Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN II CLINICAL EXPOSURE III

TUBERCULOSIS PARU

Disusun Oleh:
Jason Leonard Wijaya
01071180063
Dibimbing Oleh:
Dr. Sia, Elizabeth Ariel Setiawan

PUSKESMAS KRESEK
PERIODE 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG
BAB 1

Illustrasi Kasus

Identitas Pasien :

Nama : Bapak. T

Umur : 53 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Tukang Parkir

Alamat : Kresek

Status: Sudah Kawin

Tanggal masuk puskesmas:

22 Februari 2020

24 Februari 2020

25 Februari 2020

Metode Anamnesis: Autoanamnesis

a. Keluhan Utama

Batuk darah sejak 3 hari yang lalu, disertai dengan batuk berdahak kehijauan sejak 3 minggu

b. Keluhan tambahan

Demam hilang timbul, nyeri dada pada saat batuk, keringat malam, kelelahan selama tiga
minggu

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Bapak T datang ke Puskesmas Kresek pada tanggal 25 Februari 2020 untuk melihat hasil
pemeriksaan penunjang. Sebelumnya Bapak T datang ke Puskesmas Kresek pada tanggal
22 Februari dengan keluhan batuk darah sejak tiga hari yang lalu, sebelumnya juga
disertai dengan batuk berdahak kehijauan sejak tiga minggu yang lalu. Pasien mengaku
dahak yang dihasilkan pasien diperkirakan mencapai 3 sendok teh. Pasien juga
mengeluhkan adanya nyeri dada pada saat pasien batuk yang biasanya terjadi di pagi hari.
Dari skala 1- 10 rasa sakit dada yang dirasakan pasien terdapat pada skala 4. Pasien juga
datang dengan keluhan demam yang hilang timbul yang biasanya memuncak pada malam
hari dan keringat malam sejak kurang lebih tiga minggu yang lalu. Pasien belum pernah
mengukur suhu tubuh. Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan seperti ini
sebelumnya. Tidak ada faktor yang memperingan atau memperberat keluhan pasien.
Pasien sudah mengkonsumsi Dumin (paracetamol) untuk meredahkan demam, tetapi
demam akan timbul kembali dalam beberapa saat. Selain itu pasien juga mengeluhkan
mengenai kondisi tubuhnya lebih cepat merasa kelelahan. Pasien juga mengalami
penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan. Pasien tidak mengalami sesak napas
dan tidak pernah mengkonsumsi obat anti-tuberkulosis sebelumnya. Pasien sebelumnya
sudah pernah ke puskemas lain satu bulan yang lalu dan sudah diberi obat, tetapi tidak
diselesaikan oleh pasien, alih-alih meminum obat pasien malah mengkonsumsi obat-
obatan tradisional racikan istrinya (jamu). Bapak T akhirnya diminta pihak puskesmas
untuk melakukan Uji tuberculin dan pengambilan sample dahak SPS.
d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

e. Riwayat Keluarga

Riwayat penyakit hipertensi, diabetes, diabetes, asma, jantung, atau TB pada keluarga pasien
disangkal

f. Riwayat Kebiasaan

Menimum-minuman alkohol, maupun mengkomsusmsi obat-obatan dalam jangka panjang


pasien disangkal. Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 x 16 batang rokok sehari selama
kurang lebih 30 tahun.
g. Riwayat Social Ekonomi

Kegiatan sehari-hari pasien adalah bekerja di terminal dan hidup di daerah perkampungan

h. Riwayat alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi

i. Pemeriksaan Fisik

● Status Generalis :

- Kesan umum : Sakit Sedang

- Kesadaran : GCS 15 (Compos Mentis)

- Berat badan : 44 kg

- Tinggi badan : 172 cm

● Tanda-tanda Vital :

- Tekanan darah : 120/80 mmHg

- Pulse rate : 112x/menit (tachycardia)

- Respiratory Rate : 22x/menit (tachypnea)

- Suhu : 38.7 ℃

Kulit keseluruhan - Sianosis/kebiruan (-)


- Jaundice (-)
- Elastisitas dan turgor normal
- Erythema (-)
- Tidak ada keringat berlebihan (diaphoresis)
Kepala, Rambut, Kepala - Bentuk kepala normosefali
dan leher* Rambut - Rambut berwarna hitam
- Rambut tersebar merata
Fungsi - Pergerakan kepala normal
- Tidak ada keterbatasan gerak
Mata - Konjungtiva anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- Mata normal
- Pupil Bulat (+/+)
- Bentuk sama besar dan isokor(+/+)
Hidung* - Penampakan hidung normal
- Nafas cuping hidung (-/-)
- Hidung simetris
- Septum Deviasi (-/-)
- Darah Kering (-/-)
- Massa (-/-)
- Discharge (-/-)
Telinga* - Sekret (-/-)
- Serumen (-/-)
- Darah (-/-)
- Nyeri tekan mastoid (-/-)
- Tidak ada gangguan fungsi pendengaran
Mulut* - Sianosis (-)
- Tidak ada gusi berdarah
- Mulut tidak kering
- Stomatitis (-)
- Tidak pucat
- Tidak ada luka pada sudut bibir
Leher* - Retraksi supra sternal (-)
- Deviasi trakeal (-)
- Peningkatan JVP (-)
- Pembesaran kelenjar limfatik (-)
Thorax
Jantung Inspeksi - Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi - Ictus cordis tidak teraba
Perkusi - Batas jantung normal, tidak ada
pembesaran
Auskultasi - Suara jantung normal (S1, S2 normal, tidak
ada murmur dan gallop), tidak ada palpitasi
Paru-paru Inspeksi - Gerakan napas paru-paru simetris
- Barrel chest (-)
- Pectus Excavatum (-)
- Pectus Carinatum (-)
- Massa (-)
- Lesi (-)
- Ruam (-)
- Tidak ada bekas luka
- Retraksi intercostal
- Retraksi supraklavikular (-)
Palpasi - Taktil vocal fermitus mengalami
penurunan di semua lapang paru
Perkusi - Perkusi paru normal
- Batas paru hepar normal
Auskultasi - Ronchi basah (+) apex
- Stridor (+)
- Suara napas bronkial (+) apex
- Wheezing (-)
Abdomen* Inspeksi - Caput medusa (-)
- Bentuk abdomen membesar
- Tidak ada bekas luka
- Bentuk perut normal
- Darm contour (-)
- Darm steifung (-)
Auskultasi - Ada gerakan peristaltic
- Tidak ada bunyi metalik
- Tidak ada bruit
- Abdomen normal
Perkusi - Shifting dullness (-)
- Timpani di seluruh lapang perut
Palpasi - Nyeri tekan (-)
- Hepatomegaly (-)
- Splenomegaly (-)
- Ballotement test (-/-)
- CVA (-/-)
- Murphey sign (-)
- McBurney (-)
Ekstremitas* Inspeksi - Tidak ada sianosis
- Tidak ada deformitas
- Clubbing finger (-)
- White nails (-)
- Palmar erythema (-)
Palpasi - Ekstremitas hangat
- Edema (-)
Fungsi - Pergerakan normal, tidak ada keterbatasan
gerak

*tidak dilakukan (hasil yang diharapkan)

RESUME

Bapak T datang dengan keluhan utama batuk darah sejak tiga hari yang lalu, yang juga
disertai dengan batuk berdahak kehijauan yang sudah dialami selama tiga minggu yang lalu.
Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri dada pada saat batuk. Dari skala 1-10 pasien
mengeluh nyeri dada yang pasien rasakan berada pada skala 4. Pasien juga mengeluh demam
yang hilang timbul dan keringat malam pada kurang lebih tiga minggu terakhir. Pasien
mengaku mengalami penurunan nafsu makan. Suhu tubuh pasien berada di angka 38.7℃.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan suara napas bronkial, ronchi basah, stridor, dan penurunan
taktil vocal fremitus yang terjadi di semua lapang paru.

Diagnosis Utama

- TB Paru

Diagnosis Banding
- Empiema

- Pneumonia

Pemeriksaan Penunjang:

- Pemeriksaan BTA (3+) dengan >10 BTA/LP

- Uji Tuberkulin: diameter indurasi 11 mm

Pemeriksaan Penunjang yang diharapkan: pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan x-ray thorax

Tata laksana:

Prognosis:
- Ad vitam:
Dubia ad Bonam
- Ad functionam:
Dubia ad Bonam
- Ad sanationam:
Bonam

BAB 2
Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang pada umumnya disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium sangatlah bermacam-macam, beberapa contoh
spesies Mycobacterium adalah M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae, dll.
Bakteri Mycobacterium juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam. Kelompok bakteri
Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyebabkan gangguan pada
system pernafasan dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis).
2.2 Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul pada pengidap penyakit TB adalah:


- Batuk darah

- Keringat malam

- Demam

- Penurunan berat badan

- Batuk berdahak selama 3 minggu/lebih

- Nyeri dada saat napas/batuk

2.3 Faktor Risiko

Faktor risiko dari penyakit TB meliputi beberapa hal, yaitu:


- Lingkungan kumuh

- Sirkulasi udara yang tidak baik

- Immunodefisiensi

- Anak-anak di bawah 5 tahun

- Orang yang bekerja di tempat tertentu (rumah sakit atau tempat penampungan)

- Ras dari suku bangsa tertentu (India, Africa, dan Asia)

2.4 Etiologi

Penyebab utama TB paru adalah bakteri Mycrobacterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk
batang dan memiliki sifat tahan terhadap asam (Batang Tahan Asam/BTA). Pengidap TB
BTA (+) merupakan sumber penularan utama penyakit ini, umumnya ketika bersin ataupun
batuk. Penyebaran dari penyakit ini pada umumnya melalui respiratory droplet yang
mengandung bakteri aktif yang nantinya jika terhisap oleh orang lain dapat menularkan
penyakit. Banyaknya jumlah kuman yang di keluarkan dari paru-paru pengidap
mempengaruhi penularan dari seorang penderita TB. Dalam pemeriksaan BTA secara
mikroskopis, semakin positif hasil pemeriksaan sputum, maka semakin infeksius penderita
tersebut, begitu juga dengan sebaliknya. Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan
selama beberapa jam di udara dengan suhu kamar.
2.5 Epidemiologi

Indonesia berada di peringkat kelima di kategori negara dengan beban TB tertinggi di dunia.
Estimasi prevalensi TB semua kasus diperkirakan sebanyak 660,000 (menururt WHO) dan
perkiraan insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Sedangkan, angka kematian
yang disebabkan oleh TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Angka MDR-TB
diperkirakan kurang lebih sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi
di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang.
Diestimasukan, terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki
beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia adalah negara pertama diantara High Burden
Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB
untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat
sejumlah kurang lebih 294.732 kasus TB telah terdeteksi dan berhasil diobati dan lebih dari
169.213 diantaranya terdeteksi Bakteri Tahan Asam+. Dengan demikian, Case Notification
Rate untuk TB Bakteri Tahan Asam+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%).
Pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan
pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan
pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama [3].

2.6 Klasifikasi

Penyakit TB dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu:


2.6.1 TB Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru tetapi tidak
termasuk pleura. Berdasar hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi menjadi dua, TB
Paru BTA (+) dan TB Paru BTA (-)
2.6.1.1 TB Paru BTA (+)

Seseorang dapat didiagnosa dengan TB Paru BTA (+) apabila:


a. 2 dari 3 spesimen dahak SPS menunjukan BTA positif.

b. Spesimen dahak SPS menunjukan BTA positif dan foto rontgen dada
menunjukkan illustrasi tuberkulosis aktif. [4]

2.6.1.2 TB Paru BTA (-)

Seseorang dapat didiagnosa dengan TB Paru BTA (-) apabila pemeriksaan 3 spesimen
dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif. TB paru BTA negatif rontgen positif dibagi berdasarkan keparahan
penyakitnya, berat atau ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”
atau millier), dan/atau keadaan umum penderita baik [4].
2.6.2 TB Ekstra Paru

Tuberkulosis ekstraparu adalah infeksi tuberkulosis yang terdapat di organ tubuh lain
selain paru (kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing,dll).
Penegakan diagnosis didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi.
Untuk kasus yang tidak memungkinkan untuk pengambilan spesimen maka diperlukan
bukti klinis yang kuat dan konsisten yang cocok dengan TB ekstra paru aktif [4].
2.7 Klasifikasi TB berdasarkan riwayat pengobatan

2.7.1 Kasus Baru

Pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan [4].
2.7.2 Kasus kambuh (relaps)
Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif [4]
2.7.3 Kasus dropped out

Pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai [4].
2.7.4 Kasus gagal

Pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir
bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan [4].
2.7.5 Kasus Kronik

Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang
dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik [4].
2.7.6 Kasus bekas TB

Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap [4].
2.8 Pemeriksaan Penunjang

2.8.1 Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah pada pasien yang mengidap TB dapat ditandai dengan meningkatnya
laju endap darah (dalam keadaan tertentu bisa normal) dan meningkatnya kadar limfosit
[5]
2.8.2 X-ray Thoraks Posterior-Anterior dan lateral

Hasil pemeriksaan X-ray Thoraks pada pengidap TB dapat menunjukan [6]:


- Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah

- Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)

- Adanya kavitas tunggal/ganda


- Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru

- Adanya kalsifikasi

- Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian

- Bayangan milier

2.8.3 Kultur Dahak

Kultur Dahak merupakan salah satu metode pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis TB. Materi yang akan diuji adalah dahak pasien (sputum) dan media yang
digunakan biasanya adalah Lowenstein Jensen atau Coco Blood Malachite Green. Setelah
beberapa saat, jika media yang digunakan adalah Lowenstein Jensen, maka akan timbul
koloni yang bewarna kekuningan seperti bunga kol. Apabila media yang digunakan
adalah Coco Blood Malachite Green, maka yang timbul adalah koloni bewarna putih
yang tampak tipis dan menyebar [5]
2.8.4 Uji Tuberkulin (Mantoux test)

Uji tuberculin atau Mantoux test adalah salah satu dasar kenyataan bahwa infeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis akan menyebabkan reaksi DTH (delayed-type
hypersensitivity) terhadap antigen yang berasal dari ekstrak Mycobacterium tuberculosis
atau yang biasa disebut dengan tuberkulin. Uji tuberkulin dilakukan dengan injeksi 0,1 ml
tuberkulin intradermal di permukaan belakang lengan bawah. Injeksi tuberkulin
menggunakan jarum gauge 27 dan spuit tuberculin dan injeksi harus membentuk sudut
30° antara kulit dan jarum. Masuknya tuberculin pada saat injeksi akan menyebabkan sel
T tersensitisasi dan menggerakkan limfosit ke tempat injeksi melalui molekul MHC-II.
Limfosit akan memicu indurasi dan vasodilatasi lokal, edema, deposit fibrin dan
penarikan sel inflamasi lainnya ke tempat injeksi, reaksi ini merupakan reaksi DTH
(delayed-type hypersensitivity). Test kulit positif maka akan tampak edema lokal atau
infiltrat maksimal 48-72 jam setelah suntikan. Hasil uji tuberkulin dicatat sebagai
diameter indurasi bukan kemerahan dengan cara palpasi. Standarisasi digunakan diameter
indurasi diukur secara transversal dari panjang axis lengan bawah dicatat dalam
milimeter. Hasil uji tuberculin dapat diinterpretasikan berdasarkan ukuran diameter dari
indurasi seperti berikut [8]:
 Indurasi > 5 mm

- Close contact dengan suspek TB dalam waktu kurang lebih 2 tahun

- Suspek TB aktif berdasarkan bukti klinis dan radiologi.

- Positif terinfeksi HIV

- Individu dengan perubahan radiologis berupa fibrotic (tanda TB)

- Individu yang telah menjalani transplantasi organ dan immuncompromised.

 Indurasi > 10 mm

- Berasal dari daerah dengan prevalensi TB yang tinggi

- HIV negative

- Pengguna NAPZA (Narkotik, Psikotropika, Zat Addiktif)

- Individu dengan kondisi klinis yang merupakan resiko tinggi TB seperti DM,
malabsorbsi, tumor di leher/kepala, leukemia, lymphoma, penurunan BB > 10%

 Indurasi > 15 mm

- Bukan resiko tinggi tertular TB

2.9 Tatalaksana

Tatalaksana tuberculosis dibagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan pertama) dan
fase lanjutan (selama 4-7 bulan ke depan). Selain itu, tatalaksana tuberculosis dapat dibagi
berdasarkan terapi, yaitu tatalksana farmakologi dan non-farmakologi.
2.9.1 Tatalaksana farmakologi
Tabel 1TB
Tatalaksana farmakologi untuk penyakit Jenis
paruOAT
dibedakan menjadi dua, tablet terpisah
dan Fixed-dose Combination, dengan dosis-dosis tertentu seperti yang bisa dilihat di table
berikut:
Jenis Obat OAT Harian Intermittent
Rifampicin 10 mg/kg BB (8- 10 mg/kg BB (8-
12) 12)
Isoniazid 5 mg/kg BB (4- 10 mg/kg BB (8-
6) 12)
Pyrazinamide 25 mg/kg BB 35 mg/kg BB
(20-30) (30-40)
Ethambutol 15 mg/kg BB 30 mg/kg BB
(15-20) (20-35)
Streptomycin 15 mg/kg BB
(12-18)

Tabel 2 Dosis paduan OAT Kombipak Kategori


1
Tahap Lama Isoniazid Rifampisin Pyrazinamid Etambutol Jumlah
Pengobatan Pengobatan (300 mg) (450 mg) (500 mg) (250 mg) hari/kali
menelan
obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

Tabel 3 Fixed-Dose Combination – Tahap Intensif (2 bulan) Kategori 1


Berat Badan 2RHZE Harian 2RHZ Harian 2RHZ Intermittent
(rifampicin 150 mg + ( rifampicin 150 mg + ( rifampicin 150
isoniazid 75 mg + isoniazid 75 mg + mg + isoniazid
pyrazinamide 400 mg + pyrazinamide 400 mg) 150 mg +
ethambutol 275 mg) pyrazinamide 500
mg)

30-37 kg 2 2 2
38-54 kg 3 3 3
55-70 kg 4 4 4
>71 kg 5 5 5

Tabel 4 Fixed-Dose Combination – Tahap Lanjutan (4 - 6 bulan)


Kategori 1
Berat Badan 4RH Harian (rifampicin 150 4RH Intermittent – 3x per
mg + isoniazid 75 mg) minggu
(rifampicin 150 mg +
isoniazid 150 mg)
30-37 kg 2 2
38-54 kg 3 3
55-70 kg 4 4
>71 kg 5 5

Tabel 5 Fixed-dose Combination Kategori 2

Berat Badan Tahap Intensif Tahap Intensif Tahap Lanjutan 2RH


4RHZE Harian 4RHZE Harian Intermittent
(rifampicin 150 mg + (rifampicin 150 mg + (rifampicin 150 mg +
isoniazid 75 mg + isoniazid 75 mg + isoniazid 150 mg) +
pyrazinamide 400 mg pyrazinamide 400 mg etambutol 400 mg
+ ethambutol 275 + ethambutol 275
mg) + S mg) + S
56 Hari 28 Hari

30-37 kg 2 Tablet + 500 mg 2 Tablet 2 Tablet + 2 Tablet


Streptomycin Etambutol

38-54 kg 3 Tablet + 750 mg 3 Tablet 3 Tablet + 3 Tablet


Streptomycin Etambutol

55-70 kg 4 Tablet + 1000 mg 4 Tablet 4 Tablet + 4 Tablet


Streptomycin Etambutol

>71 kg 5 Tablet + 1000 mg 5 Tablet 5 Tablet + 5 Tablet


Streptomycin Etambutol
Tabel 6 Dosis paduan OAT Kombipak – Kategori 2

Tahap Lama Isonizia Rifampisin Pyrazinamid Etambutol Etambutol Streptomycin Jumlah


Pengobatan Pengobatan d 300 450 mg e 500 mg 250 mg 400 mg Injeksi hari/kali
mg menelan
obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 0,75 gr 56
1bulan 1 1 3 3 28
Lanjutan 4 bulan 2 1 1 2 60

Tabel 7 Fixed-dose Combination Obat Sisipan

Berat Badan Tahap Intensif RHZE Harian (rifampicin 150


mg + isoniazid 75 mg + pyrazinamide 400 mg
+ etambutol 275 mg)
30-37 kg 2 tablet
38-54 kg 3 tablet
55-70 kg 4 tablet
>71 kg 5 tablet

Tabel 8 Kombipat Obat Sisipan


Tahap Lama Isoniazid Rifampisin Pyrazinamid Etambutol Jumlah
Pengobatan Pengobatan e hari/kali
menelan
obat
Tahap 1 Bulan 1 1 3 3 28
Intensif
(harian)
2.9.2 Tatalaksana non-farmakologi

- Mencegah penularan dengan cara tidak membuang dahak sembarangan dan


menerapkan etika batuk

- Istirahat dengan cukup

- Mengkonsumsi obat secara teratur


- Menjaga kebersihan lingkungan

- Menjaga sirkulasi udara di rumah

2.10 Komplikasi

Jika tidak ditangani segera, maka bakteri Mycobacterium Tuberculosis bisa menjalar ke
daerah/organ lain dan dapat menyebabkan beberapa komplikasi di antaranya:
- Kerusakan Tulang dan Sendi

- Tuberculosis Uveitis

- Hepatic Tuberculosis

- Renal Tuberculosis

- Cardiac Tuberculosis

BAB 3
Case Reasoning

Bedasarkan anamnesis yang telah dilakukan dan pemaparan penyakit diatas Bapak T
didiagnosa terkena tuberkulosis paru.
Diagnosis yang dilakukan dapat diperjelas dengan gejala yang pasien alami sesuai dengan
pemaparan gejala yang telah dijelaskan, yaitu batuk darah, yang sebelumnya disertai dengan
batuk berdahak yang bewarna kehijauan selama tiga minggu, demam (38.4℃), nyeri dada
pada saat batuk, dan penurunan berat badan.
Untuk tuberculosis, bakteri yang paling sering menyebabkan penyakit ini Mycobacterium
Tuberculosis. Biasanya bakteri ini dapat tersebar melalui kontak langsung dengan air ludah
orang (respiratory droplet) yang pengidap TB.
Bapak T menderita TB paru dan termasuk ke dalam TB kasus baru karena belum pernah
mengkonsumsi Obat Anti Tuberkulosis. Selain itu, hasil dari pemeriksaan BTA menunjukan
ada lebih dari 10 BTA dalam 1 LP dan berdasarkan hasil uji tuberculin dari Bapak T,
indurasi yang muncul di daerah injeksi berdiameter kurang lebih 11 mm.
Sedangkan diagnosis banding pertama yang saya ambil adalah empiema karena gejala yang
terjadi pada empiema mempunyai beberapa kesamaan seperti nyeri dada pada saat
batuk/napas, demam, keringat malam dan penurunan berat badan. Tetapi diagnosis ini dapat
disingkirkan karena pasien memiliki keluhan batuk darah, di mana pada pasien empyema
tidak ditemukan dahak ataupun darah. Selain itu, pada pemeriksaan fisik (perkusi), pasien
dengan empyema cenderung menghasilkan suara perkusi pekak yang menandakan adanya
cairan dimana pada Bapak T, tidak ditemukan suara perkusi pekak di lapang paru. Selain itu,
di dahak pasien dengan pneumonia juga tidak ditemukkan biakan positif Mycobacterium
Tuberculosis jika dilakukan kultur dahak atau tidak terdeteksi BTA jika dilakukan
pemeriksaan mikroskopis. Maka dari itu diagnosis banding empyema dapat disingkirkan
Sedangkan, diagnosis banding kedua yang saya ambil adalah pneumonia karena gejala yang
terjadi pada pasien yang mengalami pneumonia memiliki beberapa kesamaan dengan gejala
pada TB paru yaitu demam, batuk berdahak, keringat malam, nyeri dada pada saat batuk,
hingga sama-sama dapat mengakibatkan batuk darah. Tetapi, jika dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan BTA, maka di dahak pasien dengan pneumonia tidak
ditemukan Bakteri Tahan Asam, dimana pada dahak pasien dengan TB BTA + paling tidak
ditemukan beberapa BTA di dalam satu lapang pandang. Selain itu, agen yang paling sering
menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, sedangkan agen yang
menyebabkan penyakit TB adalah bakteri dari genus Mycobacterium. Hal ini dapat
ditegakkan dengan kultur dahak dimana dahak pasien dengan TB jika dibiakkan akan
menimbulkan koloni yang berwarna kuning (menggunakan media Lowen-stein Jensen) dan
pasien tanpa TB (salah satunya pneumonia) menunjukan tidak adanya perkembangan dari
microorganism.
Bedasarakan pemaparan teori yang sudah dijelaskan, TB dapat diobati dengan OAT (Obat
Anti-Tuberkulosis) misalnya rifampisin, isoniazid, pirazinamil, dan etambutol. Sedangkan
untuk meredahkan demam, bisa diberikan paracetamol. Tatalaksana farmakologis yang telah
diberikan oleh puskemas kepada Bapak T sudah tepat, yaitu pemberian 2RHZE (meliputi
rifampicin 150 mg + isoniazid 75 mg + pyrazinamide 400 mg + ethambutol 275 mg) yang
akan dikonsumsi sebanyak 3x1 yang akan dikonsumsi selama kurang lebih 2 bulan ke
depan , serta paracetamol 500 mg 2 x 1 hari untuk meredahkan demam. Selain itu, pasien
juga dihimbau untuk beristirahat dengan cukup, minum obat secara teratur, makan makanan
yang bergizi terutama makanan yang mengandung lemak dan vitamin A, menjaga lingkungan
rumah, menjaga sirkulasi udara di rumah, serta mencegah penyebaran dengan cara
menerapkan etika batuk dan membersihkan dahak.
Menurut pemaparan, tatalaksana yang telah diberikan oleh puskemas sudah tepat dengan
memberikan 2RHZE yang meliputi rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pyrazinamide 400
mg, dan etambutol 275 mg sebanyak 3x1 karena sudah memenuhi kriteria yang telah
dipaparkan di atas. Selain itu puskesmas juga telah memberikan paracetamol 500 mg yang
dapat meredahkan demam pasien jika diminum sesuai anjuran (2x1 atau sampai tidak
demam).

Jika tidak ditangani dengan tepat atau tidak segera ditangani, penyakit TB akan
menyebabkan beberapa komplikasi mengingat bakteri TB dapat menjangkau daerah lain
seperti jantung, tulang, hati, bahkan mata.

Untuk penyakit TB, prognosis pasien ini cenderung mengarah ke ketidak-pastian karena TB
sendiri dapat mengancam kelangsung hidup pasien apabila tidak ditangani dengan tepat dan
segera, tetapi akan membaik jika ditangani dengan tepat (Ad vitam: Dubia ad bonam). Selain itu,
penyakit TB juga dapat menganggu fungsi organ pasien apabila tidak ditangani dengan benar
karena jika terjadi penundaan tatalaksana, maka jaringan paru akan terus menerus mengalami
gangguan dan dapat menganngu fungsi organ (Ad functionam: Dubia ad bonam). Jika ditangani
dengan tepat dan cepat, dan pasien mengikuti terapi pengobatan dengan benar, maka dapat
dipastikan bahwa pasien akan membaik atau bahkan sembuh (Ad sanationam: Bonam). Untuk
menghindari terulangnya penyakit ini, disarankan agar pasien menjalankan terapi secara teratur
dan hingga tuntas. Selain itu, pasien dihimbau untuk menghindari faktor-faktor risiko seperti
menghindari kontak cairan dengan pengidap TB, menghindari tempat-tempat yang beresiko
tinggi (rumah sakit, tempat penampungan), menjaga sirkulasi udara, makan makanan begirizi,
dan membersihkan lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

1. Kesehatan, K. (n.d.). Pusat Data dan Informasi - Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia. [Internet] Pusdatin.kemkes.go.id. Available at:
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/. [Accessed 9 Nov. 2019].
2. Helper Sahat P. Manalu, 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru
Dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan, 9, pp.1340–1346.
Available at: http://www.mysciencework.com/publication/file/1495417. [Accessed 9
Nov. 2019].

3. Aditama T, Subuh M. Strategi Nasional Pengendalian TB [Internet]. Searo.who.int.


2011. Available at: http://www.searo.who.int/indonesia/topics/tb/stranas_tb-2010-
2014.pdf. [Accesed 10 November 2019].

4. Anonim. 2006. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia [Internet]. Availabe at:
www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html. [Accesed 9 Nov. 2019]

5. Pedoman Interpretasi Data Klinik [Internet]. Farmalkes.kemkes.go.id. 2011.


Available at: http://farmalkes.kemkes.go.id/?
wpdmact=process&did=MTcyLmhvdGxpbms=. [cited 10 November 2019]

6. Miller C, Lönnroth K. Chest Radiography in Tuberculosis Detection [Internet].


Apps.who.int. 2006 .Available from:
https://apps.who.int/iris/bitstream/10665/252424/1/9789241511506-eng.pdf. [cited 10
November 2019].

7. Tuberculosis (TB) [Internet]. Who.int. 2019. Available from:


https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/tuberculosis. [cited 10 November
2019]

Anda mungkin juga menyukai