LAPORAN KASUS 6
PUSKESMAS JAMBE
2. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri di bawah mata sejak 2 minggu yang lalu
B. Keluhan Tambahan
Adanya lendir bewarna kehijauan, demam, dan hidung terasa tersumbat
E. Riwayat Keluarga
Pada keluarga pasien, tidak terdapat riwayat penyakit hipertensi, stroke,
jantung, diabetes, sinusitis, dan asma. Keluarga pasien tidak memiliki riwayat
dirawat inap atau operasi sebelumnya.
F. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol, atau
mengonsumsi obat-obatan tertentu. Pasien mengatakan sering bergadang. Pola
makan pasien tidak teratur. Pasien memiliki kebiasaan mengonsumsi gorengan
di pinggir jalan. Pasien tidak memiliki kebiasaan minum teh, kopi, atau
minuman bersoda.
H. Riwayat Alergi
Pasien tidak pernah mengalami kejadian alergi sebelumnya dan tidak ada
riwayat alergi pada pasien maupun keluarganya.
3. Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda Vital :
o Suhu Tubuh : 38.2° C
o Tekanan Darah : 110/70 mmHg
o Detak Jantung : 84x /Menit
o Nafas : 18x /Menit
o Berat Badan : 56 KG
o Tinggi Badan : 160 CM
o BMI : 21.9
- Mata cembung
- Pupil bulat (+/+)
- Bentuk sama besar dan isokor (+/+)
- Konjugtiva anemis (-/-)
Mata - Skelera iterik (-/-)
- Nystagmus (-/-)
- Jarak antara mata simetris
- Pergerakan normal (+/+)
- Kemerahan (-/-)
- Discharge (-/-)
Thorax
- Bekas operasi (-)
- Scars (-)
Inspeksi - Tatto (-)
- Diskolorisasi (-)
- Ictus Cordis (-)
- S1-S2 reguler
- S3 (-)
- S4 (-)
Auskultasi - Gallop (-)
- Murmur (-)
- Edema (-/-)
Ekstremitas - Distrofi kuku (-/-)
- Diskolorasi (-/-)
- Hiperemia (-/-)
- Scar (-/-)
- Clubbing finger (-/-)
- Simetris (+/+)
- Crt < 2 detik (+/+)
6. Diagnosis Banding
PENGERTIAN
Rhinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terdapat pada nasal cavity dan
paranasal sinus. Istilah rhinosinusitis digunakan dikarenakan inflamasi pada bagian sinus
hampir selalu disertai dengan inflamasi dari contigous nasal mucosa.
PATHOGENESIS
Pathogenesis dari rhinosinusitis biasanya dibagi menjadi 2 berdasarkan waktunya yakni
pathogenesis dari rhinosinusitis akut dan rhinosinusitis kronik. Rhinosinusitis akut
biasanya disebabkan oleh infeksi agen asing. Agen asing yang bisa menjadi penyebab
antara lain adalah virus atau bakteri. Perbedaan dari rhinosinusitis akut dikarenakan virus
dan rhinosinusitis akut dikarenakan bakteri adalah pada rhinosinusitis virus, gejala pasien
biasanya tidak mengalami perburukan dan sembuh di bawah 10 hari; sementara pada
pasien dengan rhinosinusitis bakteri biasanya gejala berlanjut di atas 10 hari dan adanya
perburukan dari gejala dalam 10 hari setelah adanya perbaikan gejala. Rhinosinusitis yang
disebabkan oleh bakteri biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas yang
disebabkan oleh virus. Rhinosinusitis yang disebabkan oleh virus biasanya disebabkan
oleh rhinovirus, Respiratory synctial virus, influenza virus, dan parainfluenza virus. Pada
pasien dengna rhinosinusitis yang disebabkan oleh bakteri, organisme yang menjadi
etiologinya biasanya adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan
Moraxella catarrhalis.
Rhinosinusitis kronik biasanya disebabkan dari faktor ganda antara lain adalah inflamasi
dari lapisan mukus yang menyebabkan pembengkakan dan obstruksi di sinus ostium
sehingga mucus tertahan disitu dan menyebabkan superinfeksi dari bakteri. Faktor lain
yang dapat mempengaruhi rhinosinusitis kronik adalah adanya biofilm, osteitis, allergi,
superantigen, fungi, faktor kesehatan tubuh pasien, dan agen infeksi
KLASIFIKASI
Berdasarkan jangka waktunya, rhinosinusitis dapat dibedakan menjadi beberapa kelas
antara lain adalah:
1. Rhinosinusitis akut = gejala di bawah 4 minggu
2. Rhinosinusitis subakut = gejala antara 4-12 minggu
3. Rhinosinusitis kronis = gejala di atas 12 minggu
4. Rhinosinusitis akut rekuren = lebih dari 4 kali gejala rhinosinusitis akut per tahun
dengan setiap episode berlangsung dari 7-10 hari
5. Exersebasi akut rhinosinusitis kronis = perburukan gejala rhinosinusitis akut yang
kembali ke titik dasar setelah pengobatan
GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada rhinosinusitis akut biasanya adalah rhinorrhea dengan durasi di bawah
10 hari dengan lendir yang dapat disertai dengan bersin atau hidung terasa tersumbat. Pada
rhinosinusitis akut yang disebabkan oleh bakteri ada 3 gejala klinis khas yang memiliki
sensitivitas dan spesifitas tinggi antara lain adalah adanya lendir yang bewarna purulen
dari hidung, rasa nyeri tekan pada bagian wajah, dan hambatan pada hidung. Gejala
lainnya yang dapat mendukung diagnosis adalah anosmia, demam, batuk, dan sakit kepala.
Gejala klinis pada rhinosinusitis kronik biasanya adalah inflamasi yang berdurasi lebih
dari 12 minggu dengan gejala penyerta seperti hidung tersumbat, rasa tertekan pada wajah,
lendir yang bewarna hijau dari hidung, dan hyposmia.
PENGOBATAN
Pada pasien dengan rhinosinusitis akut disebabkan oleh virus, terapi yang bisa diberikan
antara lain adalah pemberian analgesik, antiinflamasi, dekongestan, antihistamin,
mukolitik, batuk, dan kortikosteroid oral atau topikal. Pemberian obat analgesik sekaligus
antipiretik seperti parasetamol, ibuprofen, dan non-steroidal anti inflammatory drug
lainnya. Pengobatan dengan denkongestan berguna untuk mengurangi gejala akibat hidung
tersumbat, dan antihistamin berguna untuk mengurangi gejala bersin dan lendir. Selain
pengobatan medicamentosa, membersihkan hidung menggunakan nasal saline juga
membantu untuk meringankan gejala (paliatif)
Pada pasien dengan rhinosinusitis akut disebabkan oleh bakteri, selain pengobatan di atas
dibutuhkan juga antibiotik. Antibiotik yang menjadi pilihan pertama adalah amoxicillin
digabugn dengan clavunalate. Bagi pasien dengan penderita alergi terhadap antibiotik
golongan penisilin, maka dapat diberikan doxycycline atau fluoroquinolone sebagai
penggantinya. Durasi pemberian antibiotik biasanya adalah pemberian dilakukan selama
10 hari.
BAB III. CLINICAL REASONING
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang dari Nn. A,
maka dapat diambil diagnosis klinis dari gejala dan tanda klinis sebagai rhinosinusitis
dikarenakan infeksi bakteri berkemungkinan besar adalah Streptococcus pneumoniae.
Diagnosis rhinosinusitis diambil berdasarkan keluhan utama pasien dimana terdapat nyeri
pada bagian pipi pasien di bawah mata seperti ditekan yang merupakan ciri utama dari
rihnosinusitis. Selain dari rasa nyeri pasien, gejala penyerta lain seperti adanya lendir
bewarna kehijauan atau purulen juga menandakan adanya infeksi dari bakteri pada hidung
disertai dengan rasa hidung tersumbat dari kumpulan lendir yang terdapat di hidung juga
memperkuat diagnosis dari rhinosinusitis. Selain itu gejala hidung tersumbat yang
diperparah apabila berbaring telentang juga menandakan bahwa adanya kumpulan cairan
seperti lendir yang terperangkap di dalam sinus terutama sinus maxillaris.
Diagnosis banding seperti migraine, rhinitis alergi, dan infeksi saluran pernapasan atas
seperti faringitis dapat disingkirkan dari diagnosis banding berdasarkan anamnesis dan
hasil pemeriksaan fisik berikut. Migraine dapat disingkirkan dikarenakan lokasi migraine
merupakan nyeri pada kepala dengan kualitas berdenyut di satu sisi kepala sementara
menurut anamesis rasa nyeri dirasakan pada bagian di bawah mata seperti tertekan.
Rhinitis karena alergi juga dapat disingkirkan karena pasien tidak mengalami gejala alergi
seperti bersin, gatal, atau lendir dengan konsistensi cair yang merupakan ciri dari rhinitis
alergi. Infeksi saluran pernapasan atas dapat disingkirkan dikarenakan pasien tidak
memiliki gejala penyerta seperti sakit ternggorokan ataupun batuk dari infeksi saluran
pernapasan atas.
Prognosis dari pasien ini adalah dubia ad bonam dikarenakan rhinosinusitis merupakan
penyakit yang apabila ditangani dengan baik akan mengurangi munculnya komplikasi
seperti subperiosteal orbital abscess ataupun meningitis. Pemberian antibiotik secara
berkala akan mengurangi kemunculan resisten pada infeksi bakteri dan pemberian
dencongestan akan membantu mengeluarkan lendir yang terperangkap pada sinus. Bila
semua terapi dilakukan dengan baik, maka akan mengurangi gejala klinis pasien hingga
sembuh.
REFERENCES
1. Rosenfeld R, Piccirillo J, Chandrasekhar S, Brook I, Ashok Kumar K, Kramper M et al.
Clinical Practice Guideline (Update): Adult Sinusitis. Otolaryngology-Head and Neck
Surgery. 2015;152(2_suppl):S1-S39.
2. Suh JD, Chiu AG. CURRENT Diagnosis & Treatment in Otolaryngology—Head &
Neck Surgery. 3rd edition. New York: McGraw-Hill; 2012