Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

KONJUNGTIVITIS BAKTERIAL AKUT

Pembimbing:

dr. Agah Gadjali, SpM

dr. Hermansyah, SpM

dr. Gartati Ismail, SpM

dr. Mustafa K. Shahab, SpM

dr. Henry A. W, SpM

Disusun oleh:

Nikko

07120110041

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. 1 RADEN SAID SUKANTO

PERIODE 26 JANUARI - 28 FEBRUARI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN


BAB 1
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Nn. R

Umur : 21 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

No. Rekam Medis : 743318

Tanggal lahir : 3 Oktober 1993

Agama : Islam

Bangsa / Suku : Indonesia / Jawa

Pendidikan : Mahasiswa

Pekerjaan :-

Alamat : Jl. Warung Asem RT 06/04, Jakarta Timur

Status : Belum menikah

Tanggal pemeriksaan : Jumat, 30 Januari 2015

1.2 Anamnesis (Autoanamnesis pada 30 Januari 2015)

Keluhan Utama : Mata kiri merah dan gatal sejak 4 hari yang lalu.

Keluhan tambahan : Bengkak pada kelopak mata kiri dan adanya sekret hijau
pada mata kiri sejak 1 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan mata kiri merah dan gatal sejak 4 hari sebelum ke
Poliklinik RS Polri. Penglihatan kabur pada kedua bola mata disangkal pasien.
Pasien juga mengeluh mata kirinya bengkak dan mengeluarkan sekret berwarna
hijau sejak 1 hari yang lalu lebih banyak pagi tadi. Pada saat berkedip pasien juga
mengatakan bahwa mata kirinya perih karena sering digosok-gosok. Tidak ada
keluhan demam, pusing dan mual muntah. Pasien sudah menggunakan obat tetes
mata Rohto tapi tidak membaik. Tidak ada riwayat trauma pada kedua matanya.

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien pernah mengalami mata merah dan gatal seperti ini sekitar 1 tahun yang
lalu dan pasien mengaku sembuh dengan sendirinya selama sekitar 1 minggu.

Riwayat pengobatan : pasien sudah mencoba memakai obat tetes mata Rohto, tapi
tidak membaik.

Pasien tidak memiliki riwayat menggunakan kacamata.

Pasien menggunakan softlens selama 2 tahun, diganti setiap 3 bulan sekali.

Riwayat mengalami trauma pada mata disangkal.

Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal.

Riwayat penyakit hipertensi disangkal.

Riwayat alergi makanan dan obat disangkal.

Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat keluarga dengan keluhan sama yang diderita pasien sekarang disangkal.

Riwayat penyakit diabetes melitus dalam keluarga tidak diketahui oleh pasien.

Riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga tidak diketahui oleh pasien.

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga disangkal.


1.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis :

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital

Tekanan darah: 120/80

Nadi : 76 kali/menit

Respirasi : 19 kali/menit

Suhu : 36.5 °C

Status Oftalmologi

OD OS
Visus 5/5E 5/5E
TIO Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Posisi Hirschberg Ortoforia

Gerakan bola mata

Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-),


benjolan (-), nyeri tekan benjolan (-), nyeri tekan
Palpebra superior
(-), spasme (-) (-), spasme (-)

Edema (+), hiperemis


Palpebra inferior
Edema (-), hiperemis (-), (-), benjolan (-), nyeri
benjolan (-), nyeri tekan tekan (-), spasme (-)
(-), spasme (-)

Konjungtiva tarsalis Hiperemis (-), papil (-), Hiperemis (-), papil (-),
superior folikel (-) folikel (-)
Konjungtiva tarsalis Hiperemis (-), papil (-), Hiperemis (+), papil (-),
inferior folikel (-) folikel (-)
Injeksi konjungtiva (-), Injeksi konjungtiva (+),
Konjungtiva bulbi
injeksi siliar (-) injeksi siliar (-)
Jernih, ulkus (-), Jernih, ulkus (-), infiltrat
Kornea
infiltrat (-), sikatriks (-) (-), sikatriks (-)
Kedalaman normal, Kedalaman normal,
Bilik mata depan Jernih Jernih

Bulat, isokor, berada di Bulat, isokor, berada di


Pupil sentral, refleks cahaya sentral, refleks cahaya
(+), diameter 3mm (+), diameter 3mm
Coklat, batas tegas, Coklat, batas tegas,
Iris sinekia anterior (-), sinekia anterior (-),
sinekia posterior (-) sinekia posterior (-)
Lensa Jernih Jernih
Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

1.4 Resume
Pasien perempuan berumur 21 tahun datang dengan keluhan mata kiri merah
dan gatal sejak 4 hari sebelum ke Poliklinik Mata RS Polri. Pasien juga mengeluh
mata kirinya bengkak, mengeluarkan sekret hijau, dan terasa perih bila berkedip.
Tidak ada penurunan visus. Sudah memakai Rohto tapi tidak membaik. Pasien
menggunakan softlens selama 2 tahun. Pada pemeriksaan oftalmologi ditemukan
hiperemis pada konjungtiva tarsalis inferior dan ditemukan injeksi konjungtiva pada
kongjungtiva bulbi.

1.5 Diagnosis Kerja


Konjungtivitis bakterial akut OS

1.6 Diagnosis Banding


Konjungtivitis alergi
Konjungtivitis virus

1.7 Penatalaksanaan
Farmakologi
- Antibiotik : FLOXA MD ( Ofloxacin 3mg/ml )
- Artificial tears : Protagenta ( Polivynilpyrrolidon 20mg/ml ) 3 dd gtt 1
OS
Edukasi
- Pemakaian obat yang teratur.
- Tidak menggosok-gosok mata atau menekan mata.
- Mencuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan mata.

1.8 Komplikasi
- Blefaritis bakterial disebabkan oleh bakteri yang menyebabkan
konjungtivitis ini berkoloni dan menginvasi ke dalam jaringan kelopak
mata, mengganggu sistem imun atau kerusakan jaringan karena toksin
atau enzim yang dikeluarkan bakteri.
- Ulkus kornea perifer disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun dan

infeksi pada kornea perifer. Infeksi oleh bakteri biasa akan


menyebabkan terjadinya defek epitel dan infiltrasi sel leukosit dan
limfosit. Defek epitel ini kemudian akan membentuk jaringan parut
yang disusun oleh epitel baru, jaringan kolagen yang baru dan fibroblas.
1.9 Prognosis
- Quo Ad Vitam : Ad Bonam
- Quo Ad Fungsionam : Ad Bonam
- Quo Ad Sanactionam : Dubia Ad Bonam
- Quo Ad Cosmetican : Ad Bonam

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel
goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva
terdiri dari tiga bagian :

1. Konjungtiva tarsalis yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar


digerakkan dari tarsus.

2. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sclera di


bawahnya.

3. Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal


dengan konjungtiva bulbi.1

B. Histologi Konjungtiva

Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan epitel silindris
bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitelkonjungtiva di dekat limbus, di
atas karunkula dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata
terdiri atas sel-sel epitel skuamosa bertingkat. Sel-sel epitel superfisial
mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mucus. Mukus
yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi
lapisan air mata prakornea secara merata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih
pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengadung
pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid ( superfisial) dan satu
lapisan fibrosa ( profundus ). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid
dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa
sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah
bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis
inklusi pada neonates bersifat papilar bukan folikular dan mengapa kemudian
menjadi folikular. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang
melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papilar
pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.

Kelenjar lakrimal aksesorius ( kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur


dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian
besar kelenjar Krause berada di forniks atas, sisanya ada di forniks bawah.
Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas.2

C. Konjungtivitis
1. Definisi
Konjungtivitis yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada
konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan
permukaan bagian dalam kelopak mata. Reaksi inflamasi ini ditandai dengan
dilatasi vaskular, infiltrasi seluler dan eksudasi. Beberapa jenis konjungtivitis
dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang memerlukan pengobatan.
Konjungtivitis dapat dibedakan menjadi dua bentuk :

 Konjungtivitis akut yaitu reaksi peradangan yang muncul tiba-tiba dan diawali
dengan satu mata (unilateral) serta dengan durasi kurang dari 4 minggu.
 Konjungtivitis kronis yaitu reaksi peradangan yang durasinya lebih dari 4
minggu.1,3

2. Klasifikasi
Konjungtivitis Bakterial
Konjungtivitis yang merupakan hasil dari pertumbuhan bakteri secara
berlebihan dan menginfiltrasi lapisan epitel konjungtiva dan kadang-kadang
substansia propia. Sumber infeksi adalah kontak langsung dengan sekret
individu terinfeksi atau (biasanya melalui kontak tangan-mata) atau
penyebaran infeksi dari organisme yang berkolonisasi di mukosa nasal dan
sinus pasien tersebut. Obstruksi duktus nasolakrimal, dakriosistitis, dan
kanalikulitis dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri unilateral.3
Walaupun dapat sembuh sendiri, konjungtivitis bakteri bisa bermanifestasi
hebat dan mengancam penglihatan apabila disebabkan oleh spesies bakteri
virulen seperti N.gonorrhoeae atau S.pyogenes. Pada kasus yang jarang, ini
dapat memberikan tanda penyakit sistemik yang mengancam nyawa, seperti
konjungtivitis yang disebabkan oleh N.meningitides.

Konjungtivitis Purulen Akut


Konjungtivitis purulen akut, suatu bentuk konjungtivitis bakteri,
dikarakteristikkan sebagai akut (< 3 minggu), infeksi pada permukaan
konjungtiva yang sembuh sendiri yang menimbulkan respon inflamasi akut
dengan sekret purulen. Kasus dapat terjadi secara spontan atau secara
epidemik. Patogen penyebab yang paling utama adalah S pneumonia, S aureus
, dan Haemophilus influenza.

Konjungtivitis Gonokokal
Organisme yang umum menyebabkan konjungtivitis hiperpurulen adalah N
gonorrhoeae. Konjungtivitis gonokokal adalah penyakit menular seksual hasil
dari perpindahan genital-mata, kontak genital-tangan-okular, transmisi
maternal-neonatus sewaktu melahirkan per vaginam.

Konjungtivitis Viral
1. Demam faringokonjungtival
Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-400C, sakit
tenggorokan dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler
sering pada kedua konjungtiva dan mukosa faring. Mata merah dan berair
sering terjadi. Limfadenopati preaurikuler yang tidak nyeri tekan khas
ditemukan pada demam faringokonjungtival.

Penyakit ini berjalan akut dengan gejala hiperemi konjungtiva, folikel


konjungtiva, sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan
pseudomembran.

Pengobatan spesifik tidak diperlukan karena dapat sembuh sendiri. Biasanya


hanya diberi antibiotik dan terapi simtomatik.

2. Keratokonjungtivitis epidemi
Penyakit ini disebabkan oleh adenovirus 8 dan 19. Menyerang pada kedua
mata. Tahap awal infeksi pasien merasa nyeri sedang dan mengeluarkan air
mata diikuti 5-14 hari kemudian merasa fotofobia, keratitis epitel dan
kekeruhan sub epitel. Pada penyakit ini khas ditemukan nodus preaurikuler
yang nyeri tekan. Fase akut ditandai edema palpebra, kemosis dan hiperemi
konjungtiva. Dapat juga terbentuk pseudomembran dan diikuti simblefaron.

Konjungtivitis epidemi berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan


kornea ditemukan ditengah kornea dan menetap berbulan-bulan namun dapat
sembuh sempurna. Pada orang dewasa terbatas di luar mata. Namun pada
anak-anak dapat ditemukan gejala infeksi seperti demam, diare, otitis media.

Terapi spesifik belum ada, namun dapat dikompres untuk mengurangi gejala.
Kortikosteroid sebaiknya dihindari. Antibiotik diberikan hanya bila terjadi
infeksi sekunder.
Konjungtivitis Alergi
Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I yang diperantarai IgE. Allergen
biasanya bersifat airborne, masuk ke tear film dan berkontak dengan sel mast
konjungtiva yang menyebabkan pecahnya sel mast dan melepaskan histamine
dan mediator inflamasi lain.
-    Vernal keratokonjungtivitis : berulang pada musim tertentu dan pada daerah
tropis (panas) bisa menetap. Reaksi imunologi diperantarai oleh reaksi
hipersensivitas tipe I dan IV.
Bentuk Palpebra

Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior. Terdapat pertumbuhan


papil yang besar (Cobble stone) yang diliputi sekret mukoid. Konjungtiva
palpebra inferior edema dan hiperemi, kelainan kornea lebih berat dari bentuk
limbal. Papil tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang
rata dengan kapiler ditengahnya.

Bentuk Limbal

Hipertrofi papil pada limbus superior dapat membentuk jaringan hiperplastik


gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau
oesinofil pada bagian epitel limbus kornea, terbentuk pannus dengan sedikit
eosinofil.

-     Atopik Keratokonjungtivitis : pada pasien dengan riwayat dermatitis atopi.


AKC merupakan reaksi hiprsensitivitas tipe IV.
-     Giant Papilari Konjungtivitis : kontak lama dengan antigen tertentu seperti
lensa kontak, benang, dan prostese.
- Konjungtivitis flikten : Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan
reaksi alergi tipe IV terhadap tuberkuloprotein, stafilokokus, limfogranuloma
venerea, leismaniasis, infeksi parasit. Terdapat kumpulan sel leukosit netrofil
dikelilingi sel limfosit, makrofag, dan kadang sel datia berinti banyak. Flikten
merupakan infiltrasi seluler subepitel yang terutama terdiri atas sel limfosit.
Biasanya terlihat unilateral dan kadang mengenai kedua mata. Di konjungtiva
terlihat sebagai bintik putih dikelilingi daerah hiperemis. Gejalanya adalah
mata berair, iritasi dengan rasa sakit, fotofobia ringan hingga berat. Bila
kornea ikut terkena akan terjadi silau dan blefarospasme. Penyakit ini dapat
sembuh dalam 2 minggu dan dapat kambuh, dan bila terkena kornea keadaan
akan lebih berat. Pengobatannya adalah steroid topikal dan midriatik bila ada
penyulit.

Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur merupakan jenis konjungtivitis yang jarang terjadi.
Konjungtivitis Jamur biasannya ditemukan bersamaan dengan keratomicosis,
namun dapat saja tidak muncul bersamaan. Penyebab tersering dari
konjungtivitis jamur adalah Candida albicans. Penyakit ini ditandai dengan
adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan
keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga
dapat disebabkan oleh Sporothrix scehnckii, Rhinosporidium serberi, dan
Coccidioides immitis.4

3. Epidemiologi
Konjungtivitis merupakan kelainan pada mata dengan frekuensi terbanyak.3

4. Etiologi
Banyak hal yang dapat menyebabkan konjungtivitis. Bisa disebabkan oleh
infeksi seperti bakteri, virus, parasit dan jamur, bisa juga disebabkan oleh non
infeksi seperti alergi, iritasi yang lama pada mata,zat-zat yang bersifat toksik
atau karena ada kelainan sistemik lain seperti Sindroma Steven Johnson.1,3
Konjungtivitis yang disebabkan oleh infeksi terjadi akibat kontaminasi
langsung dengan mikroorganisme patogen (seperti kontak dengan tangan,
handuk, berenang), ditambah lagi dengan adanya faktor pendukung seperti
menurunnya sistem kekebalan tubuh sebagai mekanisme pertahanan terhadap
reaksi infeksi inflamasi akan memperberat munculan klinis konjungtivitis.3

5. Manifestasi klinis
Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa mata merah
dengan kelopak mata lengket akibat produksi sekret yang meningkat terutama
pada pagi hari. Selain itu juga ditemukan photofobia, lakrimasi, pseudoptosis
akibat kelopak mata membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel,
membrane, pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti adanya
benda asing, sensasi seperti ada tekanan dan rasa panas serta kadang
didapatkan adanya adenopati preaurikular. Pada konjungtivitis alergi
ditemukan rasa gatal pada mata yang lebih dominan.1,3
Mata merah terjadi akibat adanya vasodilatasi dari pleksus subepitelial
pembuluh darah konjungtiva. Folikel adalah nodul limfoid dengan
vaskularisasi yang merupakan tanda dari infeksi virus ataupun reaksi autoimun
di konjungtiva. Papil adalah dilatasi, telengiektasi pembuluh darah dengan sel-
sel inflamasi di sekelilingnya, jika papil ditemukan unilateral, ini adalah tanda
dari infeksi virus, sedangkan jika papil ditemukan bilateral merupakan tanda
dari infeksi bakteri. Pseudomembran ditemukan pada infeksi staphylococcus,
membrane ditemukan pada infeksi difteri, sedangkan plikten yang merupakan
nodul dari sel-sel inflamasi kronis ditemukan pada infeksi TBC ataupun
karena reaksi alergi.5

Bakteri Jamur
Gejala Klinis Virus dan Alergi
purulen nonpurulen
parasit

Sekret Sedikit mengucur sedikit sedikit sedikit

Air mata mengucur sedang sedang sedikit sedang

Gatal Sedikit sedikit - - mencolok

Mata merah Umum umum lokal lokal umum

Nodul
Lazim jarang lazim lazim -
preaurikuler

Pewarnaan Monosit, Bakteri, Bakteri,


negatif eosinofil
usapan limfosit PMN PMN

Sakit tenggorok
Sewaktu-
dan panas yang jarang - - -
waktu
menyertai
(sumber : Sidarta I. “Ilmu Penyakit Mata”. Jakarta. FKUI. Edisi Ketiga. 2010. hal.
121)

Tanda Bakterial Viral Alergik Toksik TRIC


Injeksi Mencolok Sedang Ringan- Ringan- Ringan-
konjungtivitis sedang sedang sedang
Hemoragi + + - - -
Kemosis ++ +/- ++ +/- +/-
Eksudat Purulen atau Jarang, Berserabut - Berserabut
mukopurulen air (lengket), (lengket)
putih
Pseudomembran +/- +/- - - -
Papil +/- - + - +/-
Folikel - + - + +
Nodus
preaurikuler
Panus
(sumber : Sidarta I. “Ilmu Penyakit Mata”. Jakarta. FKUI. Edisi Ketiga. 2010. hal.
122)

BAB 3

PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien memiliki keluhan utama yaitu
mata kiri merah dan gatal. Keluhan ini dirasakan 4 hari sebelum pasien datang ke
poliklinik mata RS Polri. Visus pasien normal dan tidak terganggu. Mata kiri pasien
juga terlihat bengkak dan mengeluarkan sekret berwarna hijau sejak 1 hari yang lalu
lebih banyak di pagi hari. Pada saat berkedip pasien juga mengeluh mata kirinya
terasa perih karena sering digosok-gosok.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tidak adanya penurunan visus, adanya
edem pada palpebra inferior kiri, hiperemis pada konjungtiva tarsalis inferior kiri,
adanya injeksi konjungtiva pada konjungtiva bulbi mata kiri. Dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik dapat dikatakan bahwa diagnosis kerja pada pasien ini adalah
konjungtivitis bakterial akut OS.
Diagnosis kerja ini dapat dibuktikan dengan gejala klinis konjungtivitis
karena infeksi bakteri yaitu mata merah, visus normal, produksi sekret yang lebih
banyak di pagi hari saat bangun tidur, adanya injeksi konjungtivitis yang membuat
mata terlihat merah dan gatal yang tidak terlalu parah. Pasien juga menggunakan
softlens yang bisa menjadi faktor resiko pasien terkena infeksi bakteri karena softlens
dapat menjadi media tumbuhnya bakteri. Sehingga terapi yang diberikan ke pasien ini
adalah antibiotik spektrum luas dan artificial tear. Terapi yang diberikan akan lebih
tepat atau spesifik setelah dilakukan pemeriksaan penunjang seperti kultur sekret,
pewarnaan sediaan apus dan pewarnaan gram.
Diagnosis banding dari kasus ini adalah konjungtivitis karena infeksi virus dan
konjungtivitis karena alergi. Kita dapat menyingkirkan kedua diagnosis banding ini
karena pada konjungtivitis karena virus gejalanya lebih ke arah mata berair, sekret
jarang sekali ditemukan, biasanya terdapat folikel pada palpebra bagian dalam dan
umumnya sering disertai adenopati preaurikular. Sedangkan pada konjungtivitis
karena alergi pasien akan lebih mengeluh mata gatal, sekret yang sedikit, terdapat
papil yang besar (cobble stone) pada palpebra bagian dalam.

BAB 4
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidartha. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Balai Penerbit FK
UI, Jakarta
2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. 2000. Palpebra dan Aparatus Lakrimalis.
Dalam Oftamologi umum. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika.
3. Ebook Ophtalmology pocket
4. American academy of ophtalmology. 2008. External disease and cornea.
Section 8.
5. Getry S. Bahan kuliah konjungtivitis. Blok 19. 2011

Anda mungkin juga menyukai