Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN THT-KL LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

POLIP NASI KONKA NASALIS SINISTRA

DISUSUN OLEH:
Supriadi
111 2018 2145

PEMBIMBING :
dr. Sri Wartati, Sp.THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS


KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Kasus ini dengan judul “Polip Nasi”.

Laporan Kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan


klinik bagian THT-KL , Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Muslim
Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pengajar THT-KL khususnya pembimbing saya dr. Sri Wartati, Sp.THT-KL atas
bimbingannya selama berlangsungnya pendidikan di bagian THT-KL ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan semaksimal mungkin. Demikian
yang dapat penulis sampaikan, mudah-mudahan Laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan.

Makassar, 15 September 2020

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

Polip nasi adalah lesi jinak yang berasal dari mukosa rongga hidung atau
sinus paranasal. Polip nasi terlihat sebagai massa yang halus, lonjong, semi
tanslusen, yang lebih banyak ditemukan di meatus medius dan sinus etmoid. Polip
nasi adalah penyakit yang sangat tak menyenangkan yang dapat mengganggu
kualitas hidup penderitanya, meskipun diagnosis mudah ditegakkan, tetapi karena
etiopatogenesisnya yang masih belum jelas, hasil pengobatan tidak memuaskan
dan
rekurensi yang tinggi, menyebabkan kasus ini merupakan tantangan bagi dokter
spesialis Telinga, Hidung dan Tenggorok (THT).
Mekanisme keadaan patologik sampai terjadinya polip nasi masih belum
jelas. Terlihat massa tunggal atau multiple dalam rongga hidung. Walaupun
etiologi pasti belum jelas, patogenesis telah berkembang luas pada akhir-akhir ini,
sehingga membuka perspektif pilihan untuk pengobatan.
Pengobatan polip hidung masih dalam perdebatan. Operasi atau obat atau
keduanya direkomendasikan sebagai pengobatan pilihan. Pengobatan polip nasi
meliputi obat,terutama topikal dan sistemik steroid. Banyak kepustakaan telah
menyatakan efektivitas penggunaan steroid. Tujuan pengobatan adalah untuk
mengecilkan ukuran polip, atau kalau mungkin membuangnya, sehingga gejala
hilang terutama sumbatan hidung, hiposmia, anosmia dan mengurangi frekuensi
infeksi serta memerbaiki gejala yang menyertai di saluran nafas bawah, di
samping itu juga mencegah komplikasi seperti mukokel dan gejala pada mata.
Steroid juga diindikasikan untuk persiapan operasi. Operasi dilakukan bila
pengobatan klinis dengan obat gagal.
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. LS
Umur : 16 tahun
Agama : Kristen
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Perumnas 4 Waena
Tanggal periksa : 14 Januari 2019

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 14 Januari 2018 di
Polik THT-KL RSUD Jayapura.
Keluhan utama : Hidung tersumbat
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke RSUD Jayapura dengan keluhan hidung tersumbat
sebelah kiri sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit, keluhan dirasakan
setiap saat semakin lama semakin memberat. Terkadang pasien merasakan
pilek dan sakit kepala. Keluhan ini muncul secara perlahan-lahan, lalu
kemudian menetap hingga sekarang. Pasien sering merasa penuh didalam
hidung dan sulit membuang lendir.
Keluhan ini dirasakan sedikit mengganggu aktifitas, terkadang, pasien
mengeluh sulit bernafas dari hidung dan sakit kepala hingga bagian mata
sehingga membuat pasien sulit tidur. Demam, batuk, dan sakit tenggorokan
disangkal. Selain itu nyeri pada hidung dan napas bau juga disangkal. Pasien
masih merasakan penciumannya.
Sekitar 3 hari yang lalu, pasien mengeluhkan keluar cairan bening yang
menetes dari hidung kiri, tidak berbau, dan dalam jumlah sedikit. Pasien
merasakan keluhan hidung tersumbat dan beringus terasa berat jika pasien
minum es.
Pasien mengaku memiliki kebiasaan sering mengkorek-korek
hidungnya. Pasien menyangkal adanya alergi.

Riwayat penyakit dahulu:


Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Riayat radang
tenggorokan disangkal, Riwayat asma (-) alergi (-) sinusitis (-) riwayat
operasi (-)
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien.
Riwayat alergi (-), asma (-)

Riwayat Kebiasaan dan Sosial Ekonomi:


Pasien merupakan seorang pelajar, pasien tinggal bersama kedua orang
tua dan 3 saudara kandung. Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk,
kondisi rumah tidak begitu luas namun bersih. Kebiasaan minum es dan
makan gorengan disangkal, merokok dan minum alkohol disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan umum : Sedang


 Kesadaran : Compos Mentis
 Vital Sign :
Tekanan darah: 120/70 mmHg
Suhu : 36 °C
Nafas : 20 x/menit
Nadi : 67 x/menit
 Status generalis
Kepala : Normocephali
Mata : conjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, udem palpebra (-)
Leher : KGB tidak teraba membesar, tiroid tidak teraba membesar
Thorax : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Status lokalis
 Telinga
Auric
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Bentuk telinga Normotia
Aurikula Kelainan kongenital - -
Peradangan - -
Massa - -
Nyeri tarik - -
Nyeri tekan tragus - -
Preaurikuler & Kelainan kongenital - -
Retroaurikuler Peradangan - -
Massa - -
Edema - -
Sikatrik - -
Fistula - -
Pembesaran KGB - -
Nyeri tekan - -
Liang telinga luar Kelainan kongenital - -
Peradangan - -
Massa - -
Edema - -
Fistula - -
Kelainan kulit - -
Sekret - -
Serumen + +
Membran timpani Intak + +
Warna Putih keabuan Putih keabuan
spt mutiara spt mutiara
Refleks cahaya + +

Gambar :

Da Dal

lam batas normal am batas normal

Tidak dapat Tidak dapat


Cavum Timpani
dinilai dinilai

Garpu Tala
Tidak dilakukan pemeriksaan

 Hidung
Kavum Nasi
Pemeriksaan
Dextra Sinistra
Inspeksi
Bentuk Simetris kanan dan kiri
Sikatrik - -
Hematom - -
Racoon’s eye - -
Palpasi
Nyeri tekan sinus paranasal - -
Krepitasi - -
Massa - -
Rhinoscopy anterior
Cavum nasi Mukosa pucat,
Tampak massa
Lapang licin mengisi
meatus media,
sekret (+)
Mukosa cavum nasi Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Sekret + +
Konka inferior Hipermis (-) Hipermis (-)
Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Konka media Hipermis (-) Hipermis (-)
Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Meatus inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Meatus media Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Massa pucat (+) Massa (-)
Septum anterior Deviasi (-) Deviasi (-)
Rhinoscopy posterior
Nasofaring
Koana
Konka superior
Tidak dilakukan pemeriksaan
Konka media
Kelenjar adenoid
Massa
Nasoendoskopi

Gambar 1. Nasoendoskopi menunjukkan adanya polip


Nasal polyp
 Tenggorokan
Pemeriksaan Kondisi
Faring & Rongga Mulut
Bibir Sianosis (-)
Mukosa mulut Hiperemis (-)
Lidah Normal
Gusi Normal
Gigi berlubang Normal
Palatum durum Hipermis (-)
Palatum mole Hipermis (-)
Uvula Hipermis (-), Deviasi (-)
Arkus faring Granul (+), Sekret (+)
Tonsil Normal, T1 – T1
Hipofaring & Laring Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Radiologi: Ro thorax PA, Waters
Laboratorium : Darah Lengkap

V. DIAGNOSIS
Dx : Polip Nasi Konka Nasalis Sinistra
DD : Hipertrofi konka nasal

VI. TATALAKSANA
a. Medikamentosa :
 Kortikosteroid topical
Fluticasone furoate nasal spray 3 x 2 nasal (S)
 Kortikosteroid sistemik
Metilprednisolon tab 3 x 4 mg
 Antibiotik sistemik
Cefadroxil caps 2 x 500 mg
 Anti inflamasi nonsteroid (NSAIDs)
Asam mefenamat tab 3 x 500 mg

b. Operatif :
Polipektomi

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : dubia

Quo ad Sanationam : dubia

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1.

2.

3.

3.1. Polip Nasi

3.1.1. Definisi Polip Nasi

Kata polip berasal dari Yunani (Polypous) yang kemudian dilatinkan

(polyposis) dan berarti berkaki banyak. Polip hidung adalah masa yang
tumbuh dalam rongga hidung, sering kali multiple dan bilateral. Massa ini

lunak berwarna putih keabu-abuan, agak transparan, permukaan licin

mengkilat, bertangkai dan mudah digerakkan. Berasal dari epitel dimeatus

medius, ethmoid atau sinus maksila. Dapat menjadi besar dan dapat memenuhi

rongga hidung dan sampai keluar dari nares anterior. Ada polip yang tumbuh

ke posterior ke arah nasofaring dan disebut polip koanal, sering tidak terlihat

pada pemeriksaan rinoskopi anterior. Polip koanal paling sering berasal dari

sinus maksila (antrum). Sehingga disebut juga polip antrokoanal. Polip koanal

yang lain adalah sfenokoanal dan etmoidokoanal.

Polip nasi adalah masa lunak yang mengandung banyak cairan di

dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat

inflamasi mukosa. Polip dapat timbul pada laki-laki ataupun perempuan, dari

usia anak-anak hingga usia lanjut (Adams dkk., 1997).

3.1.2. Epidemiologi Polip Nasi

Prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan

4,2% di Finlandia. Di Amerika Serikat prevalensi polip nasi diperkirakan

antara 1-4%. Pada anak-anak sangat jarang ditemukan dan dilaporkan hanya

sekitar 0,1%. Penelitian Larsen dan Tos di Denmark memperkirakan insidensi

polip nasi sebesar 0,627 per 1000 orang per tahun. Di Indonesia studi
epidemiologi menunjukkan bahwa perbandingan pria dan wanita 2-3:1 dengan

prevalensi 0,2% 4,3% (Erbek et al., 2007; Soepardi dkk., 2007).

3.1.3. Etiologi Polip Nasi

Sampai sekarang etiologi polip masih belum diketahui dengan pasti

tapi ada 3 faktor yang penting dalam terjadinya polip, yaitu :

1. Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan

sinus.

2. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor

3. Adanya peningkatan tekanan cairan interstisial dan edema mukosa

hidung.

Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif

atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan

polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa

infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan

dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan

mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam

rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler

dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau

pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang

pada anak – anak. Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip

antara lain :

1. Alergi terutama rinitis alergi.


2. Sinusitis kronik.

3. Iritasi.

4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan

hipertrofi konka.

3.1.4. Patofisiologi Polip Nasi

Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik,

disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetic. Menurut teori Bemstein,

terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang

berturbulensi, terutama di daerah sempit di kompleks ostiomeatal. Terjadi

prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar

baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel

yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.

Teori lain mengatakan karena ketidak seimbangan saraf vasomotor

terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskular yang

mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan

menyebabkan edema dan lama-kelamaan menjadi polip.

Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar

menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk

tangkai.

3.1.5. Manifestasi Klinis dan Diagnosis Polip Nasi

 Anamnesis

Gejala primer : hidung tersumbat, terasa ada masa dalam hidung,

sukar mengeluarkan ingus dan hiposmia atau anosmia.


Gejala sekunder : ingus turun kearah tenggorok (post nasal drip),

rinore, nyeri wajah, sakit kepala, telinga rasa penuh, mengorok, gangguan

tidur, dan penurunan kualitas hidup.

Dapat menyebabkan gejala pada saluran napas bawah, berupa batuk

kronik dan mnegi, terutama pada penderita polip nasi dengan asma. Selain

itu, ditanyakan riwayat rinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan

alergi obat lainnya serta alergi makanan.

 Pemeriksaan Fisik

Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar

sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada

pemeriksaan rhinoskopi anterior terlihat sebagian massa yang berwarna

pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakan.

Gambar 2. Polip pada pemeriksaan rinoskopi anterior

Stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997) :

 Grade 1 : Polip masih terbatas di meatus medius

 Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga

hidung tapi belum memenuhi rongga hidung

 Grade 3 : Polip yang massif


Biasanya polip sudah dapat terlihat pada pemeriksaan rinoskopi

anterior. Polip yang sangatbesar dapat mendesak dinding rongga

hidungsehingga menyebabkan deformitas wajah (hidungmekar). Polip

kecil yang berada di celah meatusmedius sering tidak terdeteksi pada

rinoskopianterior dan baru terlihat pada nasoendoskopi.

 Pemeriksaan Penunjang

Nasoendoskopi

Endoskopi akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang baru.

Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan

rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi. Pada

kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari

ostium asesorius sinus maksila.


Gambar 3. Polip pada pemeriksaan nasoendoskopi

Pemeriksaan Radiologi

Foto polos SPN (posisi Waters, AP, Caldwell, lateral) dapat

memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di

dalam sinus, tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan

tomografi komputer (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat

dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses

radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada KOM. CT scan

diindikasikan terutama untuk kasus polip yang gagal diobati dengan terapi

medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan ada perencanaan

tindakan bedah terutama bedah endoskopi.

3.1.6. Diagnosis Banding Polip Nasi

Diagnosis banding dari polip nasi adalah sebagai berikut :

a. Angiofibroma Nasofaring Juvenil

Etiologi dari tumor ini belum diketahui. Menurut teori, jaringanasal

tumor ini mempunyai tempat perlekatan spesifik di dinding posterolateral

atap rongga hidung. Dari anamnesis diperoleh adanyakeluhan sumbatan

pada hidung dan epistaksis berulang yang masif.Terjadi obstruksi hidung

sehingga timbulrhinorhea kronis yang diikuti gangguan penciuman. Oklusi

pada tuba Eustachius akan menimbulkan ketulian atau otalgia. Jika ada
keluhan sefalgia menandakan adanya perluasan tumor ke intrakranial.Pada

pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi posterior terlihat adanyamassa tumor

yang konsistensinya kenyal, warna bervariasi dari abu-abusampai merah

muda, diliputi oleh selaput lendir keunguan. Mukosamengalami

hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan ulcerasi.

Pada pemeriksaan penunjang radiologik konvensional akan terlihat

gambaranklasik disebut sebagai tanda Holman Miller yaitu pendorongan

prosesusPterigoideus ke belakang.Pada pemeriksaan CT scan dengan zat

kontras akan tampak  perluasan tumor dan destruksi tulang sekitarnya.

Pemeriksaanarteriografi arteri karotis interna akan memperlihatkan

vaskularisasitumor. Pemeriksaan PA tidak dilakukan karena merupakan

kontraindikasi karena bisa terjadi perdarahan. Angiofibroma Nasofaring

Juvenil banyak terjadi pada anak atau remaja laki-laki.

b. Keganasan pada hidung

Etiologi belum diketahui, diduga karena adanya zat-zat kimia seperti

nikel, debu kayu, formaldehid, kromium, dan lain-lain. Paling sering terjadi

pada laki-laki. Gejala klinis berupa obstruksi hidung, rhinorhea, epistaksis,

diplopia, proptosis, gangguan visus, penonjolan pada palatum, nyeri pada

pipi, sakit kepala hebat dan dapat disertai likuorhea. Pemeriksaan CT scan

memperlihatkan adanya pendesakan dari massa tumor. Pemeriksaan PA

didapatkan 85% tumor termasuk selsquamous berkeratin.

3.1.7. Tatalaksana Polip Nasi


Prinsip pengelolaan polip adalah dengan operatif dan non operatif.

Pengelolaan polip nasi seharusnya berdasarkan faktor penyebabnya, tetapi

sayangnya penyebab polip nasi belum diketahui secara pasti. Karena penyebab

yang mendasari terjadinya polip nasi adalah reaksi alergi, pengelolaanya adalah

mengatasi reaksi alergi yang terjadi. Polip yang masih kecil dapat diobati

dengan konservatif.

1) Terapi Konservatif 

Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid :

a. Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10

hari, kemudian dosis diturunkan perlahan – lahan (tappering off).

b. Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau prednisolon

0,5 cc, tiap 5 – 7 hari sekali, sampai polipnya hilang.

c. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan

obat untuk rinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai

lanjutan pengobatn kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini

sangat kecil, sehingga lebih aman.

2) Terapi operatif 

Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan ektraksi polip

(polipektomi) dengan menggunakan senar polip. Selain itu bila terdapat

sinusitis, perlu dilakukan drenase sinus. Oleh karena itu sebelum operasi

polipektomi perlu dibuat foto sinus paranasal untuk melihat adanya

sinusitis yang menyertai polip ini atau tidak. Selain itu, pada pasien polip

dengan keluhan sakit kepala, nyeri di daerah sinus dan adanya perdarahan
pembuatan foto sinus paranasal tidak boleh dilupakan. Tindakan operasi

yang dapat dilakukan meliputi :

a. Polipektomi intranasal 

b. Antrostomi intranasal

c. Ethmoidektomi intranasal

d. Ethmoidektomi ekstranasale.Caldwell-Luc (CWL)

Teknik Caldwell-Luc adalah teknik polipektomi yang banyak

digunakan untuk mengangkat massa polip yang berada intra antrum.

Pendekatan melalui prosedur Caldwell-Luc memberi akses yang cukup

luas pada antrum, sehingga pengangkatan massa polip dapat dilakukan

secara komplit. Efek samping tindakan Caldwell-Luc adalah trauma

nervus infra-orbital, edema pada pipi post-operatif, parestesi, gangguan

pertumbuhan gigi dan wajah pada anak serta waktu perawatan yang

lebih lama, sehingga prosedur Caldwell- Luc tidak direkomendasikan

untuk polipektomi pada anak.

e. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)

Prinsip tindakan BSEF adalah membuang jaringan yang

menghambat KOM dan memfasilitasi drainase dengan tetap

mempertahankan struktur anatomi normal. Teknik bedah sinus

endoskopi fungsional meliputi unsinektomi, etmoidektomi,

sfenoidektomi dengan etmoidektomi, bedah resesus frontalis,

antrostomi maksila, konkotomi dan septoplasti.


Indikasi absolut tindakan BSEF adalah rinosinusitis dengan

komplikasi, mukosil yang luas, rinosinusitis jamur alergi atau invasif

dan kecurigaan neoplasma. Indikasi relatif tindakan ini meliputi polip

nasi simptomatik dan rinosinusitis kronis atau rekuren simptomatik

yang tidak respon dengan terapimedikamentosa.

Gambar 4. Prinsip bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF):

membuang jaringan yang menghambat KOM

Komplikasi pasca tindakan BSEF dapat dibedakan menjadi

komplikasi awal dan lanjut. Komplikasi awal meliputi hematoma

orbita, penurunan penglihatan, diplopia, kebocoran cairan

serebrospinal, meningitis, abses otak, cedera arteri karotis dan epifora.


Komplikasi lanjut yang dapat terjadi adalah rekurensi, mukosil dan

miosferulosis akibat salep yang digunakan dan benda asing.

Komplikasi orbita dan intrakranial juga dapat terjadi sebagai

komplikasi lanjut

3.1.8. Komplikasi Polip Nasi

Polip yang massif atau polip single yang besar (polip antral-koanal)

yang mengobstruksi rongga hidung dan atau nasofaring akan menyebabkan

gejala obstruksi tidur dan ganggun pernfasan kronik.

3.1.9. Prognosis Polip Nasi

Polip nasi dapat muncul kembali selama iritasi alergi masih tetap

berlanjut. Rekurensi dari polip umumnya terjadi bila adanya polip yang

multipel.  Polip tunggal yang besar seperti polip antral-koanal jarang terjadi

relaps.

Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya

juga perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang paling

ideal pada rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab

dan eliminasi.

Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan atau tanpa

dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung

kortikosteroid atau tidak. Dan untuk alergi inhalan dengan gejala yang berat

dan sudah berlangsung lama dapat dilakukan imunoterapi dengan cara


desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila pengobatan

cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.


Gambar 10. Algoritma Penatalaksanaan Polip Hidung & Sinus Paranasal

Sumber: Perhati (2007)

DAFTAR PUSTAKA

Adams GL, Boies LR, Higler PH. 1997. Boies buku ajar penyakit THT, edisi ke-
6.
Jakarta: EGC. hlm 246-7.

Erbek SS, Erbek S, Topal O, Cakmak O. 2007. The role of allergy in the severity
of nasal polyposis. Am J Rhinol. 21(6): 686-90.
Soepardi, E. A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R. D. 2014. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Ed. 7. Jakarta:
FKUI.
Erna M. Marbun. Penatalaksanaan Polip Nasi dengan operasi Fungsional
Endoskopik Sinus. Jakarta:Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana.

Anda mungkin juga menyukai