PADA
DIABETES MELITUS TIPE II
(Laporan Kasus)
Oleh :
dr. Serafina Subagio
Pembimbing :
INTERNSHIP
WAY KANAN
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah
Berbagai kendala yang telah dihadapi penulis hingga laporan kasus ini selesai
tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Atas bantuan yang
telah diberikan, baik moril maupun materil, maka selanjutnya penulis ingin
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada seluruh
pihak yag telah membantu penulis dalam menyelesaikan presentasi kasus ini.
2
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Usia : 24 tahun
Pekerjaan : Akademi Polisi
Agama : Islam
Alamat :-
Jenis kelamin : Laki-laki
Ruangan : III/ Ruang Penyakit Dalam
No. RM : 70XXXX
Tanggal Masuk : 16 Oktober 2019
Pembiayaan : BPJS
II. Anamnesa
Keluhan Utama :
Tuan A datang dengan pertama ke IGD jam 12.16 dengan keluhan lemas sejak
pagi.
Keluhan Tambahan :
Sesak nafas
Kejang +/- 15 menit
Demam
3
pasien di pindahkan dari IGD ke ruang rawat inap pukul 14.00. Pada pukul
16.30 WIB penurunan kesadaran dan kejang +/- 15 menit. Sebelum kejang os
mengeluh badan sebelah kiri kesemutan dan tangan kirinya tidak bisa
digerakan dan badan demam. Pasien mengaku sudah pernah mengalami hal
seperti ini dan kejang sebanyak 2x dalam setahun ini. Pasien dialih rawat dari
ruang rawat inap ke HCU RSUD ZAPA.
Anamnesis Sistem:
Tanda checklist (+) menandakan keluhan pada sistem tersebut. Tanda strip
(-) menandakan keluhan di sistem tersebut disangkal oleh pasien.
Kepala
(-) Trauma (-) Nyeri kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri sinus
(-) Rambut rontok
Mata
(-) Nyeri (-) Anemis
(-) Radang (-) Gangguan penglihatan
(-) Sklera Ikterus (-) Penurunan ketajaman penglihatan
4
Telinga
(-) Nyeri (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Gangguan pendengaran
(-) Kehilangan pendengaran
Hidung
(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir (-) Lidah
(-) Gusi (-) Gangguan pengecapan
(-) Selaput (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorok (-) Perubahan suara
(-) Nyeri menelan
Leher
(-) Benjolan/ massa (-) Nyeri leher
Jantung/ Paru
(-) Nyeri dada (+) Sesak nafas
(-) Berdebar-debar (-) Batuk darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk
Abdomen
(-) Rasa kembung (-) Splenomegali
(+) Mual (-) Muntah darah
(-) Muntah (-) Mencret
(-) Caput medusae (-) Melena
(-) Hepatomegali (-) Tinja berwarna dempul
(-) Nyeri perut (-) Pelebaran vena
5
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi urin
(-) Batu ginjal (-) Kencing menetes
(-) Kencing kuning keruh atau air teh
Ekstremitas
(+) Dingin (-) Deformitas
(-) Nyeri sendi (-) Sianosis
(-) Ikterik (-) Eritem palmar
(+) Infeksi Luka Tusukan Jarum
Insulin
STATUS GENERALIS:
1. Kepala :
Normocephal, rambut beruban tidak lebat, dan tidak mudah
dicabut.
6
2. Mata :
Normal, Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Lebam
pada orbita dekstra, refleks cahaya langsung (+/+), refleks
cahaya tidak langsung (+/+)
3. Hidung :
Bentuk normal, deviasi septum (-), epistaksis (-/-), secret (-/-)
4. Telinga :
Membran timpani intak (+), serumen (-/-), secret (-/-)
5. Mulut :
Mukosa mulut basah dan lidah dalam batas normal, tidak
sianosis
6. Tenggorokan :
Uvula ditengah, tonsil normal, faring hiperemis (-)
7. Leher :
Tidak tampak pulsasi vena pada leher, tidak teraba adanya
massa atau pembesaran KGB.
8. Dada :
a. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat, retraksi dinding
dada (+)
Palpasi : Iktus cordis teraba pada sela iga ke-5
sinistra
Perkusi :
Batas pinggang jantung : ICS II linea parasternal
sinistra
7
Batas kanan jantung : ICS IV linea parasternal
dextra
Batas kiri jantung : ICS V linea midclavicula
sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-),
gallop (-)
b. Paru
Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus taktil dan fremitus vokal simetris
kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki +/+,
wheezing -/-
9. Abdomen
Inspeksi :Tampak simetris, tidak terdapat sikatrik,
tidak ditemukan adanya spider nevi. tidak
terlihat massa, terlihat adanya pelebaran
vena, tidak ada kelainan kulit
Auskultasi : Bising usus (+), bising aorta abdominalis
tidak terdengar.
Perkusi :Terdengar suara dominan timpani pada
keempat kuadran abdomen, shifting
dullness (-)
Palpasi :Supel, lembut, turgor normal,
hepatosplenomegali (+), tidak terdapat
nyeri tekan.
8
10. Ekstremitas
Superior : Akral dingin, sianosis -/-, infeksi pada
lengan atas (+), region brachii terdapat
nodus eritema , pus (+) , bekas jarum suntik
Inferior : Akral Dingin, sianosis -/-, edema -/-
9
o Darah Samar : 20 / LPB
o Sedimen : Kristal : Negatif
o Sedimen : slinder : Negatif
Laboratorium
o GDS : 266 mg/dl
o Hb : 14,7 g/dl
o Leukosit : 11, 95
o Trombosit : 265000
o Hematokrit : 43,5
Osmolaritas
BUN (Blood Urea Nitrogen )
= Ureum/ 2,14= 64/ 2,14 =29,90
Osmolalitas
= 2 (Na) + (GDS/ 18)+ (BUN/ 2,8)
= 2 (141,5) + ( 600/ 18) + (29,90/ 2,8)
= 283 +33,33 +10,67
= 326,97 mOsm/L
10
V. Diagnosis
Diagnosis Kerja:
Penurunan kesadaran ec Hiperosmolar Non Ketotik
Observasi Febris
11
VIII. Terapi yang diberikan
IGD
• Oksigen 2-4 lpm
• Loading Nacl 1000 cc
• Stesolid 10 g sup jika kejang
• Loading 1 jam :
- I : 1000 cc
- II : 1000 cc
- III: 500 cc IVFD D5% 20
tpm
• Inj Ceftriakson 2gr / 12 jam
• Omeprazole 40 mg/ 24 jam
• Bicnat 500mg 2x1 tablet
IX. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad Bonam
Quo ad functionam : dubia ad Bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad Bonam
12
Follow Up
S: O: A: P:
13
16 Oktober 2019 HCU 18.00 (High Care Unit)
S: O: A: P:
14
15
17 Oktober 2019 HCU 8.30 (High Care Unit)
S: O: A: P:
16
Non Farmakologi
Nutrisi
BB 48 kg TB 165 cm
IMT 17,6 Kekurangan BB
TK ringan
Diet DM 1700kkal
Kebutuhan energi :
30 kkalx 48 : 1440 kkal
Kebutuhan protein
20%x 1440: 21,6 gram
Kebutuhan lemak
25%x 1440 : 40 gram
Kebutuhan karbohidrat
55%x1440 : 198 gram
17
18 Oktober 2019 HCU 8.30 (High Care Unit)
S: O: A: P:
18
Non Farmakologi
Nutrisi
BB 48 kg TB 165 cm
IMT 17,6 Kekurangan BB
TK ringan
Diet DM 1700kkal
Kebutuhan energi :
30 kkalx 48 : 1440 kkal
Kebutuhan protein
15%x 1440: 21,6 gram
Kebutuhan lemak
25%x 1440 : 40 gram
Kebutuhan karbohidrat
55%x1440 : 198 gram
19
19 Oktober 2019 RPD jam 08.00
S: O: A: P
Os mengatakan lemas o KU: tampak sakit - Penurunan -IVFD NaCl 20 tpm
Penurunan kesadaran (-) sedang Kesadaran e.c -Inj. Omeprazole 40 mg/ 24 jam
Mual (+) o KS: E4 V5 M6 susp HONK
-Inj. Paracetamol 1 gram/ 12
Kejang (-) o TD: 100/80 - Hiperglikemia
Sesak nafas (-) o RR: 18x/menit Pada DM II jam bila demam
o N: 89x/menit - Obs. Konvulsi -Insulin rapid acting 6U-6U-6U
o S: 36,8oC dan demam
- Injeksi Ceftriaxone 1 gr/ 12
o SpO2: 94%
o Kepala : jam
normocephal Jika GDS < 200 mg/dl infus
o Mata : CA -/-
d5% berisi 20 unit insulin
Si -/-
o THT : dbn
o Wajah : dbn Non Farmakologi
o Leher : dbn Nutrisi
o Dada :
simetris, retraksi (-) BB 48 kg TB 165 cm
o Cor : BJ I-II reg, m(- IMT 17,6 Kekurangan BB TK
) g(-) ringan
o Pulmo : ves -/-,
Diet DM 1700kkal
wh(-) rh(-)
o Abd. : supel, Kebutuhan energi :
NT(-), BU(+) N 30 kkalx 48 : 1440 kkal
o Ext. : akral
+ +
Kebutuhan protein
dingin /+ /+
o GDS 201 mg/dl 15%x 1440: 21,6 gram
Kebutuhan lemak
25%x 1440 : 40 gram
Kebutuhan karbohidrat
55%x1440 : 198 gram
20
20 Oktober 2019 RPD jam 08.00
S: O: A: P
Os mengatakan lemas o KU: tampak sakit - Penurunan -IVFD NaCl 20 tpm
Penurunan kesadaran (-) sedang Kesadaran e.c -Inj. Omeprazole 40 mg/ 24 jam
Mual (+) o KS: E4 V5 M6 susp HONK
-Inj. Paracetamol 1 gram/ 12
Kejang (-) o TD: 90/60 - Hiperglikemia
Sesak nafas (-) o RR: 18x/menit Pada DM II jam bila demam
o N: 89x/menit - Obs. Konvulsi -Insulin rapid acting 6U-6U-6U
o S: 36,8oC dan demam
- Injeksi Ceftriaxone 1 gr/ 12
o SpO2: 94%
o Kepala : jam
normocephal
o Mata : CA -/-
Non Farmakologi
Si -/-
o THT : dbn Nutrisi
o Wajah : dbn BB 48 kg TB 165 cm
o Leher : dbn IMT 17,6 Kekurangan BB TK
o Dada :
simetris, retraksi (-) ringan
o Cor : BJ I-II reg, m(- Diet DM 1700kkal
) g(-) Kebutuhan energi :
o Pulmo : ves -/-,
30 kkalx 48 : 1440 kkal
wh(-) rh(-)
o Abd. : supel, Kebutuhan protein
NT(-), BU(+) N 15%x 1440: 21,6 gram
o Ext. : akral
+ +
Kebutuhan lemak
dingin /+ /+
o GDS 203 mg/dl 25%x 1440 : 40 gram
Kebutuhan karbohidrat
55%x1440 : 198 gram
21
21 Oktober 2019 RPD jam 08.00
S: O: A: P
Os mengatakan lemas o KU: tampak sakit - Penurunan
Penurunan kesadaran (-) sedang Kesadaran e.c BLPL
Mual (-) o KS: E4 V5 M6 susp HONK
Kejang (-) o TD: 100/70 - Hiperglikemia Farmakologi
Sesak nafas (-) o RR: 18x/menit Pada DM II Levamir 6U (malam hari)
o N: 89x/menit - Obs. Konvulsi Novorapid 12U-12U -12 U
o S: 36,8oC dan demam
o SpO2: 94% Non Farmakologi
o Kepala :
Nutrisi
normocephal
o Mata : CA -/- BB 48 kg TB 165 cm
Si -/- IMT 17,6 Kekurangan BB TK
o THT : dbn
ringan
o Wajah : dbn
o Leher : dbn Diet DM 1700kkal
o Dada : Kebutuhan energi :
simetris, retraksi (-)
30 kkalx 48 : 1440 kkal
o Cor : BJ I-II reg, m(-
) g(-) Kebutuhan protein
o Pulmo : ves -/-, 15%x 1440: 21,6 gram
wh(-) rh(-) Kebutuhan lemak
o Abd. : supel,
NT(-), BU(+) N 25%x 1440 : 40 gram
o Ext. : akral Kebutuhan karbohidrat
+ +
dingin /+ /+ 55%x1440 : 198 gram
o GDS 333 mg/dl
22
TABEL OBSERVASI
Demograpi
Nama : Tn . A
No. MR : 866767
BB : 48 kg
Time 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 00 01 02 03 04 05 06 07
16 Oktober
2019
TD 89/ 90/ 90/ 90/ 85/ 80/ 91/ 90/ 84/ 90/ 90/ 85/ 90/ 98/ 84/ 89/ 90/ 86/ 92/ 98/ 85/ 86/ 89/ 84/
57 60 60 6090 / 60 61 50 67 55 87 60 50 60 66 55 59 60 57 60 61 70 57 59 55
HR 140 129 130 130 129 133 130 129 133 121 133 134 124 122 131 130 109 110 98 96 97 98 99 110
RR 41 46 42 34 36 33 41 35 30 34 32 30 33 34 31 34 32 33 31 30 28 24 23 32
T 38,8 37 37,7 36,8 36,5 36,7 36,1 36,5 36,1 36,5 36,3 36,8 36,9 36,2 36,1 36,5 36,3 36,8 36,9 36,2 36,3 36,3 36,4 36
Sp02 88 85 90 92 94 96 99 92 94 96 99 92 94 96 99 92 94 96 99 92 94 96 99 99
GDS Hi Hi 555 443 397 407 476 383 333 304 289 197
23
Parameter yang dinilai (dihitung setiap 2-4 jam)
Corrected Na
Rasio Cl : Na
Anion gap
*Corrected Na = [Na] + 0,4 ([Glukosa] – 5,5) Anion gap = ([Na] + [K]) – ([Cl] + [HCO3]) Hitung setiap 2 – 4 jam
Lab Biokimia Urin & Dipstik
Admisi & per 8 jam Na : K: Osmolaritas : Keton : Glukosa :
24
TABEL OBSERVASI
Demograpi
Nama : Tn . A
No. MR : 866767
BB : 48 kg
Time 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 00 01 02 03 04 05 06 07
17 Oktober
2019
TD 98/ 150 170 135 130 120 110 120 98/ 111 114 114 115 114 120 110 122 110 106 110 107 100 110 99/
70 /11 /11 /92
/98/98 /90 /89 /87 78 /76 / 78 /92 /78 /92 /78 /68 /78 /81 /85 /88 /87 /79 /70 81
0 0
HR 90 99 82 78 84 78 70 91 74 64 74 78 76 70 80 74 77 770 69 65 61 70 80 80
RR 30 29 30 28 29 20 21 18 21 28 23 20 21 18 21 20 22 21 20 18 20 18 21 19
T 36,8 36,9 36,7 36,8 36,5 36,7 36,1 36,5 36,1 36,5 36,3 36,8 36,9 36,2 36,1 36,5 36,3 36,8 36,9 36,2 36,3 36,3 36,4 36
Sp02 90 99 90 92 94 96 99 92 94 96 99 92 94 96 99 92 94 96 99 92 94 96 99 99
25
Jam Intake Output
08.00-14.00 Rehidrasi 1000cc Urin 260 cc
Titofusin 420 cc IWL 180 cc
PCT 100 cc Diuresis 1,5 cc/ kgBB/ jam
Terastec 180 cc
Total 1700 cc 440 cc +1260 cc
14.00-21.00 Titofusin 420cc Urin 500cc
Gelofusal 210cc IWL 180cc
Total 630 cc 680 cc
21.00-08.00 Titofusin 720cc Urin 800cc
Gelofusal 360cc IWL 180cc
Paracetamol 100cc
Total 1180 cc 980cc
3510cc 1218 cc +1410 cc
Diuresis 1,3 cc/kg BB/jam
26
ANALISA KASUS
Keluhan yang dirasakan Tn. A sudah sesuai dengan kriteria gejala dari
Hiperosmolar non Ketotik yaitu: rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki
kejang. Kejang ditemukan pada 25% pasien, dan dapat berupa kejang umum,
local, maupun, mioklonik. Dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat
reversible dengan koreksi defisit cairan dan juga ditemukan keluhan mual dan
muntah, namun lebih jarang jika dibandingkan dengan KAD. Kadang, pasien
datang dengan disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis,
kejang atau koma.
27
katekolamin (hormon stres) kadar hormon lipolitik yang berkurang ini
memang telah dibuktikan pada koma hiperosmolar, sehingga kadar asam
lemak bebas lebih sedikit atau mempunyai kadar sama dengan pada
ketoasisdosis diabetik.
28
Hilangnya air yang lebih banyak dibandingkan natrium menyebabkan
keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk menurunkan
konsentrasi glukosa darah, terutama jika terdapat resistensi insulin.
Cairan
pada awalnya sebaiknya diberikan 1L normal saline per jam. Jika
pasiennya mengalami syok hipovolemik, mungkin dibutuhkan plasma
expanders. Jika pasien dalam keadaan syok kardiogenik, maka
diperlukan monitor hemodinamik
a. Elektrolit
Jika konsentrasi kalium awal <3,3 mEq per L (3,3 mmol per L),
pemberian insulin ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan
29
1/3 kalium fosfat sampai tercapai konsentrasi kalium setidaknya 3,3
mEq per L). Jika konsentrasi kalium lebih besar dari 5,0 mEq per L (5,0
mmol per L), konsentrasi kalium harus diturunkan sampai dibawah 5,0
mEq per L, namun sebaiknya konsentrasi kalium ini perlu dimonitor
tiap dua jam. Jika konsentrasi awal kalium antara 3,3-5,0 mEq per L ,
maka 20-30 mEq kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan
intravena yang diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat)
untuk mempertahankan konsentrasi kalium antara 4,0 mEq per L (4,0
mmol per L) dan 5,0 mEq per L.
b. Insulin
Insulin sebaiknya diberikan dengan bolus awal 0,15U/kgBB secara
intravena, dan diikuti dengan drip 0,1U/kgBB per jam sampai
konsentrasi glukosa darah turun antara 250 mg per dL (13,9 mmol per
L) sampai 300 mg per Dl. Jika konsentrasi glukosa dalam darah tidak
turun 50-70 mg/dL per jam, dosis yang diberikan dapat ditingkatkan.
Ketika konsentrasi glukosa darah sudah mencapai dibawah 300 mg/dL,
sebaiknya diberikan dekstrosa secara intravena dan dosis insulin
dititrasi secara sliding scale sampai pulihnya kesadaran dan keadaan
hiperosmolar
30
Rumah Sakit. Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus. Prognosis
dari kasus ini biasanya buruk, meskipun sebenarnya kematian dari pasien
bukan disebabkan oleh sindrom hiperosmolar itu sendiri melainkan oleh
karena penyakit yang mendasarinya atau menyertainya. Angka
kematiannya berkisar antara 30 – 50 % yang merupakan angka kematian
yang tinggi hal ini disebabkan karena serinya terjadi kegawatan ini pada usia
lanjut dan berhubungan dengan penyakit penyakit kardiovaskular atau
penyakit yang mendasari lainnya, infeksi, dehidrasi, dan osmoralitas darah
yang sangat tinggi. Namun demikian angka kematian pada negara maju
dapat ditekan menjadi sekitar 12 %.
31
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Hiperglikemia, hiperosmoler, koma non ketotik (HHNK) adalah
komplikasi metabolik akut diabetes, biasanya pada penderita diabetes
mellitus (DM) tipe 2 yang lebih tua. Pada kondisi ini, terjadi hiperglikemia
berat (kadar glukosa serum > 600 mg/dL) yang tanpa disertai ketosis.
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan
dehidrasi berat. Psien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila tidak
segera ditanganin (Price, 2006).
B. EPIDEMIOLOGI
1. Statistik Amerika Serikat
Tidak ada studi berbasis populasi dari HHS yang telah dilakukan.
Menurut National Hospital Discharge Survey AS yang didanai oleh
Pusat Statistik Kesehatan Nasional Amerika serikat, ada 10.800
kejadian tahunan untuk HNS di Amerika Serikat 1989-1991. HHS
mempengaruhi sekitar 1 dari 500 pasien dengan DM. Insiden
keseluruhan HHS kurang dari 1 kasus per 1000 orang-tahun, sehingga
secara signifikan kurang umum daripada DKA (Diabetes
Ketoasidosis). Seperti prevalensi DM tipe 2 yang meningkat, kejadian
HHS kemungkinan akan meningkat juga (Hemphill, 2012).
32
yang lebih muda. Secara khusus, karena laju peningkatan obesitas pada
anak-anak, prevalensi DM tipe 2 juga meningkat pada kelompok usia
ini dan dapat menyebabkan peningkatan insiden HHS pada populasi
ini (Hemphill, 2012).
Masyarakat yang hidup di panti jompo beresiko untuk HHS. Hal hal
yang mendasari adanya pencegahan hidrasi yang memadai, termasuk
imobilitas, usia lanjut, kelemahan, demensia, agitasi, dan aktivitas
yang menurun, menempatkan pasien pada risiko. Gangguan indera,
seperti tuli dan kebutaan, dapat menyebabkan isolasi sosial dan juga
meningkatkan risiko HHS (Hemphill, 2012).
C. ETIOLOGI
Koma hiperosmolar hipoglikemik nonketotik dapat disebabkan oleh hal-
hal sebagai berikut (Soewondo, 2009) :
33
1. Infeksi
a. Selulitis
b. Infeksi gigi
c. Pneumonia
d. Sepsis
e. Infeksi saluran kemih
2. Pengobatan
a. Obat kemoterapi
b. Glukokortikoid
c. Fenitoin
d. Diuretik tiazid
e. Propanolol
3. Noncompliance, maksudnya adalah ketidakpatuhan penderita Diabetes
Melitus terhadap penatalaksanaan yang dianjurkan, misalnya dalam hal
mengkonsumsi makanan, tidak patuh meminum obat, melewatkan
jadwal penyuntikan, dan lain-lain.
4. Diabetes Melitus tidak terdiagnosis.
5. Penyalahgunaan obat, seperti alkohol dan kokain.
6. Penyakit penyerta
a. Infark miokard akut
b. Tumor yang menghasilkan hormone adrenokortikotropin
c. Kejadian serebrovaskular
d. Sindrom cushing
e. Hipertermia
f. Hipotermia
g. Trombosis mesenterika
h. Pankreatitis
i. Emboli paru
j. Gagal ginjal
k. Luka bakar berat
l. Tirotoksitosis
34
D. PATOMEKANISME
Insulin memegang peranan yang sangat penting dalam membawa glukosa
kedalam sel. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh
sel beta di p u l a u - p u l a u l a n g e r h a n s d i p a n k r e a s . I n s u l i n
y a n g d i k e l u a r k a n o l e h s e l b e t a di ibaratkan sebuah anak kunci
yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, kemudian di
dalam sel glukosa itu dimetabolisme menjadi energi ataut e n a g a . B i l a
insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk sel
s e h i n g g a glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah
yang artinya kadarnya dalam darah meningkat (hiperglikemik)
(Soegondo dkk, 2007; WHO, 2007).
35
sekresi insulin mejadi tidak adekuat. Pada keadaan stres terjadi
peningkatan hormon glukagon sehingga pembentukan glukosa meningkat
dan menghambat pemakaian glukosa perifer, akhirnya akan timbul
hiperglikemia. Selanjutnya terjadi diuresis osmotik yang menyebabkan
cairan dan elektrolit tubuh berkurang, perfusi ginjal menurun, dan sebagai
akibatnya sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik (Mansjoer, 2001).
Sampai saat ini para ahli belum dapat menetapka, mengapa pada pasien
hiperosmolar tidak terjadi ketossis atau ketoasidosis. Beberapa hipotesis
diajukan tetapi rupanya patogenesis yang diajukan Gerich mendapat
perhatian dan pandangan lebih tepat (Mansjoer, 2001).
Beberapa hipotesis mengenai KHNK sebagai berikut :
1. Pada pasien KHNK diduga kadar insulin masih cukup untuk mencegah
ketosis tetapi tak dapat mempertahankan homeostasis glukosa.
Hipotesis ini ternyata tidak benar, karena diketahui bahwa kadar
insulin pada keadaan hiperosmolar dan ketoasidosis diabetik sama.
William menduga kadar insulin vena porta cukup banyak atau sel-sel
lemak yang sensitif terhadap insulin (Mansjoer, 2001).
2. Peran hiperosmolar dan dehidrasi. Pada binatang percobaan, dengan
mengurangi cairan ternyata intoleransi glukosa akan diikuti
pengurangan pelepasan asam lemak bebas, sehigga diduga dehidrasi
mempunyai sifat antiketogenik (Mencegah lipolisis) (Mansjoer, 2001).
36
E. PATOFISIOLOGI
(Smeltzer, 2002).
37
glukosa plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar.
Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam
intra vaskular, yang dapat menurunkan volume cairan intraselluler. Bila
klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan kekurangan cairan
(Sudoyo, 2006).
38
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang
disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler, hal ini
akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus
menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi
ginjal menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan
timbul hiperosmolar hiperglikemik (Sudoyo, 2006).
F. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Pasien dengan HHNK, umumnya berusia lanjut, belum diketahui
mempunyai DM, dan pasien DM tipe 2 yang mendapat pengaturan diet
39
dan atau obat hipoglikemi oral. Seringkali dijumpai penggunaan obat yang
semakin memperberat masalah, misalnya diuretic (Soewondo, 2009).
Keluhan pasien HHNK ialah : rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki
kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, namun lebih
jarang jika dibandingkan dengan KAD. Kadang, pasien dating dengan
disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang atau
koma (Sewondo, 2009).
Perubahan pada status mental dapat bekisar dari disorientasi sampai koma.
Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara langsung
dengan osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas serum
mencapai lebih dari 350 mOsm per kg (350 mmol per kg). Kejang
ditemukan pada 25% pasien, dan dapat berupa kejang umum, local,
maupun, mioklonik. Dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat
reversible dengan koreksi deficit cairan (Soewondo, 2009).
40
menutupi tingkat keparahan asidosis. Konsentrasi kalium dapat meningkat
atau normal. Konsentrasi kreatinin, blood urea nitrogen (BUN), dan
hematokrit hampir selalu meningkat. HHNK menyebabkan tubuh banyak
kehilangan berbagai macam elektrolit (Soewondo, 2009).
3 – 7 mEq per kg
Florida
Kalium 5 – 15 mEq per kg
Fosfat 70 – 140 mEq per kg
Kalsium 50 – 100 mEq per kg
Magnesium 50 – 100 mEq per kg
Air 100 – 200 mEq per kg
G. PENATALAKSANAAN
1. Prinsip Penatalaksanaan
41
mengendalikan hiperglikemia lebih cepat. Banyak penulis
menganjurkan dosis kecil insulin tetapi mungkin diperlukan jumlah
yang lebih besar terutama pada pasien obesitas. Garam kalium
biasanya diperlukan lebih awal dalam terapi koma hiperosmolar
disbanding pada ketoasidosis karena pergeseran K+ plasma intraseluler
selama peningkatan terapi tanpa asidosis. Jika terdapat asidosis laktat,
natrium bikarbonat harus diberikan sampai perfusi jaringan dapat
dipulihkan. Antibiotika diperlukan jika infeksi merupakan penyakit
(Foster, 2000).
Penatalaksanaan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik
(HHNK) meliputi lima pendekatan (Soewondo, 2009) :
a. Rehidrasi intravena agresif
b. Penggantian elektrolit
c. Pemberian insulin intravena
d. Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta
e. Pencegahan
2. Penatalaksanaan Medikamentosa
a. Cairan
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksaan HHNK
adalah penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya dimulai
dengan mempertimbangkan perkiraan defisit cairan (biasanya 100
sampai 200 mL per kg, atau total rata-rata 9 L). Penggunaan
larutan isotonik akan dapat menyebabkan overload cairan dan
cairan hipotonik mungkin dapat mengkoreksi defisit cairan terlalu
cepat dan potensial menyebabkan kematian dan lisis mielin difus.
Sehingga pada awalnya sebaiknya diberikan 1L normal saline per
jam. Jika pasiennya mengalami syok hipovolemik, mungkin
dibutuhkan plasma expanders. Jika pasien dalam keadaan syok
kardiogenik, maka diperlukan monitor hemodinamik (Soewondo,
2009).
42
Pada awal terapi, konsentrasi glukosa darah akan menurun, bahkan
sebelum insulin diberikan, dan hal ini dapat menjadi indikator yang
baik akan cukupnya terapi cairan yang diberikan. Jika konsentrasi
glukosa darah tidak bisa diturunkan sebesar 75-100 mg per dL per
jam, hal ini biasanya menunjukkan penggantian cairan yang kurang
atau gangguan ginjal (Soewondo, 2009).
b. Elektrolit
Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui pasti,
karena konsentrasi kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi.
Konsentrasi kalium yang sebenarnya akan terlihat ketika diberikan
insulin, karena ini akan mengakibatkan kalium serum masuk ke
dalam sel. Konsentrasi elektrolit harus dipantau terus-menerus dan
irama jantung pasien juga harus dimonitor (Soewondo, 2009).
Jika konsentrasi kalium awal <3,3 mEq per L (3,3 mmol per L),
pemberian insulin ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium
klorida dan 1/3 kalium fosfat sampai tercapai konsentrasi kalium
setidaknya 3,3 mEq per L). Jika konsentrasi kalium lebih besar dari
5,0 mEq per L (5,0 mmol per L), konsentrasi kalium harus
diturunkan sampai dibawah 5,0 mEq per L, namun sebaiknya
konsentrasi kalium ini perlu dimonitor tiap dua jam. Jika
konsentrasi awal kalium antara 3,3-5,0 mEq per L , maka 20-30
mEq kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan intravena yang
diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat) untuk
mempertahankan konsentrasi kalium antara 4,0 mEq per L (4,0
mmol per L) dan 5,0 mEq per L (Soewondo, 2009).
c. Insulin
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya
pamberian cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin
diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairan akan berpindah
ke intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi,
43
kolaps vaskular, atau kematian. Insulin sebaiknya diberikan dengan
bolus awal 0,15U/kgBB secara intravena, dan diikuti dengan drip
0,1U/kgBB per jam sampai konsentrasi glukosa darah turun antara
250 mg per dL (13,9 mmol per L) sampai 300 mg per Dl. Jika
konsentrasi glukosa dalam darah tidak turun 50-70 mg/dL per jam,
dosis yang diberikan dapat ditingkatkan. Ketika konsentrasi
glukosa darah sudah mencapai dibawah 300 mg/dL, sebaiknya
diberikan dekstrosa secara intravena dan dosis insulin dititrasi
secara sliding scale sampai pulihnya kesadaran dan keadaan
hiperosmolar (Soewondo, 2009).
44
3. Penatalaksanaan Non Medikamentosa
Pasien Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK)
biasanya datang dengan keadaan penurunan kesadaran dan dalam
keadaan gawat darurat, oleh karena itu pemberian obat secara non
farmakologi akan kurang tepat karena memberikan efek yang cukup
lama. Penatalaksaan yang tepat bagi pasien (KHHNK) yaitu secara
medikamentosa. Selain itu dapat juga dengan dilakukan pencegahan
penyakit Diabetes Melitus yang biasanya merupakan penyebab awal
KHHNK, meliputi (Yunir, 2009) :
a. Terapi gizi
45
Prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang
didasarkan pada status gizi diabetesi dan melakukan modifikasi
diet berdasarkan kebutuhan individual.
b. Latihan jasmani
Latihan jasmani pada diabetesi akan menimbulkan perubahan
metabolik, yang dipengaruhi selain oleh lama, berat latihan, dan
tingkat kebugaran, juga oleh kada insulin plasma, kadar glukosa
darah, kadar benda keton dan imbangan cairan tubuh
5. Pencegahan
Hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalah perlunya
penyuluhan mengenai pentingnya pemantauan konsentrasi glukosa
darah dan compliance yang tinggi terhadap pengobatan yang diberikan.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah adanya akses terhadap
persediaan air. Jika pasien tinggal sendiri, teman atau anggota keluarga
terdekat sebaiknya secara rutin menengok pasien untuk memperhatikan
adanya perubahan status mental dan kemudian menghubungi dokter
jika hal tersebut ditemui (Soewondo, 2009).
46
Kemudian diet yang baik merupakan salah satu pencegahan dari
HHNK. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan
kecukupan gizi baik sebagai berikut :
a. Karbohidrat : 60-70%
b. Protein : 10-15%
c. Lemak : 20-25%
47
sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan
mineral (American Diabetes Association, 2004).
Selain diet, dengan berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan
menjaga kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga
yang dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah
raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah
raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat
bagus pengaruhnya bagi kesehatan (American Diabetes Association,
2004).
H. PROGNOSIS
48
Rumah Sakit. Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus. Prognosis
dari kasus ini biasanya buruk, meskipun sebenarnya kematian dari pasien
bukan disebabkan oleh sindrom hiperosmolar itu sendiri melainkan oleh
karena penyakit yang mendasarinya atau menyertainya. Angka
kematiannya berkisar antara 30 – 50 % yang merupakan angka kematian
yang tinggi hal ini disebabkan karena serinya terjadi kegawatan ini pada
usia lanjut dan berhubungan dengan penyakit penyakit kardiovaskular
atau penyakit yang mendasari lainnya, infeksi, dehidrasi, dan osmoralitas
darah yang sangat tinggi. Namun demikian angka kematian pada negara
maju dapat ditekan menjadi sekitar 12 % (Soewondo, 2009).
49
KESIMPULAN
50
DAFTAR PUSTAKA
51
WHO. Diabetes Mellitus, WHO Geneva, Available at :
Http//www.who.int.inf.fs/en/fact 138.html
52