Anda di halaman 1dari 44

STATUS UJIAN

DISUSUN OLEH :
Josi Wanda Pramantika
2014730045

PENGUJI :
Dr. Riana Azmi Bastari, Sp.M
Dr. Mohammad Reza Mossadeq H, Sp.M

KEPANITRAAN KLINIK
STASE ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKARWANGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT karena berkat rahmat, nikmat, karunia serta hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas laporan kasus berjudul “ablasio retina dan gloukoma, katarak”
yang penulis ajukan sebagai salah satu syarat untuk tugas pada stase lmu Kesehatan
Mata di Rumah Sakit Umum Daerah Sekarwangi.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW, pemimpin yang mampu membawa perubahan dari zaman kegelapan menuju
zaman yang terang-benderang, dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan
teknologi, dan selalu menjadi inspirator sejati untuk penulis dan para peneliti
lainnya. Segala doa dan kebaikan semoga terlimpahkan kepada keluarga beliau,
para sahabat, dan orang-orang yang selalu istiqomah berjuang di jalan-Nya hingga
akhir zaman, Aamiin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan laporan kasus ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis selalu terbuka untuk menerima
kritik dan saran yang bersifat membangun dan bermanfaat. Semoga semua pihak
yang tersebut di atas mendapatkan pahala dari Allah ta’ala dan semoga skripsi ini
dapat bermanfaat dan berguna bagi setiap pembacanya.

Jakarta, 22 April 2019


Penulis

(Josi Wanda Pramantika)

2
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas
Nama : Ny. Ipah Sarifah
Alamat : Pamuruyan, Cibadak
Usia : 78 Tahun
Agama : Islam
Tgl Kunjungan Poli : 21 April 2019

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Pasien mengeluh mata kanan terasa nyeri 2 tahun SMRS .

Keluhan Tambahan:
Pasien juga mengeluh sejak 2 tahun mata kanan tidak bisa melihat, mata kiri sering
keluar air mata dan terasa buram

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke poli mata RSUD Sekarwangi dengan keluhan mata sebelah
kanan terasa nyeri hingga kepala, pasien mengaku mata kanannya sudah tidak bisa
melihat sudah sejak 2 tahun yang lalu. Awalnya perlahan- lahan penglihatannya
kabur lama kelamaan pasien tidak bisa melihat, paien mengaku setiap malam
matanya eperti melihat kilat cahaya litrik, pasien mempunyai riwayat miopia berat,
dan pernah didiagnois oleh dokter mata kanan memiliki katarak, Pasien mengaku
mata kirinya juga terasa buram dan sering kaluar air mata, pasien mengaku jika
memakai kaca mata, mata sebelah kiri masih bisa melihat. Pasien tidak
mengeluhkan mual dan muntah, pasien hanya sedang menderita penyakit batuk, dan
sedang dalam masa berobat.
.

3
Riwayat Penyakit Dahulu:
• Pasien mengatakan pernah berobat mata dan pernah di diagnosis katarak
oleh dokter
• Pasien tidak memiliki riwayat diabetes mellitus, hipertensi, asma, dan
penyakit jantung. Pasien sedang berobat untuk penyakit TBC
• Pasien tidak menggunakan pemakaian lensa kontak ataupun pasien pernah
menggunakan kacamata sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Di keluarga tidak ada yang menderita keluhan yang sama, riwayat diabetes melitus
dan hipertensi tidak ada.

Riwayat Psikososial:
Pasien tinggal bersama anaknya dan di rumahnya ada yang merawatnya yaitu kedua
anaknya

Riwayat Pengobatan:
Pasien pernah berobat di RS Kartika untuk periksa dan kontrol kedua matanya.

Riwayat Alergi:
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat, makanan, dan cuaca.

2.3 Pemeriksaan Fisik Status Generalis


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,7°C

4
2.4 Status Oftalmologi
OCULAR DEXTRA PEMERIKSAAN OCULAR SINISTRA
NLP VISUS 6/30
Ortoforia KEDUDUKAN BOLA Ortoforia
MATA
- PERGERAKAN Tidak baik kesegala arah
BOLA MATA

Edema (-), hiperemis (-), PALPEBRA Edema (-), hiperemis (-),


lagoftalmus (-) SUPERIOR lagoftalmus (-)
Edema (-), hiperemis (-) PALPEBRA Edema (-), hiperemis (-)
INFERIOR
Hiperemis (-), Papil (-), Folikel CONJUNGTIVA Hiperemis (-), Papil (-),
(-) SUPERIOR Folikel (-)
Hiperemis (-), CONJUNGTIVA Hiperemis (-),
Papil (-), INFERIOR Papil (-),
Folikel (-) Folikel (-)
Injeksi Konjungtiva (-), CONJUNGTIVA Injeksi Konjungtiva (-),
Injeksi Siliar (+) BULBI Injeksi Siliar (-)
Injeksi episklera (-) SKLERA Injeksi episklera (-)

Edema (-), KORNEA Keruh (+)


Keruh (+) Edema (-)

Hipopion (-) KAMERA OKULI Hipopion (-)


Hifema (+) ANTERIOR Hifema (-)
dangkal Tidak dangkal
sinekia (-) IRIS Sinekia (-)

5
reflkes cahaya (-) PUPIL Bulat,
bulat Isokor,
Reflex Cahaya (+)
keruh LENSA Keruh

6
2.5 Resume
Perempuan usia 78 tahun, datang ke poli RSUD Sekarwangi dengan keluhan
mata kanan terasa nyeri dan sudah tidak bisa melihat, awalnya perlahan- lahan tidak
bia melihat, lalu lama-kelmaaan tidak bia melihat sama sekali, pasien memiliki
riwayat miopia berat, dan mengaku jika malam hari melihat seperti kilatan cahaya,
dan mata kiri buram serta sering keluar air mata, pada pemeriksaan NCT di
dapetkan OD: 35 OS: 17 Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas
normal, Visus OD NLP , visus OS 3/60, palpebra OS OD normal, konjungtiva OS
normal, injeksi konjungtiva OD

2.6 Diagnosis
Ablasio retina rhegmatogen OD + gloukoma primer OD
Katarak imatur OS

2.7 Rencana Pemeriksaan Penunjang


Optical coherence tomography (OCT)

2.8 Penatalaksanaan
• Beta-blockers (Timolol 0.5%) 2 x 1 gtt)
• Karbonik anhidrase inhibitor sistemik (glaucon 2x1)
• Antiinflamasi nonsteroid (Ibuprofen 1x1)
• KSR (2x1)

2.9 Prognosis
OD : Quo ad vitam: malam
Quo ad sanationam : malam
Quo ad functionam: malam
OS: Quo ad vitam: bonam
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad functionam: bonam

7
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang


Ablasio adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris retina dan
lapisan epitelia pigmen retina (Donna D.Ignativicius, 1991). Ablasia retina adalah
suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya bagian sensorik
retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan atau lubang
didalam retina (P.N Oka, 1993).
Ablasio Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata
yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran
cairan, sehingga antara koroid dan retina kekurangan cairan. Ablasio retina lebih
besar kemunkinanya pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada
orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami.
Ablasi retina merupakan salah satu penyakit yang mengancam penglihatan,
terlebih jika melibatkan fovea. Beberapa survei epidemiologi menunjukkan bahwal
angka kejadian ablasi retina regmatogen dalam setahun antara 7- 14 kasus per
100.000 penduduk di negara-negara barat, namun jauh lebih tinggi di Asia yang
mungkin berhubungan dengan tingginya kejadian miopia pada ras asia.

B. Klasifikasi
Ada 2 tipe ablasio retina :
a. Non rhemathogen retina detachmen
Malignancy hypertensi
Choriodal tumor
Chorioditis
Retinopati
b. Rhemathogen retina detachmen :
Trauma
Degenerasi
Kelainan vitreus

8
C. Etiologi
Penyakit ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit lain seperti tumor,
peradangan hebat,akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes. Ablasio
retina dapat terjadi secara spontan atau sekunder setelah trauma, akibat adanya
robekan pada retina, cairan masuk kebelakang dan mendorong retina (rhematogen)
atau terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina terangkat (non
rhegmatogen), atau tarikan jaringan parut pada badan kaca (traksi). Penimbunan
eksudat terjadi akibat penyakit koroid, misalnya skleritis, koroiditis, tumor
retrobulbar, uveitis dan toksemia gravidarum. Jaringan parut pada badan kaca dapat
disebabkan DM, proliferatif, trauma, infeksi atau pasca bedah.
Tanda dan Gejala Ablatio Retina :
• Fotopsia, munculnya kilatan cahaya yang sangat terang di lapang pandang.
• Muncul bintik-bintik hitam yang beterbangan di lapang pandang (floaters)
• Muncul tirai hitam di lapang pandang
• Tidak ditemukan adanya rasa nyeri atau nyeri kepala

D. Patofisiologi
Pada Ablatio Retina cairan dari vitreus bisa masuk ke ruang sub retina dan
bercampur dengan cairan sub retina. Ablatio Retina dapat diklasifikasikan
secara alamiah menurut cara
terbentuknya:
1. Ablatio Rhegmatogen terjadi setelah
terbentuknya tulang atau robekan dalam retina yang menembus sampai badan
mata masuk ke ruang sub retina, apabila cairan terkumpul sudah cukup banyak
dapat menyebabkan retina terlepas.
2. Ablatio oleh karena tarikan, terjadi saat retina mendorong ke luar dari lapisan
epitel oleh ikatan atau sambungan jaringan fibrosa dalam badan kaca. Ablatio
eksudatif, terjadi karena penumpukan cairan dalam ruang retina akibat proses
peradangan, gabungan dari penyakit sistemik atau oleh tumor intraocular, jika
cairan tetap berkumpul, lapisan sensoris akan terlepas dari lapisan epitel
pigmen.

9
E. Manifestasi Klinis
Tabir yang menutupi penglihatan dan seperti melihat pijaran api, penglihatan
menurun secara bertahap sesuai dengan daerah yang terkena, bila makula yang
terkena maka daerah sentral yang terganggu
F. Alur diagnosis
1. Anamnesis
a. Riwayat trauma
b. Riwayat operasi mata
c. Riwayat kondisi mata sebelumnya (cth: uveitis, perdarahan vitreus,
miopia berat)
d. Durasi gejala visual & penurunan
2. Gejala dan tanda
a. Fotopsia (kilatan cahaya) : gejala awal yang sering
b. Defek lapang pandang : bertambah seiring waktu
c. Floaters (bintik hitam)
3. Funduskopi
Adanya robekan retina, retina yang terangkat berwarna keabu- abuan,
biasanya ada fibrosis vitreous atau fibrosis preretinal bila ada traksi. Bila
tidak ditemukan robekan kemungkinan suatu ablasio nonregmatogen.

G. Tatalaksana
Ablasio retina : kegawatdaruratan mata
Tatalaksana awal:
a. Penanganan Rheugmatogenous : temukan semua lokasi ablasi, buat
iritasi korioretina di sekitar ablasi, lekatkan retina dan koroid untuk
memicu proses adhesi sehingga ruang sub-retinal dapat dihilangkan
perlahan (scleral bulking)
b. Pada traksional : melepas tarikan jaringan parut di dalam vitreus dengan
tindakan vitektomi

10
2.1. LATAR BELAKANG
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberi kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma
adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh pencekungan
(cupping) diskus optikus, pengecilan lapangan pandang, biasanya disertai
peningkatan tekanan intraokuler. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya
fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi
berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik yang dapat
berakhir dengan kebutaan.
Glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan utama di dunia setelah
katarak. Data dari WHO (2011) menggambarkan bahwa saat ini terdapat 285 juta
orang menderita gangguan penglihatan, 39 juta diantaranya mengalami kebutaan,
90% penderitanya berada di negara berkembang. Sedangkan menurut data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun
2007, prevalensi nasional Glaukoma adalah 0,5%. Terdapat sembilan provinsi
yang mempunyai prevalensi Glaukoma diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe
Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, DKI
Jakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo.
Pada sebagian besar kasus, glaukoma tidak disertai dengan penyakit mata
lainnya (glaukoma primer). Glaukoma primer sudut terbuka merupakan bentuk
yang tersering, bersifat kronik dan bersifat progresif, menyebabkan pengecilan
lapangan pandang bilateral progresif asimptomatik yang muncul perlahan dan
sering tidak terdeteksi sampai terjadi pengecilan lapangan pandang yang ekstensif.
Diagnosa glaukoma primer sudut terbuka jika pada pemeriksaan didapatkan
adanya peningkatan tekanan intraokular, gambaran kerusakan diskus optikus dan
defek lapang pandang. Adapun bentuk lain dari glaukoma yaitu glaukoma primer
sudut tertutup, glaukoma sekunder sudut terbuka, glaukoma sekunder sudut
tertutup, glaukoma kongenital dan glaukoma absolut.

11
a. ANATOMI DAN FISIOLOGI CORPUS SILIARIS
Korpus siliaris secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang,
membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6mm). Korpus
siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombak-ombak, pars plana dan zona
datar, pars plikata. Prosesus siliaris berasal dari kapiler-kapiler dan vena yang bermuara
ke vena-vena korteks.Prosesus siliaris dan epitel siliaris berfungsi sebagai pembentuk
akuos humor.

Gambar 1. Struktur segmen anterior.

12
Gambar 2 . iris dan sorpus ciliaris

Komposisi Humor Akuos


Humor Akuos adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan
posterior mata. Volumnya sekitar 250 ml/men. Tekanannya sedikit lebih tinggi dari
plasma. Komposisi serupa dengan plasma tetapi cairan ini memiliki komposisi
askorbat,piruvat, dan laktat yang lebih tinggiu dan protein,urea, dan glukosa yang lebih
rendah.

Pembentukan Akuos Humor


Akuos humor diproduksi oleh korpus siliare. Ultrafitrat plasma yang dihasilkan
di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius
epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera anterior ke jalinan trabekular di sudut kamera
anterior. Selama periode ini terjadi pertukaran diferensial komponen-komponen dengan
darah dari iris.Peradangan atau trauma intraokuler menyebabkan peningkatan
konsentrasi protein (humor akuos plasmoid) dan sangat mirip serum darah.

13
Gambar 3. Proses pembentukan akuos humor oleh epitel siliaris

Aliran Keluar Akuos Humor


Organ yang berperan pada outflow akuos pada sudut COA disebut trabekulum
(trabecular meshwork). Struktur seperti ayakan terdiri dari tiga bagian yakni: uveal
meshwork,korneoskleral dan meshworkendothelial meshwork (juxta canalicullar).
Jalinan trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastis yang dibungkus
oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori
semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui
insersinya ke dalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut
sehingga kecepatan drainase humor akues juga meningkat. Sejumlah kecil humor akuos
keluar dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela-sela sklera (aliran uvoskleral).

14
Gambar 4. Sirkulasi dan drainase Humor Akuos

 Glaukoma akan terjadi apabila cairan mata di dalam bola mata alirannya tidak
seimbang antara produksi akuos dan aliran akuos keluar bola mata (outflow )

Gambar 5. Aliran Humor akuos abnormal

b. DEFENISI
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (Cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang,
biasana disertai peningkatan tekanan intraokular.
Low tension glaucoma atau disebut juga glaucoma normotension adalah
suatu varian dari glaukoma sudut terbuka (Kelainan drainase sudut bilik mata
depan), dimana terjadi kerusakan yang progresif terhadap syaraf/nervus opticus
dan terjadi kehilangan lapang pandangan meski tekanan di dalam bola matanya
tetap normal. Tipe glaukoma ini diperkirakan ada hubungannya, meski kecil,
dengan kurangnya sirkulasi darah di syaraf/nervus opticus, yang mana

15
mengakibatkan kematian dari sel-sel yang bertugas membawa
impuls/rangsang tersebut dari retina menuju ke otak. Kondisi ini
dikarakteristikan oleh kerusakan syaraf optik yang progresif dan kehilangan
penglihatan samping/peripheral vision (visual field) meskipun tekanan dalam
mata (intraocular pressure) berada dibatas-batas normal atau bahkan dibawah
normal. Tipe glaukoma ini dapat didiagnosis dengan pemeriksaan yang berulang-
ulang oleh seorang dokter mata untuk mendeteksi kerusakan syaraf atau
kehilangan penglihatan bidang (visual field). Glaucoma normotension mendapat
perhatian penelitian yang cukup banyak karena penyebabnya dan perawatannya
masih belum menentu.

c. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, lebih dari 15-25% pasien dengan glaukoma sudut
terbuka primer merupakan glaucoma normotension. Berdasarkan Baltimore Eye
Study, 50% pasien dengan gambaran disc glaukomatous dan perubahan lapang
pandang memiliki tekanan intra okular dibawah 21 mmHg pada kunjungan
pertama, dan 33% memiliki tekanan intra okular kurang dari 21 mmHg pada 2
kali pemeriksaan. Prevalensi glaucoma normotension meningkat di Jepang.
Glaucoma normotension lebih sering pada perempuan daripada laki-laki. Umur
rata-rata pasien dengan glaucoma normotension adalah 60 tahun; lebih tua
daripada pasien glaukoma sudut terbuka primer.

d. FAKTOR RESIKO
Sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor yang bisa mempengaruhi
insiden dan tingkat keparahan dari glaucoma normotension . Adapun beberapa
faktor resiko yang mempengaruhi timbulnya glaucoma normotension adalah:
1. Faktor resiko umum
Glaucoma normotension lebih sering terjadi pada orang-orang berusia
lebih dari 60 tahun dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria.
Terdapat riwayat keluarga yang menderita glaucoma normotension dan
penyakit ini bersifat progresif.

16
a. Faktor resiko ocular
1. Tekanan intraocular
Pada kebanyakan kasus dari glaucoma normotension, tekanan intaokular
biasanya bervariasi, akan tetapi masih dalam batas normal. Tekanan intraokular
menjadi faktor resiko penting untuk perkembangan dari glaucoma normotension,
sama seperti pada hipertensi okular. Dengan menurunkan tekanan intraokuler,
terdapat penurunan angka insiden sebanyak 30 %.

2. Perdarahan diskus optikus


Perdarahan diskus optikus terdapat pada glaukoma sudut terbuka, baik
pada peningkatan atau normal tekanan intraokular. Angka kejadiannya 5 kali
lebih sering pada glaucoma normotension. Perdarahan yang terjadi berbentuk
flame-shaped hemorrage . Daerah yang biasa terkena adalah bagian temporal,
dengan kuadran superotemporal lebih sering dikenai dibanding kuadran
inferotemporal. Biasanya hilang timbul, dan membaik selama 4 sampai 6 minggu.
Flame shaped hemorrhage berhubungan dengan notching dari
neuroretinal rim, defek dari neuro fibre layer, dan perburukan dari lapangan
pandang.
3. Peri papillary defect
Ini merupakan atropik dari epithelium pigmen retina dan kapiler koroid di
daerah sekitar papil.

e. Faktor resiko sistemik


a. Spasme vaskuler perifer oleh udara dingin (Raynaud’s phenomenon)
b. Migraine
c. Hipotensi sistemik nocturnal dan pengobatan berlebihan dari hipertensi sistemik
d.Penurunan dari kecepatan aliran darah pada arteri oftalmika, ketika diukur
menggunakan USG Doppler
e. Krisis hemodinamik, termasuk infark miokard dan hipotensi selama perioperatif

II.5. ETIOPATOGENESIS
Penyebab neuropati glaukoma bisa dibagi atas 2 yakni pressure dependent
causes dan pressure independent causes. Aliran tekanan intraokular pada
glaukoma tergantung pada aliran darah yang mendarahi papil nervus optikus.

17
Aliran darah ini dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk tekanan darah, tekanan
intraokular, resistensi vaskular, dan mekanisme autoregulasi. Viskositas dan
kekentalan darah juga memiliki pengaruh dalam perfusi jaringan. Hal ini penting
diketahui untuk bisa menentukan terapi yang tepat pada glaucoma normotension.

PEMERIKASAAN OFTALMOLOGI
A. Pengukuran Tekanan Intraokular
Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mmHg. Pada usia lanjut,
rerata tekanan intraokularnya lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg.
Tekanan bola mata untuk satu mata tak selalu tetap, tetapi dapat dipengaruhi seperti
pada saat bernapas mengalami fluktuasi 1-2 mmHg dan pada jam 5-7 pagi paling
tinggi, siang hari menurun, malam hari naik lagi. Hal ini dinamakan variasi diurnal
dengan fluktuasi 3 mmHg.(1,3)
Menurut Langley dan kawan-kawan, pada glaukoma primer sudut terbuka
terdapat empat tipe variasi diurnal yaitu 1) Flat type, TIO sama sepanjang hari; 2)
Falling type, puncak TIO terdapat pada waktu bangun tidur; 3) Rising type, puncak
TIO didapat pada malam hari; 4) Double variation; puncak TIO didapatkan pada
jam 9 pagi dan malam hari. Menurut Downey, jika pada sebuah mata didapatkan
variasi diurnal melebihi 5 mmHg ataupun selalu terdapat perbedaan TIO sebesar 4
mmHg atau lebih maka menunjukan kemungkinan suatu glaukoma primer sudut
terbuka, meskipun TIO normal.
Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu yang terkena akan
memperlihatkan tekanan intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa.
Sebaliknya, peningkatan tekanan intraokular semata tidak selalu diartikan bahwa
pasien mengedap glaukoma sudut terbuka primer; untuk menegakkan diagnosis
diperlukan bukti-bukti lain seperti adanya diskus optikus glaukomatosa atau
kelainan lapangan pandang. Apabila tekanan intraokular terus-menerus meninggi
sementara diskus optikus dan lapangan pandang normal (hipertensi okular), pasien
dapat diobservasi secara berkala sebagai tersangka glaukoma.
Ada empat macam tonometer yang dikenal yaitu tonometer schiotz,
tonometer digital, tonometer aplanasi dan tonometeri Mackay-Marg. Pengukuran
tekanan intraokular yang paling luas digunakan adalah tonometer aplanasi
Goldmann, yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk
meratakan daerah kornea tertentu.

18
Tonometer aplanasi merupakan alat yang paling tepat untuk mengukur
tekanan bola mata dan tidak dipengaruhi oleh faktor kekakuan sklera. Tonometer
schiotz merupakan alat yang paling praktis sederhana. Pengukuran tekanan bola
mata dinilai secara tidak langsung yaitu dengan melihat daya tekan alat pada
kornea, karna itu dinamakan juga tonometri indentasi schiotz. Dengan tonometer
ini dilakukan penekanan terhadap permukaan kornea menggunakan sebuah beban
tertentu. Makin rendah tekanan bola mata, makin mudah bola mata ditekan, yang
pada skala akan terlihat angka skala yang lebih besar. Tansformasi pembacaan
skala tonometer ke dalam tabel akan menunjukan tekanan bola mata dalam mmHg.
Kelemahan alat ini adalah mengabaikan faktor kekakuan sklera.
Tonometer digital adalah cara yang paling buruk dalam penilaian terhadap
tekanan bola mata oleh karena bersifat subjektif. Dasar pemeriksaannya adalah
dengan merasakan reaksi kelenturan bola mata (balotement) pada saat melakukan
penekanan bergantian dengan kedua jari tangan. Tekanan bola mata dengan cara
digital dinyatakan dengan nilai N+1, N+2, N+3, dan sebaliknya N-1 sampai
seterusnya.
Pada penderita tersangka glaukoma, harus dilakukan pemeriksaan serial
tonometri. Variasi diurnal tekanan intraokular pada pada orang normal berkisar 6
mmHg dan pada pasien glaukoma variasi dapat mencapai 30 mmHg.

B. Pemeriksaan Sudut Bilik Mata Depan


Merupakan suatu cara untuk menilai lebar dan sempitnya sudut bilik mata
depan. Lebar sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan oblik
bilik mata depan, menggunakan sebuah senter atau dengan pengamatan kedalaman
bilik mata depan perifer menggunakan slitlamp, yang umumnya digunakan yaitu
teknik Van Herick. Dengan teknik ini, berkas cahaya langsung diarahkan ke kornea
perifer, menggunakan sinar biru untuk mencegah penyinaran yang berlebihan dan
terjadinya miosis. Pada teknik ini, kedalaman sudut bilik mata depan (PAC)
dibandingkan dengan ketebalan kornea (CT) pada limbus kornea temporal dengan
sinar sudut 60º.
Akan tetapi, sudut mata depan sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi
yang memungkinkan visualisasi langsung struktur-struktur sudut. Dengan
gonioskopi juga dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut

19
terbuka, selain itu juga dapat dilihat apakah terdapat perlekatan iris bagian perifer
ke bagian depan.
Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera dan processus iris
dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau
sebagian kecil dari anyaman trabekular yang terlihat, sudut dinyatakan sempit.
Apabila garis Scwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.

C. Penilaian Diskus Optikus


Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya yang
ukurannya bervariasi bergantung pada jumlah relative serat yang menyusun
saraf optikus terhadap ukuran lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-serat
tersebut.
Pada glaukoma mula-mula terjadi pembesaran konsentrik cekungan optik
yang diikuti oleh pencekungan superior dan inferior serta disertai pembentukan
takik (notching) fokal di tepi diskus optikus. Hasil akhir proses pencekungan
pada glaukoma adalah apa yang disebut sebagai cekungan “bean pot”, yang
tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian tepinya.
Rasio cekungan diskus adalah cara yang digunakan untuk mencatat ukuran
diskus optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah perbandingan
antara ukuran cekungan terhadap garis tengah diskus misalnya cawan kecil
rasionya 0,1 dan cawan besar 0,9. Apabila terdapat kehilangan lapangan
pandang atau peningkatan tekanan intraokular, rasio cawan diskus lebih dari 0,5
atau terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata diindikasikan adanya
atrofi gluakomatosa.

20
compromised in patients with NTG, but it is not clear whether these changes are pathogenetically
important or if they are epiphenomena.
It seems that eyes with NTG have different structural characteristics of the optic nerve than eyes
with POAG. The optic disc rim tends to be thinner in NTG, and the cupping and disc area are larger
(Figure 7.3). In NTG there is an increased prevalence of acquired pits of the optic nerve and disc
hemorrhages

Figure 7.3 Large optic disc with moderately advanced cupping, with preferential loss of
inferior and nasal rim.
Gambar 6. Diskus optikus yang membesar dengan cupping yang melebar. dengan
http://www.netlibrary.com.ezproxy.lib.alasu.edu/nlreader/nlReader.dll?BookID=95266&FileName=Page_106...
kehilangan bagian inferior dan nasal

93 of 235 Pada galukoma normotension, gambaran klinis dari kerusakan nervus 7/28/2007 1:37 AM
optikus sama dengan Glaukoma dengan peningkatan TIO. Rasio cup/disc pada
NTG lebih besar dibandingkan pada Galukoma dengan peningkatan TIO.
Gambaran cup pada NTG lebih pucat dan landai dengan pinggir diskus optikus
lebih tipis pada daerah inferior dan inferotemporal. Defek lapangan pandang pada
NTG lebih terlokalisasi. Kemudian tampak defek serabut papilomakular difus
dengan pinggir yang curam. Pada retinal nerve fiber layer ditemukan perubahan
yang lebih awal pada NTG dan defek inferior yang terlokalisasi. Perdarahan diskus
juga sering muncul pada NTG yang dapat meningkatkan progresifitas kehilangan
lapangan pandang yaitu 8,2 % per tahun dibandingkan tanpa perdarahan diskus
yang hanya 3,6% per tahun. Pada NTG juga ditemukan area parapapiler avaskular
dan zona beta yang lebih luas dibandingkan pada glaukoma dengan peningkatan
TIO. Pemeriksaan Central Corneal Thickness (CCT) pada NTG lebih kecil
dibandingkan pada Glaukoma sudut terbuka primer.

D. Pemeriksaan Lapangan Pandang


Lapangan pandang adalah bagian ruangan yang terlihat oleh suatu mata
dalam sikap diam memandang lurus ke depan. Lapangan pandang normal adalah
90 derajat temporal, 50 derajat atas, 50 derajat nasal dan 65 derajat bawah.
Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma adalah
automated perimeter (misal Humphrey, Octopus, atau Henson), perimeter
Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar tangent.

21
Perimeter berupa alat berbentuk setengah bola dengan jari-jari 30 cm, dan
pada pusat parabola ini mata penderita diletakkan untuk diperiksa. Objek digeser
perlahan-lahan dari tepi ke arah titik tengah kemudian dicari batas-batas pada
seluruh lapangan pada saat benda mulai terlihat.
Penurunan lapangan akibat glaukoma sendiri tidak spesifik karena
gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada
semua penyakit saraf optikus. Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma
terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian tengah. Perubahan paling
dini adalah semakin nyatanya skotoma relative atau absolut yang terletak pada 30
derajat sentral.. Pada stadium akhir penyakit, ketajaman penglihatan sentral
mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang di tiap-tiap mata. Pada
glaukoma lanjut, pasien mungkin memiliki ketajaman penglihatan 20/20 tetapi
secara legal buta.

3.1 Anatomi Lensa


a. Letak Lensa
Lensa termasuk kedalam segmen anterior mata dan terletak dibagian
tengah bola mata dibatasi bagian depan oleh iris dan bagian belakang oleh
vitreus. Lensa di pertahankan posisinya oleh zonula zinii, yang terdiri dari
serat-serat halus kuat yang melekat pada korpus siliaris.
b. Struktur Lensa
Lensa mata bersifat transparan dan berbentuk bikonveks, memiliki
fungsi mempertahankan kejernihan, membiaskan cahaya dan berakomodasi.
Lensa mata dapat mempertahankan kejernihan karena tersusun dari surface
ectoderm yang mempunyai susunan sel yang teratur sehingga bersifat
transparan. Lensa mata mampu membiaskan cahaya karena memiliki indeks
bias sekitar 1,4 ditengah dan 1,36 dibagian tepinya, berbeda dengan indeks
bias humor akuos dan korpus vitreus yang mengelilinginya. Mata memiliki
kekuatan refraksi keseluruhan sebesar 60 dioptri (D), dalam kondisi tanpda
akomodasi. kemampuan akomodasi atau berubah bentuk dikarenakan adanya
otot siliaris. Kemampuan akomodasi ini akan menurun dengan bertambahnya
usia yaitu 8 D pada usia 40 tahun dan 1-2 D pada usia 60 tahun.
Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks dan nucleus. Lensa terus
berkembang sepanjang hidup. lensa dewasa memiliki diameter 9 mm dan

22
ketebalan 5mm serta berat sekitar 255mg. ketebalan relative dari korteks
meningkat seiring dengan usia. Kapsul lensa berupa membrane basal yang
transparan dan elastis, terdiri dari kolagen tipe IV, dibentuk oleh sel-sel epitel.
Perubahan morfologi yang paling dramatis terjadi ketika sel-sel epitel
memanjang membentuk sel-sel serat lensa. Perubahan ini dikaitkan dengan
peningkatan luar biasa dari masa protein selular pada membrane setiap sel
serat lensa. Bagian terluiar pada lensa adalah korteks sedangkan bagian
tengahnya nucleus.

Gambar 1. Struktur Lensa Mata Manusia Normal

c. Fisiologi Lensa
Metabolisme Lensa
Sel epitel lensa akan terus membelah dan berkembang, menjadi serat
lensa, menghasilkan pertumbuhan lensa yang terus menerus. Sel-sel lensa
dengan tingkat metabolism tertinggi berada di epitel dan korteks bagian luar.
Sel-sel superfisial memanfaatkan oksigen dan glukosa untuk pengangkutan
aktif elektrolit, karbohidrat, dan asam amino ke dalam lensa.
Lensa manusia mengandung sekitar 66% air dan 33% protein, dan
jumlah ini mengalami sangat sedikit perubahan dengan proses penuaan.
Sekitar 5% volume lensa adalah air yang ditemukan antara serat-serat lensa
dalam ruang ekstraseluler. Konsentrasi kalium dan natrium pada lensa berbeda
dengan konsentrasi pada humor akuos dan korpus vitreus. Aspek yang paling
penting dalam metabolism lensa adalah mekanisme yang mengontrol
keseimbangan air dan elektrolit, yang berperan sangat penting untuk menjaga
transparansi lensa. Karena transparansi sangat bergantung pada komponen

23
structural dan makromolekul lensa, gangguan dari hidrasi seluler dapat dengan
mudah menyebabkan kekeruhan. Beberapa penelitian menduga abhwa
gangguan keseimbangan elektrolit dan air tidak menimbulkan katarak nuclear
akan tetapi katarak kortiakl, dimana kandungan air meningkat secara
signifikan.
Homeostasis kalsium juga penting untuk lensa. Hilangnya homeostasis
kalsium dapat sangat mengganggu metabolism lensa. Peningkatan kadar
kalsium dapat menyebabkab perubahan yang meursak, termasuk depresi
metabolism glukosa, pembentukan protein dengan berat molekul yang tinggi,
dan aktivasi protease yang merusak membrane transportasi dan permeabilitas
jyga pertimbangan oenting dalam nutrisi lensa. Transportasi asam amino aktif
terjadi pada epitel lensa dengan mekanisme tergantng pada gradient natrium,
yang dibawa oleh pompa natrium. Glukosa memasuki lensa melalui proses
difusi yang tidak secara langsung terakit dengan system transport aktif. Sisa
hasil metabolism lensa meninggalkan lensa melalui difusi sederhana. Berbagai
zat, termasuk asam askorbat, myo-inositol. Dan kolin, memiliki mekanisme
transport tersendiri pada lensa.
Akomodasi
Akomodasi merupakan mekanisme perubahan focus penglihatan mata
dan penglihatan jarak jauh menjadi penglihatan jarak dekat dikarenakan
adanya perubahan bentuk lensa oleh otot siliaris pada serat zonular. Setelah
kira-kira usia 40tahun, nukleus lensa menjadi kaku sehingga mengurangi
akomodasi karena nukleus lensa yang sklerotik tidak bisa menonjol ke anterior
dan tidak dapat merubah kelengkungan anterior lensa.

24
Tabel 1. Akomodasi Lensa

d. Katarak
1. Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata. Katarak berasal dari bahasa
Yunani Katarrhakies, Ingeries Cataract, dan dari bahasa latin cataracta yaitu
air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti
tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)
lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya.
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif
ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak
umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat uuga akibat
kelainan kongenital atau penyulit penyakit mata lokla menahun.
2. Epidemiologi
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) katarak adalah penyebab
utama kebutaan dan gangguan penglihatan diseluruh dunia. Pada tahun 2002,
WHO memperkirakan katarak adalah penyebab kebutaan yang dapat
dipulihkan (reversible blindness) pada lebih dari 17 juta penduduk dunia
(47,8%) dari 37 juta penderita kebutaan diseluruh dunia, dan diperkirakan
akan mencapai 40juta penderita pada tahun 2020.

25
Di Indonesia, survei kesehatan indra penglihatan dan pendengaran tahun
1993-1996, menunjukan angka kebutaan 1.5%. selain itu masyarakat
Indonesia memiliki kecendrungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat
dibandingkan penderita di daerah subtropis dibandingkan dengan angka
kebutaan negara-negara di regional Asia Tenggara, angka kebutaan di
indonesai adalah yang tertinggi (Bangladesh 1% India 0,7% Thailand 0,3%)
insiden katarak 0,1% (210 ribu orang) per tahun, sedangkan yang dioperasi
baru lebih kurang 80.000 orang pertahun.

3. Etiologi
Katarak dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti3 :
• Usia
• fisik/trauma (pajanan terhadap sinar ultraviolet, riwayat pembedahan
mata)
• Zat kimia (merokok, alkohol),
• Penyakit predisposisi (diabetes mellitus, galaktosemia, glaucoma,
uveitis),
• Genetik dan gangguan perkembangan
• Infeksi virus di masa pertumbuhan janin.

4. Patofisiologi
Secara umum ada dua proses patogenesis katarak, yaitu :
o Hidrasi
Terjadi penimbunan komposisi ionik pada korteks lensa dan penimbunan
cairan di antara celah-celah serabut lensa. Perubahan fisik dan kimia dalam
lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan
silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa
dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.
Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan

26
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak .
o Sklerosis
Serabut-serabut lensa yang terbentuk lebih dahulu akan terdorong kearah
tengah sehingga bagian tengah menjadi lebih padat (yang disebut nucleus),
mengalami dehidrasi serta penimbunan kalsium dan pigmen asam nukleat dan
molekul protein sehingga mengganggu fungsi.
Lensa mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada
korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapatmdensitas seperti duri
di anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul poterior merupakan
bentuk aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju.
5. Klasifikasi
a. Berdasarkan Morfologi
a) Katarak Nuklear
Pada katarak nuklear terjadi sklerosis pada nukleus lensa dan menjadikan
nukleus lensa menjadi berwarna kuning dan opak. Katarak ini lokasinya
pada bagian tengah lensa atau nukleus. Nukleus cenderung menjadi gelap
dan keras (sklerosis), berubah menjadi kuning sampai coklat kehitaman
disebut “Katarak Brunesen atau Katarak Nigra”. Progresivitasnya
lambat. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling banyak terjadi.
Biasanya timbul pada usia > 65 tahun yang belum memperlihatkan
adanya katarak kortikal posterior. Pandangan jauh lebih dipengaruhi
daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca
dapat menjadi lebih baik (miopisasi). Uji bayangan iris / Shadow Test
(+).
b) Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks lensa
serta komposisi air dari serat-serat pembentuk lensa. Biasanya di korteks
dan kekeruhan mulai dari tepi lenasa dan berjalan ke tengah dengan
mengganggu penglihatan. Katarak menyerang pada lapisan yang
mengelilingi nukleus atau korteks. Terjadi penyerapan air oleh lensa

27
sehingga lensa menjadi cembung dan mengalami miopisasi. Biasanya
mulai timbul usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lambat, tetapi lebih
cepat daripada katarak nuklear.
c) Katarak subcapsularis
Kekeruhan mulai dari kecil, daerah opak hanya dibawah capsul, tepat pada
jalur jalan sinar masuk dan biasanya ada di belakang lensa. Pasien merasa
sangat terganggu saat membaca di cahaya yang terang dan biasanya
melihat halo pada malam hari. Dibagi menjadi katarak subcapsularis
posterior dan subcapsularis anterior. Pada subcapsularis posterior
biasanya terdapat pada pasien DM, Myotonic Dystrophy dan penggunaan
steroid. Sedangkan pada subcapsularis anterior biasanya terdapat pada
Glaukoma sudut tertutup akut, toksisitas amiodaron, miotic, dan Wilson
disease.
d) Katarak Capsularis
Dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
 Anterior Capsular
1. Congenital : Kelainannya di membran pupil yang tidak dapat
lepas pada waktu lahir.
2. Acquired : Pseudoexfloation syndromes, Chlorpromazine, yang
disertai dengan sinekia posterior.
 Posterior Capsular
1. Congenital : Persisten hyaloid membran. Seperti ada hubungan
kapsul posterior dengan retina yang seharusnya menghilang sejak
lahir.

(a)

28
(b)
Gambar 3. Klasifikasi katarak berdasarkan morfologi. (a) gambaran
visual;
b. Berdasarkan Usia
a) Katarak Kongenital1
Katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun, bahkan saat lahir.
Katarak kongenital terjadi akibat adanya gangguan perkembangan lensa
pada fase embrionik maupun fetus. Merupakan penyebab kebutaan pada
bayi yang cukup berarti / karena penanganan yang kurang tepat.
Etiologi :
o Keturunan (atosomal dominan)
o Infeksi kongenital (rubella)
o Penyakit metabolisme (Galaktosemia)
o Pemakaian obat selama hamil
Golongan :
o Kapsulolentikular (katarak kapsular & polaris)
o Katarak Lentikular (mengenai korteks / nukleus lensa saja)
Pada katarak kongenital total, penyulit yang dapat terjadi adalah makula
lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan. Makula ini tidak akan
berkembang sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak
maka visus biasanya tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia
sensoris (amblyopia ex anopsia).
Katarak infantile unilateral yang padat, sentral, dan berdiameter >2 mm
dapat menyebabkan amblyopia permanen apabila tidak ditangani dalam
2 bulan pertama kehidupan.
Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi.
o Operasi katarak kongenital dilakukan bila refleks fundus tidak
tampak

29
o Biasanya bila katarak bersifat total, operasi dilakukan pada usia 2
bulan atau lebih muda bla telah dapat dilakukan pembiusan.
Tindakan bedah pada katarak kongenital yang umum dikenal adalah
disisio lensa, ekstraksi liniar, ekstraksi dengan aspirasi.
b) Katarak Juvenile1
Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun. Pada anak dan remaja, nucleus
masih bersifat lembek seperti bubur dan masih terjadi perkembangan
serat-serat lensa. Katarak dapat terjadi apabila ada gangguan ketika
proses perkembangan serat-serat lensa tersebut. Merupakan kelanjutan
dari katarak kongenital.
c) Katarak Senilis1
Katarak setelah usia 50 tahun. Bertambah tuanya seseorang
membuat lensa mata menjadi kekurangan air dan menjadi lebih padat.
Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya, sehingga
kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang, lensa mulai
mengeruh, keadaan ini akan berkembang dengan bertambah beratnya
katarak.1
Penyebab terjadinya katarak senilis hingga saat ini belum diketahui secara
pasti. Terdapat beberapa teori konsep penuaan menurut Ilyas (2005)
sebagai berikut:
a. Teori putaran biologik (“A biologic clock”).
b. Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali → mati.
c. Imunologis; dengan bertambah usia akan bertambah cacat
imunologik yang mengakibatkan kerusakan sel.
d. Teori mutasi spontan.
e. Terori ”A free radical”
 Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif
kuat.
 Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi.
 Free radical dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vitaminE.
 Teori “A Cross-link”.
Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat
dan molekul protein sehingga mengganggu fungsi.

30
Perubahan lensa pada usia lanjut menurut Ilyas (2005):
1. Kapsul
– Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak)
– Mulai presbiopia
– Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
– Terlihat bahan granular
2. Epitel → makin tipis
– Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
– Bengakak dan fakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa:
– Lebih iregular
– Pada korteks jelas kerusakan serat sel
– Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah
protein nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin)
lensa, sedang warna coklet protein lensa nukleus mengandung
histidin dan triptofan dibanding normal.
– Korteks tidak berwarna karena: Kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi fotooksidasi dan Sinar tidak banyak mengubah protein
pada serat muda.

Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut biasanya
mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.
c. Berdasarkan Stadium Kematangan Perkembangan
a) Katarak Insipien
Terdapat dua jenis katarak insipien, yaitu kuneiformis, dan kupularis.
Katarak senil kuneiformis
Memiliki kekeruhan yang dimulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji
menuju korteks anterior dan posterior. Gangguan penglihatan
pada katarak senil kuneiformis timbul lebih lambat karena
kekeruhannya dimulai dari tepi.
Katarak senil kupularis
Kekeruhannya dimulai dari tepi kapsul di bagian korteks posterior
(katarak subkapsular posterior). Gangguan penglihatan pada
katarak senil kupularis timbul lebih dini. Kekeruhan yang tidak

31
teratur menyebabkan indeks refraksi yang tidak sama pada setiap
bagian lensa sehingga menimbulkan keluhan poliopia. Pada
katarak insipien, uji bayangan iris akan positif.

Gambar 4. Katarak Insipien


b) Katarak Imatur
Kekeruhan lensa yang belum mengenai seluruh lensa sehingga masih
terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada katarak imatur akan
dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa
yang degeneratif sehingga lensa mulai menyerap cairan mata sehingga
menjadi lebih cembung, kondisi ini disebut “Katarak Intumesen”.
Pada Katarak Intumesen masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan
lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata
menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan
dapat memberikan penyulit glaukoma sekunder. Katarak intumesen biasanya terjadi
pada katarak yang berjalan cepat danmengakibatkan mipopia lentikular. Pada
keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya
biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp
terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. Pada
katarak imatur, uji bayangan iris akan positif.

32
Gambar 5. Katarak Imatur

c) Katarak Matur
Kekeruhan pada seluruh masa lensa, menjadi berwarna putih
keabu-abuan. Kekeruhannya telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini
bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau
intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali
pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa.
Pada katarak matur lensa mengeluarkan air lagi sehingga ukuran
kembali normal dan kedalaman bilik mata depan juga menjadi normal,
namun lensa berwarna sangat putih akibat perkapuran karena adanya
deposit kalium. Bilik mata depan akan berukuran normal kembali, tidak
terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh sehingga, uji bayangan
iris pada katarak matur akan terlihat negatif. Katarak matur disebut
juga katarak matang.

Gambar 6. Katarak Matur


d) Katarak Hipermatur
Lensa mengalami proses degenerasi lebih lanjut sehingga dapat

33
menjadi keras atau lembek dan mencair. Lensa akan mengkerut dan
berwarna kuning, kemudian nucleus lensa tenggelam kearah bawah
akibat pengeriputan dan pencairan korteks. Pengerutan berjalan terus
sehingga hubungan dengan zonulla zinn menjadi kendor. Bila proses
katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang menebal, korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar sehingga korteks memberikan
gambaran bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang
terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat yang disebut
“Katarak Morgagni”.
Uji bayangan iris pada katarak hipermatur dapat menjadi
pseudopositif karena bilik mata dalam. Bahan lensa atau korteks yang
mencair keluar dapat menutupi jalan keluar aqueous humor sehingga
menyebabkan glaukoma fakolitik (merupakan glaukoma sekunder
sudut terbuka dengan tanda – tanda dan gejala klinik glaukoma akut,
sudut bilik mata terbuka lebar dan lensa dengan katarak hipermatur).

Gambar 7. Katarak Hipermatur

Gambar 8. Katarak Morgagni

34
i. Manifestasi Klinis1,2
a. Gejala
 Kehilangan penglihatan / penurunan visus (tidak nyeri dan berkembang
secara bertahap), pasien dapat melihat dalam kondisi cahaya redup dan
malam (day blindness). Kadang-kadang pasien dapat menjadi melihat
dekat tanpa kacamata presbyopia (second sight). Merupakan keluhan
yang paling sering dikeluhkan pasien dengan katarak senilis.
 Silau (gejala paling awal). Keluhan ini termasuk seluruh spectrum dari
penurunan sensitivitas kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau
silau pada siang hari hingga silau ketika mendekat ke lampu pada malam
hari.
 Uniocular polypia (benda menjadi ganda) (gejala awal akibat refraksi
yang irregular)
 Halo berwarna (akibat adanya tetes air di lensa)
 Bintik hitam di depan mata
 Keburaman gambar, distorsi gambar, dan penglihatan berkabut
b. Tanda5,1

Tabel 1. Tanda katarak


 Tes visus: hasilnya dapat berkisar antara 6/9 sampai PL (perception
of light)
 Pemeriksaan iluminasi oblik: menunjukkan warna lensa di daerah
pupil yang bervariasi di tiap tipe katarak
 Tes bayangan iris: ketika cahaya diarahkan secara oblik ke pupil,
bayangan berbentuk bulan sabit dari tepi pupil dari iris akan

35
terbentuk di lensa yang opasitasnya keabu-abuan selama korteks
masih jernih berada di antara opasitas. Ketika lensa seluruhnya opak
maka tidak akan terbentuk bayangan iris. Karenanya adanya
bayangan iris menunjukkan katarak imatur.

Gambar 9. Hasil pemeriksaan bayangan iris.

 Pemeriksaan direct ophthalmoscopy jauh: sinar kuning kemerahan


dari funsu dapat terlihat bila tidak ada opasitas, pada katarak parsial
menunjukkan bayangan hitam terhadap cahaya merah, dan pada
katarak komplet maka tidak akan ada cahaya merah sama sekali.
 Pemeriksaan slit-lamp: dilakukan pada pupil yang dilatasi penuh.
Pemeriksaan ini menunjukkan morfologi opasitas yang lengkap
(letak, ukuran, bentuk, corak warna, dan kekerasan nucleus).

ii. Diagnosis
Diagnosis katarak senilis imatur dapat diperoleh dari gejala-gejala klinis
yang dialami serta pemeriksaan oftalmologi. Pasien pada katarak senilis
imatur biasanya datang dengan keluhan mata kabur serta silau. Sementara
pemeriksaan oftalmologi dapat dilakukan dengan menggunakan senter, slit
lamp dan funduskopi. Berikut merupakan hasil temuan pemeriksaan
oftalmologi pada katarak senilis dan katarak stadium lainnya.

Insipien Imatur Matur Hipermatur

36
Kekeruhan Ringan Sebagian Komplit Masif
lensa

Cairan Normal Bertambah (air Normal Berkurang (air+masa


Lensa masuk) lensa keluar)

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam


Depan

Sudut Bilik Normal Sempit Normal Terbuka


Mata

Shadow Negatif Positif Negatif Pseudopos


Test
Visus (+) < << <<<

Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaucoma

Tabel 2. Perbedaan stadium katarak senilis

Pada katarak senilis imatur, terdapat kekeruhan pada sebagaian lensa


yang dapat menimbulkan gangguan visus. Dengan koreksi, visus masih dapat
mencapai 1/60-6/6. Pada stadium ini, kekeruhan belum mengenai seluruh
lapisan lensa. Pada lensa normal yang tidak terdapat kekeruhan, sinar dapat
masuk kedalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan
dibagian posterior lensa, maka sinar obliq yang mengenai bagian yang keruh
ini, akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan, terlihat dipupil, ada
daerah yang terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah lensa yang

37
keruh dan daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa yang
keruh. Keadaan ini disebut shadow test (+).

Penatalaksanaan
a. Operasi Katarak Ekstrakapsular
Operasi Katarak Ekstrakapsular atau Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular
(EKEK) adalah suatu tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana
dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul
lensa anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat keluar
melalui robekan tersebut, kemudian dikeluarkan melalui insisi 9-10mm,
lensa intraocular diletakkan pada kapsul posterior.
a. Keuntungan :
1. Luka insisi lebih kecil (8-12 mm) dibanding EKIK
2. Karena kapsul posterior utuh maka :
- Mengurangi resiko hilangnya vitreus durante operasi
- Posisi anatomis yang lebih baik untuk pemasangan IOL
- Mengurangi insidensi ablasio retina, edema kornea,
perlengketan vitreus dengan iris dan kornea
- Menyediakan barier yang menahan pertukaran beberapa
molekul antara aqueous dan vitreus
- Menurunkan akses bakteri ke kavitas vitreus yang dapat
menyebabkan endofthalmitis.
b. Kerugian :
Dapat timbul katarak sekunder.
c. Operasi Katarak Intrakapsular
Operasi katarak intrakapsular atau Ekstrasi katarak intrakapsular (EKIK)
adalah suatu pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi
dan mudah diputus. Pada katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan
terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang
sangat lama popular. Pembedahan ini dilakukan dengan
mempergunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus sehingga
penyulit tidak banyak seperti sebelumnya.

38
Katarak ekstrasi intrakapsular ini kontraindikasi pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligament hialoidea
kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini adalah
astigmat, glaucoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
a. Keuntungan4 :
- Tidak timbul katarak sekunder
- Diperlukan instrumen yang tidak terlalu canggih (lup operasi,
cryoprobe, forsep kapsul)
b. Kerugian4 :
Insisi yang lebih besar dapat mengakibatkan :
- Penyembuhan dan rehabilitasi visual tertunda
- Astigmatisma yang signifikan
- Inkarserasi iris dan vitreus
- Lebih sering menimbulkan penyulit seperti glaukoma, uveitis,
endolftalmitis.

Gambar 9. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (ICCE) dengan cryo


Operasi Katarak Intrakapsular

d. Fakoemulsifikasi
Pembedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonic untuk
menghancurkan nucleus yang kemudian diaspirasi melalui insisi 2,5-3
mm, dan kemudian dimasukkan lensa intraocular yang dapat dilipat.
Keuntungan dengan tindakan insisi kecil ini adalah pemulihan visus

39
lebih cepat, induksi astigmatis akibat operasi minimal, komplikasi dan
inflamasi pasca bedah minimal.
Keuntungan insisi limbus yang kecil agak berkurang kalau akan
dimasukkan lensa intraokuler. Kerugiannya kurve pembelajaran lebih
lama, biaya tinggi, dan komplikasi saat operasi bisa lebih serius.
Teknik ini menghasilkan insidensi komplikasi luka yang lebih rendah,
proses penyembuhan dan rehabilitasi visual lebih cepat.Teknik ini
membuat sistem yang relatif tertutup sepanjang fakoemulsifikasi dan
aspirasi, oleh karenanya mengontrol kedalaman COA sehingga
meminimalkan risiko prolaps vitreus.

e. Implantasi Lensa Intraokuler


Awalnya, semua teknik ekstr akapsuler terlibat ekspresi nukleus, tetapi pada
tahun 1967 charles khelman, mengembangkan fakoemulsifikasi.
Perbedaan dari konvensional ECCE adalah ukuran sayatan dan metode
pengangkatan nukleus lensa. Pada tahap awal khelman berhadapan
dengan penolakan yang cukup besar dari rekan-rekannya.
Fakoemulsifikasi menggunakan ultrasound untuk menghancurkan
nukleus lensa dan mengemulsifikasi pecahannya.
Teknik ini juga menggunakan sistem aspirasi yang dikendalikan secara
otomatis untuk mengeluarkan bahan kortikal melalui jarum kecil yang
dimasukan kemata melalui sayatan yang sangat kecil. Fakoemulsifikasi
mengakibatkan insiden komplikasi yang berhubungan dengan luka
sayatan yang lebih rendah, penyembuhan, dan rehabilitas visual lebih
cepat dari pada prosedur yang memerlukan sayatan lebih besarteknik ini
juga menciptakan sistem relative tertutup selama fakoemulsifikasi dan
aspirasi sehingga mengendalikan ke dalam bilik mata depan dan
memberikan perlindungan terhadap tekanan positif vitreus dan
khoroidal.

40
Gambar 10. Tipe IOL untuk ekstraksi intrakapsular
f. Manajemen Pasca Operasi
Pasien menggunakan steroid dan antibiotik tetes empat kali sehari
selama 2-4 minggu setelah operasi. Selama waktu itu mereka dapat
membaca, berolahraga ringan, berbelanja, mandi atau mandi dan
mencuci rambut mereka dengan hati-hati. Implan yang dimasukkan pada
pembedahan biasanya memberi mereka penglihatan yang jelas untuk
jarak tetapi mereka akan perlu memakai kacamata baca (perkiraan resep
+ 2,5D); ini dapat diresepkan dari 2-4 minggu setelah operasi
phacocataract. Beberapa pasien memiliki implan multifokal yang
dimasukkan sehingga mereka kurang bergantung pada kacamata untuk
membaca.

Komplikasi
Glaucoma
Lensa katarak besar dapat menyebabkan pendorongan anterior iris dengan
penutupan sudut sekunder. Hal ini dapat terjadi sebagai penutupan sudut
akut dengan TIO tinggi, kamera anterior dangkal, dan menyebabkan
semidilated pupil. Phacomorphic glaucoma dapat dibedakan dari glaukoma
primer sudut tertutup dengan adanya lensa katarak bengkok ipsilateral dan
sudut terbuka kontralateral dengan kamera anterior yang dalam.
Katarak hypermature kehilangan protein lensa yang larut melalui kapsul
anterior, menyebabkan obstruksi trabekular dan glaukoma opakle sekunder

41
sekunder. Catatan mengangkat TIO, protein lensa dalam AC yang dalam,
sudut terbuka, dan katarak hypermatur.
Uveitis
Uveitis terjadi bukanlah karena respon inflamasi tipe I tetapi respons
inflamasi granulomatosa terhadap protein lensa. Kondisi ini biasanya
mengikuti ruptur kapsula traumatik atau retensi pasca operasi dari bahan
lensa (itu harus dibedakan dari endophthalmitis). TIO mungkin tinggi,
normal, atau rendah.
Adapun komplikasi pasca operatif adalah Penyiraman dan sensasi benda
asing biasa terjadi setelah operasi. Biasanya pasien dapat diyakinkan, tetapi
kemungkinan infeksi - endophthalmitis - komplikasi penglihatan-
mengancam yang paling penting, harus dipertimbangkan. Ini adalah
peristiwa pasca operasi akut yang mengancam penglihatan yang
memerlukan perawatan dan pengobatan yang mendesak. Onsetnya
biasanya 4–5 hari setelah operasi. Gejala termasuk memburuknya
penglihatan dan nyeri.

Komplikasi Pasca Operasi


- Komplikasi Intra Operatif
Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau
efusi suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus,
incacerata kedalam luka serta retinal light toxicity.
- Komplikasi dini pasca operatif
 COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara
cairan yang keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan
siliar, edema stroma dan epitel, hipotonus, brown-McLean syndrome
(edema kornea perifer dengan daerah sentral yang bersih paling sering)
 Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus
 Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang
tidak adekuat yang dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan
luka yang tidak sempurna, astigmatismus, uveitis anterior kronik dan
endoftalmitis.
 Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi

42
Komplikasi lambat pasca operatif
 Ablasio retina
 Endoftalmitis kronik yang timbul karena organissme dengan virulensi
rendah yang terperangkap dalam kantong kapsuler
 Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior lemah
Malformasi lensa intraokuler, jarang terjadi.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. Asylor. Riordan, Paul. ( 2010) Glaukoma:


Oftalmologi Umum. Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta. 220- 238.
2. Mundrof.K Thomas. (2001) Normo Tension Glaucoma. Clinical Pathway of
Glaucoma. Thieme. New York.71-78
3. Ilyas, S. (2007) Glaukoma: Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran
Hasanudin. Jakarta. 110-115.
4. http://emedicine.medscape.com/article/1205508-followup#a2649. Glaucoma,
Low Tension Follow-Up. Diunduh tanggal 31 Oktober 2012.
5. Babar, Tariq farooq, dkk. Normal Tension Glaucoma. Pak J Ophthalmol 2006,
Vol. 22 No. 2
6. Azuara, Agusto. Handbook of Glaucoma. Normal Tension Glaucoma 105-109.
United Kingdom. 2002.
7. Riset Kesehatan Dasar - Departemen Kesehatan Republik Indonesia, diakses
dari www.ppid.depkes.go.id/index.php?option=com_docman pada tanggal 30
Oktober 2012.
8. Deborah Kamal, Roger Hitchings. Br J Ophthalmol 1998. Normal tension
glaucoma-a practical approach ;82:835-840.
9. Basic and Clinical Science Course, Section 10 : Glaucoma. Open-Angle
Glaucoma, Chapter 4 (96-100). American Academy of Ophthalmology. San
Fransisco .2012.

44

Anda mungkin juga menyukai