Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Otitis Media Akut adalah penyakit peradangan telinga tengah
yang cukup sering terjadi di kalangan masyarakat saat ini. Otitis Media Akut
(OMA) adalah peradangan akut pada telinga tengah yang berlangsung kurang dari
tiga minggu.
Otitis Media Akut terutama disebabkan oleh virus atau bakteri dan
berhubungan erat dengan infeksi hidung dan tenggorokan. Otitis Media Akut
merupakan penyakit infeksi yang umum pada usia dini dan merupakan alasan
umum untuk berobat (Yuniarti dkk, 2019) & (Lestari dkk, 2018).
Prevalensi otitis media akut di setiap negara berbeda-beda, namun
biasanya berada pada kisaran 2,3 % – 20 %.1 Salah satu laporan Active Bacterial
Core Surveilance (ABCs) dari Center for Disease Control and Prevention (CDC)
menunjukkan kasus OMA terjadi sebanyak enam juta kasus per tahun. Di Asia
Tenggara, Indonesia termasuk keempat negara dengan prevalensi gangguan
telinga tertinggi (4,6%). Tiga negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar
(8,4%) dan India (6,3%) (Yuniarti dkk, 2019).

1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
Nama :
Anamnesis : Autoanamnesis
Keluhan Utama : Keluar cairan di telinga kiri
Riwayat Penyakit Sekarang : Nn. AN datang ke poli THT
mengeluhkan keluar cairan pada telinga kirinya sejak 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Cairan tersebut berwarna putih kekuningan dan berbau.
Keluhan ini baru pertama kali dirasakan. Nn. AN juga mengatakan adanya
nyeri telinga bagian dalam dan adanya penurunan fungsi pendengaran.
Keluhan berupa telinga berdenging, berdengung ataupun rasa penuh di telinga
disangkal. Riwayat panas badan disertai batuk pilek dirasakan sejak 1 minggu
sebelum keluar cairan dari telinga. Nyeri telinga dan panas badan dirasakan
berkurang setelah keluar cairan dari telinga. Tidak ada keluhan pada telinga
kanan AN. Keluhan sakit tenggorokan, nyeri menelan, suara sengau, benjolan
di leher disangkal
Riwayat Penyakit Dahulu : Sebelumnya pasien tidak pernah mengeluhkan
hal serupa. Pasien sering mengalami batuk pilek.
Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga tidak ada yang mengeluhkan hal
serupa dengan pasien.
Riwayat Penggunaan Obat : Tidak ada
Riwayat Sosial: Pasien mengaku sering membersihkan telinga dengan
cottonbud dan suka mengorek-ngorek sampe ke bagian dalam telinga.
Riwayat Alergi: Alergi makanan dan obat-obatan disangkal.
2.2 PEMERIKSAAN FISIK
Status Present:
Keadaan Umum : Baik
GCS : E4V5M6 (compos mentis)

2
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Respirasi : 23×/menit
Nadi : 88×/menit
Suhu axila : 37 ° C
Gizi : Normal
BB : 45 kg
TB : 155 cm
Status Generalis
Kepala : Normochepali
Mata : Anemis (-/-), Ikterus (-/-), Refleks Pupil (+/+), Edema Palpebra (-/-)
THT : Sesuai status lokalis
Lidah : atrofi papil lidah (-), mukosa bibir kering (-)
Leher : Sesuai status lokalis
Thoraks :
 Pulmo :
- Inspeksi : Simetris, retraksi (-), Pola pernapasan :
thorakoabdominal
- Palpasi : Nyeri tekan (-/-), gerakan dinding dada kanan dan kiri
simetris
- Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
- Auskultasi :
Vesikuler : Vesikuler (+/+), ronkhi (-) diapex paru, whezzing (-) di
seluruh regio thorax
 Cor
- Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus cordis kuat angkat cukup
- Perkusi : Batas kanan jantung : terletak di ICS 4 line parasternalis
dextra

3
Batas kiri jantung : terletak di ICS 5 mid klavikula
sinistra
Batas pinggang jantung : terletak di ICS 3 line
parasternalis sinistra
Batas atas jantung: terletak di ICS 2 linea parasternalis
dextra
- Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler, mur-mur (-)

Abdomen
- Inspeksi : Sikatrik (-), distensi (-), massa (-), asites (-), caput
medusae (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal, frekuensi 10×/menit
- Perkusi : Timpani keempat kuadran abdomen
- Palpasi : Nyeri tekan (-)
Ginjal teraba (-)/(-)
Nyeri ketok CVA (-)/(-)
Lien teraba (-)
Hepar teraba (-)
Ekstremitas : akral hangat (+/+), edema (-/-).
Status Lokalis
a. Telinga
Kela Auris
Bagian
inan Dextra Sinistra
Kelainan kongenital - -
Preaurikula Radang dan tumor - -
Trauma - -
Kelainan kongenital - -
Aurikula Radang dan tumor - -
Trauma - -
Retroaurikula Edema - -

4
Hiperemis - -
Nyeri tekan - -
Sikatriks - -
Fistula - -
Fluktuasi - -
Nyeri pergerakan - -
Palpasi aurikula
Nyeri tekan tragus - -
Kelainan kongenital - -
Sekret - + ( Mukopurulen)

Canalis Serumen - -
Acustikus Edema - -
Externa Jaringan granulasi - -
Massa - -
Cholesteatoma - -

Warna Putih keabu- Hiperemis


abuan
Intak (+) (-)
Membrana Retraksi (-) (-)
Timpani Cone of light (+) (-)
Perforasi (-) (+)

b. Hidung
Pemeriksaan Cavum nasi kanan Cavum nasi kiri
Hidung
Bagian luar Bentuk (normal), Bentuk (normal), hiperemi (-),

5
hiperemi (-), nyeri tekan nyeri tekan (-), deformitas (-)
(-), deformitas (-)
Rhinoskopi
anterior
Mukosa hidung Hiperemis (+), sekret Hiperemis (+), sekret (+), massa
(+), massa (-) (-)
Septum nasi Deviasi (-), dislokasi (-) Deviasi (-), dislokasi (-)
Konka inferior Edema (+), hiperemis Edema (+), hiperemis (+)
dan media (+)
Meatus inferior Polip (-) Polip (-)
dan media

c. Mulut Dan Orofaring

Bagian Kelainan Keterangan


Mukosa mulut Tenang
Lidah Bersih, basah,gerakan normal kesegala
arah
Mulut Palatum molle Tenang, simetris
Gigi geligi Caries (-)
Uvula Simetris
Halitosis (-)
Mukosa Tenang
Besar T1 – T1
Kripta : Normal - Normal
Detritus : (-/-)
Tonsil
Perlengketan (-/-)

6
Mukosa Tenang
Faring Hiperemis (-)
Reflek muntah (+)/(+)
d. Leher
Bentuk simetris, pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)
2.3 Diagnosis Banding
a. Otitis Media Akut (OMA)
b. Otitis media efusi
c. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
2.4 Diagnosis Kerja
Otitis Media Akut
2.5 Terapi
a. Farmakologi
- Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari
- Antibiotik (ofloxacin tetes telinga) 2x sehari 5-10 tetes
- Antipiretik (paracetamol) 3x500 mg K/P
b. Non- farmakologi
- Pengobatan secara teratur
- Asupan makanan yang bergizi untuk meningkatkan sistem imun
2.6 Prognosis
Dubia at bonam

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang
berlangsung kurang dari tiga minggu (Lestari dkk, 2018). Otitis media akut
(OMA) adalah peradangan akut telinga tengah disebabkan oleh virus (seperti
virus pernafasan syncytial, rhinovirus, virus influenza, dan adenovirus) atau
bakteri (seperti Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza), dan infeksi
Moraxella cattharalis (Sakuclhit & Goldman, 2017).
Otitis media akut adalah diagnosis pediatrik kedua yang paling umum di
unit gawat darurat setelah infeksi saluran pernapasan atas. Meskipun otitis media
dapat terjadi pada semua usia, paling sering terlihat antara usia 6 hingga 24 bulan
(Danishyar & Ashurst, 2020).
3.2 Epidemiologi
Otitis media adalah masalah global dan ditemukan sedikit lebih umum
pada laki-laki daripada perempuan. Jumlah spesifik kasus per tahun sulit
ditentukan karena kurangnya pelaporan dan perbedaan insiden di banyak wilayah

8
geografis yang berbeda. Sekitar 80% dari semua anak akan mengalami kasus
otitis media selama hidupnya, dan antara 80% hingga 90% dari semua anak akan
mengalami otitis media dengan efusi sebelum usia sekolah (Danishyar & Ashurst,
2020).
Prevalensi otitis media akut di setiap negara berbeda-beda, namun
biasanya berada pada kisaran 2,3 % – 20 %. Salah satu laporan Active Bacterial
Core Surveilance (ABCs) dari Center for Disease Control and Prevention (CDC)
menunjukkan kasus OMA terjadi sebanyak enam juta kasus per tahun. Maropol,
dkk juga mendapati OMA menyebabkan 45-62% indikasi pemberian antibiotik
pada anak-anak di Amerika Serikat. Prevalensi tertinggi OMA di dunia terjadi di
Afrika Barat dan Tengah (43,37%), Amerika Selatan (4,25%), Eropa Timur
(3,96%), Asia Timur (3,93%), Asia Pasifik (3,75%), dan Eropa Tengah (3,64%).
Di Inggris, sebanyak 30% anak – anak mengunjungi dokter anak setiap tahunnya
karena OMA. Di Amerika Serikat, sekitar 20 juta anak – anak menderita OMA
setiap tahunnya. Di Asia Tenggara, Indonesia termasuk keempat negara dengan
prevalensi gangguan telinga tertinggi (4,6%). Tiga negara lainnya adalah Sri
Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India (6,3%) (Yuniarti dkk, 2019).
3.3 Etiologi
Biasanya OMA merupakan komplikasi dari disfungsi tuba eustachius
yang terjadi selama infeksi saluran pernapasan atas akut akibat virus. Bakteri
penyebab OMA antara lain yaitu Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae, dan Moraxella catarrhalis adalah organism yang paling umum. H.
influenzae telah menjadi organisme paling umum di antara anak-anak dengan
OMA parah atau refrakter (Harmes et al, 2013). Faktor risiko untuk OMA adalah
tercantum dalam Tabel(1).
Tabel 1. Faktor Risiko Otitis Media Akut (Harmes et al, 2013) & (Danishyar
& Ashurst, 2020).

9
Usia (lebih muda)
Alergi
Kelainan kraniofasial
Disfungsi siliaris
Paparan asap lingkungan atau lainnya
Iritasi pernapasan
Riwayat keluarga dari otitis media akut rekuren
Refluks gastroesofagus
Sistem imun menurun karna HIV, diabetes dan immunodefisiensi lainnya
Defisiensi vitamin A
Tidak menyusui
Infeksi saluran pernapasan bagian atas

3.4 Patofisiologi
Otitis media awalnya dimulai sebagai proses peradangan setelah infeksi
saluran pernafasan atas virus yang melibatkan mukosa hidung, nasofaring, dan
tuba eusthacia. Ruang anatomi yang sempit membuat edema yang disebabkan
oleh proses inflamasi menghalangi bagian eustachia dan mengakibatkan
penurunan ventilasi. Hal ini menyebabkan kaskade kejadian seperti peningkatan
tekanan negatif di telinga tengah dan penumpukan sekresi mukosa yang
meningkatkan kolonisasi organisme bakteri dan virus di telinga tengah.
Pertumbuhan mikroba di telinga tengah ini kemudian membentuk nanah yang di
tunjukan sebagai tanda-tanda klinis Otitis Media Akut (Danishyar & Ashurst,
2020).
3.5 Diagnosis
Diagnosis otitis media harus selalu dimulai dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan penggunaan otoskop, idealnya otoskop pneumatik
(Danishyar & Ashurst, 2020). Dari anamnesis keluhan tergantung stadium OMA
yang sedang dialami yaitu (PDUI, 2014) :

10
a. Stadium oklusi tuba
Telinga terasa penuh atau nyeri, pendengaran dapat berkurang
b. Stadium hiperemis
Nyeri telinga masih intens, demam, rewel dan gelisah (pada
bayi/anak), muntah, nafsu makan menurun, anak biasanya memegang
telinganya yang nyeri
c. Stadium supurasi
Sama dengan stadium hiperemis
d. Stadium perforasi
Keluar sekret dari liang telinga
e. Stadium resolusi
Setelah sekret keluar, intensitas keluhan berkurang ( suhu turun, nyeri
mereda, bayi/anak lebih tenang)
Diagnosis OMA membutuhkan bulging sedang sampai berat dari
membran timpani (gambar 1), onset baru, otorrhea tidak disebabkan oleh otitis
eksterna, atau pembengkakan ringan pada membran timpani yang terjadi baru-
baru ini, timbulnya nyeri telinga (kurang dari 48 jam) atau eritema. OMA
sebaiknya tidak didiagnosis pada anak yang tidak memiliki bukti obyektif efusi
telinga tengah. Diagnosis yang tidak akurat dapat menyebabkan pengobatan yang
tidak perlu dengan antibiotik dan berkontribusi pada pengembangan resistensi
antibiotik (Harmes et al, 2013) .

11
Gambar 1. Tampilan otoskopi dari otitis media akut. Eritema dan bulging dari
membran timpani (Harmes et al, 2013)
Tabel 3. Hasil otoskopi pada OMA (PDUI, 2014)
Stadium OMA Tampilan
Stadium oklusi tuba Membran timpani suram, retraksi, dan
reflek cahayanya menghilang
Stadium hiperemis Membran timpani hiperemis dan edema
Stadium supurasi Membran timpani menonjol ke arah
luar (bulging) berwarna kekuningan
Stadium perforasi Perforasi membran timpani
Liang telinga basah atau dipenuhi sekret
Stadium resolusi Membran timpani tetap perforasi atau
utuh
Sekret diliang telinga luar sudah
berkurang

Tabel 3. Kriteria Diagnosis OMA (Chiappini et al, 2019)


Semua elemen berikut harus ada untuk diagnosis tertentu
a. Akut (dalam 48 jam sebelumnya) timbulnya gejala yang berhubungan
dengan radang telinga tengah (otalgia, menyentuh di telinga, lekas marah,
demam, gangguan tidur dan kehilangan nafsu makan)
b. Tanda-tanda peradangan, termasuk hiperemia intens atau warna kuning
membran timpani
c. Adanya efusi telinga tengah, yang ditunjukkan dengan bulging membran
timpani atau, jika tidak ada, paling tidak/tidak adanya mobilitas atau
otorrhea sekunder akibat spontan perforasi.
d. Satu-satunya kehadiran otorrhea, bukan sekunder otitis eksterna,
berhubungan dengan perforasi spontan membran timpani itu sendiri harus
dianggap tanda obyektif dari OMA

12
Otoskopi pneumatik adalah teknik yang berguna untuk diagnosis OMA
dan OME dan 70% hingga 90% sensitif dan spesifik untuk menentukan
keberadaan efusi tengah telinga. Sebagai perbandingan, otoscopy sederhana
adalah 60% hingga 70% akurat. Peradangan dengan pembengkakan membran
timpani pada otoskopi sangat dapat memprediksi OMA (Harmes et al, 2013).
Timpanometri dan reflektometri akustik adalah pemeriksaan tambahan
yang penting untuk otoscopy atau otoskopi pneumatik. Timpanometri memiliki
sensitivitas dan spesifisitas 70% dan 90% untuk deteksi cairan telinga tengah,
tetapi tergantung pada kerjasama pasien. Dikombinasikan dengan temuan
otoskopi norma dan hasil timpanometri yang normal dapat membantu untuk
memprediksi tidak adanya efusi telinga tengah. Reflektometri akustik memiliki
sensitivitas yang lebih rendah dan spesifisitas dalam mendeteksi efusi telinga
tengah dan harus dikorelasikan dengan pemeriksaan klinis (Harmes et al, 2013).
3.6 Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien otitis media akut
yaitu:
a. Pemeriksaan laboratorium
Evaluasi laboratorium jarang diperlukan. Pemeriksaan sepsis lengkap
pada bayi di bawah 12 minggu dengan demam dan tidak ada sumber yang
jelas selain otitis media akut terkait mungkin diperlukan. Pemeriksaan
laboratorium mungkin diperlukan untuk memastikan atau menyingkirkan
kemungkinan penyakit sistemik atau bawaan yang terkait.
b. Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan tidak diindikasikan kecuali jika terdapat
komplikasi intra-temporal atau intrakranial.
 Jika dicurigai adanya komplikasi otitis media, computed
tomography dari tulang temporal dapat mengidentifikasi
mastoiditis, abses epidural, tromboflebitis sinus sigmoid,

13
meningitis, abses otak, abses subdural, penyakit ossicular, dan
kolesteatoma
 MRI dapat mengidentifikasi kumpulan cairan, terutama di
kumpulan telinga tengah.
c. Timpanosentesis
Timpanosentesis dapat digunakan untuk menentukan keberadaan
cairan telinga tengah, diikuti dengan kultur untuk mengidentifikasi patogen.
Timpanosentesis dapat meningkatkan keakuratan diagnostik dan membantu
mengarahkan keputusan pengobatan tetapi disediakan untuk kasus yang
ekstrim atau sulit disembuhkan.
d. Pemeriksaan lainnya
Timpanometri dan reflektometri akustik juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi efusi telinga tengah (Danishyar & Ashurst, 2020) & (Chiappini
et al, 2019).
3.7 Terapi
Setelah diagnosis otitis media akut ditegakkan, tujuan pengobatan
adalah untuk mengontrol rasa sakit dan mengobati proses infeksi dengan
antibiotik. Terapi OMA ada dua yitu non farmakologi seperti memberi
asupan gizi yang baik untuk meningkatkan sistem imun dan terapi
farmakologi. Berikut terapi farmakologi yang dapat diberikan :
1. Topikal
 Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka
kembali tuba eustachius. Obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% (atau
oksimetazolin 0,025%) diberikan dalam larutan fisiologik untuk anak
kurang dari 12 tahun dan HCl efedrin 1% (atau oksimetazolin 0,05%)
dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur lebih dari 12 tahun
atau dewasa.

14
 Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama
3-5 hari, dilanjutkan antibiotik adekuat yang tidak ototoksik seperti
ofloxacin tetes telinga sampai 3 minggu.
2. Oral sistemik
 Dapat diberikan antihistamin bila ada tanda-tanda alergi.
 Antipiretik seperti paracetamol sesuai dosis anak.
 Antibiotik yang diberikan pada stadium oklusi dan hiperemis ialah
penisilin atau eritromisin, selama 10-14 hari:
a. Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x
sehari atau
b. Amoksisilin: Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x
sehari atau
c. Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x
sehari
d. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam
klavulanat atau sefalosporin.
 Pada stadium supurasi dilakukan miringotomi (kasus rujukan) dan
pemberian antibiotik. Antibiotik yang diberikan:
a. Amoxyciline: Dewasa 3x500 mg/hari. Pada bayi/anak
50mg/kgBB/hari; atau
b. Erythromycine: Dewasa/ anak sama dengan dosis
amoxyciline;atau
c. Cotrimoxazole: (kombinasi trimethroprim 80 mg dan
sulfamethoxazole 400 mg tablet) untuk dewasa 2x2 tablet, anak
(trimethroprim 40 mg dan sulfamethoxazole 200 mg) suspensi
2x5 ml.
d. Jika kuman sudah resisten (infeksi berulang): kombinasi
amoxyciline dan asam klavulanat, dewasa 3x625 mg/hari. Pada

15
bayi/anak, dosis disesuaikan dengan BB dan usia. - 180 – c
(Kemenkes, 2014).

Dalam kasus alergi penisilin, American Academy of Pediatrics (AAP)


merekomendasikan azitromisin sebagai dosis tunggal 10 mg / kg atau
klaritromisin (15 mg / kg per hari dalam 2 dosis terbagi). Pilihan lain untuk
pasien alergi penisilin adalah cefdinir (14 mg / kg per hari dalam 1 atau 2
dosis), cefpodoxime (10 mg / kg per hari, sekali sehari), atau cefuroxime (30
mg / kg per hari dalam 2 dosis terbagi) (Danishyar & Ashurst, 2020)..
Pasien yang telah mengalami empat atau lebih episode OMA dalam
dua belas bulan terakhir harus dianggap sebagai indikasi untuk miringotomi
dengan pemasangan tabung (grommet), menurut pedoman American Academy
of Pediatrics. Infeksi berulang yang membutuhkan antibiotik adalah bukti
klinis dari disfungsi tuba eustachius, dan penempatan selang timpanostomi
memungkinkan ventilasi ruang telinga tengah dan pemeliharaan pendengaran
normal. Selain itu, jika pasien mengalami otitis media saat tabung yang
berfungsi terpasang, mereka dapat diobati dengan tetes antibiotik ototopical
daripada antibiotik sistemik (Danishyar & Ashurst, 2020).
 Miringotomi (kasus rujukan)
Indikasi miringotomi pada anak dengan OMA adalah nyeri
berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis,
mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi
merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan
terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA
(Kemenkes, 2014).
3.8 Komplikasi
Komplikasi dibedakan menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial.
a. Berikut komplikasi intratemporal
 Gangguan pendengaran ( konduktif dan sensorineural)

16
 Perforasi membran timpai (akut dan kronnis)
 Otitis media supuratif kronis
 Kolesteatoma
 Mastoiditis
 Labirinitis
 Granuloma kolesterol
b. Berikut komplikasi intrakranial
 Meningitis
 Empiema subdural
 Abses otak
 Abses ektradural
 Hidrosefalus otitik (Danishyar & Ashurst, 2020).
3.9 Prognosis
Prognosis untuk sebagian besar pasien otitis media sangat baik. Kematian
akibat OMA merupakan kejadian langka di zaman modern. Karena akses yang
lebih baik ke pelayanan kesehatan di negara maju, diagnosis dan pengobatan dini
telah menghasilkan prognosis yang lebih baik untuk penyakit ini. Terapi
antibiotik yang efektif adalah pengobatan utama (Danishyar & Ashurst, 2020).

17
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut telinga tengah
disebabkan oleh virus (seperti virus pernafasan syncytial, rhinovirus, virus
influenza, dan adenovirus) atau bakteri (seperti Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenza), dan infeksi Moraxella cattharalis. Diagnosis otitis
media harus selalu dimulai dengan pemeriksaan fisik dan penggunaan otoskop,
idealnya otoskop pneumatik (Danishyar & Ashurst, 2020). Diagnosis OMA
membutuhkan bulging sedang sampai berat dari membran timpani, onset baru,
otorrhea tidak disebabkan oleh otitis eksterna, atau pembengkakan ringan pada
membran timpani yang terjadi baru-baru ini, timbulnya nyeri telinga (kurang dari
48 jam) atau eritema. Pada kasus diatas, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

18
fisik yang telah dilakukan pasien tersebut terdiagnosis otitis media akut. Pada
kasus tersebut pemberian antibiotik harus tepat dan teratur agar prognosis lebih
baik.

DAFTAR PUSTAKA
Chiappini, E et al.2019. Updated Guidelines for the Management of Acute Otitis
Media in Children by the Italian Society of Pediatrics. The Pediatric
Infectious Disease Journal. Retrived: 2 September 2020 dari
https://www.researchgate.net/publication/338179926
Danishyar, A & Ashurst, JV. 2020. Acute Otitis Media. Retrived: 3 September 2020
dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470332/
Harmes, M.K et al. 2013. Otitis Media: Diagnosis and Treatmen. University of
Michigan Medical School, Ann Arbor Michigan. Journal American Family
Phsycian. Retrived: 2 September 2020 dari
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24134083/
KEMENKES. 2014. Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter Di Layanan Kesehatan
Primer.

19
Lestari RD, Mandala Z & Marni. 2018. Distribusi Usia dan Jenis Kelamin Pada
Angka Kejadian Otitis Media Akut di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016. Jurnal Ilmu Kedokteran dan
Kesehatan
Perhimpunan Dokter Umum Indonesia. 2014. Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter Di
Layanan Kesehatan Primer. Ed revisi 2014
Shakulcit T & Goldman RD. 2017. Antibiotic Therapy for Children With Acute Otitis
Media. Journal Canadian Family Phsycian. Retrived: 2 September 2020
dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5597011/
Yuniarti D, Asman ST & Fitriasti B. 2019. Prevalensi Otitis Media Akut di RS Islam
Siti Rahmah Padang Tahun 2017. Health and Medical Journal

20

Anda mungkin juga menyukai