek dan lurus.
Etiologi
Faktor penyebab obstruksi duktus nasolakrimalis:
 Benda yang menutupi lumen duktus (pengendapan K, koloni jamur)
 Terjadi striktur/kongesti pada dinding duktus.
 Penekanan dari luar karena fraktur atau adanya tumor sinus maksilaris.
 Obstruksi akibat deviasi septum atau polip.

Dakriosistitis disebabkan bakteri :


Gram positif (Staphylococcus aureus ) =dakriosistitis akut
(Coagulase Negative-Staphylococcus )= dakriosistitis kronis
Gram negatif (Pseudomonas sp.) = dakriosistitis akut dan kronis

Dakriosistitis akut anak-anak (Haemophylus influenzae), dewasa (Staphylococcus


aureus dan Streptococcus β-haemolyticus)
Dakriosistitis kronis (Streptococcus pneumoniae)
Klasifikasi
 Akut
 Kronis
 Kongenital

Dakriosistitis akut Dakriosistitis Kongenital


Gejala Klinis
 Keluarnya air mata dan kotoran.

 Akut nyeri daerah kantus medial (epifora) yang menyebar


ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi depan. Sakus
lakrimalis edema, lunak dan hiperemi yang menyebar ke kelopak
mata dan pasien mengalami demam. Jika sakus lakrimalis ditekan
keluar sekret mukopurulen.
 Kronis lakrimasi berlebih (terkena angin). Tanda inflamasi
ringan (jarang nyeri). Bila kantung air mata ditekan keluar sekret
mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan palpebra.
 Kongenital ibu pasien mengeluh mata pasien merah satu
sisi, bengkak daerah pangkal hidung dan keluar air mata diikuti
nanah terus-menerus. Bila bengkak ditekan akan nyeri (epifora)
Patofisiologi
Obstruksi pada duktus Penumpukan
nasolakrimalis air mata
Media
Debris epitel pertumbuhan
bakteri
Cairan mukus sakus
lakrimalis

 Obstruksi duktus nasolakrimalis :


Aanak-anak = akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal
Orang dewasa = penekanan pada saluran (polip hidung)
Patofisiologi
Tiga tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis :
(Pemijatan pada sakus lakrimalis)

 Tahap obstruksi
Pada tahap ini yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan
karena obstruksi baru saja terjadi.
 Tahap Infeksi
Pada tahap ini cairan yang keluar bersifat mukus, mukopurulen,
atau purulen tergantung organisme penyebabnya.
 Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada cairan yang keluar karena sekret
yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk suatu
kista.
Diagnosis
Anamnesis
 Mata berair
 Kadang disertai dengan sekret yang lengket
 Mata terlihat putih (gejala diperburuk dengan terkenanya
angin atau pada cuaca dingin)
 Riwayat trauma sebelumnya
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
1. Dye dissapearance fluorescen
 Zat fluorescein 2% diteteskan masing-masing 1 tetes pada kedua
mata.
 Permukaan kedua mata dilihat dengan slit lamp.

Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri


2. Jones dye test I
 Mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus
nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak
1-2 tetes.
 Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke
meatus nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit.
 Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak ada
obstruksi pada duktus nasolakrimalis
3. Jones dye test I
 Hampir sama dengan Jones test I
 Jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak
berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalis
 Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas, maka
dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik.
Bila lebih dari 2 menit tidak ada zat warna hijau pada kapas sama
sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa
fungsi sistem lakrimalnya sedang terganggu.

Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II


4. Anel test (menilai fungsi ekskresi air mata ke dalam rongga
hidung)
 Pemeriksaan ini menggunakan larutan saline hangat yang
diinjeksikan melalui lubang pungtum lakrimalis.
 Bila terlihat adanya reaksi menelan berarti garam fisiologik masuk
tenggorokan menunjukkan fungsi sistem ekskresi lakrimal normal
 Bila tidak ada refleks menelan dan terlihat garam fisiologik keluar
melalui pungtum lakrimal atas berarti fungsi apparatus lakrimal
tidak ada atau duktus nasolakrimal tertutup.

Anel test
5. Probing test (menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi
air mata)
 Masukkan sonde ke dalam saluran air mata.
 Pada tes ini, pungtum lakrimal dilebarkan dengan dilator, kemudian
probe dimasukkan ke dalam sakus lakrimal.
 Jika probe yang bisa masuk panjangnya lebih dari 8 mm berarti
kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm
berarti ada obstruksi.

Probing test
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
1. Ct-scan
2. Dacryocystography (DCG)
Diagnosis banding
1. Selulitis Orbita
2. Hordeolum
Penatalaksanaan
Medikamentosa
1. Pada anak (neonatus) dapat diberikan antibiotik
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi 3
dosis dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes
(moxifloxacin 0,5% atau azithromycin 1%) atau sulfonamid 4-5
kali/hari.
2. Pada orang dewasa
 Dakriosistitis akut :
 Kompres hangat
 Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam)
 Analgesik (acetaminofen atau ibuprofen)
 Antibiotik IV di RS (cefazoline tiap 8 jam)
 Insisi dan drainase bila abses.
 Dakriosistitis kronis
 Irigasi dengan antibiotik
 Pembedahan jika terjadi sumbatan duktus nasolakrimal yang sudah tidak radang
Penatalaksanaan
Nonmedikamentosa
 Dacryocystorhinostomy (DCR) eksternal
 Dacryocystorhinostomy (DCR) internal
Komplikasi
 Pecahnya kantong air mata sehingga membentuk fistel
 Abses kelopak mata
 Ulkus
 Selulitis orbita

 Komplikasi post DCR : perdarahan pascaoperasi, nyeri


transien pada segmen superior os.maxilla, hematoma
subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang
jelas.
Prognosis
 Dakriosistitis sangat sensitif terhadap Ab namun jika obstruksi
duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat,
prognosisnya adalah dubia ad malam
 Jika pembedahan dakriosistorinostomi eksternal ataupun
dakriosistorinostomi internal dilakukan dengan baik maka
kekambuhan akan sangat jarang terjadi sehingga prognosisnya
dubia ad bonam
KESIMPULAN
Kesimpulan
 Dakriosistitis merupakan peradangan sakus lakrimalis
 Dibedakan menjadi akut, kronik, dan kongenital.
 PF : fluorescein clearance test, John's dye test, probing test
dan anel test.
 PP : Dacryocystography (DCG)
 Tx : Ab dan analgesik serta drainase pus pada sakus lakrimal,
dapat juga dilakukan pembedahan (dacryocystorhinostomy)
 Prognosis baik jika dilakukan pembedahan DCR segera.
 Pencegahan dengan menjaga higenitas pada palpebra.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai