Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

PASIEN DENGAN NYERI KEPALA MEMBERAT

PEMBIMBING :
dr. Supris Yurit Ep.Msc, Sp.Pd

DISUSUN OLEH :
Raka Suantadina
NIM : 030.10.230

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 25 JANUARI – 27 MARET 2017

0
LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa : Raka Suantadina


NIM : 030.10.248
Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Trisakti
Periode : 25 Januari – 27 Maret 2018
Judul : Meningitis
Pembimbing : dr. Supris Yuris Ep. Msc, Sp. Pd

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :


Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Saraf di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang.

Karawang, Maret 2018

dr. Supris Yurit Ep. Msc, Sp. Pd

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
Meningitis dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Karawang periode 25
Januari – 27 Maret 2018. Di samping itu, laporan kasus ini ditujukan untuk menambah
pengetahuan bagi kita semua tentang Meningitis.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya
kepada dr. Supris Yurit Ep. Msc, Sp. Pd selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini,
serta kepada dokter–dokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis selama di
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Karawang. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada rekan–rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Karawang serta berbagai pihak yang telah
memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran
yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesar–besarnya, semoga
tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

karawang, Maret 2018


Penulis

Raka Suantadina

2
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ................................................................................ .......... 1


Kata pengantar .......................................................................................... .......... 2
Daftar isi .................................................................................................. .......... 3
BAB I Kasus ..... .................................................................................. 4
BAB II Meningitis ............................................................................... 8
1. Definisi .......................................................................... .......... 8
2. Anatomi dan fisiologi ................................................................ 8
3. Epidemiologi .................................................................. .......... 11
4. Faktor resiko ..................................................................... 12
5. Patofisiologi ................................................................... .......... 13
6. Klasifikasi ................................................................... .......... 14
7. Komplikasi..................................................................... .......... 28
8. Prognosis ........................................................................... 28
BAB III Kesimpulan .......................................................................... .......... 29
Daftar Pustaka ....................................................................... ............................... 31

3
BAB I
KASUS
Identitas Pasien
Nama : Nn. Rika
Usia : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : dusun Pagelaran rt.12 rw 06 kel Dayeuhluhur. Kec Tempura.
Kab Karawang. Prov Jawa Barat.
Status pernikahan : Belum Menikah
Agama : Islam

Anamnesis
Keluhan Utama : sakit kepala memberat sejak 10 hari sebelum
masuk rumah sakit.

Keluhan Tambahan : demam tidak menentu waktunya. Terdapat


mual dan muntah sebanyak 3 kali sehari
sebelumnya.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien dating ke IGD RSUD Karawang dengan keluhan nyeri kepala selam 10 hari
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri kepala dirasakan terus menerus dan semakin
memberat. Keluhan disertai dengan demam naik turun yang tidak menentu waktunya.
Kadang terdapat jarak hari tanpa demam. Demam tidak membaik jika diberikan obat
demam. Pasien juga mengeluh terdapat mual dan muntak sebanyak 3 kali sehari
sebelum masuk rumah sakit. Muntah berisi cairan dan makanan. BAB dab BAK
dalam batas normal. Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tampak kurus dari
sebelumnya. Pasien juga tidak napsu makan dan minum hanya sedikit.keluarga pasien
juga mengatakan bahwa beberapa hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami
kejang sebanyak 1 kali dan selama 10 menit. Keluarga pasien juga mengatakan bahwa
pasien lebih kurang berkatifitas dari biasanya dan sering mengantuk.

4
Riwayat Penyakit Dahulu :
pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sbelumnya. Pernah mengalami nyeri
telinga 1 tahun yang lalu. Pernah mengalami sakit tenggorokan sekitar 2 minggu
sebelumnya namun tidak diobati. Hipertensi disangkal. Diabetes melitus disangkal.
Penggunaan obat-obatan lama disangkal. Konsumsi alcohol disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluhan serupa pada keluarga pasien. Diabetes melitus disangkal.
Hipertensi disangkal. Pengobatan dalam waktu lama disangkal. Penyakit jantung
disangkal. Penyakit paru disangkal. Penyakit ginjal disangkal.
Riwayat Pengobatan :
Tidak pernah pengobatan dalam jangka wantu lama. Tidak ada alergi obat.
Riwayat Kebiasaan :
Tidak merokok. Tidak minum alcohol. Tidak menggunakan obat-obatan terlarang.
Tidak ada tattoo. Tidak minum kopi.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Somnolen

Tanda Vital :
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 72x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 38,2 derajat celcius
Saturasi : 99%

Status Generalis
Kepala :

5
Normosefali, rabut hitam, distribusi merata, conjungtiva anemis +/+, sklera
ikteril -/-, tidak terdapat cairan pada telinga, tidak terdapat cairan pada hidung.

Leher :
KGB dalam batas normal, trakea letak tengah, JVP 5+2 cm.

Toraks :
Pada inspeksi ditemukan bentuk dada cekung. Gerakan dada statis dan
simetris. Tidak terdapa retraksi sela iga. Iktus cirdis tidak terlihat. Ptekie (+).
Pada palpasi didapatkan gerakan simetris, iktus cordis tidak bergeser ke
lateral.
Pada perkusi didapakan hemithorak kana dan kiri simetris. Batas paru hepar
setinggi ICS 7. Batas paru labung setinggi ICS 6. Batas jantung kana setinggi
ICS IV garis parasternal kanan. Batas janutng kiri setinggi ICS V garis
midclavikula kiri.
Pada auskultasi didapatakn suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing
(-/-). Bj I/II regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen :
Pada inspeksi didapatakant tampak cembung, simetris, dilatasi vena (-), asites
(-), ptekie (+).
Pada auskultasi didapatkan bising usus (+), atrial bruit (-).
Pada palpasi didapatkan asites (-), nyeri tekan (-), hepatomegaly (-).
Pada perkusi didapatkan timpani pada semua region abdomen.

Ekstremitas :
Atas: bentuk simetris, akral hangat (+/+), oedem (-/-), ptekie (+).
Bawah: bentuk simetris, akral hangat (+/+), oedem (-/-), ptekie (+).

Pemeriksaan rangsangan meningel:


Kaku kuduk (+), laseque (+), tanda brudzinski I (+), tanda Brudzinski II (-).

Pemeriksaan Penunjang
Leukosit : 14,7 x10^3/uL

6
Diagnosis Kerja:
Meningitis bacterial

Diagnosis Banding:
Meningitis TB
Meningitis Viral
Demam berdarah dengue
sepsis

Terapi
Non - Medikamentosa :
■ Tirah baring
■ Nutrisi adekuat
■ Konsultasi spesialis saraf
Medikamentosa :
■ Nacl 0,9 % / 8 jam
■ Inj. Omeprazol 2 x 1 amp
■ Ceftriaxon 1 x 2gr
■ Metilprednisolon 3 x 125mg
■ Pamol 4 x 500mg

7
BAB II
MENINGITIS

1. DEFINISI
Meningitis adalah penyakit yang disebabkan oleh peradangan pada selaput pelindung
yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang yang dikenal sebagai meninges (radang
pada arachnoid dan piamater). Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi dari cairan yang
mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang.1
Meningitis secara anatomis dibagi menjadi inflamasi dura, kadang-kadang disebut
sebagai pachymeningitis (jarang) dan leptomeningitis yang lebih umum dan didefinisikan
sebagai peradangan pada jaringan arakhnoid dan ruang subaraknoid.9Penyebab paling umum
dari meningitis di Amerika Serikat adalah infeksi virus yang biasanya dapat sembuh
sepenuhnya tanpa pengobatan yang spesifik.5,6Namun, meningitis juga dapat disebabkan oleh
bakteri yang dapat menyebabkan kematian atau kerusakan otak dan meningitis jamur
merupakan bentuk yang jarang dari meningitis dan umumnya hanya terjadi pada orang
dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.6
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak meningitis dibagi menjadi dua
golongan yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan
jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab
yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau
meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus
meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.10

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI


2.1 Lapisan selaput otak/meningens
Otak dan sumsum tulang belakang dibungkus oleh selubung meninges. Lapisan luarnya
adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya yaitu leptomeninx, dibagi menjadi
arachnoidea dan piamater. Lapisan-lapisan tersebut yaitu :
1.Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan
dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak

8
umumnya bersatu, kecuali di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang
bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dura).
Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium, membentuk periosteum, dan
tempat perluasan pembuluh darah, lapisan dalam menjadi dura spinalis.

2. Arachnoidea
Membrana arachnoidea dengan dura terpisah oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium
subdural. Cavum subarachnoidalis dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa
yang membentuk anyaman padat yang menjadi sistem rongga-rongga yang saling
berhubungan.
Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam sinus-sinus
venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi arachnoidea). Sebagian
besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis superior, liquor cerebrospinali
memasuki circulus venosus melalui villi.
Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang secara relative
sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut menjadi
jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna
arachnoidea.
3. Piamater
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang
mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat dengan jaringan
otak dan mengikuti gyrus dari otak.2

2.2 LIQUOR CEREBROSPINALIS (LCS)


Liquor Cerebrospinalis (LCS) merupakan cairan bening dan hampir bebas protein. Cairan ini
mirip air dan ditemukan pada rongga subarachnoid dan dalam susunan ventrikel.
LCS 80% dihasilkan oleh pleksus choroideus, dan sisanya oleh parenkim otak.Setelah
disekresi oleh pleksus choroidalis pada ventrikel lateral, LCS mengalir melalui
interventricular foramina dan masuk ke ventrikel tiga. Selanjutnya LCS melewati aquaductus
Sylvii dan menuju ventrikel empat dan kemudian memasuki subarachnoid space dan cisterna
melalui foramen Magendie pada bagian medial dan foramen Luscka pada bagian lateral. Dari
cisterna ini sebagian besar LCS mengalir kebagian medial dan lateral permukaan hemisfer
cerebri dan menuju sinus sagitalissuperior pada atap cranium. Pada sub arachnoid space, LCS
merembes melalui saluran saluran pada granulasi arachnoid untuk bersatu dengan darah vena

9
didalam sinus sagitalis posterior. Sebagian kecil CSF mengalir kebawah menuju
subarachnoid space medulla spinalis. Sedikit cairan LCS diresorpsi di tingkat spinal.11
LCS diresorpsi di intracranial dan di sepanjang medulla spinalis. Sebagian LCS
meninggalkan ruang subarachnoid dan memasuki aliran darah melalui vili granulasiones
arakhnoidae yang terletak di sinus sagitalis superior dan pada vena diploica kranii. Sisanya di
resorpsi di selubung perineural saraf kranialis dan saraf spinalis, tempat saraf tersebut
masing-masing keluar dari batang otak dan medulla spinalis dan melewati ependima dan
kapiler leptomeningens.12
2.2.1Fungsi Liquor Cerebrospinalis (LCS)
Fungsi dari LCS yaitu sebagai bantalan yang melindungi otak dan medulla spinalis
terhadap benturan, cairan ini mengatur komposisi ion, membawa keluar metabolit-metabolit
(otak tidak mempunyai pumbuluh limfe), dan memberikan beberapa perlindungan terhadap
perubahan-perubahan tekanan (volume venosus volume cairan cerebrospinal).
mempertahankan keseimbangan external environtment dari neuron dan glia. Pada keadaan
tertentu cairan cerebrospinal ini sering diambil untuk dilakukan analisa cairan sebagai
penunjang diagnostik.
2.2.2 Komposisi dan volume Liquor Cerebrospinalis (LCS)
Cairan cerebrospinal normal yaitu jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Volume
cairan cerebrospinal ini pada orang dewasa normal 130 dan 150 ml dan setiap 24 jam
diproduksi 400-500 ml. Dari jumlah ini diperkirakan 80 ml berada dalam ventrikel dan 55 ml
didalam rongga subarachnoid. Komposisi cairan ini terdiri dari air, sejumlah kecil protein,
gas dalam larutan ( O2 dan CO2 ), ion natrium, kalium, kalsium, khlorida dan sedikit sel
darah putih ( limfosit dan monosit ) dan bahan- bahan organik lainnya. Tekanan rata-rata
LCS normal yaitu 70-120 mm H20 dengan total protein 15 - 60 mg / 100 mL, gamma
globulin 3 - 12% dari total protein, glukosa 50 - 80 mg / 100, hitung jenis sel yaitu 0-5 sel
darah putih ( semua mononuklear ), dan tidak ada sel darah merah sedangkan klorida : 110-
125 mEq / L.13

3.EPIDEMIOLOGI
Insiden meningitis bervariasi sesuai dengan etiologi dan hubungannya dengan
sumber pelayanan medis. Insiden ini lebih tinggi di negara-negara berkembang karena
kurangnya akses pelayanan untuk pencegahan, seperti vaksinasi. Di negara-negara
berkembang, kejadian meningitis dilaporkan 10 kali lebih tinggi daripada di negara-negara
maju.

10
Meningitis mempengaruhi semua ras. Di Amerika Serikat, orang kulit hitam
memiliki resiko lebih tinggi dari orang kulit putih dan orang Hispanik. Hampir 4100 kasus
dengan 500 kematian yang terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, meningitis bakteri terus
menjadi sumber signifikan dari morbiditas dan mortalitas. Kejadian tahunan di Amerika
Serikat adalah 1,33 kasus per 100.000 penduduk.
Tingkat fatalitas kasus keseluruhan pada orang dewasa adalah 34 %. Di antara agen
bakteri yang menyebabkan meningitis, S pneumoniae dikaitkan dengan salah satu kematian
tertinggi 19-26 % .14
Insidens aseptic meningitis 10,9 kasus per 100.000 penduduk. Hal ini terjadi pada
segala usia, tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak, terutama selama musim panas. Tidak
ada perbedaan ras dilaporkan. Aseptic meningitis cenderung terjadi 3 kali lebih sering pada
laki-laki daripada perempuan.Virus adalah penyebab utama meningitis aseptik. Enterovirus
terdapat di seluruh dunia, kebanyakan infeksi enterovirus terjadi pada individu yang lebih
muda dari 15 tahun, dengan tingkat serangan tertinggi pada anak-anak yang lebih muda dari 1
tahun.
Brucella dihubungkan dengan kejadian meningitis kronis dan memiliki distribusi
terutama di Timur Tengah, India, Meksiko, dan Amerika Tengah dan Selatan. Meningitis Tb
diperkirakan 62-411 kasus per 100.000 penduduk.15
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis. Penyakit
ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat
lebih nyata pada bayi. Pada meningitis bakteri 3,3 kasus per 100.000 penduduk laki-laki
dibandingkan 2,6 kasus per 100.000 penduduk perempuan. Namun, untuk meningitis yang
disebabkan oleh virus kejadian pria dan wanita sama.
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi rendah,
lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah haji), Penyakit
meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang dibandingkan pada negara
maju. Insidensi tertinggi terjadi didaerah yang disebut dengan the African Meningitis belt,
yang luas wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke Ethiopia meliputi 21 negara.
Kejadian penyakit ini terjadi secara sporadis dengan Insidens Rate 1-20 per 100.000
penduduk dan diselingi dengan KLB besar secara periodik. Di daerah Malawi, Afrika pada
tahun 2002 Insidens Rate meningitis yang disebabkan oleh Haemophilus influenza 20-40 per
100.000 penduduk.
WHO (2005) melaporkan pada tahun 1996, Afrika mengalami wabah meningitis
yang tercatat sebagai epidemik terbesar dalam sejarah dengan lebih dari 250.000 kasus dan

11
25.000 kematian (CFR=10%) yang terdaftar. Dari masa krisis tersebut hingga tahun 2002
terdapat 223.000 kasus baru, daerah yang telah terkena dampak tersebut adalah Burkina Faso,
Chad, Ethiopia dan Nigeria. Pada tahun 2002, terjadi wabah meningitis di Burkina Faso dan
Ethiopia dengan Insidens Rate 65%. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor resiko seperti
Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), infeksi HIV, kepadatan penduduk, dan status sosial
ekonomi yang rendah.
Tahun 2009, Afrika melaporkan 78.416 kasus meningitis dan 4.053 kematian
(CFR=5,2%). Menurut WHO, pada tahun 2005 terjadi 111 kasus meningitis di Delhi-India
dengan 15 kematian (CFR=13,5%).
Data South East Asian Medical Information Center (SEAMIC) Health Statistic
(2002) melaporkan bahwa pada tahun 2000 dan 2001 di Indonesia, terdapat masing-masing
1.937 dan 1.667 kasus kematian karena meningitis dengan CSDR 9,4 dan 8 per 1000.000
penduduk. Penelitian yang dilakukan oleh Mesranti, di RSUP H. Adam Malik Medan pada
tahun 2005 – 2008 terdapat 148 kasus meningitis dan 71 kasus mengalami kematian
(CFR=47,1%) dengan jumlah penderita meningitis purulenta 63 orang (42,6%), sedangkan
penderita meningitis serosa 85 orang (57,4%).16
Di Indonesia, Meningitis merupakan penyebab kematian pada semua umur dengan
urutan ke 17 (0,8%) setelah malaria. Meningitis merupakan penyakit menular pada semua
umur dengan proporsi 3,2%. 17

4. FAKTOR RISIKO
Beberapa keadaan, kelainan atau penyakit yang memudahkan terjadinya meningitis
yaitu
1. Kepadatan penduduk
Penyakit infeksi menyebar lebih cepat pada kelompok yang lebih besar dan
berkumpul bersama-sama.
2. Kondisi medis tertentu
Infeksi sistemik atau focal (septicemia, otitis media supurativa kronik, tuberculosis
paru-paru), trauma atau tindakan-tindakan tertentu (fraktur basis kranii, pungsi atau
anastesi lumbal, operasi/tindakan bedah saraf), kelainan darah yaitu anemia sel sabit
dan hemoglobinopati,kelainan yang berhubungan dengan immunosupression misalnya
alcoholism, diabetes mellitus.
3. Bekerja dengan penyebab patogen
Ahli mikrobiologi yang secara rutin terpapar patogen dan memiliki resiko lebih tinggi.

12
4. Perjalanan wisatawan
Wisatawan yang berpergian ke daerah Sub-Sahara Afrika atau ke Mekah selama
musim Haji dan Umrah terutama saat musim kemarau juga beresiko untuk meningitis
meningokokus.6,18

5.PATOFISIOLOGI
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet
infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok
penderita.Saluran nafas merupakan port d’entrée utama pada penularan penyakit ini.Bakteri-
bakteri ini disebarkanpada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-
sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan
serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada
selaput otak.19
Agen penyebab dapat masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen atau
langsung menyebar dari kelainan nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia) dan
jantung (endocarditis), selain itu perkontuinatum dari peradangan organ atau jaringan di dekat
selaput otak misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis, thrombosis sinus kavernosus,
penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau
komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ( meningokok, pneumokok, streptokok,
hemofilus influenza) dalam ruang subarachnoid menyebabkan radang pada pia dan
arachnoid, CSS dan system ventrikulitis.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi,
dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke
dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang
terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan
fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Trombosis
serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kraniales.
Meningitis bakteridihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri
dari peningkatanpermeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier otak), edema
serebral dan peningkatanTIK. Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri
sebelum terjadi meningitis. Infeksiterbanyak dari pasien dengan kerusakan adrenal, kolaps

13
sirkulasi dan dihubungkan denganmeluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-
Friderichssen) sebagai akibat terjadinyakerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang
disebabkan oleh meningokokus.6

6.KLASIFIKASI MENINGITIS
6.1 MENINGITIS BAKTERI
Meningitis bakterial (disebut juga meningitis piogenik akut atau meningitis purulenta)
adalah suatu infeksi cairan likuorserebrospinalis dengan proses peradangan yang melibatkan
piamater, arakhnoid, ruangan subarakhnoid dan dapat meluas ke permukaan otak dan medula
spinalis.20
Meningitis bakteri merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang susunan saraf
pusat, mempunyai risiko tinggi dalam menimbulkan kematian dan kecacatan. Diagnosis yang
cepat dan tepat merupakan tujuan dari penanganan meningitis bakteri. Penyebab meningitis
purulenta yang tersering adalah Haemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae,
Streptococcus grup B , Listeria monocytogenes , dan Neisseria meningitides.

3.1.1 ETIOLOGI
1. Dewasa: Neisseria meningitides, Streptococcuspneumoniae
2. Orang tua : Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Listeria
monocytogenes.18

DIAGNOSIS
Anamnesis
Gejala timbul dalam 24 jam setelah onset, dapat juga subakut antara 17 hari.
Trias meningitis : Demam tinggi menggigil mendadak, sakit kepala, kaku leher
Lain-lain : fotofobia, mialgia, mual, muntah, kejang, perubahan status mental sampai
penurunan kesadaran.18

Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda rangsang meningeal
- Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri sehingga dagu tidak dapat
disentuhkan ke dada. Kaku kuduk yang disebabkan oleh iritasi selaput otak

14
tahanan didapatkan ketika menekukan kepala, sedangkan bila kepala hiperekstensi
dan rotaasi kepala dapat dilakukan dengan mudah. Sedangkan pada kelainan lain
(myositis otot kuduk, artritis servikalis, tetanus) biasanya rotasi dan hiperekstensi
kepala terganggu.
- Pemeriksaan tanda Lasegue
Pasien berbaring terlentang diluruskan kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai
diangkat lurus dan difleksikan pada persendian panggul. Tungkai sisi sebelahnya
harus dalam keadaan ekstensi. Pada keadaan normal dapat mencapai sudut 70
derajat sebelum timbulnya rasa nyeri atau tahanan, bila sudah terdapat nyeri atau
tahanan sebelum mencapai 70 derajat maka dapat dikatakan Lasegue positif.
Tanda Lasegue juga ditemukan pada keadaan ischilagia, iritasi akar lumbosacral
atau pleksusnya ( misalnya pada HNP Lumbal).
- Pemeriksaan tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, lalu difleksikan paha pada persendian panggul sampai
membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian
lutut. Biasanya dapat dilakukan ekstensi hingga sudut tangan 135° antara tungkai
bawah dan tungkai atas. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak
mencapai sudut 135° yang disertai nyeri dan adanya tahanan. Seperti pada tanda
Lasegue, tanda Kernig positif terjadi pada keadaan iritasi meningeal dan iritasi
akar lumbosacral atau pleksusnya ( misalnya pada HNP Lumbal). Pada meningitis
tanda Kernig positif bilateral sedangkan HNP Lumbal Kernig positif unilateral.
- Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala
dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi kedua tungkai.
- Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi paha pada sendi panggulm
sedangkan tungkai satunya lagi dalam keadaan ekstensi. Tanda Brudzinski II
positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi pada sendi panggul kontralateral.19
b. Papil edema biasanya tampak beberapa jam setelah onset
c. Gejala neurologis fokal berupa gangguan saraf kranialis
d. Gejala lain: infeksi ekstrakranial misalnya sinusitis, otitis media, mastoiditis,
pneumonia, infeksi saluran kemih, arthritis (N. Meningitidis).20

15
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium
- Lumbal pungsi : Mutlak dilakukan bila tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan
Likuor : Warna opalesen atau keruh dapat terjadi pada hari pertama atau kedua,
Tekanan meningkat>180 mmH20, Pleiositosis lebih dari 1.000/mm3 dapat sampai
10.000/mm3 terutama PMN, Protein meningkat lebih dari 150 mg/dLdapat>1.000
mg/dL, Glukosa menurun < 40% dari GDS. Pada sediaan dengan methylene blue
(+), dapat ditemukan mikroorganisme dengan pengecatan gram.
- Pemeriksaan darah rutin : Lekositosis, LED meningkat.
- Pemeriksaan kimia darah (gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati) dan elektrolit
darah
- Radiologis : Foto polos paru, CT-Scan kepala

DIAGNOSIS BANDING
Meningitis virus, Perdarahan Subarakhnoid, Meningitis khemikal, Meningitis TB, Meningitis
Leptospira, Meningoensefalitis fungal.20

PENATALAKSANAAN
Meningitis merupakan penyakit gawat darurat oleh sebab itu pasien harus menginap
di rumah sakit untuk pengobatan dan perawatan intensif. Pastikan jalan nafas, pernafasan dan
sirkulasi pasien baik. Penderita juga diberikan antibiotika yang tepat dan cepat sesuai dengan
penyebabnya dan dosis yang tinggi.
1. Bila usia pasien ≤50 tahun dengan Meningitis bakterialis yang disebabkan oleh S.
Pneumoniae, N Meningitidis, L Monocytogenes diberikan terapi Cefotaxime 2gr/6 jam
maksimal 12 g/hari atau Ceftriaxone 2gr/12 jam + Ampicilin 2gr/4 jam/iv
(200mg/kg/BB/IV/hari), Cloramphenicol 1gr/6 jam + Trimetroprim/sulfametoxazole 20
mg/kgBB/hari diberikan selama 10-14 hari
2. Bila usia pasien >50 tahun dengan Meningitis bakterialis yang disebabkan oleh S.
Pneumoniae, H. Influenzae, Species Listeria, Pseudomonas aeroginosa, N Meningitidis
diberikan terapi Cefotaxime 2gr/6 jam maksimal 12 g/hari atau Ceftriaxone 2gr/12 jam +
Ampicilin 2gr/4 jam/iv (200mg/kg/BB/IV/hari) diberikan selama 10-14 hari.20
3. Terapi Deksametason

16
Studi eksperimen mendapatkan bahwa pada hewan dengan meningitis bakterial yang
menggunakan deksametason menunjukkan perbaikan proses inflamasi, penurunan edema
serebral dan tekanan intrakranial dan lebih sedikit didapatkan kerusakan otak.
Pada penelitian sebelumnya yang melibatkan 301 dewasa dengan meningitis
Pneumococcal yang mendapat terapi deksametason 10 mg dan placebo didapatkan
bahwa penurunan mortalitas 34% pada pasien dengan placebo dan 14% dengan
deksametason. Sedangkan pada penelitian lain sebanyak 623 pasien yang diberikan terapi
deksametason menunjukkan penurunan signifikan insidens gejala sisa neurologis dan
audiologis, dan juga terbukti memperbaiki gangguan pendengaran.
Rekomendasi terkini menganjurkan penggunaan deksametason pada pasien
meningitis bakterialis yaitu 10 – 20 menit sebelum atau saat pemberian antibiotik dengan
dosis 10mg setiap 6 jam selama 2-4 hari. 21

PENCEGAHAN
- Terdapat beberapa vaksin untuk mencegah penyebab pathogen meningitis
dibawah ini yaitu : Neisseria meningitidis (meningococcus), Streptococcus
pneumoniae (pneumokokus), dan Haemophilus influenzae tipe b (Hib).
- Antibiotik Profilaksis disarankan untuk seseorang yang memiliki kontak dengan
pasien meningitis meningokokus dan jika salah satu anggota keluarga yang
terinfeksi Hib berat
- Memiliki perilaku hidup sehat, seperti tidak merokok dan menghindari asap
rokok, banyak istirahat, dan tidak kontak dekat dengan orang yang sakit. Terutama
untuk kelompok rentan yaitu bayi, orang tua, dan orang dengan sistem kekebalan
yang lemah.18

6.2 MENINGITIS TUBERCULOSA

Meningitis tuberculosis termasuk meningitis yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculosis20 Meningitis tuberkulosa masih banyak ditemukan di Indonesia
karena morbiditas tuberkulosis masih tinggi. Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat
komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya di paru. Terjadinya meningitis
tuberkulosa bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen,
melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsung
tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga arakhnoid.6

17
Meningitis Tb merupakan salah satu komplikasi Tb primer, morbiditas dan mortalitas
penyakit ini tinggi dan prognosanya buruk. Komplikasi meningitis Tb terjadi setiap 300 Tb
primer yang tidak diobati.23

PATOFISIOLOGI

BTA masuk tubuh



Tersering melalui inhalasi
Jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplikasi

Infeksi paru / focus infeksi lain

Penyebaran hematogen

Meningens

Membentuk tuberkel

BTA tidak aktif / dormain

Bila daya tahan tubuh menurun



Rupture tuberkel meningen

Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid

MENINGITIS

18
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis
non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni
di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer
GOHN. Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional dan hematogen. Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi
TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu.
Penyebaran hematogen yang tersering yaitu penyebaran hematogen tersamar (occult
hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi
sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai
berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, paru itu sendiri. Di berbagai lokasi tersebut,
kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas
seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan
kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk
dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON.
Bertahuntahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat 5
mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB
tulang, dan lain-lain.24
Meningitis tuberculosis terjadi sekunder dari proses tuberculosis primer yang diawali
dengan terbentuknya tuberkel-tuberkel kecil ( beberapa millimeter sampai sentimeter) di
otak, selaput otak atau medulla spinalis, akibat penyebaran basil secara hematogen selama
infeksi. Kemudian tuberkel tadi melunak dan pecah kemudian langsung masuk ke ruang
subarachnoid atau ventrikel. Masuknya basil ke ruang subarachnoid menimbulkan reaksi
hipersensitivitas dan selanjutnya akan menimbulkan reaksi radang yang paling banyak yaitu
di basal otak. Eksudat yang terbentuk dapat menyebar melalui pembuluh-pembuluh darah pia
dan menyerang jaringan dibawahnya sehingga disebut Meningo-ensefalitis. Eksdudat dapat

19
menyumbat akuaduktus Sylvii, foramen Magendi, foramen Luscha yang mengakibatkkan
terjadinya hidrosefalus, edema papil dan peningkatan tekanan intracranial. Kelainan pada
pembuluh darah berupa kongesti, peradangan, dan penyumbatan sehingga dapat
mengakibatkan infark otak terutama bagian korteks, medulla oblongata, ganglia basalis.6
Secara patologis, ada tiga keadaan yang terjadi pada meningitis tuberculosis yaitu :
1.Arachnoiditis proliferative
Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentuka masa fibrotic yang
melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi radang akut di
leptomening ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di basis
otak. Secara mikroskopik eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan nekrosis
perkijuan. Pada stadium lebih lanjut eksudat akan mengalami organisasi dan mengeras serta
mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf
yang paling sering terkena adalah saraf cranial VI,III,IV, II dan VII.
2.Vaskulitis dengan thrombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang melintasi
membrane basalis atau berada didalam parenkim otak. Hal ini menimbulkan radang obstruksi
dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang menyebabkan sekuele neurologis bila
pasien selamat. Apabila infark terjadi didaerah sekitar arteri cerebri media atau arteri carotis
interna maka akan timbul hemiparesis namun apabila terkena bilateral maka akan terjadi
quadriparesis. Yang sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta arteri karotis
interna. Vena selaput otak akan mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi serta akan
menimbulkan thrombosis dan oklusi sebagian atau total. Mekanisme flebitis tidak jelas
diduga akibat reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang menyebabkan infiltrasi sel
mononuclear dan perubahan fibrin.
3. Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang akan
mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan LCS. Adapun perlengketan yang terjadi dalam
kanalis sentralis medulla spinalis akan menyebabkan spinal block dan paraplegia.25

DIAGNOSIS
Pada anamnesis didapatkan gejala sesuai dengan stadium yaitu :
1. Stadium prodromal
Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal yang berlangsung 2 minggu sampai 3
bulan. Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat kenaikan
suhu ringan, jarang terjadi akut dengan panas tinggi. Keluhan dapat berupa nyeri kepala,
malaise, anoreksia, obstipasi, mual dan muntah juga sering ditemukan.

20
2. Stadium transisi
Stadium prodromal disusul dengan stadium transisi dengan adanya kejang. Gejala diatas
menjadi lebih berat dan muncul gejala meningeal, kaku kuduk dimana seluruh tubuh mulai
menjadi kaku dan opistotonus, terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, ubun-
ubun menonjol, kesadaran makin menurun, terdapat gangguan nervi kranialis antara lain N.II,
III, IV, VI, VII dan VIII. Dalam stadium ini dapat timbul gejala defisit neurologi fokal berupa
hemiparase, hemiplegi dan rigiditas deserebrasi. Pada funduskopi dapat ditemukan atrofi N.II
dan khoroid tuberkel yaitu kelainan pada retina yang berwarna kuning dengan ukuran
setengah diameter papil.

3. Stadium terminal
Stadium terminal gejala didapatkan yaitu suhu tidak teratur dan semakin tinggi
akibat gangguan regulasi diensefalon. Terdapat gangguan pernafasan yaitu Cheyne Stokes
atau Kussmaul, gangguan miksi dapat berupa inkontinensia uri atau retensi uri, kesadaran
makin turun hingga koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dalam 3 minggu jika
tidak diberikan pengobatan sebagaimana mestinya.6,8,23

Pemeriksaan fisik
- Tanda rangsal meningeal
- Kelumpuhan saraf otak lain N.II, III, IV, VI, VII dan VIII sering dijumpai
Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula darah.
Leukosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm3). Sering ditemukan
hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak
adekuat.
- Pungsi lumbal :
 Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau xantokrom
 Jumlah sel meningkat antara 10-250 sel/mm3 dan jarang melebihi 500 sel/mm3.
Hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium awal dapat dominan
polimorfonuklear.

21
 Protein meningkat di atas 100-200 mg/dl sedangkan glukosa menurun dibawah 35
mg/dl, rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal
 Glukosa menurun < 50-60% GDS
 Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc (+)
 Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal ulangan
dapat memperkuat diagnosis dengan interval 2 minggu.
- Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA) dan Latex particle agglutination dapat mendeteksi kuman Mycobacterium di
cairan serebrospinal (bila memungkinkan).
- Pemeriksaan pencitraan CT-Scan atau MRI kepala dengan kontras dapat
menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma, maupun
hidrosefalus.
- Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit Tuberkulosis.
- Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat menunjukkan
perlambatan gelombang irama dasar.8,20

DIAGNOSA BANDING
- Meningitis bakteri dengan terapi tidak adekuat
- Meningoensefalitis karena virus

TERAPI
Regimen : RHZE / RHZS23
Nama Obat DOSIS

INH Dewasa : 10-15 mg/kgBB/hari Anak : 20 mg/kgBB/hari


+ piridoksin 50 mg/hari

Streptomisin 20 mg/kgBB/hari i.m selama 3 bulan

Etambutol 25 mg/kgBB/hari p.o selama 2 bulam pertama


Dilanjutkan 15 mg/kgBB/hari

22
Rifampisin Dewasa : 600 mg/hari Anak 10-20
mh/kgBB/hari

Di samping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan deksametason


untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan antara araknoid dan
otak.

Steroid diberikan untuk:


 Menghambat reaksi inflamasi
 Mencegah komplikasi infeksi
 Menurunkan edema serebri
 Mencegah perlekatan
 Mencegah arteritis/infark otak
Indikasi:
 Kesadaran menurun
 Defisit neurologist fokal
Dosis:
Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena selama 2 minggu
selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.1,8,20,23

PENCEGAHAN
Vaksiniasi BCG memberikan efek proteksi (hampir 64%) terhadap meningitis TB.
Peningkatan berat badan dibandingkan umur berhubungan dengan penurunan resiko dari
penyakit ini. 23

6.3MENINGITIS VIRAL
Meningitis viral merupakan jenis meningitis yang paling umum. Meningitis viral
memiliki gejala yang lebih ringan daripada meningitis bakteri dan dapat sembuh sepenuhnya
tanpa pengobatan yang spesifik dalam waktu 7-10 hari.5,6
Meningitis viral atau meningitis aseptic, terjadi sebagai akibat akhir / sequel dari
berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus seperti campak, mumps, herpes simpleks dan
herpes zooster. Pada meningitis virus ini tidak terbentuk eksudat dan pada pemeriksaan
cairan cerebrospinal tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi terjadi pada korteks

23
cerebri, white matter, dan lapisan menigens. Terjadinya kerusakan jaringan otak tergantung
dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simpleks, virus ini akan mengganggu metabolisme
sel, sedangkan jenis virus lain bisa menyebabkan gangguan produksi enzyme
neurotransmitter, dimana hal ini akan berlanjut terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi
kerusakan neurologis.
Variasi lain dari infeksi viral dapat membantu diagnosis, seperti :
 Gastroenteritis, rash, faringitis dan pleurodynia pada infeksi enterovirus
 Manifestasi kulit, seperti erupsi zoster dari VZV, makulopapular rash dari campak
dan enterovirus, erupsi vesikular dari herpes simpleks dan herpangina dari infeksi
coxsackie virus A
 Faringitis, limfadenopati dan splenomegali mengarah ke infeksi EBV
 Immunodefisiensi dan pneumonia, mengarah ke infeksi adenovirus, CMV atau HIV
 Parotitis dan orchitis ke arah virus Mumps.7,24
ETIOLOGI
- Sering : ENTEROVIRUS
Coxsackie dan Echovirus termasuk dalam family Enterovirus merupakan hampir 85 %
penyebab dari meningitis virus (meningitis aseptic). Namun hanya sejumlah kecil orang yang
terinfeksi enterovirus akan menderita meningitis virus.

DIAGNOSA
Anamnesis : gejala yang lebih ringan daripada meningitis bakteri
Pemeriksaan fisik
- Tanda rangsal meningeal
Pemeriksaan penunjang
- Karakteristik LCS yangdigunakan untuk mendukung diagnosis meningitis viral:
 Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga >1000x 109/L darah
telah dilaporkan pada meningitis virus, Sel mononuclear predominan merupakan
aturannya, tetapi PMN dapat merupakan sel utama pada 12-24 jam pertama; hitung
sel biasanya kemudian didominasi oleh limfosit pada pola LCS klasik meningitisviral.
Hal ini menolong untuk membedakan meningitis bakterial dari viral, dimana
mempunyai lebih tinggi hitung sel dan predominan PMN pada sel pada perbedaan sel;
hal ini merupakan bukan merupakan aturan yang absolute bagaimanapun.

24
 Protein: Kadar protein LCS biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat bervariasi dari
normal hingga setinggi 200 mg/dL.
- Studi Pencitraan : Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis dapat
termasuk CT Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI otak dengan
gadolinium. CT scan dengan contrast menolong dalam menyingkirkan patologi
intrakranial. Scan contrast harus didapatkan untuk mengevaluasi untuk penambahan
sepanjang mening dan untuk menyingkirkan cerebritis, abses intrakranial, empyema
subdural, atau lesi lain. Secara alternative, dan jika tersedia, MRI otak dengan gadolinium
dapat dilakukan. MRI dengan contrast merupakan standar kriteria pada
memvisualisasikan patologi intrakranial pada encephalitis viral. HSV-1 lebih sering
mempengaruhi basal frontal dan lobus temporal dengan gambaran sering lesi bilateral
yang difus.
- Tes Lain : Semua pasien yang kondisinya tidak membaik secara klinis dalam24-48 jam
harus dilakukan rencana kerja untuk mengetahui penyebab meningitis. Dalam kasus
ensefalitis yang dicurigai, MRI dengan penambahan kontras dan visualisasi yang adekuat
dari frontal basal dan area temporal adalah diperlukan. EEG dapat dilakukan jika
ensefalitis atau kejang subklinis dicurigai pada pasien yang terganggu,
Periodic lateralized epileptiform discharge (PLEDs) seringkali terlihat pada
ensefalitis herpetic.
- Prosedur : Pungsi Lumbal merupakan prosedur penting yang digunakan dalam
mendiagnosis meningitis viral. Prosedur potensial lain, tergantung pada indikasi individu
dan keparahan penyakit, termasuk monitoring tekanan intrakranial, biopsi otak, dan
drainase ventricular atau shunting.
TERAPI
Kebanyakan meningitis viral jinak dan self-limited. Biasanya hanya perlu terapi
suportif dan tidak memerlukan terapi spesifik lainnya. Pada keadaan tertentu antiviral spesifik
mungkin diperlukan.
Pada pasien dengan defisiensi imun ( seperti agammaglobulinemia), penggantian
imunoglobulin dapat digunakan sebagai terapi infeksi kronik enterovirus. Untuk Herpes
simplex meningitis manajemen antivirus HSV meningitis adalah kontroversial. Acyclovir (10
mg / kg IV q8h) telah diberikan untuk HSV-1 dan HSV-2 meningitis. Beberapa ahli tidak
menganjurkan terapi antivirus kecuali bila diikuti dengan ensefalitis. CMV meningitis
diberikan Gansiklovir (dosis induksi 5 mg / kg q12h IV, dosis pemeliharaan 5 mg /kg q24h)

25
dan foskarnet (dosis induksi 60 mg / kg q8h IV, pemeliharaan dosis 90-120 mg / kg q24h IV)
digunakan untuk CMV meningitis pada host yang immunocompromised.
HIV meningitisdiberikan terapi antiretroviral (ART) mungkin diperlukan untuk pasien
dengan meningitis HIV yang terjadi selama sindrom serokonversi akut.

PENCEGAHAN
Tidak ada vaksin untuk melindungi terhadap enterovirus non-polio, yang
merupakan penyebab paling umum dari meningitis viral. Perilaku hidup bersih dan sehat
merupakan upaya pencegahan yaitu mencuci tangan dengan sabun dan air.Hindari kontak
dekat seperti mencium, memeluk, atau berbagi gelas atau alat makan dengan orang-orang
yang sakit Bersihkan dan disinfeksi permukaan sering disentuh, seperti mainan dan gagang
pintu, terutama jika ada yang sakit. Tinggal di rumah ketika Anda sakit. Beberapa vaksinasi
dapat melindungi terhadap penyakit seperti campak, gondok, cacar, dan influenza, yang dapat
menyebabkan meningitis viral.20,25,26

6.4 MENINGITIS JAMUR

Meningitis oleh karena jamur merupakan penyakit yang relatif jarang ditemukan, namun
dengan meningkatnya pasien dengan gangguan imunitas, seperti orang dengan infeksi HIV
atau kanker. Penyebab paling umum dari meningitis jamur untuk orang dengan sistem
kekebalan yang lemah adalah Cryptococcus . Penyakit ini adalah salah satu penyebab paling
umum dari meningitis di Afrika.27
PATOGENESA

Ada tiga pola dasar infeksi jamur pada susunan saraf pusat yaitu, meningitis kronis,
vaskulitis, dan invasi parenkimal. Pada infeksi Cryptococcal jaringan menunjukkan adanya
meningitis kronis pada leptomeningen basal yang dapat menebal dan mengeras oleh reaksi
jaringan penyokong dan dapat mengobstruksi aliran likuor dari foramen luschka dan magendi
sehingga terjadi hydrocephalus. Pada jaringan otak terdapat substansia gelatinosa pada ruang
subarachnoid dan kista kecil di dalam parenkim yang terletak terutama pada ganglia basalis
pada distribusi arteri lentikulostriata. Lesi parenkimal terdiri dari agregasi atau gliosis.
Infiltrate meningen terdiri dari sel-sel inflamasi dan fibroblast yang bercampur dengan
Cryptococcus. Bentuk granuloma tidak sering ditemukan, pada beberapa kasus terlihat reaksi

26
inflamasi kronis dan reaksi granulomatosa sama dengan yang terlihat pada Mycobacterium
tuberculosa dengan segala bentuk komplikasinya.9

DIAGNOSA
GEJALA KLINIS

Gejala klinis infeksi jamur pada susunan saraf pusat tidak spesifik seperti akibat
infeksi bakteri. Pasien paling sering mengalami gejala sindroma meningitis atau sebagai
meningitis yang tidak ada perbaikan atau semakin progresif selama observasi (paling kurang
empat minggu).
Manifestasi klinis lainnya dapat berupa kombinasi beberapa gejala seperti demam, nyeri
kepala, lethargi, confuse, mual, muntah, kaku kuduk atau defisit neurologis. Sering kali hanya
satu atau dua gejala utama yang dapat ditemukan pada gejala awal.3

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan tambahan seperti


laboratorium cairan cerebrospinal. Gambaran cairan cerebrospinal infeksi Cryptococcus sama
dengan meningitis tuberculosa.Diagnosa dapat dibuat dengan menemukan Cryptococcus
dalam cairan cerebrospinal dengan pewarnaan tinta India, kultur dalam media sabouraud dan
berdasarkan hasil inokulasi pada hewan percobaan. Jamur ini juga dapat dikultur dari urine,
darah, feses, sputum, dan sumsum tulang. Pemeriksaan antigen Cryptococcus pada serum dan
cairan cerebrospinal dapat menegakkan diagnosa, dapat dikultur dari urine, darah, feses,
sputum, dan sumsum tulang.
Karakteristik LCS yang ditemukan pada meningitis jamur
 10-500 sel/mm3 (dengan dominasi limfosit)
 Peningkatan kadar protein
 Penurunan kadar gula biasanya sekitar 15-35 mg
 Kultur bakteri yang negatif membedakan dengan meningitis bakterial

DIAGNOSA BANDING
Meningitis serosa sebab lain
TERAPI

27
Terapi dengan Amfoterisin B memperlihatkan hasil yang baik. Amfoterisin B
diberikan tiap hari intravena dengan dosis 0,5 mg/Kg, diberikan enam sampai sepuluh
minggu, tergantung dari perbaikan klinis dan kembalinya cairan cerebrospinal ke arah
normal. Amfoterisin B dapat diberikan dengan 5-flurocytosine 150 mg/Kg per hari (dalam
empat dosis). Kombinasi ini memberikan hasil yang baik.9,27,28

PENCEGAHAN
Seseorang dengan imunosupresi (infeksi HIV) dapat mencoba menghindari kotoran
dari burung, kegiataan yang berhubungan dengan debu dan kotoran lainnya, teerutama jika
tinggal di region geografis dimana terdapat jamur seperti
Histoplasma, Coccidioidesatauspesies Blastomyces. Seseorang dengan HIV tidak dapat
terhindar sepenuhnya. Beberapa pedoman merekomendasikan profilaksis anti jamur jika
tinggal di regio geografis dimana insidens infeksi jamur sangat tinggi.29

KOMPLIKASI
Gangguan pendengaran, kebutaan, kerusakan saraf kranial, kelumpuhan, hipertonia otot,
ataxia, kejang, retardasi mental dan motorik, ataxia, efusi subdural, hidrosefalus,
atroficerebral.1

PROGNOSIS
Pasien meningitis dengan gangguan kesadaran memiliki risiko untuk memiliki
gejala sisa neurologis atau kematian . Kejang juga merupakan faktor risiko untuk kematian
atau gejala sisa neurologis terutama jika kejang yang berkepanjangan atau sulit untuk kontrol.
Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kematian dan kecacatanyaitu usia
yang lebih tua, peningkatan denyut jantung, rendah nilai Glasgow Coma Scale, palsi saraf
kranial
jumlah leukosit CSF lebih rendah dari 1000 / uL, pewarnaan gram positif kokus pada CSF
Meningitis bakteri dapat menyebabkan kerusakan otak , koma , dan kematian . Dalam 50 %
dari pasien , beberapa komplikasi dapat terjadi pada minggu pertama. Gejala sisa jangka
panjang sebanyak 30 % tergantung dari etiologi , usia pasien.1

28
BAB III
KESIMPULAN

Meningitis memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi terutama yang disebabkan
oleh bakteri dengan komplikasi yang didapatkan yang dapat bersifat sementara dan
permanen.
Diagnosa dini dapat mencegah komplikasi yang lebih lanjut dengan mengenali
beberapa etiologi yang menyebabkan terjadinya meningitis.
Pencegahan meningitis dapat dilakukan baik dengan vaksinasi maupun dengan
profilaksis.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Medscape. Meningitis. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/232915-


overview#a0101. Accessed May 28, 2015.
2. Sitorus MS. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-mega2.pdf. Accessed
May30st, 2015.
3. Mayo clinic. Diseases and Condition Meningitis. Available at :
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/meningitis/basics/definition/con-
20019713. Accessed May 28, 2015.
4. Shmaefsky, B. Meningitis (Deadly Diseases and Epidemics),
Menaker, J. Journal of Emergency Medicine, July 2005.
5. Mann K, Jackson MA. Meningitis. Pediatr Rev. Dec 2008;29(12):417-29
6. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Jilid 5. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press ;
2011.hlm.161-168,183-185.
7. WebMD. Meningitis Topic Overview. Available at :
http://www.webmd.com/children/vaccines/tc/meningitis-references. Accessed May
28, 2015.
8. NHS. Complication of Meningitis. Available at :
http://www.nhs.uk/Conditions/Meningitis/Pages/Complications.aspx. Accessed May
29, 2015.
9. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview. Accessed May 29,2015
10. Markam, S., 1992. Penuntun Neurologi, Cetakan Pertama. Binarupa Aksara, Jakarta.
11. Brinker T, Stopa E. A new look at cerebrospinal fluid circulation.Fluids Barriers
CNS. 2014; 11: 10.
12. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta: EGC;hlm.362.
13. Griggs RC, Jozefowicz RF, Aminoff MJ. Approach to the patient with neurologic
disease. In: Goldman L, Schafer AI, eds.Goldman's Cecil Medicine.
14. Thigpen MC, Whitney CG, Messonnier NE, Zell ER, Lynfield R, Hadler JL, et al.
Bacterial meningitis in the United States, 1998-2007. N Engl J Med. May 26
2011;364(21):2016-25.

30
15. Thigpen, M, Rosenstein, NE, Whitney, CG. Bacterial meningitis in the United States-
-1998-2003. Presented at the 43rd Annual Meeting of the Infectious Diseases Society
of America, San Francisco, CA. October 2005;65.
16. WHO (1996). Global Alert and Respons (GAR). hhtp://www.who.int/csa/dan/19
96_09_02a/en/. Accessed June, 06, 2015.
17. Balitbangkes Departemen Kesehatan RI. 2008. Riskesdas 2007.
http://www.k4health.org/system /files/laporanNasional%20Risk esdas%202007.pdf
18. Centers for disease control and prevention. Bacterial Meningitis. Available at :
http://www.cdc.gov/meningitis/bacterial.html. Accessed May 29, 2015.
19. Mansjoer, A.,dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga. Media
Aesculapius, Jakarta
20. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Standar Pelayanan Medik. Available at
: http://www.kniperdossi.org/index.php/.../5-spm-neurologi. Accessed May 30, 2015.
21. Medscape. Steroids in CNS Infectious Disease New Indication FOR AN Old Therapy:
Steroid use in Bacterial Meningitis. Available at :
http://www.medscape.org/viewarticle/569256_3. Accessed June, 07 2015.
22. Lumbantobing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Badan
Penerbit FK UI;2013.hlm 17-20.
23. Meningitis Tuberkulosa. Available at
:http://www.tbindonesia.or.id/2014/04/21/meningitis-tuberkulosa/. Accessed May 29,
2015.
24. Werdhani R. Patofisiologi, diagnosis dan klasifikasi Tuberkulosis. Departemen Ilmu
Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga.
25. Medscape. Tuberculous Meningitis. Available at :
emedicine.medscape.com/article/1166190-overview. Accessed June,07 2015.
26. Medscape. Meningitis viral. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1168529-overview. Accessed May 29, 2015.
27. Centers for disease control and prevention.Meningitis viral. Available at :
http://www.cdc.gov/meningitis/viral.html. Accessed May 30, 2015
28. Centers for disease control and prevention.Meningitis fungal. Available at :
http://www.cdc.gov/meningitis/fungal.html. Accessed May 30, 2015
29. Medscape. Meningitis fungal. Available at :
http://www.medscape.com/viewarticle/804204. Accessed May 30, 2015.

31
32

Anda mungkin juga menyukai