PENDAHULUAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 43 tahun
Alamat : Liwa
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Petani
Tanggal periksa : 03 Juli 2018
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 03 juli 2018 di Poli
THT-KL RSUD Jend Ahmad Yani.
Status lokalis
Pemeriksaan Telinga
Auric
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Bentuk telinga Normotia
Aurikula Kelainan kongenital - -
Peradangan - -
Massa - -
Nyeri tarik - -
Nyeri tekan tragus - -
Preaurikuler & Kelainan kongenital - -
retroaurikuler Peradangan - -
Massa - -
Edema - -
Sikatrik - -
Fistula - -
Pembesaran KGB - -
Nyeri tekan - -
Liang telinga luar Kelainan kongenital - -
Peradangan - -
Massa - -
Edema - -
Fistula - -
Kelainan kulit - -
Sekret - -
Pemeriksaan Hidung
Kavum Nasi
Pemeriksaan
Dextra Sinistra
Inspeksi
Bentuk Tampak Simetris kanan dan kiri
Sikatrik - -
Hematom - -
Palpasi
Nyeri tekan sinus paranasal - -
Krepitasi - -
Massa - -
Rhinoscopy anterior
Cavum nasi lapang Lapang
Mukosa cavum nasi Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Sekret - -
Konka inferior Hipermis (-) Hipermis (-)
Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Konka media Hipermis (-) Hipermis (-)
Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Meatus inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Meatus media Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Massa (-) Massa (-)
Septum anterior Deviasi (-) Deviasi (-)
Rhinoscopy posterior
Nasofaring
Koana
Konka superior
Konka media
Kelenjar adenoid Tidak dilakukan pemeriksaan
Massa
Pemeriksaan Tenggorok
Pemeriksaan Kondisi
Faring & Rongga Mulut
Bibir Sianosis (-)
Mukosa mulut Hiperemis (-)
Lidah Normal
Gusi Normal
Gigi berlubang Normal
Palatum durum Hipermis (-)
Palatum mole Hipermis (-)
Uvula Hipermis (-), Deviasi (-)
Arkus faring Hipermis (-), Simetris
Tonsil Normal, T1 – T1
Hipofaring & Laring
Pita suara Hipermis (-), Deviasi (-), massa (-)
Epiglottis Hipermis (-)
Esophagus Lapang
RESUME
A. Anamnesis
a. Keluhan utama: pendengaran berkurang pada telinga kanan 1 minggu yang lalu
b. Riwayat penyakit sekarang :
1. Pendengaran berkurang (+)
2. T elinga terasa penuh (+)
c. Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Keluhan yang sama : disangkal
Riwayat ISPA : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
d. Riwayat penyakit keluarga:
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat ISPA : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
B. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala – leher : Dalam batas normal
b. Telinga
Pemeriksaan Rutin Umum Telinga :
Pada telinga kanan:
MAE : lapang, hiperemis (-), serumen (+) menutupi membrane timpani.
Membran timpani : tidak dapat dinilai
Pemeriksaan Rutin Khusus : Tidak dilakukan
C. Diagnosis
Dx : Tuli Konduktif auricula dextra ec serumen prop
Tuli sensorineural auricula dextra ec serumen prop
Dx : Tuli Konduktif auricula dextra ec serumen prop
D. Penatalaksanaan
a) Ekstraksi Serumen
b) Non-medikamentosa
Hindari aktivitas yang berhubungan dengan suara yang bising
Tidak boleh mengorek telinga dengan tangan atau benda apapun
Tidak boleh kemasukan air/basah
IV. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Functionam : ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam
III
TINJAUAN PUSTAKA
HCO3 (mM) 31 21 21
Stria vaskularis terdiri dari 3 lapisan sel yaitu sel marginal, sel
intermediet dan sel basal. Sel-sel stria vaskularis merupakan satu-satunya sel
yang berhubungan dengan pembuluh darah di koklea. Stria vaskularis
bertanggung jawab dalam menjaga konsentrasi ion kalium dalam cairan
endolimfe tetap tinggi dan menjaga potensial endolimfe skala media positif
tetap tinggi (Gillespie& Müller, 2009).
Membran basilaris adalah struktur fibrosa yang berlapis-lapis dari
lamina spiral pars osseus ke ligamentum spiralis. Elastisitas membran
basilaris bervariasi di sepanjang koklea dari kekakuan dan kelebarannya.
Membran basilaris tampak kaku dan sempit di daerah basis koklea dan
tampak lebih fleksibel dan luas di daerah apeks koklea (Moller, 2006;
Guyton & Hall, 2006; Gillespie & Müller, 2009).
Organ Corti merupakan rumah dari sel sensoris pendengaran. Organ
Corti terletak di sepanjang membran basilaris, dan menonjol dari basis ke
apeks koklea (Despopoulos & Silbernagl, 2003). Ukuran organ Corti
bervariasi secara bertahap dari basis koklea ke apeks koklea. Organ Corti di
basal lebih kecil sedangkan organ Corti di apeks koklea lebih besar (Guyton
& Hall, 2006). Organ Corti terdapat sel- sel yang terdiri dari sel sensoris (sel
rambut dalam dan sel rambut luar), sel pendukung (sel Deiters, sel
Phalangeal dalam), ujung saraf aferen (ganglion spiral tipe 1 dan 2) dan
eferen (olivokoklear medial dan lateral), sel pilar dalam dan luar dan sel
Hensen (Moller, 2006; Guyton & Hall, 2006; Gillespie & Müller, 2009).
c. Lemniskus lateralis
Terdiri dari sel-sel akson yang terletak pada kompleks nukleus koklearis,
kompleks olivaris lateralis dan lemniskus lateralis. Lemniskus lateralis
mempunyai tiga nukleus yaitu nukleus dorsalis, ventralis dan intermedius
yang letaknya pada pons rostral. Nukleus dorsalis kanan dan kiri
dipertemukan oleh komissura Probst. Akson-akson dari nukleus dorsalis
berakhir pada kolikulus inferior ipsilateral atau kontralateral via komissura
Probst (Mills, Khariwala & Weber 2006).
d. Kolikulus inferior
Terdiri dari daerah sentral atau kolikulus inferior sentral yang
dikelilingi oleh belt area. Kolikulus inferior sentral kanan dan kiri
dihubungkan dengan suatu komissura. Kolikulus inferior sentral ini
menerima proyeksi kontralateral dari masing-masing subdivisi kompleks
nukleus koklearis. Bilateral dari olivaris superior lateralis dan dari nukleus
dorsalis dan intermedius lemniskus lateralis serta pada ipsilateral dari
olivaris superior medius, nukleus korpus trapezoideus medius dan nukleus
lemniskus lateralis ventralis. Belt area menerima proyeksi dari nukleus
lemniskus lateralis dorsalis dan ventralis dan dari nukleus koklearis ventralis
dan dorsalis. Akson-akson dari kolikulus juga membentuk kolikulus
inferior brakialis. Pada kolikulus inferior sentralis, nada frekuensi rendah
terletak pada daerah dorsalis dan frekuensi tinggi pada ventrolateralis
(Rappaport & Provencal 2002).
e. Korpus genikulatum medialis
Korpus genikulatum medialis merupakan bagian dari talamus auditori
yang mewakili penyampaian thalamus antara kolikulus inferior dan korteks
auditori. Dibagi dalam 3 nukleus yaitu nukleus ventralis, dorsalis dan
medialis. Korpus ini akan mengirimkan sinyal ke korteks auditorius. Nada
frekuensi rendah terletak pada bagian lateralis dari nukleus ventralis dan
frekuensi tinggi pada daerah medialis (Rappaport & Provencal 2002; Mills,
Khariwala & Weber, 2006).
f. Korteks auditorius
Terdiri dari daerah primer (girus Heschl), yang terletak pada bagian atas
gyrus temporalis yang dikelilingi oleh Belt area. Belt area meliputi temporal,
gyrus temporalis posterosuperior (area Broadmann 22), gyrus angularis (area
Broadmann 40) dan insula. Hantaran suara pada korteks auditorius yaitu
pada area Broadmann 22. Kolikulus inferior sentralis, korpus genikulatum
medialis ventralis dan korteks auditorius primer merupakan jalur
pendengaran yang utama (Mills, Khariwala & Weber, 2006; Moller, 2006).
b. Postlingual
Gangguan pendengaran postlingual terjadi setelah berkembangnya
kemampuan berbahasa pada seseorang. Biasanya terjadi setelah berusia 6
tahun. Gangguan pendengaran postlingual jauh lebih jarang terjadi bila
dibandingkan dengan gangguan pendengaran prelingual. Biasanya gangguan
pendengaran postlingual yang terjadi secara tiba-tiba disebabkan oleh
meningitis ataupun penggunaan obat-obat ototoksik seperti gentamisin
(Smith & Wolfe, 2013).
b. Faktor Didapat
Antara lain dapat disebabkan :
1. Infeksi
Rubela konginel, cytomegalovirus, toksoplasmosis, virus herpes,
simpleks, meningitis bakteri, otitis media kronik purulenta,
mastoiditid, endolabrintitis, kongenital sifilis. Toksoplasma, rubela,
cytomegalovirus menyebabkan gangguan pendengaran dimana
gangguan pendengaran sejak lahir akibat infeksi cytomegalogavirus
sebesar 50% dan toksoplasma konginetal 10-15%, sedangkan untuk
infeksi herpes simpleks sebesar 10%. Gangguan pendengaran yang
terjadi bersifat tuli sensorineural. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa 70% anak yang mengalami infeksi cytomegalovirus kongenital
mengalami gangguan pendengaran sejak lahir atau selama masa
neonatus. Pada meningitis bakteri melalui laporan post-mortem dan
beberapa studi klinis menunjukkan adanya kerusakan di koklea atau
saraf pendengaran, namun proses patologi yang terjadi tidka begitu
diketahui sehingga menyebabkan gangguan pendengaran masih belum
dapat dipastikan.
2. Neonatal hiperbilirubinemia
Neonatal hiperbilirubinemia merupakan penyakit hemolisis
pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh neonatal jaundice. Penyakit
neonatal jaundice kebanyakan disebabkan oleh jalur metabolisme
bilirubin yang belum matang pada bayi baru lahir. Neonatal
hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana kadar bilirubon total >5
mg/dl. Hiperbilirubinemia tampak secara ikterus. Ikterus neonatum
adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus
pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang
berlebih.
Bilirubin tak terkonjugasi yang masuk dalam otak terutama
dalam bentuk bebas atau bilirubin anion, berikatan dengan fosfolipid
dan gangliosida pada permukaan membran plasma neuron. Ikatan
antara bilirubin anion-fosfolipid kompleks merupakan ikatan yang
tidak stabil. Bilirubin anion mengambil ion hidrogen dan membentuk
asam bilirubin yang menempel kuat pada membran. Asam bilirubin
tersebut akan menyebabkan kerusakan pada membran plasma
sehingga dapat menyebabkan bilirubin anion masuk ke dalam sel
neuron. Bilirubin anion yang masuk ke dalam sel akan berikatan
dengan fosfolipid pada membran organel subseluler seperti
mitokondria, retikulum endoplasma dan nukleus. Ikatan ini akan
menyebabkan terbentuknya asam bilirubin dan kerusakan membran
di tingkat subseluler. Kerusakan tersebut memberikan dampak
terhadap multisistem enzim dan menyebabkan kerusakan sel neuron.
Salah satu bentuk neurotoksisitas bilirubin adalah abnormalitas
sistem auditori pada hiperbilirubinemia. Berdasarkan bukti tes
audiometrik didapatkan gangguan pendengaran dominan bilateral
pada frekwensi tinggi dan simetris dengan fungsi perkembangan suara
yang abnormal. Hal tersebut berhubungan dengan lesi patologis pada
nukleus koklear. Bilirubin yang terdapat pada otak dapat merusak
nuclei audiotori sentral dan jalur vestibular, nuclei serebellar dan
ganglia basalis yang dihubungkan dengan hipereaktivitas vestibuler.
Terdapat manifestasi auditori sentral yang patologis, melibatka
struktur auditori batang otak termasuk nuclei dorsal koklear maupun
ventral, kompleks olivarius superior, nuclei lemniskus lateralis, dan
kolikuli inferior tanpa keterlibatan thalamus maupun cortical auditory
pathways. Tujuh puluh tiga persen bayi dengan kadar bilirubin >
12mg/dl ternyata memiliki hasil BERA abnormal (Baradaranfar et al,
2011).
3. Masalah perinatal
Masalah perinatal adalah masalah-masalah yang terjadi pada
masa perinatal. Masa perinatal adalah yakni masa antara 28 minggu
dalam kandungan sampai 77 hari setelah kelahiran yang merupakan
masa dalam proses tumbuh kembang anak khususnya kembang otak.
Masalah perinatal meliputi prematuritas (suatu keadaan yang belu
matang, yang ditemukan pada bayi yang lahir pada saat usia
kehamilan belum mencapai 37 minggu), anoksia berat,
hiperbilirubinemia, obat ototoksik (gangguan yang terjadi pada alat
pendengaran yang terjadi karena efek samping dari konsumsi obat-
obatan).
Faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran pada neonatus:
a. Riwayat keluarga ditemukan ketulian
b. Infeksi intrauterin
c. Abnormalitas pada kraniofasial
d. Hiperbilirubinemia yang memerlukan tranfusi tukar
e. Penggunaan obat ototoksik aminoglikosida lebih dari
5 hari atau penggunaan antibiotik tersebut dengan obat
golongan loop diuretik.
f. Meningitis bakteri
g. Apgar skor <4 pada saat menit pertama setelah
dilahirkan, atau apgar skor < 6 pada menit kelima.
h. Memerlukan penggunaan ventilasi mekanik lebih dari 5
hari.
i. Berat lahir < 1500 gram
j. Manifestasi dari suatu sindroma yang melibatkan
ketulian.
Meskipun faktor risiko yang telah disebutkan merupakan suatu
indikasi untuk dilakukan pemeriksaan untuk menentukan adanya suatu
gangguan pendengaran, akan tetapi di lapangan ditemukan bahwa
50% neonatus dengan gangguan pendengaran tidak mempunyai faktor
risiko. Oleh karena itu direkomendasikan suatu pemeriksaan gangguan
pendengaran pada seluruh neonatus setelah lahir atau setidaknya usia
tiga bulan (Bielecki, Horbulewicz & Wolan, 2011).
4. Obat ototoksik
Obat-obatan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran
adalah golongan antibiotika; erythromycin, gentamicin, streptomycin,
netilmicin, amikacin, neomycin (pada pemakaian tetes telinga),
kanamycin, etiomycin, vancomycin. Glongan diuretika : furosemide.
5. Trauma
Fraktur tulang temporal, pendarahan pada telinga tengah atau
koklea, dislokasi osikular, trauma suara.
6. Neoplasma
Bilateral acoustic neurinoma (neurofibromatosis 2), cerebellopontine
tumor, tumor pada telinga tengah (contoh : rhabdomyosarcoma,
glomustumor).
Penyebab tuli sensorineural dibagi menjadi:
a. Koklea
Penyebab tuli sensorineural yang berasal dari koklea terdiri dari:
1. Labirinitis (oleh bakteri/ virus)
Merupakan suatu proses radang yang melibatkan telinga dalam, paling
sering disebabkan oleh otitis media kronik dan berat. Penyebab
lainnya bisa disebabkan oleh meningitis dan infeksi virus. Pada otitis,
kolesteatom paling sering menyebabkan labirinitis, yang
mengakibatkan kehilangan pendengaran mulai dari yang ringan
sampai yang berat.
2. Obat ototoksik
Obat ototoksik merupakan obat yang dapat menimbulkan gangguan
fungsi dan degenerasi seluler telinga dalam dan saraf vestibuler.
Gejala utama yang dapat timbul akibat ototoksisitas ini adalah
tinnitus, vertigo, dan gangguan pendengaran yang bersifat
sensorineural.
Ada beberapa obat yang tergolong ototoksik, diantaranya:
Antibiotik
Aminogliksida: streptomisin, neomisin, kanamisin,
gentamisin, Tobramisin, Amikasin dan yang baru
adalah Netilmisin dan Sisomisin.
Golongan macrolide: Eritromisin
Antibiotic lain: kloramfenikol
Loop diuretic : Furosemid, Ethyrynic acid, dan Bumetanides
Obat anti inflamasi: salisilat seperti aspirin
Obat anti malaria: kina dan klorokuin
Obat anti tumor : bleomisin, cisplatin
Kerusakan yang ditimbulkan oleh preparat ototoksik tersebut antara
lain:
Degenerasi stria vaskularis. Kelainan patologi ini terjadi pada
penggunaan semua jenis obat ototoksik
Degenerasi sel epitel sensori. Kelainan patologi ini terjadi pada
organ korti dan labirin vestibular, akibat penggunaan
antibiotika aminoglikosida sel rambut luar lebih terpengaruh
daripada sel rambut dalam, dan perubahan degeneratif ini
terjadi dimulai dari basal koklea dan berlanjut terus hingga
akhirnya sampai ke bagian apeks
Degenerasi sel ganglion. Kelainan ini terjadi sekunder akibat
adanya degenerasi dari sel epitel sensori
3. Presbikusis
Merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi yang terjadi pada
orang tua, akibat mekanisme penuaan pada telinga dalam. Umumnya
terjadi mulai usia 65 tahun, simetris pada kedua telinga, dan bersifat
progresif. Pada presbikusis terjadi beberapa keadaan patologik yaitu
hilangnya sel-sel rambut dan gangguan pada neuron-neuron koklea.
Secara kilnis ditandai dengan terjadinya kesulitan untuk memahami
pembicaraan terutama pada tempat yang rebut atau bising. Presbikusis
ini terjadi akibat dari proses degenerasi yang terjadi secara bertahap
oleh karena efek kumulatif terhadap pajanan yang berulang.
Presbikusis dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama faktor
lingkungan, dan diperburuk oleh penyakit yang menyertainya. Adapun
faktor- faktor tersebut diantaranya adalah adanya suara bising yang
berasal dari lingkungan kerja, lalu lintas, alat-alat yang menghasilkan
bunyi, termasuk musik yang keras. Selain itu, presbikusis juga bisa
dipengaruhi oleh faktor herediter, dan penyakit-penyakit seperti
aterosklerosis, diabetes, hipertensi, obat ototoksik, dan kebiasaan
makan yang tinggi lemak. Proses degenerasi yang terjadi secara
bertahap ini akan menyebabkan perubahan struktur koklea dan n.VIII.
Pada koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel-
sel rambut penunjang pada organ Corti. Proses atrofi disertai dengan
perubahan vascular juga terjadi pada stria vaskularis, pada dinding
lateral koklea. Selain itu terdapat pula perubahan, berupa
berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang
sama terjadi juga pada myelin akson saraf.
Walaupun penyebab pasti presbikusis masih belum diketahui
secara pasti, namun telah diterima secara umum bahwa penyebab
presbikusis adalah multifaktorial. Berikut beberapa penyebab yang
dipercaya dapat menyebabkan terjadinya presbikusis:
a. Aterosklerosis
Pada keadaan arterosklerosis, dapat terjadi berkurangnya sampai
hilangnya perfusi serta oksigenasi ke koklea. Keadaan hipoperfusi ini
menyebabkan terbentuknya metabolit berupa reactive oxygen dan juga
radikal bebas. Akibat dari penumpukan oksidan ini, menyebabkan
terjadinya kerusakan pada struktur telinga dalam serta DNA
mitokondria yang berada pada sel-sel di telinga dalam. Akibat dari
kerusakan- kerusakan inilah berkembang presbikusis (Rolland, Kutz
& Isaacson 2014).
b. Diet dan metabolisme
Diabetes diketahui dapat mempercepat proses pembentukan
aterosklerosis yang selanjutnya akan menyebabkan gangguan perfusi
serta oksigenasi dari koklea. Pada keadaan diabetes juga didapati
proliferasi dan hipertropi dari tunika intima di endotel yang juga
nantinya akan menyebabkan gangguan perfusi ke koklea. Penelitian
yang dilakukan oleh Le dan Keithley mendemonstrasikan bahwa diet
tinggi antioksidan seperti vitamin C dan E dapat mengurangi
progresifitas presbikusis pada tikus (Rolland, Kutz & Isaacson, 2014).
c. Paparan terhadap bising
Dari penelitian yang dilakukan menggunakan model dari tikus
yang memiliki struktur telinga menyerupai manusia, didapati bahwa
paparan terhadap bising mampu meningkatkan kejadian presbikusis.
Paparan bising menyebabkan rusaknya sel-sel di telinga termasuk di
dalamnya sel yang berasal dari spiral ligament, sel fibrosit tipe IV.
Dari penelitian sebelumnya didapati bahwa kerentanan terhadap
kerusakan fibrosit tipe IV dapat menyebabkan perubahan ambang
batas pendengaran yang bermakna. Gambaran histopatologi pada tikus
yang terpapar bising menunjukkan bahwa terjadi hilangnya sel-sel
spiral ganglion, yang merupakan badan sel dari saraf aferen di koklea,
yang bersinaps dengan sel-sel rambut dalam (inner hair cells). Intinya,
paparan bising pada usia muda dapat meningkatkan risiko terjadinya
presbikusis seiring dengan bertambahnya usia seseorang (Rolland,
Kutz & Isaacson, 2014).
d. Genetik
Disebut-sebut bahwa genetik berperan penting dalam
menentukan kerentanan seseorang terhadap faktor-faktor lingkungan
seperti bising, obat-obat ototoksik dan bahan-bahan kimia, serta stress.
Pada penelitian lain didapati bahwa terdapat beberapa gen yang
mengalami mutasi pada penderita presbikusis, yaitu gen GJB2 dan gen
SLC26A4. Selain itu, didapati bahwa orang-orang yang mengalami
dua mild mutations pada gen GJB2 akan terjadi peningkatan risiko
berkembangnya presbikusis dini (Rolland, Kutz & Isaacson, 2014).
4. Tuli mendadak
Tuli mendadak merupakan tuli sensorineural berat yang terjadi
tiba-tiba tanpa diketahui pasti penyebabnya. Tuli mendadak
didefinisikan sebagai penurunan pendengaran sensorineural 30 dB
atau lebih paling sedikit tiga frekuensi berturut-turut pada
pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu kurang dari
tiga hari. Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak,
keadaan ini dapt disebabkan oleh karena spasme, trombosis atau
perdarahan arteri auditiva interna. Pembuluh darah ini merupakan
suatu end artery sehingga bila terjadi gangguan pada pembuluh darah
ini koklea sangat mudah mengalami kerusakan. Iskemia
mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis
dan ligamen spiralis, kemudian diikuti dengan pembentukan jaringan
ikat dan penulangan. Kerusakan sel-sel rambut tidak luas dan
membrana basilaris jarang terkena.
5. Kongenital
Menurut Konigsmark, pada tuli kongenital atau onset-awal yang
disebabkan oleh faktor keturunan, ditemukan bahwa 60-70% bersifat
otosom resesif, 20-30% bersifat otosom dominan sedangkan 2%
bersifat X-linked. Tuli sensorineural kongenital dapat berdiri sendiri
atau sebagai salah satu gejala dari suatu sindrom, antara lain Sindrom
Usher (retinitis pigmentosa dan tuli sensorineural kongenital),
Sindrom Waardenburg (tuli sensorineural kongenital dan canthus
medial yang bergeser ke lateral, pangkal hidung yang melebar, rambut
putih bagian depan kepala dan heterokromia iridis) dan Sindrom
Alport (tuli sensorineural kongenital dan nefritis).
6. Trauma
Trauma pada telinga dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu
trauma akustik dan trauma mekanis. Trauma tertutup ataupun
langsung pada tulang temporal bisa mengakibatkan terjadinya tuli
sensorineural. Diantara semua trauma, trauma akustik merupakan
trauma paling umum penyabab tuli sensorineural.
7. Tuli akibat bising
Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu dan tidak
dikehendaki. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat
subyektif, tergantung dari masing-masing individu, waktu dan tempat
terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi, bising adalah
campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi.
Bising dengan intensitas 80 dB atau lebih dapat mengakibatkan
kerusakan reseptor pendengaran corti pada telinga dalam. Hilangnya
pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh
setelah istirahat beberapa jam (1–2 jam). Bising dengan intensitas
tinggi dalam waktu yang cukup lama (10–15 tahun) akan
menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti sampai terjadi
destruksi total organ Corti.
b. Retrokoklea
Penyebab tuli sensorineural yang berasal dari retrokoklea terdiri dari:
1. Penyakit Meniere
Penyakit Meniere merupakan penyakit yang terdiri dari trias atau
sindrom Meniere yaitu vertigo, tinnitus dan tuli sensorineural.
2. Neuroma Akustik
Neuroma akustik adalah tumor intrakrania yang berasal dari selubung
sel Schwann nervus vestibuler atau nervus koklearis. Lokasi tersering
berada di cerebellopontin angel.
Tuli akibat neuroma akustik ini terjadi akibat:
- trauma langsung terhadap nervus koklearis
- gangguan suplai darah ke koklea
Patogenesis
Gangguan pendengaran konduktif adalah suatu bentuk gangguan
pendengaran akibat kelainan pada bagian dari telinga. Mereka adalah bagian
bergerak (termasuk gendang telinga) yang mengirimkan suara dari luar ke
telinga bagian dalam dimana sistem saraf kita membutuhkan dan mengirimkan
sinyal ke otak. Gangguan pendengaran konduktif terjadi ketika bagian-bagian
bergerak yang rusak atau ketika mobilitas mereka terganggu.
Patofisiologi tuli konduktif berdasarkan penyebabnya berupa gangguan
hantaran suara yaitu dikarenakan kelainan pada telinga luar dan telinga tengah
anatar lain :
Tes Rinne
Tes rinne adalah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara
dan hantaran melalui tulang. Caranya penala digetarkan, tangkainya
diletakkan di prosesus mastoid, setelah tidak terdengar, penala
dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar
disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne negatif
(-).
Tes Weber
Caranya adalah penala digetarkan, kemudian tangkai penala
diletakkan di garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal hidung,
di tengah-tengah gigi seri atau di dagu). Apabila bunyi terdengar
lebih keras ke salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke
telinga tersebut. Apabila tidak dapat dibedakan ke arah telinga
mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada
lateralisasi.
Tes Schwabach
Tes untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Caranya dengan
menggetarkan penala, kemudian tangkai penala diletakkan pada
prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian
tangkai penala segera dipindahkan ke prosesus mastoideus
pemeriksa. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut
Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar,
pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya, yaitu penala
diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa terlebih dulu. Bila
pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schawabach
memanjang. Bila pasien dan pemeriksa sama-sama mendengarnya
disebut Schwabach sama dengan pemeriksa (Soetirto, Hendarmin,
Bashiruddin; 2014).
Pendengaran Silang
Pendengaran silang (crossover) atau lengkung bayangan
(shadow curve) terjadi ketika telinga pendengar yang tidak diuji
merespon terhadap uji sinyal. Pendengaran silang seringkali terjadi
lewat tulang tengkorak melalui hantaran tulang sekalipun sinyal
diberikan melalui penerima hantaran udara. Pendengaran silang
sering terjadi untuk earphone circumaural pada sekitar 40 dB di
semua frekuensi. Insert earphone dapat mengurangi pendengaran
silang dengan mengurangi bidang kontak permukaan (Kurtz, 2016;
Lassman, Levine, Greenfield, 2015).
Audiometri Khusus
Untuk mempelajari audiometri khusus di perlukan pemahaman istilah
recruitment dan decay.
Recruitment ialah suatu fenomena terjadi sensitifitas pendengaran
yang berlebihan di atas abang dengar keadaan ini khas untuk tuli
koklea. Pada kelainan koklea pasien dapat membedakan bunyi 1
db sedangkan pada orang normal baru bisa membedakan ya pada 5
db.
Decay: (kelelahan) merupakan adaptasi abnormal merupakan
tanda khas pada tuli retrokoklea, saraf pendegaran cepat lelah bila
dirasang terus menerus. Bila dibeli istirahat akan pulih kembali.
Fenomena tersebut dapat dilacak dengan Pemeriksaan sebagai berikut
Tes SISI ( Short sensitivity Index )
Tes ABLB ( Alternate Binaural loudness)
Test kelelahan ( Tone Decay )
Audiometri tutur
Audiometri bekesay
Tes SISI (Short Increment Sensitivity Index)
Tes ini khas untuk mengetahui adaya kelainan koklea dengan
memakai fenomena rekruitmen. Cara pemeriksaan: Menentukan
ambang dengar pasien terlebih dahulu. Misalnya 30 db, kemudian
diberi 20 db diatas ambang rangsang, yaitu 50 db. Setelah itu,
diberikan tambahan 5 db, lalu diturunkan 4 db, lalu 3, kemudian 2 dan
1 db, bila pasien dapat membedakan maka TEST dinyatakan positif
(+).
Audiometri tutur
Pada tes ini dipakai satu suku kata dan 2 suku kata,
Kata kata ini disusun dalam daftar Phonetically balance Word
LBT ( PB,UST)
Pasien disuruh mengulanngi kata kata yang di dengar melalui
kaset tape recorder
Pada tuli saraf koklea , Pasien sulit membedakan bunyi
S,R,H,C,H,CH
Sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi
Dinilai dengan menggunakan speech discrimination score
90 – 100% : Pendengaran Normal
75 – 90% : Tuli Ringan
60 – 75% : Tuli sedang
50 - 60% : Kesukaran dalam mengikuti pembicaraan sehari-
hari
< 50% : Tuli Berat
Audiometri Bekessy
Prinsipnya mengunakan nada yang terputus dan continyu
Bila ada suara masuk maka pasien menekan tombol
Ditemukan grafik seperti gigi gergaji
Garis yang menaik adalah priode suara yang dapat didengar
Garis yang turun ialah suara yang tidak di dengar
Pada telinga normal amplitude 10 db sedangkan pada recruitment
amplitude lebih kecil
Audiometri Obyektif
Terdapat 3 cara pemeriksaan, yaitu :
Audiometri Impedans
Electrokokleografi
Envoke response Audiometri
1. Audiometri impedans pada pemeriksaan kelenturan membrane
timpani dengan tekanan tertentu pada Meatus Acusticus Eksterna
a) Timpanometri yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum
timpani Misalnya ada cairan, gangguan rangkaian tulang
pendegaran, kekakuan pada membrane timpani dan membrane
timpani sangat lentur.
b) Fungsi Tuba Estacius: Untuk mengetahui fungsi tuba (Terbuka
atau Tertutup).
c) Refleks stapediusPada telinga normal reflek stapedius
muncul pada Rangsangan 70 – 80 db.
d) Pada lesi koklea ambang rangsang reflex stapedius menurun,
sedangkan pada lesi retrokolea ambang rangsang itu naik.
2. Elektrokokleografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk merekam gelombang–
gelombang yang khas dari evoke electro potensial koklea. Caranya
dengan elektroda jarum, membran timpani ditusuk sampai ke
promontorium kemudian dilihat grafiknya.
Audiologi Anak
Untuk memeriksa ambang dengar anak dilakukan didalam ruangan
Khusus (Free Field). Cara memeriksanya dengan beberapa cara:
1) Neometer dibunyikan suara kemudian perhatikan reaksi anak
2) Free field test Dilakukan pada ruangan Kedap suara anak
sedang bermain kemudian diberikan rangsang bunyi, perhatikan
reaksinya.
3) Screening Untuk screening (Tapis masal) dipakai hantaran
udara saja dengan Frekwensi 500 hz, 1000 hz, 2000 hz.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tuli konduktif tentulah sesuai dengan etiologi dari tuli
konduktif tersebut berupa observatif, medikamentosa dan tindakan operatif.
Tindakan pembedahan seperti stapedeotomy pada otosclerosis, pada perforasi
membran timpani seperti timpanoplasty ataupun tindakan miringotomi serta
mastoidektomy pada otits media.
Penatalaksanaan tuli sensorineural disesuaikan dengan penyebab
ketulian. Tuli karena pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik, diatasi
dengan penghentian obat. Jika diakibatkan oleh bising, penderita sebaiknya
dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak memungkinkan dapat
menggunakan alat pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga
(ear plug), tutup teling (ear muff) dan pelindung kepala (helmet). Apabila
gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi bisa
menggunakan alat bantu dengar.
a. Alat Bantu Dengar (ABD)
Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran
dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Memasang
suatu alat bantu dengar merupakan suatu proses yang rumit yang tidak
hanya melibatkan derajat dan tipe ketulian, namun juga perbedaan antar
telinga, kecakapan diskriinasi dan psikoakustik lainnya. Selain itu
pertimbangan kosmetik, tekanan sosial dan keluarga. Peraturan dari Food
and Drug Administration mengharuskan masa uji coba selam 30 hari
untuk alat bantu dengr yang baru, suatu masa untuk mengetahui apakah
alat tersebut cocok dan efektif bagi pemakai.
Alat bantu dengar merupakan miniatur dari sistem pengeras untuk suara
umum. Alat ini memiliki mikrofon, suatu amplifier, pengeras suara dan
baterei sebagai sumber tenaga. Selanjutnya dilengkapi kontrol
penerimaan, kontrol nada dan tenaga maksimum. Akhir-akhir ini
dilengkapi pula dengan alat pemproses sinyal otomatis dalam rangka
memperbaiki rasio sinyal bising pada latar belakang. Komponen-
komponen ini dikemas agar dapat dipakai dalam telinga (DT), atau
dibelakang telinga (BT) dan pada tubuh. ABD dibedakan menjadi
beberapa jenis :
- Jenis saku (pocket type, body worrn type)
- Jenis belakang telinga (BTE = behind the ear)
- Jenis ITE (In The Ear)
- Jenis ITC (In The Canal)
- Jenis CIC (Completely In the Canal)
Tipe dalam telinga yang terkecil adalah alat bantu dengar ’kanalis’ dengan
beberapa komponen dipasang lebih jauh didalam kanalis dan lebih dekat
dengan membrana timpani. Alat bantu tipe kanalis ini sangat populer
karena daya tarik kosmetiknya. Alat ini dapat membantu pada gangguan
pendengaran ringan sampai sedang. Akan tetai alat ini kurang fleksibel
dalam respon frekuansi dan penerimaannya dibanding alat bantu DT dan
BT. Kanalis juga tidak cocok untuk telingan yang kecil karena ventilasi
menjadi sulit.
a. Implan Koklea
Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang memepunyai
kemampuan menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan
kemampuan mendengar dan berkomunikasi pada pasien tuli sensorineural
berat dan total bilateral. Indikasi pemasangan implan koklea adalah :
- Tuli sensorineural berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun
dewasa) yang tidak / sedikit mendapat manfaat dari ABD.
- Usia 12 bulan – 17 tahun
- Tidak ada kontra indikasi medis
- Calon pengguna mempunyai perkembangan kognitif yang baik
Kontra Indikasi pemasangan implan koklea antara lain :
- Tuli akibat kelainan pada jalur pusat (tuli sentral)
- Proses penulangan koklea
- Koklea tidak berkembang
Adapun cara kerja Implan koklea adalah, impuls suara ditangkap oleh
mikrofon dan diteruskan menuju speech processor melalui kabel
penghubung. speech processor akan melakukan seleksi informasi suara
yang sesuai dan mengubahnya menajdi kode suara yang akan disampaikan
ke transmiter. Kode suara akan dipancarkan menembus kulit menuju
stimulator. Pada bagian ini kode suara akan dirubah menjadi sinyal listrik
dan akan dikirim menuju elektrode-elektrode yang sesuai di dalam koklea
sehingga menimbulkan stimulasi serabut-serabut saraf. Pada speech
processor terdapat sirkuit khusus yang berfungsi untuk meredam bising
lingkungan. Keberhasilan implan koklea ditentukan denga menilai
kemampuan mendengar, pertambahan kosa kata dan pemahaman bahasa.
2.9 Cara Pencegahan Gangguan Pendengaran
Gunakanlah pelindung pendengaran, jika berada di lingkungan yang
memiliki tingkat kebisingan tinggi gunakanlah pelindung pendengaran
seperti penutup telinga. Alat ini juga bisa digunakan saat melakukan
kegiatan sehari-hari seperti memotong rumput.
Waspadai kebisingan, kapan pun waktunya usahakan untuk mengecikan
volume radio, televisi atau speaker.
Berhati-hatilah menggunakan earphone. Jika menggunakan earphone
maka aturlah volume agar tidak terlalu keras, jika orang yang disebelah
Anda bisa mendengar suara dari earphone maka volumenya sudah terlalu
keras.
Berikan waktu bagi telinga untuk beristirahat, semakin sering seseorang
terpapar suara maka bisa mempengaruhi gangguan pendengaran, bahkan
suara dengan volume rendah sekalipun jika terpapar dalam jangka waktu
lama bisa jadi berbahaya. Untuk itu berilah waktu bagi telinga untuk
beristirahat dengan berada di dalam ruangan yang tenang.
Periksalah telinga secara teratur, tes pendengaran dan pemeriksaan telinga
sebaiknya menjadi kegiatan kesehatan yang rutin, karena semakin cepat
gangguan diketahui maka penanganannya akan menjadi lebih mudah dan
mencegah kerusakan lebih lanjut.
2.10. Prognosis
Dari semua penyebab tuli konduktif , sebagian besar memiliki prognosis
yang baik. Cukup dengan pemberian medikamentosa dan tindakan
pembedahan bila diperlukan, hampir semua keadaan tersebut bisa diperbaiki.
BAB IV
ANALISIS KASUS
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural (sensory neural deafness)
serta tuli campur (mixed deafness). Pada tuli konduktif terdapat gangguan
hantaran suara disebebkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau telinga
tengah. Pada tuli sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga
dalam), nervus VIII atau di pusat pendengaran, sedangkan tuli campur disebabkan
oleh kombinasi tuli konduksi dan tuli sensorineural. Tuli campur dapat merupakan
satu penyakit misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam
atau merupakan dua penyakit yang berlainan misalnya tumor nervus VIII (tuli
saraf) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif).
Keluhan dirasakan setelah pasien merasa telinga nya gatal dan banyak
kotoran lalu mengorek telinga kiri nya dengan cotton bud, kemudian pasien
merasa budek. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya gumpalan serumen pada liang
telinga. Gumpalan serumen yang menumpuk di liang telinga akan menimbulkan
gangguan pendengaran berupa tuli konduktif. Terutama bila telinga masuk air
sewaktu mandi atau berenang, serumen mengembang sehingga menimbulkan rasa
tertekan dan gangguan pendengaran semakin dirasakan sangat mengganggu. Hal
ini adalah karena cotton bud justru dapat mendorong serumen lebih ke dalam
sehingga dapat menutup membrana timpani, sehingga keluhan penurunan
pendengaran tetap atau bahkan mungkin semakin memberat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum pasien saat masuk klinik
THT adalah kompos mentis serta keadaan gizi baik. Pada pemeriksaan otoskopi
pada telinga kiri ditemukan serumen di kanalis, membrana timpani sulit dinilai.
Serumen dapat keluar sendiri dari liang telinga akibat migrasi epitel kulit
yang bergerak dari arah membran timpani menuju ke luar serta dibantu oleh
gerakan rahang sewaktu mengunyah.
Walaupun tidak mempunyai efek anti bakteri ataupun anti jamur serumen
mempunyai efek proteksi. Serumen mengikat kotoran, menyebarkan aroma yang
tidak disenangi serangga sehingga serangga enggan masuk ke liang telinga.
Serumen harus dibedakan dengan penglepasan kulit yang biasanya terdapat pada
orang tua maupun dengan kolesteatosis atau keratosis obturans.
Membran timpani harus dicek setelah serumen dibersihkan. Hal ini untuk
membedakan apakah tuli disebabkan oleh serumen saja atau ada otitis media.
yang ditandai dengan adanya kelainan pada membran timpani, misalnya membran
timpani tampak hiperemis, edem, bulging atau adanya perforasi membran timpani
yang menyebabkan gangguan di telinga tengah.
Pada pasien ini dilakukan tes penala. Tes penala merupakan tes kualitatif.
Terdapat berbagai macam tes penala seperti tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach,
tes Bing dan tes Stenger. Tes Rinne ialah tes untuk membandingkan hantaran
melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa. Tes Weber
adalah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan
telinga kanan. Tes Schwabach adalah tes pendengaran untuk membandingkan
hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya
normal.
Untuk mempermudah interpretasi secara klinik dipakai tes Rinne, tes Weber dan
tes Schwabach secara bersamaan.
Rinne Weber Schwabach Diagnosis
Hasil tes penala pada pasien ini menunjukkan Rinne telinga kiri (-),
lateralisasi ke kiri dan Schwabach kiri memanjang, pada telinga kanan Rinne
positif dan Schwabach sama dengan pemeriksa. Hal ini menandakan adanya tuli
konduktif pada telinga kiri.
Alberti, Peter W. 2001. The Anatomy and Physiology of The Ear and Hearing.
Dalam: Goelzer B., Hansen CH., Sehrndt GA (Editor). Occupational
Exposure to Noise: Evaluation, Prevention and Control. World Health
Organization, Federal Institute for Occupational Safety and Health,
Dortmund, Germany, hal. 53-62.
Baradaranfar MH, Atighechi S, Dadgarnia MH, Jafari R, Karimi G, Mollasadeghi
A, Eslami Z, Baradarnfar A. 2011. Hearing status in neonatal
hyperbilirubinemia by auditory brain stem evoked response and transient
evoked otoacoustic emission. Acta Med Iran. 2011;49(2):109-12.
Bhatt, Rheena A. 2016. Ear Anatomy. Medscape.
(http://emedicine.medscape.com/article/1948907-overview#showall, Diakses
9 Agustus 2016).
Barrett, KE, Ganong, WF. 2010. Ganong's Review of Medical Physiology. 23rd.
New York: McGraw-Hill.
Bielecki I1, Horbulewicz A, Wolan T. 2011. Risk factors associated with hearing
loss in infants: an analysis of 5282 referred neonates. Int J Pediatr
Otorhinolaryngol. Jul;75(7):925-30. doi: 10.1016/j.ijporl.2011.04.007.
Choo DI, Richter GT. 2009. Development of the ear. Dalam: Snow JB, Wackym
PA, editors. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 17th
edition. Shelton, Connecticut: People’s Medical Publishing House/BC
Decker. p. 17-27.
Despopoulos AM, Silbernagl, SMD. 2003. Color Atlas of Physiology (5th ed.).
New York: Thieme.