(CASE REPORT)
Preceptor:
dr. Firdaus Djuned, Sp. A
Disusun oleh:
Zahra Wafiyatunisa
1618012098
1
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI...................................................................................................... 1
PENDAHULUAN.............................................................................................. 3
I. STATUS PASIEN...................................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................31
2
PENDAHULUAN
tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus influenza, dan Virus
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada
3
Penyakit Bronkopneumonia sering terjadi pada anak-anak, sehingga
otitis media akut, atelektasis, emfisema, dan meningitis. Selain itu juga dapat
4
BAB II
STATUS PASIEN
1.2 ANAMNESA
Alloanamnesa orangtua pasien pada tanggal 5 April 2017 pukul 14.20 WIB.
5
Keluhan tambahan : Demam, Batuk, Pilek
Pasien seorang anak laki-laki berusia 4 bulan datang diantar kedua orang
tuanya ke RSAY Kota Metro dengan keluhan sesak sebelum masuk rumah
sakit, orangtua os mengeluh anaknya sesak, demam, batuk dan pilek. Paisen
merupakan rujukan dari RS Mutiara Bunda dan telah dirawat selama 3 hari
6
Riwayat Kehamilan Ibu
Pemeriksaan di : Bidan
Frekuensi : Trimester I : 3x
Trimester II : 3x
Trimester III : 3x
Obat dan jamu yang dikonsumsi selama hamil : Tablet besi dan asam folat
Kesan : Ibu kontrol kehamilan teratur dan tidak terdapat masalah pada
kehamilan.
Riwayat Kelahiran
Panjang lahir : 51 cm
Keadaan bayi setelah lahir : Warna kulit kemerahan, nadi baik, bayi
7
Riwayat Imunisasi
Riwayat Nutrisi
6 bulan-2 tahun :
2 tahun-sekarang :-
8
Status Gizi (berdasarkan kurva WHO)
Gambar 1. Kurva berat per usia untuk anak laki-laki usia 0-2 tahun WHO
Panjang badan : 75 cm
Gambar 2. Kurva panjang per usia untuk anak laki-laki usia 0-2 tahun WHO
9
Status Generalis
Pucat :-
Kulit : dbn
Sianosis :-
Ikterus :-
Oedem :-
Turgor : dbn
Pembesaran KGB :-
Kesan : tidak terdapat kelainan pada mukosa kulit pasien
Kepala
Leher
10
Thorak
Jantung
Paru
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Kesan : Pemeriksaan abdomen dalam batas normal
Ekstremitas
11
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG TELAH DILAKUKAN
12
1.5 DIAGNOSA BANDING
Bronkiolitis • Tuberkulosis
Pneumonia aspirasi • Abses paru
Atelektasis
1.6 DIAGNOSIS KERJA
Bronkopneumonia
1.8 PENATALAKSANAAN
Non farmakologi :
Tirah baring
Monitoring keadaan pasien (terutama temperatur, RR, saturasi O2)
Farmakologi :
1.9 PROGNOSIS
13
FOLLOW UP HARIAN
14
O2 3 l/m – headbox 7 l/m
Senin, S/ sesak membaik,demam, batuk IVFD D5 ¼ NS 6 tpm
03/4/2017 O/ KU lemah (mikro)
T: 38,6˚C Ampicillin 3 x 250
HR: 102x/menit mg/hari
RR: 60x/meni Ceftazidine 3 x 250
SpO2 : 98% mg/hari
A/ bronkopneumonia Dexamethason 3x 3
mg
Nebu ventolin tiap 8
jam
O2 3 l/m – headbox 7
l/m
Paracetamol injeksi 10
cc
Selasa, S/ sudah tidak sesak, demam malam hari, batuk, IVFD D5 ¼ NS 6 tpm
04/4/2017 retraksi dada masih ada. (mikro)
O/ KU baik Ampicillin 3 x 250
T: 37,3˚C mg/hari
HR: 105x/menit Ceftazidine 3 x 250
RR: 42x/meni mg/hari
SpO2 : 99% Dexamethason 3x 3
A/ bronkopneumonia mg
Nebu ventolin tiap 8
jam
O2 3 l/m – headbox 7
l/m
Rabu, Pulang
05/04/2017
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
16
3 minggu – 3 bulan Virus Parainfluenza 1,2,3 Staphylococcus aureus
Repiratory Syncytial virus Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Hamophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharallis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
Staphylococcus aureus
17
b. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia ditandai dengan nafas cepat (2 bulan-12 bulan >50 x/m
dan 12 bulan-5 tahun >40 x/m) dan tidak ada TTDK
c. Bronkopneumonia Berat
Bronkoneumonia berat ditandai dengan TTDK, kejang, letargis
18
dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke
dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :
19
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
20
21
2.3 MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktusrespiratoris
bagian atas selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai
39-40 derajat celcius dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
Anak sangat gelisah, dispenia pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang
juga disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada
permulaan penyakit tapi setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian
menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan
pemeriksaan fisik tetapi dengan adanya nafs dangkal dan cepat, pernafasan
cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya
pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung luas daerah auskultasi yang
terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronchi basah nyaring halus dan sedang.
22
terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan
lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan
pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang
paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada palpasi
ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru
yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas
masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
b. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
c. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles atau rhonki adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi
pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa
bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi
yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi)
jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau
kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh
gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas
kecil yang tiba-tiba terbuka.
23
2. Pemeriksaan rontgen
Secara umum gambaran rontgen thoraks terdiri dari :
Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan
bronkovaskuler, peribronchial cuffing dan hiperaerasi
Infiltrat alveoler, merupakan konsolidasi paru dengan air
bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus (pneumonia
lobaris), atau terlihat sebagai lei tunggal yang biasanya cukup
besar, berbentuk sferis, batas tidak terlalu tegas, menyerupai lesi
tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia
Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang meluas hingga ke
daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan
peribronkial.
Gambaran radiologis pneumonia meliputi infiltrat ringan pada
satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada satu
penelitian, ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak terbanyak
berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila ditemukan di paru
kiri dan terbanyak di lobus bawah, hal itu merupakan prediktor
perjalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko terjadinya pleuritis
lebih besar.
3. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.
Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP
distimulai oleh sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor
necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai
diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi,
infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar
CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP
kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.
24
4. Uji serologis
5. Pemeriksaan mikrobiologi
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah
ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
2.5 PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksaan umum
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
25
b. Penatalaksanaan khusus
- Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak
diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi
reaksi antibioti awal.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
- Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis
Pneumonia ringan diberikan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di
wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan
menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
Antibiotik :
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam
pertama) menurut kelompok usia.
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
ampicillin + aminoglikosid
amoksisillin-asam klavulanat
amoksisillin + aminoglikosid
sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan-5 tahun)
beta laktam amoksisillin
amoksisillin-amoksisillin klavulanat
golongan sefalosporin
kotrimoksazol
makrolid (eritromisin)
26
c. Anak usia sekolah (> 5 tahun)
amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
27
BAB III
ANALISA KASUS
bahwa sesak pada An. Mia tidak kunjung membaik setiap hari semakin parah
dan disertai batuk dan demam selama terjadinya sesak. Anak terlihat lemah
peningkatan laju pernafasan > 60 x/menit. Dan disertai dengan alat bantu
nafas seperti cuping hidung (+), retraksi/ tarikan dinding dada, bibir tampak
halus nyaring (crackles). Dan pada pemeriksaan foto toraks terdapat adanya
leukosit pada pasien An. Mia sebesar 7,5 x103 /µL. Hal ini dikarenakan
pada pasien juga sangat menentukan bahwa pasien harus dirawat atau tidak.
Pasien diberi bantuan headbox dengan 7 l/menit sehingga SPO2 nya normal
>96% tetapi bila dilepas pada saat awal masuk SPO2 hanya 79%.
28
3.2Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat ?
b. Terapi Dexamethason
Pemberian obat kortikosteroid pada pasien ini untuk membantu tingkat
kesembuhan dari keparahan penyakit yang diderita oleh An. Mia. Untuk
memperbaiki dan mengurangi gejala inflamasi yang terjadi di saluran
nafas.
c. Terapi Oksigen
Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat
Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi
oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila
tersedia oksigen yang cukup).
29
Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang
stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil >90%
Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna
Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.
Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan
oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala tidak
direkomendasikan.
Oksigen harus tersedia secara terus-menerus setiap waktu.
Perbandingan terhadap berbagai metode pemberian oksigen yang
berbeda
Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit)
tidak ditemukan lagi.
d. Pemberian antipiretik
Paracetamol 3 x 10 cc diberikan hanya jika dibutuhkan, yaitu ketika pasien
demam. Jika pasien tetap demam setelah diinjeksi parasetamol, maka
pasien perlu dikompres dengan air biasa dan terus dimonitoring
temperaturnya. Jika tetap febris, antipiretik perlu diganti dengan golongan
lain, misalnya santagesix.
30
DAFTAR PUSTAKA
Hay WW, Levin MJ, Sondgeimer JM, Deterding RR. 2009. Current Diagnosis &
Treatment: Pediatrics 19th Edition. Colorado: McGraw Hill
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia 2007. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: IPD FKUI Pusat.
Ramali, Ahmad.Kamus Kedokteran. Jakarta : PT. Djambata. 2000.
31