PNEUMONIA
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
BAB I – ILUSTRASI KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Usia : 58 thn
Alamat : Pasir Jaya
Status : Menikah
2. Anamanesis
Keluhan utama
Pasien datang keluhan sesak sejak 2 hari. Pasien mengaku sesak baru terjadi
pertama kali. Sesak tidak membaik dengan perubahan posisi dan tidak di
pengaruhi oleh cuaca atau melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluhkan
adanya batuk sejak kurang lebih sebulan lalu. Batuk disertai dahak yang
berwarna kehijauan namun tidak dijumpai darah. Pasien juga mengeluhkan
nyeri dada saat batuk. Nyeri dirasakan seperti tertusuk. Pasien mengalami
demam sejak 3 hari lalu namun pasien belum mengukur suhu. Pola demam
naik turun. Pasien mengaku mengonsumsi obat untuk menurunkan demam.
Pasien menyangkal jika ada riwayat berpergian sebelumnya dan juga
menyangkal jika suka berkeringat saat malam. Nafsu makan dan minum
pasien normal, tidak ada penurunan berat badan, BAB dan BAK normal.
Pasien tidak mengeluhkan adanya sakit tenggorokan, hidung tersumbat atau
berair.
2
- Riwayat penyakit dahulu
Pasien menyangkal jika ada keluarga memiliki keluhan serupa. Tidak ada
anggota kelurga memiliki riwayat penyakit kolesterol, penyakit jantung,
diabetes, hipertensi ataupun asam urat.
- Riwayat kebiasaan
Pasien merupakan seorang perokok sejak usia 17 tahun, pasien mengaku bisa
merokok 3-5 batang sehari, namun pasien tidak mengonsumi alkohol atau
minuman keras lainnya dan tidak mengonsumi obat-obatan terlarang.
Resume
Pasien Tn. A 58 tahun memiliki keluhan sesak nafas sejak pagi hari. Pasien
juga mengeluhakan adanya batuk sejak kurang lebih satu bulan lalu dengan
dahak berwarna kehijauan. Pasien merasakan nyeri dada saat batuk. Nyeri
seperti ditusuk. Pasien juga mengalami demam sejak 3 hari lalu dengan pola
naik turun dan sudah mengonsumi obat penurun demam. Pada pemeriksaan
fisik terderngar bunyi ronki.
3. Pemeriksaan fisik
3
- Kesadaran umum : Pasien tampak sakit sedang
- Kesadaran : GCS 15
- Berat badan : 67 kg
- Tinggi badan : 172 cm
- BMI : 22.7
- Tanda Vital :
Tekanan darah: 110/80
Nadi: 120x/menit
Laju nafas: 26x/menit
Suhu: 38,3 C
- Pemeriksaan Generalis
4
- Pendarahan (-/-)
- Cairan eksudat (-/-)
- Serumen (+/+)
Thorax
5
Auskultasi - ronchi pada lobus kanan (+)
- wheezing (-)
Tatalaksana
a. Puskesmas
6
Medikamentosa
- Salbutamol
- Paracetamol
- OBH sirup
Non-medikamentosa
- Istirahat yang cukup
- Saran penggunaan masker
- Berhenti merokok
4. Diagnosis
Diagnosis Kerja : Pneumonia
Diagnosis Banding : Tuberculosis
Edema Paru
7
BAB II
LANDASAN TEORI
a. Definisi
8
pada invasi saluran pernafasan bagian bawah. Infeksi ini dapat diperoleh di
kumintas atau dalam lingkungan rumah sakit dan dapat ditularkan oleh
mikroorganisme yang terhirup masuk ke dalam pernafasan.1,4
b. Epidemiologi
c. Etiologi
1. Community-acquired Pneumonia
- Bakteri
Tipikal: Pneumococcus, Haemophilus influenzae, Moraxella
catarrhalis, grup A Streptococcus dan organisme negatif anaerobik dan
aerobic.
Atipikal: Legionalla, Mycoplasma, Chlamydia.
- Virus
Influenza
Respiratory Syntetical virus
Virus parainfluenza
Adenovirus
9
- Fungi
Histoplasma
Blastomyces
Coccidioides
d. Patogenesis
10
Gambar 2. Inhalasi pneumonia4
e. Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis dilakukan berfokus pada menentukan gejala pernadasan
yang mengarah pada CAP dan munculnya penyakit penyerta.
Pasien dengan COPD dan HIV memiliki resiko lebih tinggi terkena
CAP. Lalu riwayat bepergian mungkin dapat melibatkan infeksi
Legionella dan jika terpapar oleh binatang (burung, kelalawar,
binatang peternakan dan kelinci) harus didokumentasi. Onset dari
gejala dapat meingindikasikan penyebab dari pneumonia.
Pemeriksaan fisik
Diagnosis CAP berdasarkan pemeriksaan fisik yaitu adanya
demam, batuk berdahak, nyeri dada, dyspnea dan tachypnea, dan
tanda adanya invasi dari alveoli.
11
X-ray thorax
Munculnya infiltrasi pada hasil x-ray thorax dengan gejala
berhubungan dengan infeksi jalur pernafasan bawah dapat
mengkonfirmasi diagnosis CAP.
Tes laboratium
Saturasi oksigen dan studi laboratorium harus dilakukan pada
pasien CAP yang dilarikan kerumah sakit dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keparahan dan kemungkinan komplikasi. Tes
laboratorium meliputi: (1) hitung darah lengkap, (2) urea nitrogen
dan serum kreatinin, (3) elektorlit (sodium dan potassium), (4)
glukosa, (5) tes fungsi kerja renal dan hepatik, dan (6)
inflammatory markers (C-reactive protein level, hitung leukosit,
procalcition level).
Kultur sputum
Pemeriksaan kultur sputum direkomendasikan dilakukan sebelum
mendapatkan terapi antibiotik.4
f. Diagnosis banding
1. TBC
Tuberculosis penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. TBC utamanya menyerang paru-paru
namun dapat menyerang organ lainnya seperti sistem saraf pusat,
sistem gastrointestinal, kulit, sistem reproduksi, sistem
muskuloskeletal dan hati. TBC biasanya ditandai dengan batuk
kronik yang sudah lebih dari 4 minggu, hemoptisis atau batuk
darah, low-grade fever, bekeringat saat malam.
2. Edema paru
Edema mengacu pada akumulasi cairan yang berlebihan di ruang
interstisial, dibawah kulit atau di dalam rongga tubuh yang
disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan pada “starling forces”
12
atau adanya kerusakan atau penyumbatan sistem limfatik. Edema
paru mengacu pada akumulasi cairan yang berlebih di dinding
alveolar dan ruang alveolar pada paru. Edema paru biasa
disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan jantung. Pada
edema paru biasa ditemukan gejala berupa sesak nafas yang berat
dan semakin parah ketika berbaring, nafas terengah-engah, pusing
kepala dan keringat yang berlebih, batuk, nyeri dada, dan pink
colored forthy sputum dalam kasus yang sudah parah.3,5,6
g. Faktor resiko
Usia dan gender
Pelayanan kesehatan
COPD
Chronic renal disease
Chronic liver disease
HIV
Perokok
Pengonsumsian alkohol.4
h. Manifestasi klinis
13
Dahak purulent, demam tinggi, dan nyeri pleuritic merupakan ciri
khas pneumonia pneumokokus
Pasien dengan Legionella pneumonia mungkin mengeluhkan
terutama diare, demam, sakit kepala, kebingungana dan myalgia
Adanya manifestasi ektrapulmoner seperti myringitis, ensefalitis,
uveitis, iritis dan miokarditis dapat mengindikasikan infeksi
Mycoplasma pneumoniae.4
i. Tatalaksana
Skor 0-1: dapat di rawat jalan. Pasien dengan skor 0-1 dapat
diberikan terapi empiris menggunakan Fluoroquinolones atau Beta-
lactams ditambah Macrolides jika ada penyakit penyerta dan dapat
ditambahkan macrolides atau doxycycline jika tidak ada
komorbiditas.
Skor 2-3: mengindikasikan rawat inap. Terapi pertama yang dapat
diberikan adalah antara fluoroquionolone atau macrolides ditambah
beta-lactams
Skor 4 atau lebih: indikasi ICU. Pilihan Regimen empiris dalam
kasus ini adalah kombinasi dari beta-lactams dan fluoroquinolones
atau beta-lactams dan macrolides.3
j. Komplikasi
14
Kegagalan pernafasan
Sepsis
Infeksi metastatik
Emphysema
Lung abscess
Kegagalan organ multiple.3
k. Prognosis
Tingkat kematian pada pasien rawat jalan dengan CAP sangat rendah
(~1%) dan gejala pernafasan biasanya membaik dalam 48 hingga 72 jam,
meskipun hasil rontgen dada mungkin tetap abnormal selama setidaknya
satu bulan. Pasien pada rawat inap, tingkat kematian rata-rata dari 5,7
hingga 14.0% di bangsal umum dan dari 34 hingga 50% di ICU (terutama
pada pasien berventilasi). Pasien yang tidak merespon dengan terapi
antibiotik awal dalam waktu 72 jam memiliki tingkat kematian yang jauh
lebih tinggi dibandingkan pasien yang merespon.
Secara umum prognosis CAP yang buruk dikaitkan dengan faktor-faktor
yang meliputi usia lanjut, adanya penyakit paru-paru kronis, penyakit
jantung yang mendasarinya, fungsi limpa yang burusk, keterlibatan
multilobar dan keterlambatan dalam pemberian terapi antibiotik yang
tepat.4
15
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
16
menyangkal jika adanya penurunan berat badan ataupun berkeringat dimalam
hari.
Diagnosis banding lainnya adalah edema paru yaitu adanya akumulasi
cairan berlebih pada dinding alveolar atau rongga ruang alveolar. Gejala yang
biasa ditemukan pada pasien dengan edema paru adalah sesak nafas yang semakin
memburuk ketika berbaring, batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan dan
berbusa. Edema paru biasanya terjadi karena ada penyakit yang mendasari seperti
memiliki riwayat penyakit jantung. Pada pasien Tn. A, berdasarkan hasil
anamnesis, pasien mengatakan sesak nafas tidak berubah dengan perubahan posisi
dan tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Pasien juga mengatakan bahwa
sputum berwarna kehijauan.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, saya menduga Tn. A
menderita penyakit pneumonia. Namun untuk memastikan kembali harus
dilakukan pemeriksaan penunjang.
Untuk saran pengobatan yang diberikan untuk penderita pneumonia adalah
terapi secara empiris yang ditunjukan pada patogen yang paling mungkin menjadi
penyabab. Jika ada hasil kultur, dapat dilakukan penyesuaian obat. Namun pada
prinsip terapi utama pneumonia adalah pemberian antibiotik. Selain itu dapat juga
diberikan terapi suportif yang terdiri atas:
- Terpai oksigen untuk mencapai PaO2 dan saturasi oksigen normal berdasarkan
hasil analisis gas darah
- Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat
disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.
- Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak.
Terapi secara non-medikamentosa dapat berupa saran untuk beristirahat yang
cukup, meningkatkan asupan nutrisi sepeti memakan makanan kaya-kalori dan
minum yang cukup, lalu melatih pernafasan untuk meningkatkan ventilasi
alveolus.
17
REFERENSI
1. Htun TP, Sun Y, Chua HL, Pang J. Clinical features for diagnosis of
pneumonia among adults in primary care setting: A systematic and meta-
review. Sci Rep. 2019 May 20; 9(1):7600. [cited 19 April 2020]. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6527561/
18