Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN ANESTESI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

SIKLUS SIRKADIAN

Disusun Oleh :
Supriadi
11120182145

Pembimbing:
dr. Iswan Wahab, Sp.An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS


KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama : Supriadi S.Ked
NIM : 111 2018 2145
Judul Refarat :Siklus Sirkadian

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Februari 2021

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Iswan Wahab, Sp.An

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah sehingga penulis dapat
menyelesaikan Refarat ini dengan judul “Siklus Sirkadian”.

Refarat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik


bagian Anestesi, Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Muslim Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pengajar bagian
Anestesi khususnya pembimbing saya dr. Iswan Wahab, Sp.An atas
bimbingannya selama berlangsungnya pendidikan di bagian Anestesi ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan semaksimal mungkin. Demikian
yang dapat penulis sampaikan, mudah-mudahan Refarat ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan.

Makassar, Februari 2021

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Siklus sirkadian adalah siklus fisiologis dan perilaku dengan pengulangan


periodik sekitar 24 jam, yang terjadi karena adanya pacemaker biologis endogen,
yaitu suprachiasmatic nuclei (SCN) yang berada di hipotalamus anterior. Siklus
ini mengontrol berbagai proses biologis, diantaranya siklus tidur-bangun, suhu
tubuh, makan, sekresi hormon, homeostasis gula, dan regulasi sel.
Walaupun secara tidak sadar kita selalu mengadakan penyesuaian pada siklus
sirkadian, namun dapat terjadi gangguan pada siklus ini. Penyebabnya dapat
dibedakan menjadi gangguan endogen dan eksogen. Gangguan endogen muncul
karena adanya masalah pada organ dalam tubuh sedangkan gangguan eksogen
muncul karena masalah lingkungan sekitar.
Terganggunya siklus sikardian seseorang memiliki dampak negatif berupa
kelelahan, lemas, gangguan kognitif, kehilangan fokus, iritabilitas dan gangguan
mood. Hal tersebut dapat menurunkan produktivitas seseorang. Jika berlangsung
lama dapat mengganggu kesehatan jiwa dari penderita tersebut.
Gangguan pada siklus sikardian sebaiknya diketahui oleh semua orang.
Hal ini dapat membuat seseorang mengoptimalkan waktu kerja dan waktu
istirahat, serta memperbaiki siklus yang mungkin sudah mengalami gangguan.
Dengan terjaganya siklus sirkadian seseorang, waktu kerja akan menjadi efektif
dan tenaga yang digunakan seseorang akan lebih optimal dan produktif sehingga
meningkatkan tingkat produktivitas dari orang tersebut.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Sirkadian

4
Kata sirkadian berasal dari bahasa Yunani yaitu circa berarti sekitar, dies
berarti satu hari atau 24 jam. Jadi yang disebut sirkardian adalah perubahan
fungsi-fungsi tubuh pada diri manusia yang terjadi dalam satu hari. Karena
perubahan fungsi-fungsi tubuh tersebut mengikuti satu ritme tertentu, maka
konsep sirkardian ini lebih dikenal dengan sebutan ritme/ siklus sirkadian. Siklus
sirkadian merupakan siklus fisiologis dan psikologi yang terjadi secara periodik
dalam waktu 24 jam dan dikontrol oleh  suprachiasmatic nucleus(SCN) yang
merupakan bagian dari hipotalamus anterior. Siklus ini mengatur berbagai proses
biologis, antara lain siklus tidur dan bangun, makan, produksi urin, termoregulasi,
sekresi hormon, denyut jantung, dan perubahan tekanan darah. Secara fisiologis
siklus ini dapat berubah dan menyebabkan perubahan dalam hubungan setiap
siklus satu sama lain, sehingga dapat terjadi desinkronisasi internal. Hal ini dapat
menyebabkan hilangnya koordinasi siklus yang berdampak negatif pada siklus
tidur, menganggu aktivitas harian, fungsi fisiologis, serta perilaku, bahkan dapat
menimbulkan penyakit.

Tidur adalah salah satu irama biologis tubuh yang sangat kompleks.
Sinkronisasi sirkadian terjadi jika individu memiliki pola tidur-bangun yang
mengikuti jam biologisnya: individu akan bangun pada saat ritme fisiologis paling
tinggi atau paling aktif dan akan tidur pada saat ritme tersebut paling rendah.

 Tahapan Tidur
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan bantuan alat
elektroensefalogram(EEG) ,elektro-okulogram (EOG), dan
elektrokiogram(EMG), diketahui ada dua tahapan tidur, yaitu non-rapid eye
movement(NREM) dan rapid eye movement (REM).

1). Non Rapid Eye Movement (NREM).

Tidur NREM disebut juga sebagai tidur gelombang-pendek karena


gelombang otak yang ditunjukkan oleh orang yang tidur lebih pendek dari pada
gelombang alfa dan beta yang ditunjukkan orang yang sadar. Pada tidur NREM
terjadi penurunan sejumlah fungsi fisiologi tubuh. Disamping itu,semua proses

5
metabolik termasuk tanda-tanda vital,metabolisme, dan kerja otot melambat.
Tidur NREM sendiri terbagi atas 4 tahap. Tahap I-II disebut sebagai tidur ringan
(light sleep) dan tahap III-IV disebut sebagai tidur dalam (deep sleep atau delta
sleep).  

 Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan ciri
sebagai berikut : rileks,masih sadar dengan lingkungan, frekuensi nadi dan
nafas sedikit menurun, bola mata bergerak dari samping kesamping, dapat
bangun segera selama tahap ini. Tahap ini berlangsung selama 5 menit. 

 Tahap II
Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun
dengan ciri sebagai berikut : bola mata berhenti bergerak, temperatur tubuh
menurun, serta frekuensi nadi dan nafas menurun secara jelas. Tahap ini
berlangsung sekitar 10-15 menit.

 Tahap III
Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan frekuensi nafas
serta proses tubuh lainnya lambat, awal dari keadaan tidur lelap, disebabkan
adanya dominasi sistem saraf parasimpatis dan sulit untuk dibangunkan.
Berlangsung 15-30 menit.

 Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur nyenyak, gerakan bola mata cepat,
sekresi lambung menurun, jarang bergerak, sulit dibangunkan, serta tonus otot
menurun.

2) Rapid Eye Movement (REM)

Tidur REM biasanya terjadi setiap 90 menit dan berlangsung selama 5-30
menit. Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM, dan sebagian besar mimpi
terjadi pada tahap ini. Selama tidur REM, otak cenderung aktif dan
metabolismenya meningkat hingga 20%. Pada tahap individu menjadi sulit untuk
dibangunkan atau justru dapat bangun dengan tiba-tiba, tonus otot

6
terdepresi,sekresi lambung meningkat,dan frekuensi jantung dan pernapasan
sering kali tidak teratur. 

 Siklus Tidur
Selama tidur , individu melewati tahap tidur NREM dan REM. Siklus tidur
seluruhnya normalnya berlangsung selama 1,5 jam, dan setiap orang biasanya
melalui empat hingga lima siklus selama 7-8 jam tidur. Siklus tersebut dimulai
dari tahap NREM yang berlanjut ke tahap REM. Tahap NREM I-III berlangsung
selama 30 menit, kemudian diteruskan ke tahap IV selama ± 20 menit.Setelah itu,
individu kembali melalui tahap III dan II selama 20 menit.Tahap I NREM muncul
sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit.

2.2 Hipotalamus
Hipotalamus terletak di dasar otak tepat diatas kiasma optikum dan
dibawah ventrikel ketiga. Hipotalamus berhubungan langsung dengan kelenjar
hipofisis dan merupakan bagian dari otak sebagai sumber dari sekresi hipofisis.
Secara anatomis hipotalamus dibagi menjadi tiga zona, yaitu perivantrikuler,
medial dan lateral. Selanjutnya setiap zona dibagi lagi menjadi struktur yang
dikenal sebagai nucleus, yang masing-masing nucleus memiliki tipe sel saraf yang
sama.

Hipotalamus bukan merupakan struktur yang terisolasi di dalam susunan


saraf pusat, hipotalamus memiliki hubungan yang luas dengan daerah lain di otak.
Hipotalamus merupakan sumber dari seluruh produksi hormon neruohipofise.

7
Diketahui adanya beberapa mekanisme umpan balik (feedback
mechanism) pada hipotalmus, yang dikenal sebagai mekanisme umpan balik
panjang, pendek dan sangat pendek. Mekanisme umpan balik yang panjang terdiri
dari input endokrin dari hormin sirkulasi, seperti umpan balik androgen dan
estrogen terhadap reseptor steroid yang terdapat pada hipotalamus. Hormon
hipofisis juga akan memberikan efek umpan balik pada hipotalamus melalui
mekanisme umpan balik yang pendek, sedangkan sekresi hipotalamus sendiri juga
akan memberikan efek umpan balik yang sangat pendek terhadap hipotalamus itu

sendiri.

Hormon yang dihasilkan hipotalamus merupakan releasing factor bagi


hipofisis, yaitu:

a. Gonadotropin-releasing hormon (GnRH), yang mengatur sekresi dari


luteinizing hormon (LH) dan follicle stimulating hormon (FSH).

GnRH merupakan hormon yang paling unik, dimana hormon ini secara
simultan merangsang sekresi dari dua hormon, yaitu FSH dan LH. Selain itu
GnRH disekresi dalam bentuk pulsasi dan pelepasan GnRH secara pulsasi ini
mempengaruhi pelepasan dua hormon gonadotropin. Sekresi pulsasi GnRH secara
kontinu sangat diperlukan karena GnRH memiliki waktu paruh yang sangat

8
pendek (2-4 menit). Sekresi pulsasi dari GnRH bervariasi baik frekuensi maupun
amplitudonya pada siklus menstruasi. Fase folikuler ditandai dengan sekresi
GnRH yang lebih sering dengan amplitudo pulsasi yang kecil. Selama fase luteal,
terdapat pemanjangan interval antara pulsasi dan terjadi penurunan amplitudo.
Variasi dari frekuensi dan amplitudo pulsasi bertanggung jawab terhadap jumlah
sekresi gonadotropin dari hipofisis, walaupun pengaruh hormonal dari hipofisis
akan mengatur kembali efek dari GnRH

b. Corticotropin--releasing hormon (CRH), yang mengatur pelepasan


adrenocorticotropin hormon (ACTH).
CRH merangsang produksi dan pelepasan ACTH dan endorfin oleh
hipofisis anterior, kerja ini diperkuat oleh vasopresin. CRH juga menghambat
sekresi LHRH.
Peningkatan kadar CRH menghambat sekresi GnRH secara langsung
dengan meningkatkan konsentrasi opioid. Jalur fungsional ini menjelaskan
hubungan antara hiperkortisolisme dengan abnormalitas menstruasi.

c. Growth hormon--releasing hormon (GHRH), yang mangatur pelepasan


growth hormon (GH).
Produksi hormon pertumbuhan secara tonis ditekan oleh somatostatin,
sedangkan pelepasan episodiknya dirangsang oleh GHRH.
Sebagaimana GnRH, GHRH tergantung pada sekresi pulsatif untuk
menimbulkan efek fisiologis. Aktivitas fisik, stres, tidur dan keadaan
hipoglikemia menstimulasi pelepasan GH, sementara asam lemak bebas
menghambat GH. Estrogen, testosteron dan hormon tiroid juga berperan dalam
meningkatkan sekresi GH.

d. Thyrotropin-releasing hormon (TRH), yang mengatur sekresi thyroid-


stimulating hormon (TSH).

9
Hormon ini dihasilkan di hipofisis anterior untuk merangsang produksi baik
hormon perangsang tiroid (TSH) maupun prolaktin. Hal ini menerangkan
mengapa kadar prolaktin seringkali meningkat pada penderita-penderita dengan
hipotiroidisme primer adalah karena meningkatnya keluaran TRH

Beberapa fungsi dari hipotalamus diantaranya mengontrol pelepasan


hormon yang disekresikan oleh kelenjar hipofise sehingga mempengaruhi sistem
endokrin, mengontrol proses metabolisme tertentu, mengintegrasikanrespons-
respons sistem simpatis dan parasimpatis,mengontrol suhu tubuh, mengontrol
keseimbangan air, rasa lapar dan haus, mengontrol perilaku seksual dan
reproduksi, berperan sebagai pusat otak untuk emosi seperti kesenangan, nyeri,
kegembiraan dan kemarahan, serta mengontrol siklus harian dan perilaku
fisiologis juga dikenal sebagai siklus sirkadian.

Pusat- pusat pengaturan yang terdapat di hipotalamus:

 Suhu: suhu dingin atur oleh hipotalamus posterior, sedangkan suhu panas
diatur oleh hipotalamus anterior. Di bagian anterior dan posterior hipotalamus
ada suatu area luas, khususnya di area preoptik,  berhubungan dengan
pengaturan suhu tubuh. Bila ada peningkatan suhu darahyang melewati area-
area ini akan meningkatkan aktivitas neuron-neuron yang peka terhadapsuhu,
sedangkan penurunan suhu akan menurunkan aktivitasnya. Di saat siang hari,
ototsebagai pengasil panas terbesar dalam tubuh aktif bekerja daripada malam
hari, sehingga panas yang dihasilkan pada waktu siang hari lebih banyak.
Maka dari itu, pada saat siang harisuhu tubuh lebih tinggi dari malam hari
pada saat otot-otot istirahat.
 Pengaturan cairan tubuh: Hipotalamus mengatur cairan tubuh melalui dua
cara: (1) dengan caramencetuskan sensasi haus, yang akan menimbulkan
hasrat untuk minum, dan (2) dengan cara mengatur ekskresi air ke dalam urin.
Di hipotalamus bagian lateral ada suatu area yangdisebut sebagai pusat rasa
haus. Bila elektrolit yang terdapat di dalam neuron pusat ini ataudaerah yang
berkaitan dengan hipotalamus menjadi sangat pekat, maka akan timbul

10
hasratuntuk meminum air. Pengaturan ekskresi air oleh ginjal terutama
dilakukan oleh nucleus supraoptikus. Bila cairan tubuh menjadi sangat pekat,
maka neuron-neuron di dalam area iniakan terangsang. Serat-serat saraf dari
neuron-neuron ini diproyeksikan ke bawah melaluiinfundifulum ke kelenjar
hipofisis posterior yang akan mensekresi hormon yang disebut hormon anti
diuretik. Selanjutnya hormon ini akan diabsorbsi ke dalam darah dan akan
bekerja pada duktus koligens ginjal agar timbul banyak sekali reabsorbsi air
yang hilang kedalam urin.
 Pengaturan gastrointestinal dan hasrat makan: Perangsangan beberapa area
dalamhipotalamus dapat menyebabkan munculnya rasa lapar. Area yang
sangat berhubungandengan rasa lapar adalah area hipotalamus lateral. Pusat
yang berlawanan dengan hasratterhadap makanan, yang disebut pusat rasa
kenyang, terletak di dalam nukleus ventromedial. Bila pusat ini terangsang
ketika kita sedang makan, maka kita akan menghentikan makan.
 Bau: pusat sensasi bau terletak di mammillary body di bagian posterior
hipotalamus.
 Respon takut : diatur oleh hipotalamus lateral, yang akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah, dilatasi pupil, dan piloereksi.
 Perilaku seskual : hipotalamus anterior dan diaktivasi oleh hormone seks
(testosterone dan estrogen) yang mengontrol aktivitas seksual pria dan wanita
 Sekresi hipofisis posterior: hormon- hormon kelenjar hipofisis posterior
disintesis di badan sel saraf di nucleus supraoptik dan paraventrikular
hipotalamus, kemudian ditransport melalui akson ke ujung akson di lobus
posterior. Neuron ini memproduksi oksitosin dan antidiuretic hormone
(ADH)/ vasopressin.
 Sekresi hipofisis anterior: hormone-hormon yang disekresi oleh hipofisis
anterior dikontrol oleh hormone yang disekresi oleh neuron di hipotalamus.
 Fungsi endokrin: diatur oleh nucleus suprakhiasma yang mengontrol sekresi
hormone ACTH dengan menerima informasi dari mata dan
mengkoordinasikannya dengan berbagai irama tubuh selama 24 jam (siklus
sirkardian).

11
2.3 Mekanisme Siklus Sirkardian
Siklus sirkardian dikontrol oleh pacemaker sentral, yaitu suprachiasmatic
nucleus(SCN), yang terletak di hipotalamus anterior pada otak. SCN dibagi atas
inti dan kulit dimana neurotransmitter yang dominan dalam inti yaitu γ-
aminobutyric acid sedangkan di kulitnya adalah somatostatin dan nerophysis.
SCN ini menerima informasi tentang siklus terang-gelap melalui jalur saraf
khusus, yaitu retinohypothalamic fiber yang melintas dari optic chiasm ke SCN.
Serabut saraf eferen dari SCN menginisiasi sinyal saraf dan humoral yang bekerja
pada berbagai irama sirkadian. Irama ini termasuk irama dalam sekresi ACTH dan
hormon hipofisis lain.

SCN sering disebut sebagai master circadian clock of the body karena
perannya dalam mengatur semua fungsi tubuh yang berhubungan dengan irama
sirkadian termasuk core body temperature, sekresi hormon, fungsi kardio-
pulmoner, ginjal, gastrointestinal, dan fungsi neurobehavioral.Mekanisme
molekuler dasar dimana neuron pada SCN mengatur dan mempertahankan
iramanya adalah melalui autoregulatory feedback loop yang mengatur produk gen
sirkadian melalui proses transkripsi, translasi,dan posttranslasi yang kompleks.

Penyesuaian antara irama sirkadian internal 24 jam dengan kondisi


lingkungan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain,terutama cahaya, aktivitas
fisik, pola makan, dan sekresi hormon melatonin oleh kelenjar pineal.

Cahaya merupakan rangsang eksternal yang paling berpengaruh dalam


siklus sirkardian dan berpengaruh langsung terhadap sekresi dari melatonin.
Fotoreseptor pada retina mata yang terlibat dalam irama sirkadian berbeda dengan
fotoreseptor yang berfungsi dalam pengelihatan (roddancone). Secara spesifik,
suprachiasmatic nucleus(SCN) menerima input rangsang cahaya dari sel
ganglion pada retina mata yang mengandung melanopsin (fotopigmen),baik
secara direk, yaitu melalaui retino-hypothalamic pathway  (RH tract) dan
beberapa secara indirek, yaitu melalui lateral geniculate nucleus. Sinyal
tersebut kemudian melewati paraventricular nucleus (PVN), medula spinalis,

12
dan superior cervical  ganglion (SCG) menuju ke reseptor
Noradrenergic(NA) pada kelenjar pineal. Pelepasan norepinefrin ke
pinealosit yang diinduksi oleh keadaan gelap mengaktivasi reseptor b-
adrenergik yang berhubungan dengan aktivitas cAMP (cyclic adenosine
monophosphate) dan aktivitas N-acetyltransferase(NAT) yang merupakan
enzim yang mengatur sintesis melatonin dari serotonin, dimana keadaan
gelap akan meningkatkan aktivitas NAT 30-70 kali untuk mensekresi
melatonin, sebaliknya adanya cahaya akan menghambat sekresi melatonin.
Sekresi melatonin mulai meningkat pada malam hari, sekitar 2 jam sebelum jam
tidur normal, kemudian terus meningkat selama malam hari dan mencapai puncak
antara pukul 02.00-04.00 pagi. Sekresi melatonin nokturnal menyebabkan rasa
kantuk, penurunan suhu inti tubuh dan denyut jantung, peningkatan
pelepasan prolactin, serta menghambat aktivitas metabolic. Setelah itu,
sekresi melatonin akan menurun secara gradual pada pagi hari dan mencapai level
yang sangat rendah pada siang hari. Kadar melatonin adalah sebuah marker
dari fase sirkadian yang stabil, dan sering digunakan untuk penelitian dan
juga penentuan dari puncak siklus sirkadian.

Sepanjang hari, suprachiasmatic nucleus (SCN) secara aktif memproduksi


arousal signal yang mempertahankan kesadaran dan menghambat dorongan untuk
tidur. Pada malam hari, sebagai respon pada keadaan gelap, terjadi feedback loop
pada SCN yang diawali dengan pengiriman sinyal untuk memicu produksi
hormon melatonin yang menghambat aktivitas SCN. Melatonin dapat memicu
tidur dengan cara menekan wakepromoting signal atau neuronal firing pada
SCN. Di samping itu, melatonin dapat mengatur wake-sleep cycle melalui
mekanisme termoregulator dengan menurunkan core body temperature.

 Efek yang paling dapat dijelaskan dari peranan melatonin dalam


mengatur mekasnisme tidur adalah menurunkan sleep onset latency melalui
sleep-switch model . Secara anatomi dan fisiologis ditemukan adanya inhibisi
mutual pada aktivitas pemicu tidur pada hypothalamic ventrolateral
preopticnucleus dan aktivitas pemicu terjaga pada lateral hypothalamus,

13
locus coeruleus, dorsal raphe, dan tuberomammillary nuclei, sistem yang
dapat mengatur sleep switching. SCN dapat mempengaruhi kedua subsistem
ini melalui ventral subparaventricular zone menuju ke hypothalamic
dorsomedial nucleus, dimana berbagai fungsi sirkadian diregulasi. Proyeksi
dari dorsomedial nucleus menuju ventrolateral preoptic nucleus dapat
memicu tidur, sedangkan proyeksi menuju lateral hypothalamus
berhubungan dengan aktivitas yang terjadi dalam keadaan terjaga.
Melatonin dapat mempengaruhi switchingmechanism ini dan mempercepat
sleep onset melalui reseptor-reseptor yang banyak terdapat pada SCN.
Sedangkan peranan melatonin dalam sleep maintenance tergantung pada
durasi dan tingkat desensitisasi reseptor serta ketersediaan melatonin dalam
sirkulasi selama sleep period.

2.4 Gangguan pada siklus sirkadian

Dalam keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi


irama tidur-bangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga
untuk  bangun/aktivitas. Siklus sirkadian dapat terganggu bila terdapat
ketidakseimbangan dari ritme sirkadian tersebut. Hal ini sering disebut circadian
rhythm sleep disorder(CRSD), yaitu gangguan dimana penderita tidak dapat tidur
dan bangun pada waktu yang dikehendaki, walaupun jumlah tidurnya tatap.
Gangguan ini sangat berhubungan dengan irama tidur sirkadian normal. Bagian-
bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain temperatur
badan,plasma darah, urine,fungsi ginjal dan psikologi. Gangguan irama sirkadian
dapat dikategorikan dua bagian, yaitu bersifat sementara (acute work shift, jet lag)
dan bersifat menetap (shift worker). Keduanya dapat mengganggu irama tidur
sirkadian sehingga terjadi perubahan pemendekan waktu onset tidur dan
perubahan pada fase REM.

14
Berbagai macam gangguan tidur siklus sirkadian adalah sebagai berikut:

a. Delayed Sleep-Phase Disorder (DSPD)


DSPD ditandai dengan jadwal tidur- bangun seseorang secara teratur lebih
lambat dari yang seharusnya, biasanya lebih dari 2 jam. Pasien dengan DSPD
biasanya akan mengeluh kesulitan dalam bangun pagi dan selalu terlambat saat
kerja maupun sekolah, mengantuk pada siang hari, serta mengalami kesulitan
memulai tidur. Etiologinya masih belum diketahui. Ketika penderita diberi waktu
untuk tidur dan menyesuaikan kembali siklus sirkadiannya, penderita akan segera
normal kembali.

Insidensi

Gangguan ini sering ditemukan pada anak sekolah, pekerja sosial, terutama
remaja dan dewasa muda dengan prevalensi 7-16%.

Gejala Klinis

Orang dengan DSPD cenderung "evening types" yang biasanya tetap


terjaga antara 01:00-05.00 dan bangun menjelang siang hari. Insomnia dapat
terjadi sebagai komplikasi dari DSPD. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
menanyakan jadwal keseharian dan jadwal tidur dari penderita selama minimal 7
hari.

Penatalaksanaan

American Academy of Sleep Medicine (AASM) merekomendasikan


beberapa terapi untuk pasien dengan DSPD, diantaranya

 Chronotherapy
Chronotherapy dianggap sebagai terapi utama pada pasien DSPD,
yaitu dengan menentukan jadwal tidur-bangun menurut ritme sirkardian
dengan harapan jika jadwal tidur-bangun dapat dibuat normal, maka siklus
sirkardian pun akan ikut normal kembali. Ketika jadwal tidur-bangun
sudah normal kembali, pasien diminta untuk mempertahankan jadwal
tidur-bangun tersebut.

15
 Terapi sinar
Menjadwalkan tubuh untuk mendapat sinar matahari pada pagi
hari. selama kurang lebih 2 jam (biasanya 2-3 jam sebelum waktu bangun
tidur pasien) menunjukkan perubahan yang signifikan dalam siklus
sirkadian pada penderita DSPD.
 Pemberian melatonin
Pemberian melatonin saat sore atau malam hari 0,3-5 mg, biasanya
diberikan 2-5 jam sebelum waktu tidur, sehingga dapat membantu
penderita untuk memulai tidur, namun angka terjadi relapse setelah
pemberian selama 1 tahun mencapai 90% saat menghentikan melatonin.

b. Advanced Sleep-Phase Disorder (ASPD)


ASPD terjadi ketika seseorang secara teratur memiliki jadwal tidur dan
bangun beberapa jam lebih awal dari kebanyakan orang. Mereka memiliki
kesulitan untuk mempertahankan waktu sebelum tidur dan selalu terbangun terlalu
awal saat pagi hari sehingga penderita selalu tidur lebih awal dan bangun terlalu
pagi. Tipe ini jarang ditemukan. Walaupun pasien ini merasa waktu tidurnya
cukup dan gambaran tidur tampak normal, tetapi penempatan jadwal tidur-bangun
tidak sesuai irama tidur sirkadian, sehingga harus diperbaiki hingga normal
kembali.

Insidensi

Onset dari ASPD biasanya muncul saat usia pertengahan dan bertambah
seiring bertambahnya usia, namun lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut.

Gejala Klinis

Orang dengan ASPD cenderung "morning types", yaitu tertidur pada pukul
18.00-21.00 dan terbangun pada pukul 02.00-05.00. Penderita ASPD biasanya
mengeluhkan mengantuk saat sore hari karena terbagun terlalu pagi dan kesulitan
mengatur jam tidur.

16
Penatalaksanaan

American Academy of Sleep Medicine (AASM) merekomendasikan


chronoteraphy yaitu pengaturan jadwal waktu bangun-tidur sesuai siklus
sirkardian,serta penjadwalan ekspos cahaya, yaitu pemberian cahayasaat malam
hari selama 2 jam antara pukul 19.00-23.00 dan menghindari cahaya pagi hari
Jika terdapat kesulitan tidur(insomnia) dapat diberikan hypnotic agent.

c. Irregular Sleep-Wake Rhythm Disorder (ISWRD)


Gangguan ini terjadi ketika seseorang memiliki siklus tidur-bangun yang
tidak teratur. Tidur seseorang terfragmentasi menjadi serangkaian tidur siang yang
terjadi sepanjang periode 24 jam. Hal ini dapat terjadi karena melemahnya osilasi
central dari SCN. Dapat juga disebabkan rendahnya kadar cahaya dalam rumah
atau gangguan pada mata seperti katarak yang dapat menghalangi cahaya untuk
masuk ke dalam SCN. Penderita mengeluh insomnia kronis, kantuk berlebihan
atau keduanya.

Insidensi

Biasanya terjadi pada lansia dengan gangguan saraf seperti demensia dan
pada anak-anak dengan gangguan perkembangan seperti retardasi mental.

Gejala Klinis

Biasanya orang dengan ISWRD waktu tidurnya singkat dan terpotong-


potong, namun waktu tidurnya bisa lebih dari 2 kali selama 1 hari dam biasanya
tidur selama 1-3 jam, sehingga biasanya penderita akan mengantuk di siang hari
dan akan mengalami insomnia atau sering terbangun pada malam hari.

Penatalaksanaan

American Academy of Sleep Medicine (AASM) merekomendasikan untuk


mengatur pola waktu tidur-bangun, diberikan jadwal untuk meningkatkan

17
kegiatan yang dapat dilakukan selama pagi ke sore hari, diikuti dengan suasana
kondusif pada malam hari untuk mencegah terbangun pada malam hari. Menurut
penelitian, pemberian cahaya 2500 lux 2 jam setiap pagi hari selama 1 bulan
memberikan hasil yang baik dalam meningkatkan kewaspadaan pada siang hari,
penurunan frekuensi tidur siang dan meningkatkan waktu tidur pada malam hari.

d. Non-24-Hour Sleep-Wake Disorder (N24HSWD) or Free Running


Disorder (FRD)

GangguanN24HSWD ini terjadi ketika seseorang memiliki variabel siklus


tidur-bangun yang bergeser lambat setiap harinya,dimana tidak terjadinya
penyesuaian dari siklus sirkadian. Ini paling sering terjadi ketika otak tidak
menerima pencahayaan dari lingkungan sekitarnya, misalnya pada tuna netra.
Kadang-kadang, gangguan ini berhubungan dengan retardasi mental atau
demensia.

Gejala klinis

Gejala yang timbul tergantung dari waktu tidur masing-masing penderita,


tetapi biasanya penderita datang dengan keluhan mengantuk di siang hari
sehingga mengganggu aktivitas, insomnia, ataupun keduanya yang terjadi dalam
beberapa minggu.

Penatalaksanaan

Menurut penelitian yang dilakukan pada tuna netra, pemberian melantonin


0.5 mg (physicological dose) sama efektifnya dengan pemberian melatonin dosis
tinggi 5-10mg (pharmacological dose), bahkan pada beberapa kasus terbukti lebih
efektif dalam membantu mengembalikan siklus sirkadian normal, diberikan 1 jam
sebelum waktu tidur selama 3-9 minggu, dibantu dengan pengaturan jadwal
aktifitas di siang hari. Dibutuhkan kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi,
jika tidak dapat terjadi relaps.

18
e. Jet-Lag Disorder
Jet lag adalah suatu kondisi sementara setelah tiba di tujuan dengan gejala
yang bertahan sekitar satu hingga dua hari setelah menempuh perjalanan jauh
melewati beberapa zona waktu. Dalam lokasi yang baru ini orang harus tidur dan
bangun pada waktu yang sesuai dengannya atau jam biologis tubuhnya, sehingga
terjadi kesalahan penyesuaian dari siklus sirkadian dengan zona waktu setempat.
Tingkat keparahan masalah meningkat dengan jumlah zona waktu yang dilewati.
Kurang tidur,posisi duduk lama tidak nyaman, kualitas udara dan tekanan, stress,
kafein yang berlebihan dan penggunaan alkohol dapat meningkatkan keparahan
insomnia dan gangguan kewaspadaan dan fungsi yang terkait dengan perjalanan
transmeridian.

Insidensi

Jet lag dapat terjadi pada semua kelompok umur.

Gejala klinis

Gejala biasanya bertahan 1- 2 hari setelah tiba di tujuan, dapat berupa


kelelahan, gangguan tidur, insomnia berulang, waktu tidur terpotong-potong,
terbangun terlalu pagi. Penderita jet lag juga sering mengeluh somnolen dan
kehilangan fokus di siang hari, penurunan nafsu makan, gangguan kognitif,
iritabilitas, dan kecemasan, sehingga mengganggu dan mengakibatkan penurunan
fungsi tubuh saat beraktivitas pada siang hari.

19
Penatalaksanaan

Menurut American Academy of Sleep Medicine (AASM) penatalaksanaan


nonfarmakologis adalah hal yang paling penting dalam mengatasi jet lag.
Dianjurkan untuk menyesuaikan jadwal waktu tidur-bangun di tempat tujuan agar
irama sirkardian tidak terganggu. Pemberian cahaya kurang berefek signifikan
dalam mengurangi gejala jetlag. Menurut penelitian, pemberian melatonin 0,5-10
mg 3 hari sebelum keberangkatan diikuti dengan pemberian sebelum tidur saat di
tempat tujuan selama 5 hari terbukti dapat mengurangi gejala dari jetlag dan
memperbaiki pola tidur. Bisa juga diberikan hipnotic agent untuk membantu
aktifitas dan saat tidur penderita di tempat tujuan. Menurut penelitian, pemberian
hypnotic agents benzodiazepine, yaitu Temazepam 20 mg saat waktu tidur,
maupun non benzodiazepine, yaitu Zolpidem 10 mg saat waktu tidur selama 3-4
hari berefek signifikan terhadap total waktu tidur dan kualitas tidur, serta
mengurangi fase terbangun saat tidur.

f. Shift Work Disorder (SWD)

Gangguan shift work muncul ketika terjadi pergesaran jam kerja seseorang
dimana dijadwalkan selama periode tidur normal yang bertolak belakang dengan
siklus sirkardian normal yang berlangsung selama minimal 1 bulan. Ditandai
dengan adanya rasa kantuk yang berlebih saat bekerja, atau insomnia saat waktu
tidur.Biasanya dapat diatasi dengan penyesuaian kembali jadwal tidur sesuai
dengan waktu normal atau waktu yang dibutuhkan.

Gejala Klinik

Gejala yang sering muncul adalah kelelahan kronis, lemas, mood disorder,
dan gejala ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan somatik seperti
dispepsia. Namun gejala akan hilang setelah penyesuaian kembali dari siklus
sirkadian.

20
Penatalaksanaan
 Chronotherapy
Chronotherapy merupakan penatalaksanaan berupa penyesuaian jam kerja
dan jam tidur agar kembali menjadi normal. Berdasarkan penelitian, penyesuaian
jam kerja dan jam tidur hanya dapat dilakukan pergeseran satu sampai dua jam
per hari, tetapi ada pula pendapat bahwa penyesuaian lebih rasional apabila
langsung dilakukan secara cepat. Banyak yang mengatakan bahwa kemampuan
bekerja seseorang dapat lebih dari 10-12 jam, mereka memilih bekerja lebih
panjang agar dapat memiliki waktu luang lebih maksimal. Selain perencanaan jam
kerja ada pula perencanaan jam tidur, berdasarkan penelitian orang yang tertidur
sebelum jam tidur apalagi ditambah kafein, akan meningkatkan kewaspadaan.

 Terapi cahaya
Merupakan teknik penatalaksanaan dengan memperhatikan kuantitas
cahaya dan lama terpapar terhadap cahaya tersebut, namun berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan, penatalaksanaan ini sangat sulit dilakukan, dikarenakan
belum diketahui pasti kuantitas cahaya yang diperlukan pada saat bekerja, dan
apakah lingkungan kerja dapat mengakomodir kebutuhan cahaya tersebut. Hal ini
dilakukan pada pekerja dengan waktu kerja malam.

 Melatonin
Berdasarkan penelitian yang ada, kegunaan melatonin untuk tidur pada
siang hari sangat bervariasi, tidak dapat ditentukan kadar dan lama pemberian
melatonin, sehingga sangat sulit untuk menarik simpulan akan hal ini. Ada teori
yang menjelaskan bahwa melatonin memiliki efek yang baik terhadap pekerja
malam yang tidur di siang hari, namun berdasarkan observasi penelitian,
perbaikan pada waktu tidur berhubungan juga dengan efek hipnotik dan juga
penyesuaian jam kerja.

 Hypnotic agent
Hasil penelitian yang dilakukan mengatakan bahwa efek hypnotic agent pada
pekerja malam memberikan waktu tidur siang hari yang lebih baik, namun
penelitian lainnya meragukan adanya peningkatan kewaspadaan pada saat

21
bekerja.Walaupun begitu hypnotic agent pada pekerja malam dapat membantu
meningkatkan kualitas tidur siang hari pada pekerja malam sehingga
meningkatkan kualitas kerja dan keamanan kerja.

BAB III
KESIMPULAN

Kata sirkadian berasal dari bahasa Yunani yaitu circa berarti sekitar, dian
berarti satu hari atau 24 jam. Siklus sirkadian merupakan siklus fisiologis yang
terjadi secara periodik dalam waktu 24 jam dan dikontrol oleh  suprachiasmatic
nucleus(SCN) yangmerupakan bagian dari hipotalamus anterior. Siklus ini
mengatur berbagai proses biologis, antara lain siklus tidur dan bangun, makan,
produksi urin, termoregulasi, sekresi hormon, denyut jantung, dan perubahan
tekanan darah.

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme siklus sirkadian,


yaitufaktor eksogen yang berasal dari luar tubuh/ lingkungan sekitar dan faktor
endogen yang berasal dari dalam tubuh.

22
Terganggunya siklus sikardian seseorang dapat berdampak negatif berupa
kelelahan, berkurangnya konsentrasi, daya ingat, lemas, gangguan kognitif,
kehilangan fokus, iritabilitas dan gangguan mood. Hal tersebut dapat menurunkan
produktivitas seseorang. Jika berlangsung lama dapat menyebabkan terganggunya
kesehatan jiwa dari penderita tersebut. Gangguan irama sirkadian tersebut dapat
bersifat sementara maupun menetap.

Gangguan pada siklus sikardian perlu diperhatikan dan mendapat


pengobatan. Pengobatan dapat berupa non medikamentosa, seperti chronotherapy,
yaitu terapi perilaku termasuk mempertahankan jadwal rutin tidur-bangun serta
memperbaiki siklus tidur, terapi cahaya, maupun secara medikamentosa, yaitu
diberikan obat-obatan, salah satunya adalah melatonin.

Jika siklus sirkardian terjaga dengan baik, waktu kerja akan menjadi
efektif dan tenaga seseorang akan lebih optimal sehingga akan meningkatkan
produktivitas dan mencegah terjadinya kesalahan maupun kecelakaan dalam
bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Auger, R Robert.,etc. 2015.American Academy of Sleep Medicine Clinical


Practice Guideline :Clinical Practice Guideline for the Treatment of
IntrinsicCircadian Rhythm Sleep-Wake Disorders: Advanced Sleep-Wake
Phase Disorder (ASWPD), Delayed Sleep-Wake Phase Disorder
(DSWPD), Non-24-Hour Sleep-Wake Rhythm Disorder (N24SWD), and
Irregular Sleep-Wake Rhythm Disorder (ISWRD). Available at
http://www.aasmnet.org/resources/practiceparameters/review_circadianrhy
thm.pdf [Accesed 18 November 2016]

Darien, 2008. Circadian Rhythm Sleep Disorders. American Academy of


SleepMedicine,IL 60561(AASM)

23
Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Iswari, N. & Wahyuni, A. 2008.Melatonin sebagaiPenanganan Insomnia Primer


Kronis. FakultasKedokteran Udayana

NCBI. (2005). Sleep and Circadian Rythm in Human. Neuroscience.

Sack, Robert L.,etc. 2007.American Academy of Sleep Medicine Clinical Practice


Guideline :Circadian Rhythm Sleep Disorders: Part II, Advanced Sleep
Phase Disorder, Delayed Sleep Phase Disorder, Free-Running Disorder,
and Irregular Sleep-Wake Rhythm. Available at

http://www.aasmnet.org/resources/practiceparameters/review_circadianrhy
thm2.pdf [Accesed 19 November 2016]

Sapper, et al. (2005). Hipotalamic Regulation of Sleep and Circadian Rhythms.


Massachusetts: NATURE.

24

Anda mungkin juga menyukai