Anda di halaman 1dari 47

PRESENTASI KASUS

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK TIPE MALIGNA

Disusun oleh:
Aselia A. Pokatong / 01073180095
Silvia Chandrayani / 01073170136

Pembimbing:
dr. Eko Teguh Prianto, SpTHT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT

TELINGA HIDUNG TENGGOROK DAN BEDAH KEPALA LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE - RUMAH SAKIT UMUM SILOAM

PERIODE 13 JANUARI - 15 FEBRUARI 2020


1
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Bpk. S
Jenis Kelamin : Pria
Usia : 36 tahun
Pekerjaan : Karyawan Pabrik
Agama : Muslim
No. MR : 00-90-49-xx

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 2 Maret 2020
pukul 18.15 WIB di bangsal RSU lantai 3 Rumah Sakit Umum Siloam, Lippo
Karawaci.

Keluhan Utama
Nyeri telinga kiri sejak 1 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri telinga kiri sejak 1 bulan SMRS.
Pasien mengatakan nyeri dirasakan dari dalam telinga secara terus menerus.
nyeri tidak menjalar dan sudah diberi obat namun hanya membaik untuk
sementara. Pasien mengtakan skala nyeri telinganya sekitar 6 dari 10. Pasien
juga mengeluhkan rasa kurang dengar pada telinga kiri sejak 1 bulan yang lalu.
Pasien mengatakan adanya suara berdenging yang dirasakan secara terus
menerus. Pasien menyangkal adanya rasa gatal pada telinga, keluar cairan,

1
maupun rasa bergema saat berbicara. Pasien tidak mengeluhkan adanya pusing
berputar.
Pasien mengaku pernah mengalami keluhan serupa 2 tahun SMRS, keluhan
saat itu berupa nyeri telinga dan keluar cairan bening, tidak berbau dari telinga
kiri. Pasien juga mulai kurang dengar sejak 2 tahun yang lalu, namun sempat
membaik setelah berobat ke RS Metro 1 tahun yg lalu. Pasien tidak mengingat
obat yang diberikan saat itu.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sudah pernah mengalami nyeri telinga kiri dan keluar cairan dari
telinga sebelumnya yaitu 2 tahun SMRS. Pasien mengaku keluhan sempat
dirasakan membaik ketika berobat di RS Metro. Pasien menyangkal riwayat
diabetes, darah tinggi, asam urat.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada yang mengalami hal serupa pada keluarga pasien.

Riwayat Kebiasaan
Pasien sering membersihkan telinga menggunakan cotton bud. Pasien
merokok 1 bungkus per hari maupun minum alkohol. Pasien juga tidak
mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka panjang.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien bekerja di sebuah pabrik, dan tinggal bersama Istri dan anak.

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

2
1.3 Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4M6V5
Tekanan darah : 120/70
Nadi : 84x/menit
Laju nafas : 20x/menit
Suhu : 36.7C

Kulit - Ikterus/jaundice/kekuningan (-)


keseluruhan - Kemerahan (-)
- Edema (-)

Kepala Bentuk Bentuk kepala normosefali


kepala
dan

Rambut - Rambut berwarna


wajah
hitam
- Rambut tersebar
merata
Mata - Mata cembung
- Sklera ikterik (-/-)
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Pupil bulat (+/+)
- Bentuk sama besar dan isokor (+/+)

3
Hidung Inspeksi - Penampakan hidung normal
- Pernapasan cuping hidung (-/-)
- Septum deviasi (-)
- Darah kering (-/-)
- Masa (-/-)
- Discharge (-/-)

Palpasi - Krepitasi (-)


- Nyeri tekan pada sinus (-)

Rhinosko - Septum deviasi (-)


pianterior - Konka inferior hipertrofi (-) pucat (-/-)
- Konka media hipertrofi (-) pucat (-/-)
- Sekret (-)
Telinga Inspeksi - Bentuk normal (+/+)
- Auricula hiperemis (-/-)
- KGB membesar (-/-)

Palpasi - Nyeri tekan tragus (-/-)


- Nyeri pinna (-/-)
- Nyeri tekan mastoid (-/-)
- KGB membesar (-/-)

Otoskop AD: liang telinga lapang, serumen (-),


sekret (-), membran timpani intak (+)

AS: liang telinga lapang, serumen (-),


sekret (-) membran timpani
perforasi sentral (+)

4
Special - Rinne (+/-)
test - Weber: lateralisasi ke telinga kiri
- Swabach: memanjang

Tenggorokan Inspeksi - Uvula ditengah


- Faring hiperemis (-), granul (-)
- Tonsil T1/T1, hiperemis (-), kripta
melebar (-), detritus (-),
pseudomembran (-)

Thorax
Jantung Inspeksi - Scars (-)
- Bekas operasi (-)
- Ictus Cordis (-)
- Diskolorisasi (-)

Palpasi - Ictus Cordis teraba (-)

Perkusi Batas jantung normal

Auskultasi - S1-S2 reguler


- S3 (-)
- S4 (-)

5
Paru-paru Inspeksi - Scars (-)
- Barrel chest (-)
- Pactus excavatum (-)
- Pactus carinatum (-)
- Retraksi (-)
- Diskolorisasi (-)
- Pernapasan statis
dinamis, tidak ada
paru yang tertinggal

Palpasi - Chest expansion :


Pernapasan statis
dinamis, tidak ada
pernapasan tertinggal
- Taktil vocal fremitus
simetris
Perkusi - Seluruh lapang paru
terdengar sonor (+)

Auskultasi - Seluruh lapang paru


terdengar vesikuler (+/
+)
- Ronchi (-/-)
- Wheezing (-/-)
Abdomen Inspeksi - Bekas luka dan
operasi (-)
- Bentuk perut datar
- Caput medusa (-)
- Spider navy (-)

6
Auskultasi - Bising usus normal
8x/menit
- Metallic sound (-)
- Borborhytmic (-)
- Bruit (-)

Perkusi - Seluruh lapang


abdomen terdengar
timpani (+)
Palpasi - Nyeri tekan (-)

Special - Ballotement test (-/-)


test - Ketok CVA (-/-)

Pemeriksaan Cranial Sikap mulut istirahat: Simetris


Neurologis Nerve 7
Angkat alis : Simetris

Mengerutkan dahi: Simetris

Menutup mata : Simetris, kuat

Menggembungkan pipi :
Simetris, kuat

Menyeringai : Simetris

Rasa kecap ⅔ anterior lidah:


Tidak dilakukan

7
Ekstremitas - Edema (-/-)
- Clubbing finger (-)
- Simetris
- Scars (-/-)
- Crt < 2 detik (+/+)

Tabel 1.1 Hasil Pemeriksaan Fisik Pasien

8
1.4 Pemeriksaan Penunjang

a. X-Ray Chest (29/2/2020)

Gambar 1.1 Hasil Pemeriksaan X-Ray Toraks Pasien

Kesan: Cor dan pulmo dalam batas normal

9
b. X-Ray Mastoid (18/2/2020)

Gambar 1.2 Hasil Pemeriksaan X-Ray Mastoid Pasien

Kesan: Mastoiditis Bilateral

10
c. Audiometri

Gambar 1.3 Hasil Pemeriksaan Audiometri Pasien

Kesan: Tuli konduktif sedang aurikular sinistra


11
d. Lab (29/2/2020)

Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal

Hemoglobin 14 g/dL 11.70 – 15.50

Hematokrit 39.6 % 35.00 – 47.00

Eritrosit 4.66 106/mL 3.80 – 5.20

Leukosit 5.19 103/mL 3.60 – 11.00

Trombosit 298 103/mL 150.00 – 440.00

MCV 85 fL 80.00 – 100.00

MCH 30 Pg 26.00 – 34.00

MCHC 35.4 g/dL 32.00 – 36.00

Prothrombin Time
Control 10.9 detik
Patient 10.4 detik
INR 1

APTT
Control 31.6 detik
Patient 34.4 detik

BIOCHEMISTRY

SGOT 17 U/L 0 – 32

12
SGPT 10 U/L 0 – 33

Ureum 22 mg/dL < 71

Creatinine 1.07 mg/dL 0.5 – 1.1

eGFR 88.8 mL/mnt/1.73 m^2

GDS 94 mg/dL < 200

ELECTROLYTE

Sodium (Na) 139 mmol/L 137 – 145

Potasium (K) 3.9 mmol/L 3.6 – 5.0

Chloride 105 mmol/L 98 – 107

Tabel 1.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien

1.5 Resume
Pasien Tn. S datang dengan keluhan nyeri telinga kiri sejak 1 bulan SMRS.
Nyeri pada telinga kiri dirasakna terus-menerus, tidak menajalar, dengan skala
nyeri 6 dari 10. Pasien sudah diberi obat dan hanya membaik untuk sementara.
Keluhan lain berupa pendengaran berkurang pada telinga kiri sejala 1 bulan yang
lalu. Pasien mengaku adanya suara berdenging yang dirasakan terus menerus.
Pasien sebelumnya juga pernah mengalami nyeri telinga kiri 2 tahun ya lalu, saat
itu pasien mengaku keluar cairan being tidak berbau. Pasien juga sempat
pendengaran berkurang 2 tahun yang lalu namuna setelah berobat di RS Metro,
pasien sempat merasa membaik. Pasien memiliki kebiasaan sering membersihkan
telinga menggunakan cotton bud, pasien merokok 1 bungkus per hari. Pada

13
pemeriksaan fisik ditemukan MT AS pasien terdapat perforasi sentral. Hasil
pemeriksaan penunjang seperti x-ray menunjukan adanya mastoiditis bilateral.

1.6 Diagnosis
Otitis media supuratif kronik tipe benigna

1.7 Tatalaksana
Medikamentosa:
1. Ceftriaxone IV 1 gr BD
2. Ketorolac IV 30 mg TDS
3. Asam Traneksamat IV 500 mg TDS

1.8 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia

14
1.9 Follow Up

S Pasien mengatakan masih merasa sedikit nyeri pasca operasi pada


telinga kiri (2/10), denging yang dirasakan di telinga kiri sudah
berkurang. Pasien tidak mengeluhkan demam, batuk (-), pilek (-),
mual (-), muntah (-), pusing berputar (-). Pasien sudah makan dan
minum, BAB dan BAK tidak ada keluhan.
O Keadaan umum: Tampak sakit ringan
Kesadaran: Compos mentis
GCS: 15 (E4M6V5)
TTV: TD: 120/80 mmHg, HR 84 x / menit, RR 18 x / menit, suhu
36,6oC
Telinga: AD dbn, AS terpasang perban, tidak ada rembesan darah.
Hidung: dbn.
Tenggorok: dbn.
A Pasca Timpanoplasty a/i OMSK AS
P Ceftriaxone IV 1 gr BD

Ketorolac IV 30 mg TDS

Asam traneksamat IV 500 mg TDS

Tabel 1.3 Hasil Follow up Pasien

15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga


Anatomi telinga dibagi menjadi 3 bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah,
dan telinga dalam. Antara telinga luar dan telinga tengah dibatasi oleh membrane
timpani, dan antara telinga tengah dan telinga dalam dibatasi oleh kanalis
semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar, dan
promontorium.1
a) Telinga Luar
Telinga luar itu sendiri dibagi menjadi daun telinga (auris atau pina), liang
telinga (kanalis akustikus eksternus) dan gendang telinga (membrane timpani).
Daun telinga merupakan selembar kartilago fibro-elastik yang dilapisi oleh
perikondrium serat kulit, kecuali bagian lobules dan bagian luar liang telinga.
Liang telinga berbentuk lurus dan bermula dari dasar konka hingga ke membrane
timpani, dengan panjang sekitar 20-24mm. Batas-batas liang telinga berupa
membrane timpani pada bagian medial, fossa-kranii media pada bagian superior,
sel-sel mastoid pada bagian posterior, kelenjar parotis pada bagian inferior, dan
sendi temporomandibular, serta pada bagian posterior-superior dalam liang telinga
berbatasan dengan antrum mastoid. Liang telinga dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
1/3 bagian tulang rawan yang dilapisi kulit tebal yang mengandung kelenjar
serumen dan kelenjar pilosebasea yang menghasilkan serumen, dan 2/3 bagian
tulang yang dilapisi kulis tipis yang berlanjut hingga permukaan membrane
timpani. Kulit pada bagian ini tidak tumbuh rambut dan tidak terdapat serumen.
Pada bagian ini terdapat penyempitan yang sebut ismus.1
Membran timpani yang merupakan batas anatara telinga luar dan telinga
tengah ini terletak secara oblik, berbentuk oval dengan ukuran tinggi 7-10mm,
lebar 6-8m, dan tebal 0,1mm. Membran timpani dibagi menjadi 2 bagian, yaitu

16
pars tensa dan pars flaksida (membrane shrapnel). Pars tensa dibagi menjadi 3
lapis, yaitu: 1) bagian luar, lapisan epitel yang merupakan lanjutan dari kulit liang
telinga; 2) bagian dalam, lapisan mukosa yang merupaka lanjutan dari mukosa
telinga tengah; dan 3) bagian tengah, merupakan jaringan ikat yang berjalan secara
radial, sirkular, dan parabolic. Pars flaksida adalah area yang sempit pada bagian
superior yang terdiri dari 2 lapisan, yaitu lanjutan epitel kulit liang telinga di bagian
luar, dan lanjutan epitel kubus bersilia dari mukosa telinga tengah dibagian dalam.1

Gambar 2.1 Anatomi Telinga Luar

b) Telinga Tengah
Telinga tengah dimulai setelah membran timpani, dimana terdapat sebuah
ruang yang merupakan kavum timpani. Kavum timpani bersama tuba eustachius,
antrum mastoid dan sel-sel mastoid disebut sebagai rongga telinga tengah dan
dilapisis oleh mukosa dan berisi udara.1

17
Kavum timpani adalah sebuah ruang di medial membrane timpani yang
berisi udara dan terdapat tulang-tulang pendengaran, yaitu maleus, inkus, dan
stapes. Kavum timpani terhubung dengan nasofaring lewat tuba eustachius untuk
ventilasi udara. Kavum timpani dibagi menjadi 3 bagian: epitimpanum atau atik
adalah bagian atas dari kavum timpani yang berada lebih tinggi dari batas atas
membrane timpani. Bagian ini berisi kaput maleus dan korpus inkus;
mesotimpanum, bagian yang berada di antara batas atas dan batas bawag membrane
timpani; dan hipotimpanum, bagian yang berada lebih rendah daripada batas bawah
membrane timpani.1
Kavum timpani memiliki bentuk kubus dengan 6 batas, yaitu:
- Batas luar: membrane timpani. Sebagian besar terbentuk oleh membrane
timpani dan sebagian kecil di epitimpanum terbentuk oleh dinding tulang yang
merupakan bagian dari pars skuamosa os temporal, yang disebut skutum.
- Batas depan: tuba eustachius.
- Batas bawah: vena jugularis (bulbus jugularis). Terdapat dinding tipis yang
memisahkan bulbus jugularis dengan kavum timpani.
- Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis. Berbatasan
dengan sel-sel udara mastoid yang berada di dalam tonjolan tulang yang disebut
prominensia piramidalis. Di bagian puncaknya muncul tendo m. stapedius yang
melekat pada leher stapes. Di dinding posterior prominensia piramidalis berjalan
nervus fasialis. Pada bagian lateral pyramid terdapat cekungan yang disebut
resesus fasialis , yang di sebelah medial dibatasi oleh nervus VII pars vertikalis,
di sebelah lateral oleh korda timpani, dan di superior oleh fosa inkudis.
- Batas atas: tegmen timpani (menigen/otak). Membatasi kavum timpani dengan
fosa kranii media.
- Batas dalam: berturut-turut dari atas ke bawah kanali semisirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar, dan promontorium.
Terdapat 3 tulang pendengaran pada telinga tengah, yaitu maleus (martil),
inkus (landasan), dan staped (sanggurdi). Tulang-tulang ini dihubungkan oleh sendi

18
sehingga dapat bergerak sendiri. Maleus memiliki kepala, leher dan lengan
(prosesus longus), serta dua prosesus, yaitu prosesus lateralis dan anterior. Kepala
dan leher maleus terdapat di dalam atik, lengan melekat pada lapisan jaringan ikat
membrane timpani, dan prosesus lateralis membentuk tonjolan membulat jika
dilihat dari permukaan membrane timpani. Inkus mempunyai korpus dan prosesus
brevis yang terletak di daerah atik, serta prosesus longus yang terletak vertical dan
melekat pada kepala stapes. Sedangkan stapes, mempunya kepala, leher, krura
anterior, krura posterior, dan lempeng kaki. Lempeng kaki stapes Ini menutupi
fenestra ovalis, dan diperantarai ligamentum anularis agar dapat bergerak seperti
piston apabila terdapat getaran suara.1
Telinga tengah memiliki 2 otot, yaitu m. tensor timpani dan m. stapedius.
Muskulus staepidus dipersarafi oleh cabang nervus VII dan m. tensor timpani
dipersarafi oleh cabang nervus mandibularis (nervus V3). Pada promontorium
terdapat pleksus timpani yang mempersarafi permukaan medial membrane timpani,
kavum timpani, sel-sel udara mastoid, dan tuba eustachius bagian tulang. Selain
itu, pleksus timpani juga memiliki serabut sekretotomotor untuk kelenjar parotis.1
Pada telinga tengah terdapat aliran darah yang berasal dari 2 arteri besar
dan 4 arteri kecil. Arteri besar pada telinga tengah, berupa: 1) cabang timpani
anterior arteri maksilaris, yang memperdarahi membrane timpani, serta 2) cabang
atilomastoid arteri aurikularis posterior, yang memperdarahi telinga tengah dan sel-
sel udara mastoid. Arteri kecil pada telinga tengah, berupa: 1) cabang petrosal arteri
meningea media, yang bersamaan dengan nervus petrosus mayor; 2) cabang
timpani superior arteri menigea media, yang berjalan sepanjang kanalis m. tensor
timpani; 3) cabang arteri dari kanalis pterygoid, yang berjalan sepanjang tuba
eustachius; dan 4) cabang timpani arteri karotis interna.1
Tuba eustachius yang terdapat didalam kavum timpani merupana sebuah
saluran yang menghubungkan nasofaring dengan kavum timpani. Tuba eustachius
dibagi menjadi 2 bagian, yaitu 1/3 bagian posterolateral berdinding tulang dan 2/3
bagian anteromedial berdinding fibrokartilago. Kedua dinding ini betemu pada

19
bagian ismus yang merupakan bagian tersempit dari tuba eustachius. Tube
eustachius berhubungan dengan beberapa struktur seperti otot, mukosa dan saraf.
Otot-otot seperti m. tensor veli palatine, m. levator veli palatine, dan m.
salpingofaringeus merupakan oro yang bekerja sebagai dilator yang membuka tuba
eustachius. Mukosa yang melapisi tuba eustachius menyerupai mukoa saluran
nafas yaiut epitel silinder berlapis semua bersilia. Mukosa tuba dipersarafi dari
sensorik dan motoric nervus IX. Fungsi yang dimiliki oleh tuba eustachius,
berupa: fungsi ventilasi, fungsi proteksi, dan fungsi mengalirkan sekret.1

Gambar 2.2 Anatomi Telinga Tengah

c) Telinga Dalam
Telinga dalam lea yang berbentuk seperti rumah siput, berupa dua setengah
lingkaran dan menjadi lokasi membranous labyrinth yang dikelilingi cairan yang

20
dinamai perilimfe. Koklea secara melintang dibagi menjadi tiga kanal (kanalis
semisirkularis), yaitu skala vestibuli yang berlanjut menjadi vestibuli, skala timpani
dan skala media yang terletak di antara skala vestibuli dan skala timpani. Ketiga
kanal ini yang menyatu menjadi spiral sepanjang koklea dipisahkan oleh dua
membran. Skala vestibuli dan skala media dipisahkan oleh membran Reissner.
Skala media dan skala timpani dipisahkan oleh membran basal. Skala vestibuli dan
skala timpani berisikan cairan yang sama, yaitu cairan perilimfe. Cairan perilimfe
memiliki konsentrasi sodium (Na) yang tinggi, dan konsentrasi potasium (K) yang
rendah. Skala media berisikan cairan endolimfe, yang memiliki konsentrasi
potasium yang tinggi dan konsentrasi sodium yang rendah. Pada membran basal
terdapat sel rambut, terdiri dari sel rambut dalam dan sel rambut luar, dan kanalis
korti yang membentuk organ korti yang merupakan organ reseptor pendengaran.1

Gambar 2.3 Anatomi Telinga Dalam

21
2.2 Fisiologi Pendengaran
Awal dimulainya sebuah proses pendengaran adalah dengan adanya energy
bunyi yang ditangkap oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang kemudian
akan dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran dari gelombang
tersebut akan menggetarkan membrane timpani yang kemudia akan diteruskan ke
telingah tengah melalui maleus, inkus, dan stapes. Tulang-tulang pendengaran ini
kemudian akan mengaplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membrane timpani dan tingkap lonjong. Setelah
diamplifikasikan, energy getar ini kemudian akan diteruskan oleh tulang stapes
yang menggerakan tingkap lonjong sehinga cairan perilimfa yang berada diskala
vestibula akan bergerak. Getaran ini akan diteruskan melalui membrane reissner
yang mendorong endolimfa, sehingga akan terjadi gerak relative antara membrane
basilaris dan membrane tektoria. Proses yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut ini merupakan rangsang mekanik, hal ini menstimulasi
terbukanya kanal ion dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
Keadaain ini akan menimbulkan sebuah proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius. Potensial aksi ini kemudian dilanjutkan ke nukleus auditorius
hingga ke korteks pendengaran pada lobus temporalis.1

2.3 Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)


a) Definisi
OMSK adalah inflamasi persisten pada telinga bagian tengah atau kavitas
mastoid. Sebutan lain yang sering digunakan berupa otitis kronis media, mastoiditis
kronis, dan timpanomastoiditis kronis. OMSK ini dikarakteristikan sebagai
keluarnya cairan/sekret (otore) secara berulang atau persisten selama lebih dari 2-6
minggu melalui membrane timpani yang sudah perforasi.2

22
b) Epidemiologi
OMSK merupakan sebuah kejadian yang umum terjadi di negara
berkembang dibanding negara maju. Angka kejadian OMSK di negara maju seperi
Amerika Serikat adalah kurang dari 1%, sedangkan pada negara berkembang
didapatkan angka kejadi sekitar 6-46% dari populasi pada negara berkembang.
Angka kejadian OMSK di seluruh dunia mencapai sekitar 65-330 juta orang,
terutama negara berkembang. 60% dari kejadian di seluruh dunia mengalami
penurunan fungsi pendengaran secara signifikan. Indonesia sendiri, berdasarkan
survei Nasional kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran terakhir
menunjukkan dari 8 provinsi di Indonesia didapatkan morbiditas THT 38,6%, dan
untuk OMSK sendiri sebesar 3,1% dari jumlah penduduk. Diperkirakan akan
didapatkan sekitar 31 juta kasus baru OMSK per tahun.3

c) Faktor Risiko
OMSK biasanya merupakan hasil komplikasi dari otitis media akut
persisten, namun faktor resiko untuk kondisi ini bervariasi pada berbagai keadaan.
Infeksi saluran nafas atas yang sering dan kondisi sosial ekonomi yang buruk
seringkali dihubungkan dengan terjadinya OMSK. Pemasangan tympanostomy
tubes merupakan salah satu factor etiologi terjadinya OMSK di negara maju dan
populasi yang memiliki keuntungan. Factor resiko yang membuat anak-anak rentan
mengalami OMSK adalah masuk childcare centres, ibu yang memiliki riwayat
keluar caira dari telinga, serumah dengan perokok, dan memiliki infeksi saluran
nafas atas yang berat.7
Menurut WHO, anak-anak dengan riwayat otitis media akut (OMA)
berulang adalah predisposisi untuk terjadinya OMSK. Secara umum, faktor risiko
OMSK bersifat multifaktorial, antara lain pengobatan antibiotik yang tidak
adekuat, infeksi saluran nafas bagian atas berulang, higienitas sehari-hari yang
buruk seperti penggunaan air yang kurang bersih, gizi buruk dan buruknya akses ke
pelayanan kesehatan. Selain itu, paparan terhadap asap rokok dan riwayat keluarga

23
dengan otitis media juga meningkatkan risiko terjadinya OMSK. Kombinasi faktor
risiko dengan status sosioekonomi yang rendah, tinggal di pemukiman ramai dan
jumlah keluarga yang banyak dan edukasi kesehatan orang tua yang rendah juga
dapat mempengaruhi terjadinya OMSK.4

d) Klasifikasi
OMSK diklasifikasikan menurut letak perforasi membran timpani (sentral,
marginal, dan atik), derajat keparahan/peradangan/destruksinya (tipe aman/benign
dan tipe bahaya), dan ada tidaknya sekret yang keluar (OMSK fase aktif dan
OMSK fase tenang).1,6
1. Sentral
Letak perforasi pada pars tensa, terdapat sisa tepi membran timpani.
2. Marginal
Sebagian tepi membran berhubungan dengan annulus / sulkus timpanikum.
3. Atik
Letak perforasi pada pars flaccida

Gambar 2.4 Letak Perforasi Membran Timpani5

24
4. OMSK tipe aman/jinak/benign (tipe Tubotympanic)1,5,6
▪ Peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa (tidak
mendestruksi tulang secara langsung), disebut juga sebagai OMSK tipe
mukosa dan OMSK tubotimpanik.
▪ Perforasinya terletak di sentral.
▪ Pada OMSK tipe aman tidak didapati kolesteatoma dan jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
▪ Biasanya dimulai pada masa anak-anak.
▪ Keluarnya cairan dapat terus-menerus, atau dapat sembuh kemudian
kambuh lagi menyertai infeksi saluran napas atas.
▪ Sering diawali Oleh otitis media akut (OMA) yang meninggalkan perforasi
sentral yang besar. Hal itu menyebabkan infeksi telinga tengah mudah
terjadi karena terhubung dengan dunia luar.
▪ Kekambuhan juga dapat terjadi karena infeksi dari hidung, sinus, tonsil, dan
adenoid.
▪ Sekret yang persisten pada telinga tengah juga dapat disebabkan oleh alergi
makanan seperti susu, telur, ikan, dan sebagainya.
▪ Patologi: Kelainannya mengenai mukosa telinga tengah terutama di bagian
antero-inferior. Proses radang dapat sembuh sementara. Kemudian terjadi
eksaserbasi akut kembali. Lama-kelamaan mungkin terjadi proses destruksi.
Patologi yang terjadi adalah sebagai berikut:
a. Perforasi sentral (perforasi pars tensa), dengan ukuran dari kecil
Sampai besar.
b. Mukosa telinga tengah saat infeksi aktif tampak edema dan basah, saat
tenang terlihat normal.
c. Mungkin terlihat jaringan polip yang licin dan berwarna putih pucat,
keluar dari lubang perforasi ke telinga luar.

25
d. Tulang-tulang pendengaran biasanya masih utuh dan dapat bergerak
baik. Kadang-kadang dapat dijumpai nekrosis pada prosesus longus
inkus yang atrofi karena gangguan vaskularisasi.
e. Timpanosklerosis akibat hialinisasi serta klasifikasi jaringan ikat sub-
epitel yang dapat terlihat pada sisa membran timpani dan/atau tulang
pendengaran. Jika ada timpanosklerosis, gerak. Membran timpani dan
tulang-tulang pendengaran akan terganggu sehingga menyebabkan tuli
konduktif.
f. Fibrosis dan adhesi yang dapat timbul pada peradangan menahun
sehingga akan mengganggu mobilitas tulang-tulang pendengaran, serta
menyebabkan obstruksi tuba eustachius.
▪ Bakteriologi: Didapat dari kultur pus. Menunjukkan kuman aerob dan
anaerob, antara lain Pseudomonas aeruginosa, Proteus, Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus untuk kuman aerob, sedangkan kuman anaerob
antara lain Bacteriodes fragilis dan Streptococcus.
▪ Gejala: Sekret telinga, keluat cairan mukoid atau mukopurulen dari telinga,
terus-menerus atau hilang timbul. Kekambuhan dapat disebabkan oleh
infeksi saluran napas atas atau jika telinga kemasukan air. Gangguan
pendengaran yaitu berupa tuli konduktif ringan sampai sedang.

5. OMSK tipe bahaya (tipe Atticoantral) (OMSK dengan kolesteatoma)1,5,6


▪ Disebut tipe bahaya karena cenderung menimbulkan komplikasi berbahaya
karena progresivitasnya bersifat destruktif.
▪ Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya marginal atau di atik. Terkadang
terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal.6
▪ OMSK tipe bahaya adalah OMSK yang mengandung kolesteatoma.
▪ Kolesteatoma adalah epitel berlapis gepeng disertai debris tumpukan
pengelupasan keratinnya, yang terjebak di dalam rongga timpanomastoid.

26
Kolesteatoma tumbuh terus mengerosi tulang di sekitarnya terutama karena
proses enzimatik osteoclast.
▪ Kolesteatoma dapat terjadi kongenital atau didapat. Tipe yang didapat
dibagi menjadi didapat primer atau didapat sekunder.
a. Tipe didapat primer, nama lainnya adalah penyakit atiko-antral, terjadi
retraksi membran timpani di atik yang tidak didahului oleh infeksi
telinga tengah. Infeksi telinga tengah terjadi kemudian karena infeksi
sekunder akibat bakteri yang tumbuh di kolesteatima, yang merupakan
media kuman yang baik.
b. Tipe didapat sekunder jika kolesteatoma terjadi akibat komplikasi
OMSK tipe benign. Selain ditandai oleh adanya kolesteatoma, juga
terjadi osteitis. Kadang-kadang dijumpai jaringan granulasi yang timbul
sebagai reaksi tubuh Karena adanya erosi tulang. Sering menyebabkan
komplikasi yang berbahaya atau fatal. Pada tipe ini tidak ada masa
OMSK tenang.
▪ Patologi: OMSK tipe bahaya berhubungan dengan patologi berikut.
a. Kolesteatoma
b. Osteitis dan jaringan granulasi
(a) Osteitis terjadi pada dinding luar atik dan tepi posterior-superior
anulus timpani.
(b) Massa jaringan granulasi tumbuh di sekitar daerah osteitis, dan
bisa memenuhi atik, antrum, kavum timpani posterior, dan
mastoid. Jaringan granulasi terlihat berupa massa polipoid
berwarna merah.
c. Nekrosis tulang-tulang pendengaran.
(a) Kolesteatoma mendestruksi tulang pendengaran, yang biasanya
dimulai hanya pada prosesus longus inkus, kemudian mengenai
stapes, maleus, atau seluruh tulang pendengaran.

27
(b) Hal ini menyebabkan tuli konduktif yang lebih berat daripada tipe
jinak.
(c) Kadang-kadang terdapat jaringan kolesteatoma mengisi tempat
yang mengalami destruksi tulang dan menggantikan tulang
pendengaran sebagai penghantar energi suara sehingga gangguan
pendengaran tidak terlalu nyata.
▪ Bakteriologi: Bakteri yang didapati pada OMSK tiper berbahaya sama
dengan pada OMSK tipe jinak.
▪ Gejala:
a. Sekret telinga: Biasanya kental dan berbau busuk karena ada nekrosis
tulang.
b. Gangguan pendengaran: Biasanya ada gangguan pendengaran
konduktif, tetapi mungkin ada tuli campur. Pendengaran dapat seperti
normal jika kolesteatoma menggantikan tempat-tempat tulang yang
destruksi.
c. Perdarahan: Dapat terjadi jaringan granulasi atau polip terkena saat
membersihkan telinga.

6. OMSK fase aktif


Pada Jenis OMSK fase aktif, ada sekret yang keluar dari membran timpani
secara aktif. Cairan dapat berupa mukosa hingga mukopurulen.6

7. OMSK fase tenang


Pada Jenis OMSK fase tenang, tidak ada sekret yang keluar dari kavum
timpani, namun kavum timpani dapat terlihat basah atau kering.6

28
e) Etiologi
OMSK pada umumnya diawali dengan otitis media berulang pada anak,
hanya sedikit yang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
peradangan nasofaring, mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius.2,4
Faktor-faktor yang menyebabkan otitis media supuratif menjadi kronik
sangat majemuk, beberapa diantaranya.2,4,5
1. Gangguan fungsi tuba eustakhius yang kronik akibat:
1. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronik atau berulang.
2. Obstruksi anatomik tuba eustakhius parsial atau total.
2. Perforasi membrana timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologis menetap pada
telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid.
5. Terdapat daerah-daerah dengan skuesterisasi atau osteomielitis persisten di
mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.

f) Patofisiologi
Patofisiologi OMSK melibatkan berbagai faktor yang berhubungan dengan
tuba eustachius, baik faktor lingkungan, faktor genetik, maupun faktor anatomik.
Tuba eustachius memiliki fungsi penting yang berhubungan dengan kavum
timpani, diantaranya fungsi ventilasi, fungsi proteksi, dan fungsi drainase.
Penyebab endogen maupun eksogen dapat mengganggu fungsi tuba dan
menyebabkan otitis media. Penyebab endogen misalnya gangguan silia pada tuba,
deformitas palatum, atau gangguan otot-otot dilatator tuba. Penyebab eksogen
misalnya infeksi atau alergi yang menyebabkan inflamasi pada muara tuba.8
Mayoritas OMSK merupakan kelanjutan atau komplikasi otitis media akut
(OMA) yang mengalami perforasi. Namun, OMSK juga dapat terjadi akibat

29
kegagalan pemasangan pipa timpanostomi (gromet tube) pada kasus otitis media
efusi (OME). Perforasi membran timpani gagal untuk menutup spontan, sehingga
mudah terjadi infeksi berulang dari telinga luar atau paparan alergen dari
lingkungan. Keadaan ini menyebabkan otorea yang persisten.8
Infeksi kronis ataupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorokan
dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba eustachius sehingga kavum timpani
mudah mengalami gangguan fungsi hingga infeksi dengann otorea terus-menerus
atau hilang timbul. Peradangan pada membran timpani menyebabkan proses
kongesti vaskuler, mengakibatkan terjadi iskemi pada suatu titik, yang selanjutnya
terjadi titik nekrotik yang berupa bercak kuning. Bila disertai tekanan akibat
penumpukan discharge dalam kavum timpani dapat mempermudah terjadinya
perforasi membran timpani. Perforasi yang menetap akan menyebabkan rongga
timpani selalu berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman yang berasal dari
kanalis auditorius eksternus dan dari udara luar dapat dengan bebas masuk ke
dalam kavum timpani. Kuman yang bebas masuk ke dalam kavum timpani
menyebabkan infeksi yang mudah berulang atau bahkan berlangsung terus-
menerus. Keadaan kronik ini ditetapkan berdasarkan waktu dan penggolongan
stadium didasarkan pada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman
gambaran patologi disebabkan oleh proses yang bersifat eksaserbasi atau persisten,
efek dari kerusakan jaringan, serta pembentukan jaringan sikatrik.8

30
Gambar 2.5 Diagram Patofisiologi OMSK8

Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan menjadi mukosa


sekretorik yang memiliki sel goblet yang mengekskresi sekret mukoid atau
mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang berlangsung lama
menyebabkan mukosa mengalami proses pembentukan jaringan granulasi dan atau
polip. Jaringan patologis dapat menutup membran timpani, sehingga menghalangi
drainase. Keadaan seperti ini menyebabkan OMSK menjadi penyakit persisten.8
Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada proses
penutupannya dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamosa masuk ke telinga tengah,
kemudian terjadi proses deskuamasi normal yang akan mengisi telinga tengah dan
antrum mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma akuisita sekunder.8

31
Kolesteatoma merupakan media yang cukup sesuai bagi pertumbuhan kuman
patogen dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma bersifat destruktif, sehingga mampu
menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk rangkaian tulang pendengaran oleh
reaksi erosi dari enzim osteolitik atau kolagenase yang dihasilkan oleh proses
kolesteatoma dalam jaringan ikat subepitel.18 Pada proses penutupan membran
timpani dapat juga terjadi pembentukan membran atrofik dua lapis tanpa unsur
jaringan ikat, dimana membran bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi
aktif.8

g) Gejala Klinis
OMSK ditandai dengan adanya cairan yang keluar dari telinga (otorrhea)
yang bersifat persisten lebih dari 2-6 minggu akibat dari perforasi membrane
timpani. Selain itu, tanda lainnya yang khas berupa penebalan granular mukosa
telinga tengah, polip mukosa dan kolesteatoma dalam telinga tengah. OMSK perlu
dibedakan dari otitis media kronis dengan otitis media efusi, dimana membrane
timpaninya tampak utuh dengan adanya cairan di dalam telinga tengah namun tidak
ditemukan adanya infeksi aktif.
OMSK dapat menyebabkan conductive hearing loss maupun sensorineural
hearing loss. Hal ini dapat terjadi karena perforasi membrane timpani yang
menghambat konduksi suara ke telinga dalam. Tingkat terganggunya fungsi
pendengaran berbanding lurus dengan kerusakan yang terjadi pada telinga tengah.
Pada beberapa kasus OMSK, gangguan pendengaran permanen dapat dikaitkan
dengan perubahan jaringan yang irreversible dalam pendengaran.3 Selain otorrhea
dan hearing loss, pasien OMSK juga dapt mengeluhkan adanya otalgia / nyeri
telinga yang terjadi pada eksarsebasi akut dan menandakan adanya komplikasi
karena secret yang terhambat, atau infeksi yang sudah menyebar sampai duramater
maupun adanya abses otak.7 Vertigo juga merupakan keluhan yang biasa dijumpai
pada OMSK tipe maligna dan dikarenakan durasi OMSK yang terlambat ditangani.
Vertigo timbul ketika terdapat perubahan tekanan yang mendadak. Vertigo dapat

32
disebabkan oleh terjadinya infeksi pada labirin, kanalis semisirkularis, dan juga
saccule.9

OMSK Benign OMSK tipe bahaya


Kolesteatoma Tidak ada Ada
Sekret telinga Biasanya tidak berbau busuk, Biasanya berbau busuk,
mukopurulene purulen
Perforasi Sentral, pars tensa Atik atau marginal
Jaringan Sangat jarang Sering terjadi
granulasi
Polip Jika ada berupa edema Berupa jaringan granulasi,
mukosa yang bertangkai, berwarna merah
berwarna pucat
Komplikasi Jarang Sering
Audiogram Tuli konduktif Tuli konduktif atau campuran

Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Bedasarkan Klasifikasi OMSK1

h) Diagnosis
1. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis OMSK, perlu dimulai dengan anamnesis
dengan menanyakan apakah ada cairan yang keluar dari telinga, sudah berapa lama
keluhan tersebut muncul, warna cairan (bening atau berwarna tertentu), apakah
berbau, dan apakah cairan tersebut keluar terus menerus atau hilang timbul.
Ditanyakan juga apakah ada riwayat OMA berulang, riwayat perforasi traumatik
atau pemasangan pipa ventilasi pada telinga. Apakah ada penurunan pendengaran
pada telinga yang sakit, sudah berapa lama dan apakah ada keluhan telinga
berdenging/berdengung. Pada umumnya pasien menyatakan tidak ada keluhan
demam, namun apabila ada keluhan demam, vertigo dan nyeri maka dapat curiga
terjadi komplikasi intratemporal atau intrakranial. Apabila pasien mengatakan ada

33
riwayat OMSK persisten walaupun sudah diberikan terapi adekuat maka
kecurigaan adanya kolesteatoma perlu dipertimbangkan.2

2. Pemeriksaan fisik dan penunjang1


A. OMSK tipe aman
a. Pemeriksaan telinga: Dilakukan dengan lampu kepala atau otoskop. Lebih
baik lagi jika dilakukan pemeriksaan menggunakan mikroskop atau
endoskop. Jika ada cairan di liang telinga dibershikan terlebih dahulu.
b. Pemeriksaan audiogram: Dilakukan untuk mengukur beratnya derajat
gangguan pendengaran. Biasanya didapati tuli konduktif, tetapi kadang-
kadang juga disertai tuli sensorineural (tuli campur).
c. Pemeriksaan X-Ray: Pemeriksaan ini jarang diperlukan untuk terapi
konservatif, baru diperlukan jika akan dilakukan tindakan operasi, untuk
melihat perkembangan pneumatisasi mastoid dan perluasan penyakit.
d. Pemeriksaan mikrobiologi: Idealnya dilakukan pemeriksaan mikrobiologi
sekret telinga untuk menentukan antibiotik yang tepat, namun lebih umum
dilakukan dengan menggunakan data statistik kuman penyebab.

B. OMSK tipe bahaya1,5,6


a. Lampu kepala dan otoskop: Bersihkan jika ada sekret atau krusta.
Pandangan harus ditujukan ke arah atik dan posterior untuk melihat
perforasi atik atau postero-superior marginal. Kolesteatoma dapat terlihat
sebagai kantong retraksi (invaginasi) membran timpani yang berisi
serpihan-serpihan putih seperti mutiara di daerah atik atau pars tensa
bagian postero-superior. Bentuk kantong dari yang dangkal, sampai yang
terberat seluruh rongga kavum timpani sudah tererosi. Di dalam rongga
tersebut biasanya sudah terkumpul massa keratin yang sering terinfeksi,
bernanah, dan berbau busuk. Tidak jarang pula ditemukan kantong
kolesteatoma yang kering dan tidak jelas terinfeksi.

34
b. Mikroskop atau endoskop: Jika fasilitas tersedia, semua pasien otitis
media harus diperiksa dengan mikroskop operasi telinga atau endoskop
untuk dapat melihat lebih jelas adanya kolesteatoma, destruksi tulang,
granuloma, kondisi tulang-tulang pendengaran, dan sekret-sekret yang
tersembunyi.
c. Pemeriksaan pendengaran: Dilakukan dengan garpu tala dan audiogram.
Penilaian dilakukan sebelum dilakukan bedah.
d. Pemeriksaan radiologi: Dilakukan untuk mengetahui luasnya destruksi
tulang dan pneumatisasi mastoid. Dilakukan juga untuk mengetahui batas-
batas dura dan sinus sigmoid. Pemeriksaan CT-scan mastoid bukan
pemeriksaan rutin, tetapi dapat memberikan informasi secara lebih
mendetail perluasan kolesteatoma ke struktur penting yang saling
berdesakan di tulang temporal.
e. Pemeriksaan kultur dan resistensi kuman: Dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi dari sekret telinga untuk menentukan antibiotik yang masih
sensitif.

i) Tatalaksana
1. Penatalaksanaan OMSK tipe aman: Terapi OMSK bertujuan untuk
menghilangkan infeksi dan mencegah kekambuhan.1
a. Dilakukan pembersihan liang telinga, menggunakan kapas lidi yang
dibasahi cairan rivanol atau betadine, atau bisa juga dengan suction.
b. Obat tetes telinga antibiotik yang mengandung neomycin, polymixin,
chloromycetin, atau gentamicin, semuanya bersifat ototoksik dan dapat
menyebabkan tuli sensorineural permanen, sebaiknya tidak digunakan.
Obat tetes pilihan adalah ofloxacin (3-5 tetes, 2 kali sehari).
c. Antibiotik sistemik diberikan jika ada eksaserbasi akut lagi.
d. Pengobatan faktor penyebab seperti tonsilitis, hipertrofi tonsil,
rinosinusitis, serta rinitis alergi.

35
e. Terapi prefentif, telinga tidak boleh kemasukan air saat mandi atau
mencuci rambut, dan dilarang berenang. Pasien dapat dianjurkan
menggunakan sumbat telinga dari karet untuk mencegah telinga
kemasukan air. Hindari membuang ingus terlalu keras karena dapat
mendorong kuman dari nasofaring masuk ke dalam tuba. Tidak
diperbolehkan mengisap ingus ke dalam hidung (menarik napas dengan
kuat).
f. Tindakan bedah, jika ada polip/jaringan granulasi di liang telinga harus
diangkat agar obat tetes telinga dapat masuk sampai ke telinga tengah.
Polip telinga tidak boleh ditarik karena mungkin berasal dari stapes, n.
fasialis, atau kanalis horizontal dan dapat menyebabkan paralisis Fasialis
atau labiriniris.
g. Operasi rekonstruksi: Dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti, dengan
atau tanpa mastoidektomi untuk eradikasi sumber infeksi di telinga tengah
dan memperbaiki pendengaran serta mencegah rekurensi.

2. Penatalaksanaan tipe bahaya: Begitu diagnosis kolesteatoma telinga tengah


ditegakkan, sebagaiknya secepatnya dilakukan tindakan operasi, kecuali pada
kolesteatoma yang masih terbatas dan masih dapat diberiskan seluruhnya
melalui liang telinga.1
b. Terapi konservatif: Dilakukan dengan pengisapan berkala kolesteatoma di
bawah mikroskop atau endoskop. Hal tersebut dilakukan pada kasus-kasus
pasien yang tidak dapat atau menolak operasi. Jika ada polip atau jaringan
granulasi diangkat dengan hati-hati menggunakan cunam atau dikauter
dengan perak dan nitrat/asam trikoloroasetat. Yang penting telinga harus
diupayakan kering dan bersih.
c. Operasi mastoidektomi: Bertujuan untuk mengangkat semua jaringan
patologik. Selain itu dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki
pendengaran dengan tetap mengutamakan keamanan.

36
d. Operasi rekonstruksi: Dengan miringoplasti atau timpanoplasti. Dapat
dilakukan sekaligus sekaligus bersama mastoidektomi (timpano-
mastoidektomi), atau sebagai operasi tahap kedua setelah mastoidectomi.

j) Komplikasi
Gejala berikut menunjukkan kemungkinan adanya komplikasi: 1,5,7
1. Nyeri: OMSK jarang disertai nyeri, maka jika ada nyeri, dapat disebabkan oleh
otitis eksterna atau komplikasi yang serius seperti abses ekstradural, abses
perisinus, atau abses otak.
2. Vertigo: menunjukkan adanya kemungkinan adanya erosi kanalis
semisirkularis lateral yang dapat menjadi labirinitis atau meningitis. Harus
dilakukan uji fistula.
3. Sakit kepala persisten: Menunjukkan adanya komplikasi intrakranial.
4. Paresis fasialis: Menunjukkan adanya tanda-tanda destruksi kanalis fasialis.
5. Anak yang rewel tidak mau makan/minum dan banyak tidur, kemungkinan
abses ekstradural.
6. Demam, mual, muntah: tanda adanya infeksi intrakranial.
7. Leher kaku: tanda meningitis.
8. Diplopia: tanda labirinitis atau abses serebelum.
9. Ataksia: tanda labirinitis atau abses serebelum.
10. Abses di belakang telinga, tanda mastoiditis. Kadang-kadang adanya abses di
belakang telinga ini yang membawa pasien berobat ke dokter.

➢ Faktor yang mempengaruhi komplikasi OMSK1


OMSK dapat menyebabkan komplikasi berat, hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor.
1. Usia: komplikasi paling sering terjadi pada anak-anak di bawah usia 10 tahun
atau pada pasien usia lanjut.

37
2. Faktor sosioekonomi: Higinitas yang rendah, tinggal di tempat yang berdesak-
desakan, rendahnya pengetahuan tentang kesehatan, dan tinggal jauh dari
pelayanan kesehatan.
3. Virulensi kuman: banyak bakteri yang sudah menjadi resisten terhadap
antibiotik. Pemberian antibiotik yang dosisnya kurang adekuat, tidak sesuai.
Atau pemakaian tidak teratur, dapat menyebabkan terjadinya komplikasi.
4. Daya tahan tubuh rendah: lebih mudah terjadi komplikasi pada pasien diabeter
yang tidak terkontrol, penderita HIV, pasien yang mendapat obat-obat
imunosupresif, dan pasien kanker yang mendapat kemoterapi.
5. Adanya jalur yang Sudah terbentuk sebelumnya: infeksi dapat menyebar dari
rongga terlinga tengah melalui kanalis dasialis yang dehisens, bekas operasi
telinga sebelumnya, tiwayat draktur os temporal, atau dehisens pada dasar
telinga tengah.
6. Kolesteatoma: adanya kolesteatoma menyebabkan terjadinya osteitis atau
jaringan granulasi yang akan merusak jaringan tulang dan menyebabkan
infeksi makin masuk lebih dalam.

➢ Komplikasi Intratemporal1
A. Mastoiditis akut:
▪ Komplikasi yang sering terjadi pada anak dengan OMA yang pneumatisasi
mastoidnya baik.
▪ Etiologi: Faktor predisposisinya adalah virulensi kuman yang tinggi atau
daya tahan tubuh pasien turun karena gizi buruk atau penyakit-penyakit
lain, misalnya campak, diabetes.
▪ Kuman tersering yaitu Streptococcus ß-haemolyticus. Kadang ditemukan
juga bakteri anaerob.
▪ Proses patologi terjadinya mastoiditis adalah: proses sekret purulen
bertekanan tinggi dan deklasifikasi dinding tulang disertai resorpsi
osteoklas. Perluasan proses peradangan pada lapisan mukoperiosteum
meningkatkan produksi sekret purulen. Drainase sekret melalui perforasi

38
membran timpani dan/atau tuba eustachius Kurang dapat mengimbangi
produksi sekret. Selaui itu, pembengkakakn mukosa pada antrum dan atik
mneyebabkan gangguan drainase sehingga terjadi akumulasi sekret yang
bertekanan tinggi. Peradangan dan pembengkakan mukosa menyebabkan
larutnya kalsium dari dinding tulang mastoid sehingga terjadi deklasifikasi.
Kedua proses ini menyebabkan destruksi sekat sel-sel udara mastoid
sehingga terbentuk suatu rongga yang berisi pus (empiema mastoid),
disebut mastoiditis koalesens. Pus pdapat menembus korteks mastoid
menjadi abses subperiosteal, atau menembus ke permukaan kulit menjadi
fistel retroaurikuler.
▪ Gejala: keluhan serupa dengan keluhan OMSK akut namun dengan derajat
yang lebih berat.
1. Demam: pada anak, demam lebih tinggi. Demam berkurang setelah
nanah abses dapat keluar melalui perforasi membran timpani, atau
abses retroaurikuler yang pecah.
2. Otorea berat yang terus keluar dengan cepat setelah dibersihkan.
3. Nyeri tekan retroaurikuler, merupakan tanda yang karakteristik.
4. Sagging di daerah posterior-superior bagian proksimal kulit liang
telinga akibat periosteitis.
5. Membran timpani Tampak menonjol keluar (bulging), atau seringkali
diikuti perforasi.
6. Dapat teraba abses retroaurikuler.
7. Rasa Penuh di telinga dan gangguan pendengaran.
▪ Pemeriksaan penunjang:
1. X-Ray mastoid: Tampak perselubungan sel-sel udara karena ada
pengumpulan eksudat. Dapat terlihat tanda-tanda destruksi tulang. Pada
stadium lanjut bisa tampak kavitas di dalam mastoid.
2. CT scan mastoid: untuk melihat lebih detail dan melihat kemungkinan
komplikasi lain di jaringan sekitarnya akibat abses mastoid.

39
3. Pemeriksaan darah: leukositosis dan peningkatan laju endap darah.
4. Pemeriksaan bakteriologi: diambil apusan dari pus untuk pemeriksaan
kultur kuman dan tes sensitivitas antibiotik.
▪ Penatalaksanaan
1. Pasien harus rawat inap.
3. Antibiotik: sesuai hasil tes sensitivitas, atau dapat diberikan antibiotik
spektrum luas yang dapat menembus Blood Brain Barrier dengan dosis
tinggi, dapat dimulai dengan ampisilin atau amoksisilin dosis tinggi,
atau antibiotik lain yang dianggap sesuai dengan keadaan infeksi dan
kecocokan pasien. Karena sering disertai infeksi kuman anaerob,
ditambahkan metronidazol atau kloramfenikol.
4. Operasi mastoidektomi simpel: bertujuan untuk membersihkan pus
dengan membuka sel-sel mastoid dan kantong-kantong yang berisi pus.
Kavum timpani tidak disentuh, tetapi jika membran timpani masih
utuh, dulakukan juga miringotomi. Operasi ini perlu dilakukan jika
terdapat tanda-tanda mastoiditis akut koalesens yang tidak mengalami
perbaikan atau memburuk setelah terapi antibiotik 48 jam.

B. Petrositis1,5,7
▪ Radang di dalam pneumatisasi apeks petrosus. Kondisi ini sering
menyebabkan otorea persisten setelah mastoidektomi yang Kurang adekuat.
▪ Tanda dan gejala: trias Gradenigo:
1. Otorea persisten
2. Nyeri retroorbital ipsilateral karena iritasi ganglion nervus trigemenus
yang berada di dekatnya
3. Diplopia Karena teriritasinya nervus VI ipsilateral
▪ Pemeriksaan penunjang: CT scan Tulang temporal dan apeks petrosus.
▪ Penatalaksanaan: antibiotik sprektrum luas dosis tinggi. Operasi drainase
dengan mengikuti pneumatisasi ke apeks petrosus.

40
C. Labirinitis lokalisata1,5,7
▪ Terjadi fistula labirin (tererosinya labirin tulang). Pasien mengalami
serangan-serangan vertigo dan nistagmus, dengan uji fistula positif. Dapat
juga terjadi labirinitis difusa, ditandai dengan vertigo dan nistagmus hebat
dengan muntah-muntah serta tuli sensorineural sangat berat. Labirin dapat
mengalami osifikasi (labirinitis osifikans). Dari labirin, infeksi dapat masuk
ke intrakranial menyebabkan meningitis.
▪ Penatalaksanaan:
1. Medikamentosa: antibiotik spektrum luas dosis tinggi, dan anti-vertigo.
2. Operasi mastoidektomi.
3. Alat bantu dengar untuk tuli sensorineural, jika tidak dapat ditolong,
maka dilakukan operasi pemasangan kabel silicon menyerupai
elektroda implan koklea.
4. Rehabilitasi pendengaran dengan alat bantu dengar atau implan koklea.

D. Paresis fasial1,5,7
Komplikasi ini dapat terjadi di sepanjang perjalanan otitis media, baik
Karena infeksi akut OMA, pada OMSK benign, OMSK tipe bahaya, atau sebagai
komplikasi operasi telinga tengah.

Selain komplikasi intratemporal, didapatkan juga komplikasi intracranial


(infeksi retrograde, hemaotgenik), yang dapat berupa: abses ekstradural, abses
subdural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis otogenik, abses otak otogenik,
dan hidrosefalus otikus. Komplikasi ekstratemporal/ekstraserebral dapat berupa:
otitis eksterna, abses jaringan lunak di sekitar telinga, dan abses retro/parafaring
akibat perjalanan melalui sel-sel perituba.5

41
k) Sekuele
Gejala sisa dari OMSK adalah sebagai berikut:1
1. Perforasi membran timpani.
2. Erosi tulang pendengaran.
3. Atelektasis dan otitis media adhesiva.
4. Timpanosklerosis.
5. Pembentukan kolesteatoma.
6. Tuli konduktif karena erosi atau fiksasi tulang pendengaran.
7. Tuli sensorineural karena endotoksin yang menembus membran fenestra
rotunda atau akibat obat tetes telinga yang ototoksik.
8. Pada bayi dan anak-anak dapat menimbulkan gangguan bicara dan gangguan
belajar.

l) Prognosis
Perforasi pada membrane timpani dapat menutup secara spontan pada
beberapa kasus, namun pada kasus yang lain perforasinya persisten dan dapat
mengakibatkan gangguan pendengaran ringan-sedang (peningkatan sekitar 26 – 60
dB pada ambang batas pendengaran). Pada negara berkembang, OMSK mewakili
penyebab tersering untuk gangguan pendengaran sedang (40 – 60 dB). Gangguan
pendengaran persisten pada 2 tahun awal kehidupan dapat meningkatkan gangguan
belajar dan performa akademik yang buruk. Gangguan pendengaran progresif dapat
terjadi pada pasien dengan infeksi yang menetap dan secret yang berulang.3,4

m) Kompetensi dokter umum


Bedasarkan Konsil Kedokteran Indonesia10, Otitis Media Supuratif Kronik
(bukan gawat darurat) masuk dalam kategori 3A. Dokter umum diharapkan dapat
mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, merujuk, dan menindaklanjuti
sesudah pasien kembali dari rujukan.

42
43
BAB III
ANALISIS KASUS

Pasien Tn. S datang dengan keluhan nyeri telinga kiri sejak 1 bulan SMRS.
berdarakan keluhan utama pasien dapat dipertimbangkan otitis media akut maupun
otitis eksterna. Namun, pasien mengatakan pasien pernah mengalami keluhan
serupa sebelumnya dan sempat keluar cairan. Keluarnya cairan telinga dapat
dipertimbangkan sebagai otitis eksterna disua, otitis media akut maupun otitis
media supuratif kronis. Jika melihat durasi keluhan, kita dapat menyingkirkan OE
difusa. OE terjadi secara cepat, berlangsung sampai 2 minggu, disertai dengan
nyeri tekan tragus positif, nyeri tarik pinna positif dan membran timpani
hiperemis. Pada pasien ini, nyeri tekan tragus & pinna negatif membuat kita dapat
menyingkirkan diagnosa OE. Selain itu terdapat keluhan gangguan pendengaran
yang sudah dikeluhkan sejak 2 tahun yang lalu.
Diagnosa kerja
OMSK ditegakkan pada pasien ini karena terdapat keluhan nyeri telinga,
pernah keluar cairan dari telinga 2 tahun yang lalu, dan didukung oleh pemeriksaan
fisik dimana ditemukan perforasi pada membran timpani telinga kiri pada bagian
sentral. Cairan yang sempat keluar 2 tahun yang lalu berupa cairan bening dan
tidak berbau. OMSK sendiri dapat terjadi akibat OMA yang berlanjut menjadi
OMSK akibat perforasi yang menetap dan juga sekret yang keluar terus menerus
ataupun hilang timbul jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat. OMSK
diklasifikasikan menjadi OMSK tipe benigna dan maligna, dan kedua tipe ini
dibedakan melalui penemuan saat pemeriksaan telinga. Salah satunya adalah
melihat karakteristik sekret telinga yang keluar. OMSK tipe benigna ditandai
dengan sekret yang bening dan tidak berbau, sedangkan tipe maligna ditandai
dengan sekret yang berwarna kuning atau hijau dan berbau. Pada pasien ini, cairan
yang keluar bening dan tidak berbau, dan dialami hanya saat awal keluhan 2 tahun
yang lalu. Gejala ini menunjukkan bahwa OMSK yang terjadi pada pasien

44
memiliki tipe benigna. OMSK semakin ditegakkan dengan adanya pemeriksaan
penunjang x-ray mastoid yang menunjukkan adanya mastoiditis bilateral, serta
audiometri yang menunjukkan adanya tuli konduktif sedang auris sinistra.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E. Ilmu THT KL Telinga Hidung Tenggorok. 2nd ed. Jakarta:


ECG; 2019.
2. Morris, P. Chronic Suppurative Otitis Media. BMJ Publishing Group; London;
2013.
3. Farida Y, Sapto H, Oktaria D. Tatalaksana Terkini Otitis Media Supuratif Kronis
(OMSK). Lampung; 2016.
4. World Health Organization. Chronic suppurative otitis media: Burden of Illness
and Management Options. Geneva: World Health Organization. 2004.
5. Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Diseases of ear, nose and throat & head and
neck surgery. New Delhi, India: Elsevier; 2014.
6. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala & Leher. 7th ed. Vol. 7. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2018.
7. Mittal R, Lisi CV, Gerring R, Mittal J, Mathee K, Narasimhan G, et al. Current
concepts in the pathogenesis and treatment of chronic suppurative otitis media.
Journal of Medical Microbiology. 2015Jan;64(10):1103–16.
8. Kolesteatoma Sebagai Faktor Resiko Jenis dan Derajat Kurang Pendengaran
Pada Pasien Otitis Media Supuratif Kronik [dissertation]. [Semarang]: Undip;
2018.
9. Mostafa BE, Shafik AG, El Makhzangy AMN, Taha H, Mageed HMA.
Evaluation of vestibular function in patients with chronic suppurative otitis
media. Orl. 2014;75(6):357–60.

10.Standar Kompetensi Dokter Indonesia. 2nd ed. Vol. 1. Jakarta: Konsil


Kedokteran Indonesia; 2012.

46

Anda mungkin juga menyukai