Topik:
ASTHMA BRONCIALE
Disusun oleh:
Pendamping:
dr. Ezra
Asma bronkial ialah salah satu penyakit kronik yang melibatkan banyak
sel dan elemen dengan tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Dalam dua
puluh tahun terakhir, terjadi peningkatan jumlah pasien asma, terutama anak-anak.
Prevalensi asma terus meningkat baik di negara maju maupun di negara
berkembang. Berdasarkan data, 300 juta penduduk dunia menderita asma.
Diperkirakan pada 2025 angka ini akan meningkat menjadi 400 juta jiwa dengan
setidaknya 250 000 orang meninggal setiap tahunnya.2-6
Asma adalah penyakit inflamasi kronik pada saluran napas. Inflamasi yang
berlangsung terus-menerus menyebabkan hiperresponsivitas saluran napas.
Saluran napas penderita asma sangat peka terhadap berbagai rangsangan
(bronchial hyper- reactivity), seperti polusi udara (asap, debu, zat kimia), serbuk
sari, udara dingin, makanan, hewan berbulu, tekanan jiwa, aroma menyengat
(misalnya parfum), olahraga, dan obat (aspirin dan penyekat beta). Luasnya
inflamasi dapat memicu penyumbatan saluran napas berupa bronkokonstriksi,
edema, dan hipersekresi mukus yang bersifat reversibel sehingga menimbulkan
gejala klinis.5,6
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Os datang ke IGD RS. Panti Wilasa dr. Cipto Semarang dengan
keluhan sesak nafas sejak 1 hari SMRS.
Keluhan Tambahan
Os juga mengalami batuk (+), dada terasa tertekan (+), serta suara
mengi /ngik
Riwayat Kebiasaan
Os setiap harinya membantu suaminya berjualan makanan.
Merokok (-), minum beralkohol (-).
Riwayat Lingkungan
Os tinggal di lingkungan perumahan dengan pencahayaan dan
sirkulasi udara yang baik. Jarak dari rumah ke jalan raya sekitar 300
meter. Dalam lingkup keluarga Os, tidak ada satu pun anggota
keluarga yang perokok aktif. Os tidak memiliki perabotan rumah yang
dapat menyimpan debu seperti karpet dan boneka.
Tanda Vital
Tekanan darah : 130 / 90 mmHg
Pernapasan : 28 kali/menit
Sp02 : 96%
Nadi : 110x/menit, reguler
Suhu : 370 C
Status Generalis
Pemeriksaan Fisik Hasil Pemeriksaan
Hematologi
Hematokrit 42 % 40-52
MCV 85 fl 80-100
MCH 28 pg 26-34
KIMIA KLINIK
Foto Thorax
Hasil pemeriksaan foto thorax PA
Cor : CTR >50%, batas kiri jantung tampak bergeser ke lateral
Pulmo : Corakan paru tak meningkat. Tak tampak bercak pada kedua
lapangan paru.
Hemidiafragma kanan setinggi costa 9 posterior
Sudut costophrenicus kanan kiri lancip
Kesan :
- Kardiomegali
- Pulmo tenang
EKG
2.7 PENATALAKSANAAN
Tatalaksana awal di IGD
- Nebul ventolin 1 ampul : pulmicort 1 ampul
- Rawat inap :
IVFD RL 10 tpm
Nebul ventolin : pulmicort
Inj. Metyl prednisolone 2x ½ ampul
Inj. Omeprazole 2x1 amp
Inj. Metoclopramid 2x1 amp
Pamol tab 3x 500mg tab
OBH syr 3xCI
Diamicron MR 1x60mg
2.8 PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Ad Bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
2.9 OBSERVASI
3.1. DEFINISI
Asma adalah penyakit inflamasi kronik pada saluran napas. Inflamasi yang
berlangsung terus-menerus menyebabkan hiperresponsivitas saluran napas.
Saluran napas penderita asma sangat peka terhadap berbagai rangsangan
(bronchial hyper- reactivity), seperti polusi udara (asap, debu, zat kimia), serbuk
sari, udara dingin, makanan, hewan berbulu, tekanan jiwa, aroma menyengat
(misalnya parfum), olahraga, dan obat (aspirin dan penyekat beta). Luasnya
inflamasi dapat memicu penyumbatan saluran napas berupa bronkokonstriksi,
edema, dan hipersekresi mukus yang bersifat reversibel sehingga menimbulkan
gejala klinis (Gambar 1).5,6
Gambar 1. Perbandingan Saluran Napas pada Orang Sehat, Penderita Asma, dan Kondisi
Eksaserbasi Akut Asma (sumber: http://www.breakthroughs.com)
3.2. FAKTOR RISIKO
Secara umum, faktor risiko asma meliputi dua hal yaitu faktor pejamu
(host) dan lingkungan. Faktor pejamu meliputi predisposisi genetic (atopi),
hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin, dan ras.
3.3. PATOGENESIS
Data WHO menunjukkan 100-157 juta penduduk dunia menderita asma
dan terus bertambah sebanyak 187 ribu orang per tahun dengan episode kejadian
per orang 3-6 kali per tahun.3,4 Sebagian asma bersifat immunoglobulin E(IgE)
mediated. Paparan alergen yang sama yang mensensitisasi akan berikatan pada
antigen binding fragment (Fab) dari IgE, selanjutnya menyebabkan cross-slinking,
degranulasi, pelepasan mediator, dan serangan asma. Peranan IgE sangat besar
atau sentral. Berdasarkan hal tersebut, antibodi anti-IgE dipertimbangkan sebagai
salah satu pilihan terapi asma IgE mediated.2
Bila terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen yang
masuk tubuh akan diikat oleh IgE pada permukaan sel mastosit. Ikatan tersebut
menimbulkan degranulasi sel mastosit, dan merangsang keluarnya mediator dalam
granul-granul sitoplasma, yaitu histamin, EosinophilChemotactic Factor-A (ECF-
A), NeutrophilChemotactic Factor (NCF), triptase, dan kinin yang memunculkan
gejala asma seperti sesak, mengi, dan bronkokonstriksi.`Sel T helper 2 juga
menyebabkan terjadinya eosinofilia dengan IL-5. Eosinophil yang aktif akan
mengeluarkan TransformingGrowth Factor β (TGF- β), IL-13, dan GrowthFactors
(GF) yang menyebabkan terjadinya remodelling pada jalan napas seperti dijelaskan
pada Gambar 3.2
IMUNOGLOBULIN E
Ig E terdiri dari dua rantai berat yang identic (heavy chain) dan dua rantai
ringan yang identik (light chain), serta memiliki area yang konstan. IgE tersusun
dari lebih kurang 110 asam amino dalam susunan beta dengan tiga atau empat
rantai beta yang membentuk seperti huruf C. IgE tersusun dari beberapa jenis
protein seperti FcεRI yang merupakan reseptor dengan afinitas tinggi terhadap IgE,
CD23 (sebagai FcεRII) yang merupakan reseptor dengan afinitas rendah terhadap
IgE, galactin-3 yang merupakan protein pengikat IgE dan FcεRI. Pengikatan
antara IgE dan FcεRI pada sel mastosit dan sel basofil akan menginduksi sinyal sel
dan merangsang degranulasi sel mastosit, sehingga mediator inflamasi akan
dilepaskan. Pelepasan berbagai mediator tersebut berperan dalam mengaktivasi
eosinofil dan mempertahankan keberadaannya seperti pada asma atopi.12-17
Pada penderita asma akan timbul gejala seperti mengi terutama saat
ekspirasi. Gejala ini banyak ditemukan pada anak-anak. Selain itu, penderita asma
umumnya memiliki riwayat batuk yang intensitasnya meningkat pada malam hari,
sulit bernapas, hingga sesak napas yang memburuk pada pagi dan malam hari
hingga membangunkan pasien. Gejala-gejala tersebut timbul setelah terpapar
alergen, infeksi virus, polusi udara, atau aktivitas berat. Tidak lupa, riwayat
penyakit atopi pada keluarga memegang peranan besar. Dapat ditemui pula
riwayat eksim atau demam. Sampai saat ini belum ada uji yang tepat untuk
mendiagnosis asma selain melihat pola gejala dan reaksinya terhadap terapi.
Gejala asma umumnya mereda dengan pemberian obat antiasma.5,6
3.5. DIAGNOSIS
Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia,
disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya
penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga
penderita tidak merasa perlu ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang
bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan
variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk
menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran
faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.3
Riwayat penyakit/gejala:
Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
Gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
Respons terhadap pemberian bronkodilator
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :
Riwayat keluarga (atopi)
Riwayat alergi / atopi
Penyakit lain yang memberatkan
Perkembangan penyakit dan pengobatan
Pemeriksaan Jasmani
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani
dapat normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah
mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar
normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan
jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema
dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi
penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi
menutupnya saluran napas.3
Faal Paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi
mengenai asmanya, demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai
dispnea dan mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru
antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter
objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:
Obstruksi jalan napas
Reversibiliti kelainan faal paru
Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan
napas
Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti
vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur
yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita
sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio
VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.3
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1
< 80% nilai prediksi.
Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/
oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma
Menilai derajat berat asma3
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Bronkitis kronik
Gagal Jantung Kongestif
Batuk kronik akibat lain-lain
Disfungsi larings
Obstruksi mekanis (misal tumor)
Emboli Paru
Anak
Benda asing di saluran napas
Laringotrakeomalasia
Pembesaran kelenjar limfe
Tumor
Stenosis trakea
Bronkiolitis
3.6. KLASIFIKASI
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting
bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat
asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan
berdasarkan gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai (Tabel 2).3
Tabel 2. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
(sebelum pengobatan)
Bila pengobatan yang sedang dijalani sesuai dengan gambaran klinis yang
ada, maka derajat berat asma naik satu tingkat. Contoh seorang penderita dalam
pengobatan asma persisten sedang dan gambaran klinis sesuai asma persisten
sedang, maka sebenarnya berat asma penderita tersebut adalah asma persisten
berat. Demikian pula dengan asma persisten ringan. Akan tetapi berbeda dengan
asma persisten berat dan asma intemiten (lihat tabel 3).3
Cara pengobatan asma yang paling efektif adalah menemukan pemicunya, Jika
menjauhi pemicu masih belum cukup, baru pasien disarankan untuk
menggunakan obat. Obat-obatan yang dapat dipilih untuk mengurangi gejala
tertera dalam Tabel 1. Bagi penderita asma persisten berat yang tidak dapat
dikontrol dengan terapi farmakologis, kini telah ada terapi terbaru bronchial
thermoplasty yang dapat menjadi pilihan.5,6
PENATALAKSANAAN ASMA
Kontraindikasi
Penggunaan alat pacu jantung atau internal defibrillator
Riwayat alergi lidokain, atropin, atau benzodiazepin
Sudah pernah menjalani bronchial thermoplasty sebelumnya
Data dari uji klinis menunjukkan bahwa pasien yang mendapat pengobatan
bronchial thermoplasty akan mengalami peningkatan kualitas hidup dan
pengurangan tingkat eksaserbasi parah, kunjungan gawat darurat, dan gangguan
aktivitas sosial. Bronchial thermoplasty ialah salah satu pilihan yang terbaik dalam
pengobatan asma pada pasien dewasa yang tidak dapat dikontrol dengan obat.5,6
Terapi ini telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) pada
bulan April 2010 sehingga sudah dapat diaplikasikan. Meskipun begitu,
pengobatan asma harus tetap mengacu pada pelayanan kesehatan asma, yaitu
membangun kerjasama dokter pasien, mengidentifikasi dan mengurangi faktor
risiko, menilai, mengobati serta mengawasi asma, dan menangani eksaserbasi
asma. Upaya pertama penanganan penderita asma berat adalah tetap
mengoptimalkan manajemen medis sesuai pedoman yang sudah ada, termasuk
penekanan pada edukasi dan kepatuhan pengobatan pasien. Bronchial thermoplasty
merupakan pilihan terapi tambahan, selain penggunaan inhalasi corticosteroid dan
beta agonis kerja lama, untuk meningkatkan kontrol asma secara menyeluruh.19
EFEK SAMPING
Efek samping di tempat injeksi relatif sering; efek samping serius yang
pernah terjadi adalah syok anafilaktik. Studi kohort 5 tahun yang berjudul
Evaluating the ClinicalEffectiveness and Long-Term Safety in Patientswith
Moderateto Severe Asthma (EXCELS) melaporkan peningkatan kejadian penyakit
jantung, aritmia, kardiomiopati, gagal jantung, hipertensi pulmonal, gangguan
serebrovaskuler embolik, trombotik, dan tromboflebitis pada kelompok pasien
yang diterapi dengan omalizumab dibandingkan dengan kelompok kontrol.23,24
Dengan kata lain, tujuan dari seluruh edukasi adalah membantu penderita
agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma. Komunikasi yang
jelas antara dokter dan penderita dalam memenuhi kebutuhan informasi yang
diperlukan dalam penatalaksanaan, adalah kunci peningkatan
compliance/kepatuhan penderita dalam melakukan penatalaksanaan tersebut
(bukti B). Edukasi penderita sebagai mitra dalam pengelolaan asma mandiri,
dengan memberikan penderita kemampuan untuk mengontrol asma melalui
monitor dan menilai keadaan asma serta melakukan penanganan mandiri dengan
arahan dokter, terbukti menurunkan morbiditi (bukti B). Untuk memudahkan hal
tersebut digunakan alat bantu peak flow meter dan kartu catatan harian.3
Kemampuan bayi untuk membentuk lgE anti RSV ini diyakini sebagai
status sensitisasi terhadap allergen secara umum. Jadi bayi mengi dengan ibu atopi
yang mengandung lgE anti-RSV tersebut sudah dalam keadaan tersensitisasi, dan
hal ini merupakan faktor risiko terjadinya asma. Sejalan dengan hal itu maka
banyak peneliti telah melaporkan positivitas lgE spesifik terhadap berbagai
alergen (susu, kacang, makanan laut, debu rumah, serbuk sari bunga) pada bayi
merupakan faktor risiko dan prediktor untuk terjadinya asma. Para peneliti
tersebut juga menyatakan semakin dini terjadi sensitisasi maka risiko untuk
menjadi asma menetap juga semakin besar. Dengan demikian maka tidak begitu
penting hubungan antara saat timbul mengi pada bayi dengan besarnya risiko
terjadinya asma, karena yang menentukan sebetulnya adalah seberapa dini tejadi
sensitisasi alergen pada bayi mengi tersebut. Penelitian umum bayi mengi
memperlihatkan bahwa kejadian asma akan lebih kerap pada bayi yang mulai
mengi pada usia lebih besar, berbeda dengan perkiraan sebelumnya bahwa
semakin muda timbulnya mengi maka risiko untuk kejadian asma semakin besar.
ATOPI
Sebagian sangat besar asma pada anak mempunyai dasar atopi, dengan
alergen merupakan pencetus utama serangan asma. Diperkirakan bahwa sampai
90% anak pasien asma mempunyai alergi pada saluran napas, terutama terhadap
alergen dalam rumah (indoorallergen) seperti tungau debu rumah, alternaria,
kecoak, dan bulu kucing. Telah disebutkan sebelumnya bahwa sebagian besar
pasien asma berasal dari keluarga atopi, dan kandungan IgE spesifik pada seorang
bayi dapat menjadi prediktor untuk terjadinya asma kelak di kemudian hari.
Karena itu sangat penting untuk menelusuri dan membuktikan faktor atopi sebagai
pendekatan diagnosis klinis pada anak dengan gejala klinis yang sesuai dengan
asma bronkial. Riwayat atopi dalam keluarga, riwayat penyakit atopi sebelumnya
pada pasien, petanda atopi fisis pada anak, petanda laboratorium untuk alergi, dan
bila diperlukan uji eliminasi dan provokasi, dapat menunjang diagnosis asma pada
anak tersebut.
PENGOBATAN ASMA
Sejak mula pertama dipergunakan lebih dari 20 tahun lalu terlihat bahwa
kortikosteroid inhalasi jelas memberi efek terapi sangat baik untuk asma ringan,
sedang, dan berat; baik untuk pengobatan jangka pendek maupun jangka panjang.
Sejauh ini tidak ditemukan efek buruk yang berarti bila diberi dengan dosis yang
dianjurkan.25
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and
Prevention, 2017. Available from: www/ginasthma.org.
2. Nugraha IBA, Suryana Ketut. Peranan Antibodi Anti-Imunoglobulin E dalam
Tatalaksana Asma Bronkial. CDK-243. 2016: 43(8).
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan
di Indonesia. PDPI Publishers: Jakarta; 2011.
4. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. Pocket guide for
asthma managements and prevention (for adults and children older than 5
years). Vancouver: National Institutes of Health; 2014. p.1-114.
5. Tenda ED. Bronchial Thermoplasty sebagai Terapi Asma. Ina J Chest Crit and
Emerg Med. Oct - Dec 2014: 1(4).
6. Fitzgerald M, Baleman ED, Boulet L, Cruz A, Haahlela T, Levy M, et al.
Pocket guide for asthma management and prevention (for adults and children
older than 5 years). Canada: Global Initiative for Asthma; 2012.
7. Gambaran Jumlah Eosinofil Darah Tepi Penderita Asma Bronkial di Bangsal
Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang. Demas Nico M. Manurung, Ellyza Nasrul,
Irvan Medison, Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(3).
8. Mason RJ, Broaddus VC, Murray JF, Nadel JA. Murray dan Nadel’s Textbook
of Respiratory Medicine, vol 1, 4th ed. United States of America: Elsevier
Saunders; 2005.
9. Mitchell RN, Kumar V. Penyakit Imunitas. Dalam: Kumar V, Cotran RS,
Robbins SL, editor. Buku Ajar Patologi Robbins, vol 1. Edisi ke-7. Jakarta :
ECG; 2007.
10. Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Senior RM, Pack AI.
Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders, vol 1, 4th ed. China: The
McGraw-Hill Companies, Inc; 2008.
11. Ying S, Zhang G, Gu S, Zhao J. How much do we know about atopic asthma:
Where are we now. Cell and Mol Immunol. 2006;3(5): 321-32.
12. Holgate ST, The bronchial epithelial origins of asthma in immunological
mechanisms in asthma and allergic disease. Chem Immunol. 2000;78: 62-71.
13. Eapen SS, Busse WW. Asthma in inflammatory mechanisms in allergic
diseases. In: Zweiman B, Schwartz LB, editors. Philadelphia: Marcel Dekker
Publishers; 2002. p. 325-54.
14. Bateman ED, Jithoo A. Asthma and allergy - a global perspective in allergy.
Eur J Allergy Clin Immunol. 2007;62(3):213-5.
15. Broide D. New perspectives on mechanisms underlying chronic allergic
inflammation and asthma in 2007. J Allergy Clin Immunol. 2008;122(3): 475-
80.
16. Cabana MD, Le TT, Arbor A. Challenges in asthma patient education. J
Allergy Clin Immunol. 2005;115(6):1225-7.
17. Bochner BS, Busse WW. Allergy and asthma. J Allergy Clin Immunol.
2005;115(5):953-9.
18. Thomson NC, Rubin AS, Niven RM, Corris PA, Siersted HC, Olivenstein R,
et al. Long term (5 year) safety of bronchial thermoplasty: asthma intervention
research (AIR) trial. BMC Pulm Med 2011; 11(8):1-9.
19. Almazini P. Bronchial Thermoplast: Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat.
CDK-189. 2012: 39(1).
20. Castro M, Rubin AS, Laviolette M, et. al. Effectiveness and safety of
bronchial thermoplasty in the treatment of severe asthma: a multicenter,
randomized, double-blind, sham-controlled clinical trial. Am J Respir Crit
Care Med. 2010; 181:116-24.
21. Hendeles L, Sorkness CA. Anti-immunoglobulin E therapy with omalizumab
for asthma. Ann Pharmacother. 2007;41: 1397–410.
22. Simons A. Real-life effectiveness of omalizumab in patients with severe
persistent allergic (IgE-mediated) asthma at a single UK hospital. Am J Respir
Crit Care Med.2010; 181:1336.
23. 19. Barnes N, Menzies-Gow A, Mansur AH, Spencer D, Percival F, Radwan
A, et al. Effectiveness of omalizumab in severe allergic asthma: A
retrospective UK real world study. J Asthma 2013;50:529–36. doi:
10.3109/02770903.2013.790419.
24. 20. Grimaldi-Bensouda L, Zureik M, Aubier M, Humbert M, Levy J,
Benichou J, et al. Does omalizumab make a difference to the real-life
treatment of asthma exacerbations? Results from a large cohort of patients
with severe uncontrolled asthma. Chest 2013;143:398–405.
25. Akib AAP. Asma pada Anak. Sari Pediatri, Sep 2002: 4(2)