Anda di halaman 1dari 39

KERATOKONJUNGTIVITIS

LAPORAN KASUS

Raka Suantadina
Pembimbing : dr. I Gede Eka, Sp.M 030.10.230
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Tanggal lahir : 26 Juni 1997
Usia : 21 tahun
Alamat : Cempaka Baru II/19, Kemayoran, Jakarta Pusat
Agama : Islam
Suku : Betawi
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Karyawan Supermarket
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien di
Poli Mata RSAL Dr. Mintohardjo tanggal 6 September 2018
pada pukul 12.00 WIB.
Keluhan Utama
Mata merah pada mata kanan sejak 1 minggu SMRS
Keluhan Tambahan
-
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke Poli Mata RSAL dr. Mintohardjo dengan


keluhan mata merah, dirasakan sejak 1 bulan SMRS. Keluhan
tidak mengalami perbaikan sampai dengan saat ini. Keluhan
hanya dirasakan pada satu mata. Dirasakan juga oleh pasien
mata terasa ada yang mengganjal. Berair dan dirasakan
nyeri. Pasien juga mengatakan bahwa matanya terasa gatal
sejak 3 hari terakhir. Pasien sudah berobat ke puskesmas dan
diberikan obat tetes serta obat oral namun tidak terdapat
perbaikan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Riwayat hipertensi (-), riwayat glaukoma (-), lensa kontak (-),
alergi (-), diabetes melitus (-), penyakit jantung (-), trauma (-).
Pasien menggunakan kacamata sejak 2 tahun terakhir.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada yang mengalami gejala serupa dengan yang
dialami oleh pasien dalam keluarga. Riwayat darah tinggi,
kencing manis, alergi, asma maupun keganasan di keluarga
disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah pernah berobat ke puskesmas sebelumnya namun
tidak ada perbaikan.

Riwayat Kebiasaan
Kebiasaan minum alkohol (-). Kebiasaan merokok (-).
Pemakaian lensa kontak (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36,5 ºC
Pernafasan : 18 x/menit
Kepala : Normocephali
Mata : Lihat status oftalmologi
Telinga : Normotia, sekret -/-, serumen -/-
Hidung : Septum deviasi (-), sekret -/-, konka hiperemis -/-
Mulut : lidah kotor (-),tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis (-)
Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar
Thoraks : Paru: Suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-), Bising Usus (+) normal
STATUS OFTALMOLOGI
OD (mata kanan) OS (mata kiri)

6/30 (0,2) Visus 2/60

Ortoforia Kedudukan bola mata Ortoforia

Bola mata bergerak ke segala arah Pergerakan bola mata Bola mata bergerak ke segala arah

Vesikel (-), bulae periorbital (-), Palpebra Vesikel (-), bulae periorbital (-),
edema (-), Hutchington’s sign (-), edema (-), ptosis (-), lagoftalmus
ptosis (-), lagoftalmus (-), (-), blefaritis (-), hordeolum (-),
blefaritis (-), hordeolum (-), trikiasis (-), hematoma (-)
trikiasis (-), hematoma (-)
Hiperemis (-) Injeksi Konjungtiva Konjungtiva Hiperemis (-) Injeksi Konjungtiva
(-), lakrimasi (-), sekret (-),Injeksi (-), lakrimasi (-), sekret (-),Injeksi
siliar (-), pterigium(-), siliar (-), pterigium(-),
subkonjungtiva bleeding (-) , subkonjungtiva bleeding (-) ,
pinguekula (-), folikel (-), papil (- pinguekula (-), folikel (-), papil (-
), foamy tears (-) ), foamy tears (-)
kekeruhan setempat (-), Kornea kekeruhan setempat (-),
neovaskular (-), ulkus kornea (-), neovaskular (-), ulkus kornea (-),
OD (mata kanan) OS (mata kiri)

Normal, hifema (-), COA Normal, hifema (-),


hipopion (-), flare (-). hipopion (-), flare (-).
Warna cokelat, kripti baik, Iris Warna cokelat, kripti baik,
atrofi (-) atrofi (-)
Tepi reguler, bulat, refleks Pupil Tepi reguler, bulat, refleks
cahaya langsung +, refleks cahaya langsung +, refleks
cahaya tak langsung + cahaya tak langsung +
Keruh (-), shadow test (-) Lensa Keruh (-), shadow test (-)

Tidak diperiksa Funduskopi Terdapat gambaran


bercak perdarahan
intraretinal
16 mmHg TIO 14 mmHg
Pemeriksaan pewarnaan flouresein dilakukan pada 6
September 2018
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pewarnaan frouresein
Kultur
Biopsi
RESUME
Pasien lak-laki, 21 tahun, datang ke Poli Mata RSAL dr. Mintohardjo
dengan keluhan mata merah sejak 1 minggu SMRS. Pasien juga
mengeluh mata dirasakan nyeri dan terasa ada yang mengganjal.
Nyeri dirasakan 5 hari terakhir. Mata dirasakan pasien sering berair
dan lengket pada pagi hari. Pasien sudah melakukan pengobatan di
puskesmas namun tidak ada perbaikan. Pada saan di puskesmas,
pasien diberikan obat tete dan oral. Pasien sudah memakai
kacamata sejak 2 tahun. Tidak ada riwayat penyakit serupa
sebelumnya. Tidak pernah memakai lensa kontak. Pasien juga
menyangkal merokok serta mengkonsumsi alcohol.
Pemeriksaan fisik tekanan darah 120/90 mmHg, tanda-tanda vital
lain dan status generalis dalam batas normal. Status oftalmologi
didapatkan AV OD 6/20, AVOS 6/12. Tidak dilakukan pemeriksaan
TIO dengan menggunakan Tonometer Non Contact karena mata
belum tenang.
DIAGNOSIS KERJA
Keratokonjungtivitis oculi dextra

DIAGNOSIS BANDING
Glaukoma akut
Uveitis aku
keratitis
TATALAKSANA
Medika mentosa
Amlodipin 1x10 mg
Injeksi intravitreal triamsinolon asetat

Non medika mentosa


Edukasi mengenai penyakit pasien serta anjuran minum obat.
Istirahat.
Memakai penutup mata dan tidak menggosok mata.
Menjaga kebersihan tangan.
PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam
ANALISIS KASUS
Beradasarkan hasil anamnesa diperoleh kombinasi gejala dan tanda pada
penyakit konjungtivitis dan keratitis sehingga pasien ini didiagnosis dengan
keratokonjungtivitis. Gejala dan tanda konjungtivitis pada pasien ini antara lain
mata merah, terasa seperti ada yang mengganjal serta adanya sekret/kotoran
mata. Selain itu bukti keterlibatan kornea ialah adanya keluhan penglihatan
yang menjadi kabur dan rasa nyeri yang dirasakan seperti ada benda asing.
Pemeriksaan dengan mata telanjang tidak akan memperlihatkan kekeruhan
kornea, namun penggunaan slitlamp akan tampak adanya kekeruhan pada
kornea baik berupa gambaran infiltrat seperti titik putih kecil atau bercabang,
bentuk dan lokasi lainnya. Pada pasien ini ditemukan adanya gambaran
beberapa titik putih kecil di kornea namun halus dan sedikit tersebar.
Meskipun melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat diperkirakan etiologi
keratokonjungtivitis, pemeriksaan penunjang lain seperti hapusan dari
konjungtiva maupun kornea juga dapat dilakukan guna penegakan diagnosis.
Dengan melakukan apusan serta pewarnaan untuk menemukan beberapa
gambaran berupa sel-sel yang khas ditemukan pada masing-masing kasus
keratokonjungtivitis.
Penatalaksanaan keratokonjungtivitis disesuaikan dengan etiologinya.
Pada kasus ini diberikan medikamentosa meliputi ximex optixitrol
(dexametasone Na phoshate 1 mg, neomysin sulfat 3,5 mg, polimyxin B
sulfat 6.000 iu) yang merupakan pengobatan topikal steroid dengan
kombinasi antibiotik. Pada pasien ini diagnosis mengarah pada
keratokonjungtivitis virus sehingga sebenarnya ialah ”sel limiting disease”
namun untuk penanganan pemberian steroid dapat difikirkan karena
telah adanya keterlibatan epitel kornea, antibiotik diberikan karena
untuk mencegah adanya infeksi sekunder.
Edukasi yang diberikan ialah menggunakan pelindung mata seperti
kacamata untuk menghindari mata dari pajanan luar. Jangan mengusap
atau menggaruk mata karena dapat memperburuk kondisi peradangan
pada mata. Membudayakan cuci tangan dan perbaikan higiene agar
mencegah infeksi ulang maupun sekunder serta mencegah penularan.
Selain itu melakukan pengobatan sesuai yang dianjurkan dan kembali
kontrol 1 minggu kemudian untuk memantau kemajuan maupun respon
penyakit terhadap terapi yang diberikan serta mengontrol efek samping
obat yang mungkin timbul.
Prognosis keratokonjungtivitis ini tergantung pada luasnya jaringan parut
kornea yang terbentuk dimana penanganan dini dan tepat dapat
mencegah kerusakan mata permanen. Prognosis pada pasien ini adalah
dubia ad bonam karena infiltrat yang ditemukan sebenarnya tidak
banyak dan hanya berupa titik kecil yang mana proses penyembuhan
kembali lagi pada ketahanan dan kepatuhan pasien sendiri.
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
Kornea adalah jaringan transparan
yang merupakan selaput bening mata
yang tembus cahaya dan menutup bola
mata sebelah depan dan terdiri dari 5
lapisan.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf


sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf
siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membran
bowman melepaskan selubung schwannya

Transparansi kornea dipertahankan oleh


strukturnya yang seragam, avaskularitas
dan deturgensinya.
PALPEBRA
Konjungtiva adalah membran mukosa yang
transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata
(konjungtiva palpebralis) dan permukaan
anterior sklera (konjungtiva bulbaris.
Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1. Konjungtiva palpebralis (menutupi
permukaan posterior dari palpebra).
2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian
permukaan anterior bola mata).
3. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang
membentuk hubungan antara bagian
posterior palpebra dan bola mata)
KERATOKONJUNGTIVITIS
Keratokonjungtivitis adalah peradangan ("-itis") dari kornea dan konjungtiva. Ketika hanya
kornea yang meradang, hal itu disebut keratitis, ketika hanya konjungtiva yang meradang,
hal itu disebut konjungtivitis

Konjungtivitis dapat diakibatkan oleh virus, bakteri, fungal, parasit,


toksik, chlamydia, kimia dan agen alergik. Konjungtivitis viral lebih
sering terjadi daripada konjungtivitis bakterial.
KLASIFIKASI
Keratokonjunctivitis sicca digunakan ketika peradangan karena kekeringan.

Vernal keratokonjunctivitis (VKC)

Atopik keratokonjunctivitis adalah salah satu manifestasi dari atopi.

Epidemi keratokonjunctivitis disebabkan oleh adenovirus infeksi.

Keratokonjungtivitis limbus superior diduga disebabkan oleh trauma mekanik


ETIOLOGI
Konjungtivitis dapat diakibatkan oleh virus, bakteri, fungal,
parasit, toksik, chlamydia, kimia dan agen alergik.
Konjungtivitis viral lebih sering terjadi daripada konjungtivitis
bakterial.
PATOGENESIS
Lesi pada kornea
Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea
Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi pathogen
Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan
membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi kornea
Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion, umumnya berupa pus yang akan berakumulasi
pada lantai dari bilik mata depan
Patogen akan menginvasi seluruh kornea.
Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membaran Descement yang
relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele dimanahanya membran descement yang
intak.
Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membran descement terjadidan akuos
humor akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforata dan merupakan indikasi bagi
intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan visus progresif dan
bola mata akan menjadi lunak.
Alergen terikat dengan sel mast dan reaksi silang terhadap IgE
terjadi, menyebabkan degranulasi dari sel mast dan permulaan dari
reaksi bertingkat dari peradangan. Hal ini menyebabkan pelepasan
histamin dari sel mast, juga mediator lain termasuk triptase, kimase,
heparin, kondroitin sulfat, prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien.
histamin dan bradikinin dengan segera menstimulasi nosiseptor,
menyebabkan rasa gatal, peningkatan permeabilitas vaskuler,
vasodilatasi, kemerahan, dan injeksi konjungtiva.2,4,5
Pertahanan tubuh primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang
menutupi konjungtiva. Rusaknya lapisan ini memudahkan untuk
terjadinya infeksi. Pertahanan sekunder adalah sistem imunologi
(tear-film immunoglobulin dan lisozyme) yang merangsang lakrimasi.
PENEGAKAN DIAGNOSIS
BAKTERI
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri
biasanya dijumpai injeksi konjungtiva baik segmental ataupun
menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis bakteri
biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan
pada kasus yang ringan sering dijumpai edema pada kelopak
mata.
Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan
pada konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur
karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata,
sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang paling khas
adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari
sewaktu bangun tidur.
VIRUS
Gejala klinis disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai demam dan
mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai
pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau
keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2
bulan.
Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada
saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit
kepala dan demam.
Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks
(HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral,
iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis
herpes. Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh
enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia,
sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra
dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat terjadi
kimosis.
ALERGI
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan
subkategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi
tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata,
injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat.
Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata
sangat gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva
tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis
inferior. Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan
fotofobia merupakan keluhan yang paling sering pada
keratokonjungtivitis atopik.
Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva
tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan
menurun.
JAMUR
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida
albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit
ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul
pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun
yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat
disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi,
dan Coccidioides immitis walaupun jarang.
GEJALA
Gejala:
 sensasi benda asing, yaitu tergores atau panas
 sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia.
 Sakit pada iris atau corpus siliaris mengesankan terkenanya kornea.
 Hiperemia,
 Pseudoptosis,
 hipertrofi papiler,
 kemosis (edem stroma konjungtiva),
 folikel (hipertrofi lapis limfoid stroma),
 pseudomembranosa dan membran,
 granuloma, dan adenopati pre-aurikuler.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan mata awal termasuk pengukuran ketajaman visus,
pemeriksaan eksternal dan slit-lamp biomikroskopi.
Pemeriksaan eksternal harus mencakup elemen berikut ini:
 Limfadenopati regional, terutama sekali preaurikuler
 Kulit: tanda-tanda rosacea, eksema, seborrhea
 Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan warna,
malposisi, kelemahan, ulserasi, nodul, ekimosis, keganasan
 Konjungtiva: bentuk injeksi, perdarahan subkonjungtiva, kemosis, perubahan
sikatrikal, simblepharon, massa, secret
PENUNJANG
 Pewarnaan flouresein
 Kultur
 Biopsi
PENATALAKSANAAN
Keratokonjungtivitis vernal dapat diberikan anti histamin topikal dan dapat ditambahkan vasokontriktor, kemudian
dilanjutkan dengan stabilasator sel mast.

Pada konjungtivitis virus yang merupakan “self limiting disease” penanganan yang diberikan bersifat simtomatik
serta dapat pula diberikan antibiotic tetes mata (chloramfenikol) untuk mencegah infeksi bakteri sekunder. Steroid
tetes mata dapat diberikan jika terdapat lesi epithelial kornea namun efek sampingnya cukup besar bila digunakan
berkepanjangan, antara lain infeksi fungal sekunder, katarak maupun glaucoma.9,10

Penanganan primer keratokonjungtivitis epidemika ialah:


 kompres dingin dan menggunakan tetes mata astrigen. Agen antivirus tidak efektif
 Antibiotic topical bermanfaat untuk mencegah infeksi sekunder.
 Steroid topical 3 kali sehari akan menghambat terjadinya infiltrate kornea subepitel atau jika terdapat kekeruhan pada kornea yang
mengakibatkan penurunan visus yang berat, namun pemakaian berkepanjangan akan mengakibatkan sakit mata yang berkelanjutan.
Pemakaian steroid harus di tapering off setelah pemakaian lebih dari 1 minggu.

Penanganan konjungtivitis bakteri ialah dengan antibiotika topical tetes mata (misalnya kloramfenikol) yang harus
diberikan setiap 2 jam dalam 24 jam pertama untuk mempercepat proses penyembuhan, kemudian dikurangi
menjadi setiap empat jam pada hari berikutnya. Penggunaan salep mata pada malam hari akan mengurangi
kekakuan pada kelopak mata di pagi hari. Antibiotik lainnya yang dapat dipilih untuk gram negative ialah
tobramisin, gentamisin dan polimiksin; sedangkan untuk gram positif icefazolin, vancomysin dan basitrasin.10

Penanganan infeksi jamur ialah dengan natamisin 5 % setiap 1-2 jam saat bangun, atau dapat pula diberikan
pilihan antijamur lainnya yaitu mikonazol, amfoterisin, nistatin dan lain-lain.1
PENATALAKSANAAN
Penanganan konjungtivitis bakteri ialah dengan antibiotika topical
tetes mata (misalnya kloramfenikol) yang harus diberikan setiap 2 jam
dalam 24 jam pertama untuk mempercepat proses penyembuhan,
kemudian dikurangi menjadi setiap empat jam pada hari berikutnya.
Penggunaan salep mata pada malam hari akan mengurangi
kekakuan pada kelopak mata di pagi hari. Antibiotik lainnya yang
dapat dipilih untuk gram negative ialah tobramisin, gentamisin dan
polimiksin; sedangkan untuk gram positif icefazolin, vancomysin dan
basitrasin.
Penanganan infeksi jamur ialah dengan natamisin 5 % setiap 1-2 jam
saat bangun, atau dapat pula diberikan pilihan antijamur lainnya
yaitu mikonazol, amfoterisin, nistatin dan lain-lain.
KOMPLIKASI
Kebanyakan konjungtivitis dapat sembuh sendiri, namun
apabila konjungtivitis tidak memperoleh penanganan yang
adekuat maka dapat menyebabkan komplikasi:
 Blefaritis marginal hingga krusta akibat konjungtivitis akibat staphilococcus
 Jaringan parut pada konjungtiva akibat konjungtivitis chlamidia pada
orang dewasa yang tidak diobati adekuat
 Keratitis punctata akibat konjungtivitis viral
 Keratokonus (perubahan bentuk kornea berupa penipisan kornea sehingga
bentuknya menyerupai kerucut) akibat konjungtivitis alergi.
 Ulserasi kornea marginal, perforasi kornea hingga endoftalmitis dapat
terjadi pada infeksi N. gonorrhoeae, N. kochii, N. meningitidis, H. aegypticus,
S. aureus dan M. catarrhalis.
 Pneumonia terjadi 10-20 % pada bayi yang mengalami konjungtivitis
chlamydia
PROGNOSIS
Prognosis pada kasus keratokonjungtivitis tergantung pada
berat ringannya gejala klinis yang dirasakan pasien, namun
umumnya baik terutama pada kasus yang tidak terjadi parut
atau vaskularisasi pada kornea.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai