Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

CLINICAL EXPOSURE III

PNEUMONIA

Novaliana Rachma Munarisya 01071180115


Dokter pembimbing: dr. Grace Miko Lukito

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

2020
BAB I – ILUSTRASI KASUS

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. A
Usia : 58 thn
Alamat : Pasir Jaya
Status : Menikah

2. Anamanesis

Keluhan utama

Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 2 hari lalu.

- Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang keluhan sesak sejak 2 hari. Pasien mengaku sesak baru terjadi
pertama kali. Sesak tidak membaik dengan perubahan posisi dan tidak di
pengaruhi oleh cuaca atau melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluhkan
adanya batuk sejak kurang lebih sebulan lalu. Batuk disertai dahak yang
berwarna kehijauan namun tidak dijumpai darah. Pasien juga mengeluhkan
nyeri dada saat batuk. Nyeri dirasakan seperti tertusuk. Pasien mengalami
demam sejak 3 hari lalu namun pasien belum mengukur suhu. Pola demam
naik turun. Pasien mengaku mengonsumsi obat untuk menurunkan demam.
Pasien menyangkal jika ada riwayat berpergian sebelumnya dan juga
menyangkal jika suka berkeringat saat malam. Nafsu makan dan minum
pasien normal, tidak ada penurunan berat badan, BAB dan BAK normal.
Pasien tidak mengeluhkan adanya sakit tenggorokan, hidung tersumbat atau
berair.

2
- Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kolesterol, penyakit jantung,


diabetes, hipertensi ataupun asam urat. Pasien menyangkal jika memiliki
riwayat alergi.

- Riwayat penyakit keluarga

Pasien menyangkal jika ada keluarga memiliki keluhan serupa. Tidak ada
anggota kelurga memiliki riwayat penyakit kolesterol, penyakit jantung,
diabetes, hipertensi ataupun asam urat.

- Riwayat kebiasaan

Pasien merupakan seorang perokok sejak usia 17 tahun, pasien mengaku bisa
merokok 3-5 batang sehari, namun pasien tidak mengonsumi alkohol atau
minuman keras lainnya dan tidak mengonsumi obat-obatan terlarang.

Resume

Pasien Tn. A 58 tahun memiliki keluhan sesak nafas sejak pagi hari. Pasien
juga mengeluhakan adanya batuk sejak kurang lebih satu bulan lalu dengan
dahak berwarna kehijauan. Pasien merasakan nyeri dada saat batuk. Nyeri
seperti ditusuk. Pasien juga mengalami demam sejak 3 hari lalu dengan pola
naik turun dan sudah mengonsumi obat penurun demam. Pada pemeriksaan
fisik terderngar bunyi ronki.

3. Pemeriksaan fisik

Kesadaran dan Tanda Vital

3
- Kesadaran umum : Pasien tampak sakit sedang
- Kesadaran : GCS 15
- Berat badan : 67 kg
- Tinggi badan : 172 cm
- BMI : 22.7
- Tanda Vital :
 Tekanan darah: 110/80
 Nadi: 120x/menit
 Laju nafas: 26x/menit
 Suhu: 38,3 C

- Pemeriksaan Generalis

Kepala* - Bentuk kepala nomocherpal


- Tidak ada diskolorisasi
- Tidak ada massa

Mata* - Konjungtiva anemis (-/-)


- Sklera ikterik (-/-)
- Jarak antar mata simetris
- Sama besar
- Pergerakan bola mata normal
- RCL (+/+)
- RCTL (+/+)
- Pupil isokhor

Hidung* - Tidak ada deformitas


- Septum nasal ditengah
- Sekret (-/-)
- Massa (-/-)

Telinga* - Tidak ada deformitas


- Nyeri tekan mastoid (-/-)

4
- Pendarahan (-/-)
- Cairan eksudat (-/-)
- Serumen (+/+)

Mulut* - Tidak ada tanda sianosis


- Tidak ada ulkus/luka
- Tidak ada nodul/massa
- Lidah merah muda, bersih, gerakan normal
- Tonsil T1-T1
- Faring tidak hiperemis
- Mukosa tampak basah

Thorax

Jantung* Inspeksi - Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi - Ictus cordis teraba di ICS V linea


midclavicularis sinistra

Perkusi - Batas jantung normal

Auskultasi - Suara jantung regular, S1 dan S2,


murmur (-) gallop (-)

Paru - Paru Inspeksi - Tidak terdapat bekas luka / operasi


- Tidak ada diskolorasi
- Tidak ada massa
- Kedua lapang dada tidak mengembang
secara simetris, pengembangan
berkurang pada bagian lobus kanan
- Terdapat retraksi suprasternal

Palpasi - Taktil fremitus : terasa sama pada kedua


lapang paru

Perkusi - Terdengar dull pada lobus kanan

5
Auskultasi - ronchi pada lobus kanan (+)
- wheezing (-)

Abdomen* Inspeksi - Perut datar


- Tidak ada striae
- Tidak ada bekas luka / operasi
- Tidak ada perubahan warna kulit

Auskultasi - Bising usus (+) 12x/menit


- Aortic Bruits (-)
- Metallic sound (-)
- Clicking sound (-)

Perkusi - Terdengar timpani di seluruh kuadran


abdomen

Palpasi - Nyeri tekan (-)


- Massa (-)

Ekstremitas bawah - Bekas luka / operasi (-/-)


- Deformitas (-/-)
- Nyeri tekan (-)
- Krepitus (-)

Ekstremitas Atas - Bekas luka / operasi (-/-)


- Deformitas (-/-)
- Nyeri (-/-)
- Krepitus (-)

Tatalaksana
a. Puskesmas

6
 Medikamentosa
- Salbutamol
- Paracetamol
- OBH sirup
 Non-medikamentosa
- Istirahat yang cukup
- Saran penggunaan masker
- Berhenti merokok

4. Diagnosis
Diagnosis Kerja : Pneumonia
Diagnosis Banding : Tuberculosis
Edema Paru

5. Saran pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan darah lengkap


- Rontgen thorax
- Pulse oximetry
- Bronkoskopi
- Arterial Blood gas test
- Tes sputum

7
BAB II
LANDASAN TEORI

a. Definisi

Pneumonia adalah infeksi pada paru-paru yang disebabkan oleh bakteri,


virus atau fungi. Pneumonia melibatkan serangkaian langkah kompleks,
dimulai dengan kontak awal dengan mikroorganisme patogen dan berakhir

8
pada invasi saluran pernafasan bagian bawah. Infeksi ini dapat diperoleh di
kumintas atau dalam lingkungan rumah sakit dan dapat ditularkan oleh
mikroorganisme yang terhirup masuk ke dalam pernafasan.1,4

b. Epidemiologi

Pneumonia adalah penyakit yang cukup sering terjadi. Sebuah penelitian


yang dilakukan oleh pusat pengendalian dan pencegahan penyakit AS
(CDC) menemukan bawah Community-acquired Pneumonia (CAP)
merupakan penyebab kematian nomer delapan di Amerika Serikat dan
penyebab nomer tujuh di Canada untuk berbagai jenis kelamin dan
perbedaan usia. Salah satu penelitian terbesar selama periode 2 tahun
dalam populasi Louisville yang terjadi dari 587.499 orang dewasa dari
2014 jingga 2016 menemukan bahwa kejadian CAP yang disesuaikan
berdasarkan usia adalah 649 pasien yang dirawat dirumah sakit per
100.000 orang dewasa. Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa
kematian selama dirumah sakit adalah 6,5% sesuai dengan 102.821
kematian tahunan di Amerika Serikat.1

c. Etiologi

1. Community-acquired Pneumonia
- Bakteri
 Tipikal: Pneumococcus, Haemophilus influenzae, Moraxella
catarrhalis, grup A Streptococcus dan organisme negatif anaerobik dan
aerobic.
 Atipikal: Legionalla, Mycoplasma, Chlamydia.
- Virus
 Influenza
 Respiratory Syntetical virus
 Virus parainfluenza
 Adenovirus

9
- Fungi
 Histoplasma
 Blastomyces
 Coccidioides

2. Hospital-acuired Pneumonia dan Ventilator-Associated Pneumonia

- Bacilli gram negatif seperti Escheria coli, Pseudomonas aeruginosa,


Acinetobacter, dan Enterobacter
- Cocci gram positif seperti Staphylococcus aureus (resisten dan sensitif
methicillin)2,3,4

d. Patogenesis

Pneumonia dikarakteristikan sebagai inflamasi yang utamanya


mempengaruhi alveoli dan terminal airspace sebagai respon terhadap
invasi patogen masuk ke dalam paru-paru. Inflamasi memicu imun respon
di paru-paru, kebocoran plasma ke dalam alveoli dan hilangnya surfaktan
yang menyebabkan hilangnya udara dan konsolidasi. Pasien kemudian
bernafas lebih cepat dan lebih cepat, dalam upaya meningkatkan kadar
oksigen dan mengeluarkan lebih banyak karbon dioksida. Produksi lendir
meningkat dan pembuluh darah kapiler yang bocor dapat membasahi
lendir dengan darah. Lendir tersebut mengurangi efisiensi pertukaran gas
di paru-paru.4

10
Gambar 2. Inhalasi pneumonia4

e. Diagnosis
 Anamnesis
Anamnesis dilakukan berfokus pada menentukan gejala pernadasan
yang mengarah pada CAP dan munculnya penyakit penyerta.
Pasien dengan COPD dan HIV memiliki resiko lebih tinggi terkena
CAP. Lalu riwayat bepergian mungkin dapat melibatkan infeksi
Legionella dan jika terpapar oleh binatang (burung, kelalawar,
binatang peternakan dan kelinci) harus didokumentasi. Onset dari
gejala dapat meingindikasikan penyebab dari pneumonia.

 Pemeriksaan fisik
Diagnosis CAP berdasarkan pemeriksaan fisik yaitu adanya
demam, batuk berdahak, nyeri dada, dyspnea dan tachypnea, dan
tanda adanya invasi dari alveoli.

11
 X-ray thorax
Munculnya infiltrasi pada hasil x-ray thorax dengan gejala
berhubungan dengan infeksi jalur pernafasan bawah dapat
mengkonfirmasi diagnosis CAP.

 Tes laboratium
Saturasi oksigen dan studi laboratorium harus dilakukan pada
pasien CAP yang dilarikan kerumah sakit dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keparahan dan kemungkinan komplikasi. Tes
laboratorium meliputi: (1) hitung darah lengkap, (2) urea nitrogen
dan serum kreatinin, (3) elektorlit (sodium dan potassium), (4)
glukosa, (5) tes fungsi kerja renal dan hepatik, dan (6)
inflammatory markers (C-reactive protein level, hitung leukosit,
procalcition level).

 Kultur sputum
Pemeriksaan kultur sputum direkomendasikan dilakukan sebelum
mendapatkan terapi antibiotik.4

f. Diagnosis banding
1. TBC
Tuberculosis penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. TBC utamanya menyerang paru-paru
namun dapat menyerang organ lainnya seperti sistem saraf pusat,
sistem gastrointestinal, kulit, sistem reproduksi, sistem
muskuloskeletal dan hati. TBC biasanya ditandai dengan batuk
kronik yang sudah lebih dari 4 minggu, hemoptisis atau batuk
darah, low-grade fever, bekeringat saat malam.
2. Edema paru
Edema mengacu pada akumulasi cairan yang berlebihan di ruang
interstisial, dibawah kulit atau di dalam rongga tubuh yang
disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan pada “starling forces”

12
atau adanya kerusakan atau penyumbatan sistem limfatik. Edema
paru mengacu pada akumulasi cairan yang berlebih di dinding
alveolar dan ruang alveolar pada paru. Edema paru biasa
disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan jantung. Pada
edema paru biasa ditemukan gejala berupa sesak nafas yang berat
dan semakin parah ketika berbaring, nafas terengah-engah, pusing
kepala dan keringat yang berlebih, batuk, nyeri dada, dan pink
colored forthy sputum dalam kasus yang sudah parah.3,5,6

g. Faktor resiko
 Usia dan gender
 Pelayanan kesehatan
 COPD
 Chronic renal disease
 Chronic liver disease
 HIV
 Perokok
 Pengonsumsian alkohol.4

h. Manifestasi klinis

Pasien dengan pneumonia sering mengalami gejala khas seperti demam,


batuk (terutama batuk produktif dengan dahak), hemoptysis, dyspnea,
malaise dan nyeri pleuritic dengan konsolidasi pada rontgen dada.
Batuk adalah gejala penyaji pneumonia bakeri yang paling konsisten. Pada
pasien usia lanjut, terutama dengan komorbiditas multiple, pneumonia
dapat muncul dengan gejala kelemahan umum, penurunan nafsu makan,
perubahan status mental, inkontinensia atau dekompensasi karena ada
penyakit yang mendasarinya.
Etiologi mikroba tidak dapat diprekdisi hanya dengan anamnesis dan
pemeriksaan saja, namun, ada beberapa temuan pemeriksaan yang dapat
menunjukan patogen spesifik:

13
 Dahak purulent, demam tinggi, dan nyeri pleuritic merupakan ciri
khas pneumonia pneumokokus
 Pasien dengan Legionella pneumonia mungkin mengeluhkan
terutama diare, demam, sakit kepala, kebingungana dan myalgia
 Adanya manifestasi ektrapulmoner seperti myringitis, ensefalitis,
uveitis, iritis dan miokarditis dapat mengindikasikan infeksi
Mycoplasma pneumoniae.4

i. Tatalaksana

Untuk pemberian tatalaksana dapat digunakan skala “CURB-65” untuk


menentukan apakah pasien dapat melakukan rawat jalan, rawat inap atau
ICU. Komponen dalam skala CURB-65 meliputi kebingungan, uremia
(BUN lebih dari 20 mg/dl), frekuensi nafas lebih dari 30 per menit,
tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg dan diastolik kurang dari 60
mmgHg dan umur lebih dari 65. Setiap kriteria positif diberi 1 poin.

 Skor 0-1: dapat di rawat jalan. Pasien dengan skor 0-1 dapat
diberikan terapi empiris menggunakan Fluoroquinolones atau Beta-
lactams ditambah Macrolides jika ada penyakit penyerta dan dapat
ditambahkan macrolides atau doxycycline jika tidak ada
komorbiditas.
 Skor 2-3: mengindikasikan rawat inap. Terapi pertama yang dapat
diberikan adalah antara fluoroquionolone atau macrolides ditambah
beta-lactams
 Skor 4 atau lebih: indikasi ICU. Pilihan Regimen empiris dalam
kasus ini adalah kombinasi dari beta-lactams dan fluoroquinolones
atau beta-lactams dan macrolides.3

j. Komplikasi

Komplikasi dari pneumonia yang tidak ditangani dan dalam penanganan


meliputi:

14
 Kegagalan pernafasan
 Sepsis
 Infeksi metastatik
 Emphysema
 Lung abscess
 Kegagalan organ multiple.3

k. Prognosis

Tingkat kematian pada pasien rawat jalan dengan CAP sangat rendah
(~1%) dan gejala pernafasan biasanya membaik dalam 48 hingga 72 jam,
meskipun hasil rontgen dada mungkin tetap abnormal selama setidaknya
satu bulan. Pasien pada rawat inap, tingkat kematian rata-rata dari 5,7
hingga 14.0% di bangsal umum dan dari 34 hingga 50% di ICU (terutama
pada pasien berventilasi). Pasien yang tidak merespon dengan terapi
antibiotik awal dalam waktu 72 jam memiliki tingkat kematian yang jauh
lebih tinggi dibandingkan pasien yang merespon.
Secara umum prognosis CAP yang buruk dikaitkan dengan faktor-faktor
yang meliputi usia lanjut, adanya penyakit paru-paru kronis, penyakit
jantung yang mendasarinya, fungsi limpa yang burusk, keterlibatan
multilobar dan keterlambatan dalam pemberian terapi antibiotik yang
tepat.4

15
BAB II
PEMBAHASAN KASUS

Tn. A usia 58 tahun datang dengan ke puskesmas pasir jaya. Berdasarkan


hasil anamnesis, Tn. A mengeluhkan sesak nafas sejak pagi hari lalu pasien
mengalami batuk sejak kurang lebih satu bulan lalu dengan sputum berwarna
kehijauan yang mungkin disebabkan oleh jumlah neutrofil yang meningkat yang
dapat memberikan warna kehijauan pada sputum dan pasien juga merasakan nyeri
dada khususnya ketika sedang batuk, pasien juga mengalami demam 3 hari
sebelum datang ke puskesmas. Berdasarkan hasil anamnesis, keluhan Tn. A
mengarah pada diagnosis pneumonia. Gejala yang di alami pasien sesuai dengan
beberapa manifestasi klinis pneumonia yang terdapat pada teori di BAB II.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, pasien mengalami tachypnea dan tachycardi
dengan laju nafas 26 kali per menit yang menandakan pasien memiliki kesulitan
bernafas dan detak jantung 120 kali per menit, dull pada perkusi pada lobus
kanan, pengembangan dada tidak simetris dan juga terdengar bunyi ronki pada
lobus kanan.

Untuk menunjang diagnosis, dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium


dan radiologis. Namun karena keterbatasan alat di puskesmas, pemeriksaan
penunjang tidak dilakukan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan darah lengkap untuk melihat apakah terdapat kenaikan jumlah sel
darah putih yang biasanya ditemukan karena adanya infeksi. Untuk pemeriksaan
radiologis yaitu rontgen thorax, pada pneumonia biasa ditemukan konsolidasi atau
bercak putih seperti awan.
Salah satu diagnosis banding pneumonia adalah TBC yaitu infeksi yang
sering menyerang paru-paru. Disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada
pasien TBC biasanya ditemukan batuk kronik yang sudah lebih dari 2 minggu dan
batuk disertai darah. Selain itu pasien TBC juga mengalami berkeringat saat
malam dan penurunan berat badan. Pada pasien Tn. A, berdasarkan hasil
anamnesis, pasien menyangkal adanya batuk disertai darah dan juga pasien

16
menyangkal jika adanya penurunan berat badan ataupun berkeringat dimalam
hari.
Diagnosis banding lainnya adalah edema paru yaitu adanya akumulasi
cairan berlebih pada dinding alveolar atau rongga ruang alveolar. Gejala yang
biasa ditemukan pada pasien dengan edema paru adalah sesak nafas yang semakin
memburuk ketika berbaring, batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan dan
berbusa. Edema paru biasanya terjadi karena ada penyakit yang mendasari seperti
memiliki riwayat penyakit jantung. Pada pasien Tn. A, berdasarkan hasil
anamnesis, pasien mengatakan sesak nafas tidak berubah dengan perubahan posisi
dan tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Pasien juga mengatakan bahwa
sputum berwarna kehijauan.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, saya menduga Tn. A
menderita penyakit pneumonia. Namun untuk memastikan kembali harus
dilakukan pemeriksaan penunjang.
Untuk saran pengobatan yang diberikan untuk penderita pneumonia adalah
terapi secara empiris yang ditunjukan pada patogen yang paling mungkin menjadi
penyabab. Jika ada hasil kultur, dapat dilakukan penyesuaian obat. Namun pada
prinsip terapi utama pneumonia adalah pemberian antibiotik. Selain itu dapat juga
diberikan terapi suportif yang terdiri atas:
- Terpai oksigen untuk mencapai PaO2 dan saturasi oksigen normal berdasarkan
hasil analisis gas darah
- Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat
disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.
- Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak.
Terapi secara non-medikamentosa dapat berupa saran untuk beristirahat yang
cukup, meningkatkan asupan nutrisi sepeti memakan makanan kaya-kalori dan
minum yang cukup, lalu melatih pernafasan untuk meningkatkan ventilasi
alveolus.

17
REFERENSI

1. Htun TP, Sun Y, Chua HL, Pang J. Clinical features for diagnosis of
pneumonia among adults in primary care setting: A systematic and meta-
review. Sci Rep. 2019 May 20; 9(1):7600. [cited 19 April 2020]. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6527561/

2. Brown J, Hammerschmidt S, Orihuela C. Streptococcus Pneumoniae. 1st


ed. Burlington: Elsevier Science; 2015; 1:4-5

3. Jain V, Bhardwaj A. Pneumonia Pathology [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov.


2020 jan. [cited 19 April 2020]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526116/

4. Torres A, Cillóniz C. Clinical Management of Bacterial Pneumonia. 2015;


2:11-14. 3:31-36. 4: 40-46. 2:20-22.

5. Iqbal M, Gupta M. Cardiogenic Pulmonary Edema [Internet].


Ncbi.nlm.nih.gov. 2020 Mar 18 [cited 23 April 2020]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544260/

6. Adigun R, Singh R. Tuberculosis [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2019 Feb


6[cited 23 April 2020]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441916/

18

Anda mungkin juga menyukai