Anda di halaman 1dari 39

CASE REPORT

ENSEFALITIS

Oleh
Andrian Astoguno Bayu Prakoso
030.10.029

Pembimbing
dr. Tri Yanti Rahayuningsih Sp A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 19 DESEMBER 2016 - 25 FEBRUARI 2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme,
misalnya viral, bakteri, Spirochaeta, fungus, protozoa,dan metazoa ( cacing ).Penyebab
yang tersering dan terpenting adalah virus, karena itu sering disebut ensefalitis virus.
Virus dapat masuk ke tubuh pasien melalui kulit saluran nafas, dan saluran cerna. Pada
keadaan permulaan timbul demam, tetapi belum ada kelainan neurologis. Virus akan terus
berkembang biak, kemudian menyerang susunan saraf pusat dan akhirnya diikuti kelainan
neurologist.
Ensefalitis atau yang lebih sering disebut sebagai viral ensefalitis adalah peradangan
pada otak yang biasanya disebabkan oleh virus. Proses peradangannya jarang terbatas
pada jaringan otak saja tetapi hampir selalu mengenai selaput otak, maka dari itu lebih
tepat bila disebut meningoensefalitis. Ensefalitis mencakup berbagai variasi dari bentuk
yang paling ringan sampai dengan yang parah sekali seperti koma dan kematian.
Ensefalitis diagnosisnya dapat ditegakkan hanya melalui pemeriksaan mikroskopis
jaringan otak. Namun dalam prakteknya diklinik, diagnosis sering dibuat berdasarkan
manifestasi-manifestasi neurologis dan temuan-temuan epidemiologis, tanpa bantuan
bahan histologis.
Diagnosis ensefalitis akut dicurigai pada pasien dengan demam dan terdapat
perubahan kesadaran dengan tanda-tanda disfungsi serebral difus. Secara umum, infeksi
pada susunan saraf pusat merupakan penyebab tersering dari ensefalitis akut. Herpes
Simplex Virus (HSV), Varicella Zoster Virus (VZV), Epstein-Barr Virus (EBV), mumps,
measles, dan enterovirus merupakan penyebab sebagian kasus ensefalitis viral akut pada
imunokompeten.. Pada penelitian disebutkan bahwa VZV merupakan virus tersering
menyebabkan ensefalitis, seperti meningitis dan mielitis, diikuti oleh HSV dan
enterovirus (masing-masing 11%), dan virus Influenza A (7%). Tuberkulosis, penyakit
Ricketts, dan tripanosomiasis Afrika merupakan penyebab penting non-viral pada
meningoensefalitis akut.
Virus yang paling sering ditemukan adalah virus herpes simpleks. Virus Herpes
simpleks (VHS) terdiri dari 2 tipe,yaitu VHS tipe 1 dan VHS tipe 2. VHS tipe 1
menyebabkan ensefalitis terutama pada anak dan orang dewasa, sedangkan VHS tipe 2
menyebabkan infeksi pada neonatus.
Ensefalitis juga dapat terjadi akibat infeksi bakteri seperti Staphylococcus aureus,
Streptococcus, E. Coli, M. tuberculosa, dan T. pallidum. Tiga bakteri yang pertama
merupakan penyebab ensefalitis bakterial akut yang menimbulkan pernanahan pada
korteks serebri sehingga terbentuk abses serebri. Ensefalitis bakterial akut sering disebut
ensefalitis supuratif akut. Selain itu terdapat juga beberapa penyebab lain ensefalitis yaitu
Infeksi protozoa tertentu seperti Toxoplasma, infeksi Spirochaeta jenis Treponema
pallidum ( ensefalitis sifilis), dan infeksi akibat cacing jenis Trikinela spiralis yang
kadang-kadang menyebabkan ensefalitis.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : An. F
Usia : 4 tahun
Jenis kelamin : Laki laki
Alamat : Jl Harjamekar RT 6 Kampung Tanah Baru, Cikarang
Utara, Bekasi
Anak ke :1
Tanggal masuk RS : 17/12/2016
No.RM : 09798697

2.2 Identitas Orang tua


Ayah Ibu
Nama Tn. U Ny. A
Usia 34 tahun 28 tahun
Alamat Jl Harjamekar RT 6 Kampung Tanah Baru
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Karyawan Swasta Ibu rumah tangga
Agama Islam Islam
Keterangan Hubungan dengan pasien:Orang tua kandung

2.3 Anamnesis
Dilakukan secara Alloanamnesa pada ibu pasien tanggal 30 Desember 2016 pukul
13.00 di bangsal Melati RSUD Kota Bekasi
 Keluhan Utama :
Pasien mengeluh Demam sejak 2 minggu SMRS

 Keluhan tambahan
Pasien mengeluh Kejang saat Demam terjadi dan lemas.
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Kota Bekasi diantar oleh orang tuanya dengan
rujukan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi.Pasien terdiagnosis di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi dengan kejang demam komplek.
Kejang demam Komplek ini sempat ditangani dan dirawat PICU selama 10 hari
yang lalu .Pasien datang ke RSUD Kota Bekasi dengan keluhan demamnya
yang terkadang naik dan turun. Orang tua pasien mengatakan sudah terdapat
peningkatan suhu pada tubuh anaknya sejak 2 minggu yang lalu.Namun
peningkatan suhu dirasakan tidak terlalu tinggi
Ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien terlihat lemas dan juga terkadang
timbul sesak nafas pada pasien ini. Dikatakan oleh ibu pasien bahwa anaknya
sudah satu bulan ini lebih sulit makan.Selain itu, pasien menjadi lebih terlihat
gelisah dan rewel Ketika kejang tubuh anaknya menjadi kaku, matanya
mendelik ke atas dan mulutnya seperti menggigit. Lama kejang dirasakan antara
2-3 menit. Kejang berulang pada pasien ini dikatakan terjadi pada < 24 jam.
Setelah itu orang tua pasien membawa pasien ke puskesmas dan diberikan infus
NaCl serta obat penurun panas dan obat anti kejang. Karena tidak sadarkan diri,
pasien dibawa ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi.
.Keluhan seperti batuk dan pilek disangkal. BAB lancar, tidak ada
gangguan.BAK juga tidak ada gangguan,

 Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien sering batuk sejak usia enam bulan namun sembuh ketika berobat ke
dokter.
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteri - Penyakit Jantung -
Cacingan - Diare - Penyakit Ginjal -
(Sindroma Nefrotik)
Demam berdarah - Kejang - Penyakit Darah -
Demam Typhoid - Kecelakaan - Radang Paru
Otitis - Morbili - Tuberkulosis -
Parotitis - Varicella - Bronchitis -
 Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga menyangkal adanya penyakit serupa seperti ini. Ibu pasien juga
menyangkal adanya riwayat asma ataupun riwayat sakit TB pada keluarga.

 Riwayat Alergi :
Alergi terhadap obat-obatan, makanan, cuaca tertentu disangkal.

 Riwayat Kehamilan :
Ibu selalu rutin dalam memeriksakan kehamilan ke bidan sebulan sekali pada
awal kehamilan dan 2kali sebulan pada akhir kehamilan.

 Riwayat Kelahiran :
Lahir spontan ditolong oleh bidan, usia kehamilan saat itu 38 minggu. Tidak ada
penyulit.BB 2900 gram.PB tidak diketahui.Anak langsung menangis.

 Riwayat Pemberian Makan :


Umur (bulan) ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur susu Nasi Tim
0-2 +
2-4 Formula SGM
4-6 Formula SGM
6-7 Formula SGM +
8-10 Formula SGM + + +
10-12 Formula SGM + + +

 Riwayat Imunisasi :
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 1 bln - - - -
DPT 2 bln 4 bln 6 bln - 18 bln - -
POLIO Lahir 2 bln 4 bln 6 bln 18 bln - -
CAMPAK 9 bln - - - - - -
HEPATITIS B Lahir 1 bln 6 bln - - - -
 Riwayat Tumbuh Kembang :
Mengangkat kepala 3 bulan
Tengkurap 6 bulan
Duduk 7 bulan
Berdiri 12 bulan
Kesan : Tumbuh Kembang anak sesuai dengan umur.

2.4 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Apatis

Tanda Vital
Suhu : 38,30C
Tek. Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 108 x/menit
Pernafasan : 28x/m kali per menit

Antropometri
Berat Badan : 25kg
Tinggi Badan : 104 cm
Lingkar Kepala : 52 cm
Lingkar Perut : 54 cm
Lingkar Lengan Atas : 16 cm

Status gizi berdasarkan CDC


BB/U : 18/17 x 100% = 106%
TB/U : 100/102 x 100% = 98%
BB/TB : 18/16 x 100% = 113%
Kesan : dari BB/TB, Obesitas
Status Generalis
Kepala : Normocephali, simetris, ubun-ubun sudah menutup.
Mata : Conjungtiva anemis -/-. Sklera ikterik -/-, pupil isokor, Refleks
cahaya +/+
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-),
septumdeviasi(-)
Mulut : Trismus (-), halitosis (-), gusi tidak meradang, tidak merah dan
bengkak (-)
Bibir : Bibir kering dan pecah- pecah (-), sianosis (-)
Lidah : Bercak- bercak putih pada lidah (-), tremor (-)
Tenggorokan : Tonsil T1- T1 tenang, faring hiperemis (-)
Leher : Trakea terletak ditengah, KGB tidak teraba membesar, kel.
tiroid tidak teraba membesar
Toraks
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga ke 5, linea mid clavikula sinistra.
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung 1&2 reguler, gallop (-), murmur (-)

Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, pernapasan simetris, retraksi sela iga (-)
Palpasi : Fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor di kedua hemitoraks
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen
Inspeksi : Abdomen datar
Palpasi : Supel, turgor baik,hepatosplenomegali (-)
Perkusi : Tympani di seluruh regio abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Extremitas :
Atas : akral hangat, sianosis (-), edema (-), tampak lesi purpura dan juga ptekie
pada daerah lengan
Bawah : akral hangat, sianosis (-), edema (-), tampak lesi purpura (+)
Tanda rangsang meningeal
a. Kaku kuduk : Positif
b. Brudzinki I : Negatif
c. Brudzinki II : Negatif
d. Kernig : Negatif
e. Lasque : Negatif
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium

Pemeriksaan 17/12/2016 17/12/2016 19/12/2016 20/12/2016 22/12/2016 22/12/2016 24/12/2016 24/12/2016 25/12/2016 28/12/2016

04 : 08 11 : 16 14 : 44 06 : 53 06 : 33 10 : 16 05 : 39 11 : 12 11 : 11 06 : 05

HEMATOLOGI
Gambaran Darah Tepi Terlampir
LED 20
Leukosit 17,5 > 7,1 8,0 8,5 10,3 > 5,8
Basofil 0
Eosinofil 0
Batang 1
Segment 64
Limfosit 19
Monosit 6
Eritrosit 3,70
Hemoglobin 11,6 9,2 8,8 < 11,1 12,6 11,3
Hematokrit 38,0 < 28,9 27,0 < 33,7 < 38,2 < 34,4
MCV 78,0
MCH 24,9
MCHC 31,9
Trombosit 549 > 31 79 < 86 < 296 292
IMUNOSEROLOGI
CRP Kualitatif Reaktif
KIMIA KLINIK
pH 7,497 > 7,449
PCO2 33,3 < 21,2 <
PO2 220,0 > 163,2 >
O2 Saturasi (SO2%) 99,8 > 99,4 >
HCO3 25,7 14,8<
TCO2 26,7 15,5 <
BE ecf 2,7 -9,4 <
BE blood 3,7 > -7,8 <
Std HCO3 (SBC) 27,8 > 18,0 <
O2 Content 13,2 8,3
O2 CAP 12,6 7,8
A 158 174
AaDO2 11,1
Suhu 38,5 36,9
Hb 9,1 11,0
O2 2 2
FIO2 28,0 28,0
Protein Total 6,20 <
Albumin 2,62 < 3,17 < 3,09 <
Globulin 3,11 >
AST (SGOT) 83 > 108 >
ALT (SGPT) 74 > 146 >
Ureum 22
Kreatinin 0,44 <
Glukosa Darah Sewaktu 104 116 106 98
Natrium (Na) 139 131 130 < 126 < 125 < 133 <
Kalium (K) 3,1 < 4,1 2,8 < 4,5 4,2 3,4 <
Clorida (Cl) 100 95 90 < 9,1 < 91 < 100
CT Scan Kepala
Foto Thorax
Pemeriksaan Darah Tepi

2.6 Resume
Pasien An. F, Laki-laki, 4 tahun, datang ke RSUD Kota Bekasi dirujuk oleh
RSUD Kabupaten Bekasi dengan Kejang Demam Komplek. Kejang demam
Komplek ini sempat ditangani dan dirawat PICU selama 10 hari yang lalu .Pasien
datang ke RSUD Kota Bekasi dengan keluhan demamnya yang terkadang naik dan
turun. Orang tua pasien mengatakan sudah terdapat peningkatan suhu pada tubuh
anaknya sejak 2 minggu yang lalu.Namun peningkatan suhu dirasakan tidak terlalu
tinggi
Ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien terlihat lemas dan juga terkadang
timbul sesak nafas pada pasien ini. Dikatakan oleh ibu pasien bahwa anaknya sudah
satu bulan ini lebih sulit makan.Selain itu, pasien menjadi lebih terlihat gelisah dan
rewel Ketika kejang tubuh anaknya menjadi kaku, matanya mendelik ke atas dan
mulutnya seperti menggigit. Lama kejang dirasakan antara 2-3 menit. Kejang
berulang pada pasien ini dikatakan terjadi pada < 24 jam. Setelah itu orang tua
pasien membawa pasien ke puskesmas dan diberikan infus NaCl serta obat penurun
panas dan obat anti kejang
Pada Pem.Fisik didapatkan BB: 25 Kg, TB 104 cm, Keadaan umum tampak
sakit berat, kesadaran somnolen. Pemeriksaan tanda vital didapatkan suhu 38,30C,
nadi 108 x/menit, Pernafasan 28 kali per menit.Kesan gizi baik..Pada pemeriksaan
laboratorium, didapatkan adanya trombosit yang tinggi yaitu 549, SGOT dan SGPT
yang meningkat yaitu 106 dan 148.Serta dijumpai leukositosis. Pada pemeriksaan
imunoserologi CRP ditemukan hasilnya reaktif. Hasil CT Scan Kepala Pasien
memberi kesan adanya Ensepalitis sedangkan pada pemeriksaan rontgen dada
terdapat gambaran bronkopneumonia bilateral. Gambaran darah tepi menunjukan
eritrosit pasien mengalami mikrositik hipokrom.

2.7 Diagnosis kerja


1.Ensefalitis

2.8 Diagnosis banding


1. Meningoensefalitis

2.9 Pemeriksaan anjuran


1. Analisa LCS
2. PCR (polymerase chain reaction)
3. EEG

2. 10 Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubian ad malam
Ad sanationam : ad bonam
2. 11 Follow up
Tanggal Catatan Instruksi
18-12-2016 Ibu pasien mengeluhkan anaknya KAEN 3A 50cc / jam
mengalami panas dan sesak Cepepim 3x500mg
KU : Lemah, Kesadaran Somnolen Kloramphenicol 3x600mg
Suhu = 41,2 Celcius Ranitidin 2x1 cc
Nadi = 100x/menit Dexametason 3x1 cc
Thorax: Jantung S1-S2 Reguler BE 250 cc / hari
Murmur (-) Gallop (-) Sibital 2x60 mg
Paru SNV (+/+) Rhonki (-/-) Diet NGT 100cc / 3 jam
Wheezing (-/-)
Abdomen: NT (+), Supel, BU(+),
timpani.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2,
19-12-2016 Ibu pasien mengeluhkan anaknya KAEN 3A 50cc / jam
mengalami panas dan sesak Cepepim 3x500mg
KU : Lemah, Kesadaran Somnolen Kloramphenicol 3x600mg
Suhu = 3,2 Celcius Ranitidin 2x1 cc
Nadi = 100x/menit Dexametason 3x1 cc
Thorax: Jantung S1-S2 Reguler BE 250 cc / hari
Murmur (-) Gallop (-) Sibital 2x60 mg
Paru SNV (+/+) Rhonki (-/-) Diet NGT 100cc / 3 jam
Wheezing (-/-)
Abdomen: NT (+), Supel, BU(+),
timpani.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2,

Rawat PICU
20-12-2016 Ibu pasien mengeluhkan anaknya KAEN 3A 50cc / jam
mengalami panas dan sesak Cepepim 3x500mg
KU : Lemah, Kesadaran Apatis Kloramphenicol 3x600mg
Suhu = 38 Celcius Ranitidin 2x1 cc
Nadi = 120x/menit Dexametason 3x1 cc
RR = 27 x/menit BE 250 cc / hari
Saturasi O2 = 98 % Sibital 2x60 mg
Tanda Rangsang Meningeal : RH 1x1
Kaku kuduk : Positif PZA 2x1
Brudzinki I : Negatif Nistin Drops 3x1 cc
Brudzinki II : Negatif Urdafalk 3x250mg
Kernig : Negatif Nebulizer / 8jam (Ventolin 1 amp
Lasque : Negatif dan NaCl 2 cc)
Thorax: Jantung S1-S2 Reguler Manitol 3x50 cc
Murmur (-) Gallop (-)
Paru SNV (+/+) Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen: NT (+), Supel, BU(+),
timpani.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2,
21-12-2016 Ibu pasien mengeluhkan anaknya KAEN 3A 50cc / jam
mengalami panas dan sesak Cepepim 3x500mg
KU : Lemah, Kesadaran Apatis Kloramphenicol 3x600mg
Suhu = 37,7 Celcius Ranitidin 2x1 cc
Nadi = 160x/menit Dexametason 3x1 cc
RR = 35 x/menit BE 250 cc / hari
Saturasi O2 = 94 % Sibital 2x60 mg
Tanda Rangsang Meningeal : RH 1x1
Kaku kuduk : Positif PZA 2x1
Brudzinki I : Negatif Nistin Drops 3x1 cc
Brudzinki II : Negatif Urdafalk 3x250mg
Kernig : Negatif Nebulizer / 8jam (Ventolin 1 amp
Lasque : Negatif dan NaCl 2 cc)
Thorax: Jantung S1-S2 Reguler Manitol 3x50 cc
Murmur (-) Gallop (-)
Paru SNV (+/+) Rhonki (-/-) Transfusi Albumin 20 % 50cc
Wheezing (-/-) Transfusi PRC 200cc
Abdomen: NT (+), Supel, BU(+), NaCl 50 cc / jam (selama 4 jam)
timpani.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2,
22-12-2016 Ibu pasien mengeluhkan anaknya KAEN 3A 50cc / jam
mengalami panas dan sesak Cepepim 3x500mg
KU : Lemah, Kesadaran Apatis Kloramphenicol 3x600mg
Suhu = 38,4 Celcius Ranitidin 2x1 cc
Nadi = 168x/menit Dexametason 3x1 cc
RR = 22 x/menit BE 250 cc / hari
Saturasi O2 = 98 % Sibital 2x60 mg
Thorax: Jantung S1-S2 Reguler RH 1x1
Murmur (-) Gallop (-) PZA 2x1
Paru SNV (+/+) Rhonki (-/-) Nistin Drops 3x1 cc
Wheezing (-/-) Urdafalk 3x250mg
Abdomen: NT (+), Supel, BU(+), Nebulizer / 8jam (Ventolin 1 amp
timpani. dan NaCl 2 cc)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2, Manitol 3x50 cc
OMZ 2 x 10 mg
Diet (drops) 30-50cc / 3 jam
23-12-2016 Ibu pasien mengeluhkan anaknya KAEN 3A 50cc / jam
mengalami panas, mual (-), muntah (-) Cepepim 3x500mg
KU : Lemah, Kesadaran Apatis Kloramphenicol 3x600mg
Suhu = 38,4 Celcius Ranitidin 2x1 cc
Nadi = 168x/menit Dexametason 3x1 cc
RR = 22 x/menit BE 250 cc / hari
Saturasi O2 = 98 % Sibital 2x60 mg
Thorax: Jantung S1-S2 Reguler RH 1x1
Murmur (-) Gallop (-) PZA 2x1
Paru SNV (+/+) Rhonki (-/-) Nistin Drops 3x1 cc
Wheezing (-/-) Urdafalk 3x250mg
Abdomen: NT (+), Supel, BU(+), Nebulizer / 8jam (Ventolin 1 amp
timpani. dan NaCl 2 cc)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2, OMZ 2 x 10 mg
Manitol 3x50 cc
24-12-2016 Ibu pasien mengeluhkan anaknya KAEN 3A 50cc / jam
mengalami panas, mual (-), muntah (-) Cepepim 3x500mg
KU : Lemah, Kesadaran Apatis Kloramphenicol 3x600mg
Suhu = 38Celcius Ranitidin 2x1 cc
Nadi = 157x/menit Dexametason 3x1 cc
RR = 27 x/menit BE 250 cc / hari
Saturasi O2 = 95 % Sibital 2x60 mg
Thorax: Jantung S1-S2 Reguler RH 1x1
Murmur (-) Gallop (-) PZA 2x1
Paru SNV (+/+) Rhonki (-/-) Nistin Drops 3x1 cc
Wheezing (-/-) Urdafalk 3x250mg
Abdomen: NT (+), Supel, BU(+), Nebulizer / 8jam (Ventolin 1 amp
timpani. dan NaCl 2 cc)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2, Manitol 3x50 cc
OMZ 2 x 10 mg
Bactederm zalf u/ decubitus
25-12-2016 Ibu pasien mengeluhkan anaknya KAEN 3A 50cc / jam
mengalami panas, mual (-), muntah (-) Cepepim 3x500mg
KU : Lemah, Kesadaran Apatis Kloramphenicol 3x600mg
Suhu = 37 Celcius Ranitidin 2x1 cc
Nadi = 128 x/menit Dexametason 3x1 cc
RR = 27 x/menit BE 250 cc / hari
Saturasi O2 = 92 % Sibital 2x60 mg
Thorax: Jantung S1-S2 Reguler RH 1x1
Murmur (-) Gallop (-) PZA 2x1
Paru SNV (+/+) Rhonki (-/-) Nistin Drops 3x1 cc
Wheezing (-/-) OMZ 2 x 10 mg
Abdomen: NT (+), Supel, BU(+), Urdafalk 3x250mg
timpani. Nebulizer / 8jam (Ventolin 1 amp
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2, dan NaCl 2 cc)
Manitol 3x50 cc
Bactederm zalf u/ decubitus
26-12-2016 Ibu pasien mengeluhkan anaknya KAEN 3A 50cc / jam
mengalami panas, mual (-), muntah (-), Cepepim 3x500mg
batuk (+) Kloramphenicol 3x600mg
Spastic (+) Ranitidin 2x1 cc
KU : Lemah, Kesadaran Apatis Dexametason 3x1 cc
Suhu = 37 Celcius BE 250 cc / hari
Nadi = 128 x/menit Sibital 2x60 mg
RR = 27 x/menit RH 1x1
Saturasi O2 = 92 % PZA 2x1
Thorax: Jantung S1-S2 Reguler Nistin Drops 3x1 cc
Murmur (-) Gallop (-) Urdafalk 3x250mg
Paru SNV (+/+) Rhonki (-/-) Nebulizer / 8jam (Ventolin 1 amp
Wheezing (-/-) dan NaCl 2 cc)
Abdomen: NT (+), Supel, BU(+), Manitol 3x50 cc
timpani. Bactederm zalf u/ decubitus
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2, OMZ 2 x 10 mg
28-12-2016 Ibu pasien mengeluhkan anaknya KAEN 3A 50cc / jam
mengalami panas, mual (-), muntah (-), Cepepim 3x500mg
sesak (+) Kloramphenicol 3x600mg
Spastic (+) Ranitidin 2x1 cc
KU : Lemah, Kesadaran Apatis BE 250 cc / hari
Suhu = 38,3 Celcius Sibital 2x60 mg
Nadi = 100 x/menit RH 1x1
Thorax: Jantung S1-S2 Reguler PZA 2x1
Murmur (-) Gallop (-) Nistin Drops 3x1 cc
Paru SNV (+/+) Rhonki (-/-) Urdafalk 3x250mg
Wheezing (-/-) Nebulizer / 8jam (Ventolin 1 amp
Abdomen: NT (+), Supel, BU(+), dan NaCl 2 cc)
timpani. Manitol 2x50 cc
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2, Bactederm zalf u/ decubitus
OMZ 2 x 10 mg
29-12-2016 Ibu pasien mengeluhkan anaknya KAEN 3A 50cc / jam
mengalami sesak (+) Spastic (+) Cepepim 3x500mg
KU : Lemah, Kesadaran Apatis Kloramphenicol 3x600mg
Suhu = 36,2 Celcius Ranitidin 2x1 cc
Nadi = 100 x/menit BE 250 cc / hari
Thorax: Jantung S1-S2 Reguler Sibital 2x60 mg
Murmur (-) Gallop (-) RH 1x1
Paru SNV (+/+) Rhonki (-/-) PZA 2x1
Wheezing (-/-) Nistin Drops 3x1 cc
Abdomen: NT (+), Supel, BU(+), Urdafalk 3x250mg
timpani. Nebulizer / 8jam (Ventolin 1 amp
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2, dan NaCl 2 cc)
Manitol 2x50 cc
Bactederm zalf u/ decubitus
OMZ 2 x 10 mg
30-12-2016 Ibu pasien mengeluhkan anaknya KAEN 3A 50cc / jam
mengalami panas, mual (-), muntah (-), Cepepim 3x500mg
sesak (+) Kloramphenicol 3x600mg
Spastic (+) Ranitidin 2x1 cc
KU : Lemah, Kesadaran Apatis BE 250 cc / hari
Suhu = 36,3 Celcius Sibital 2x60 mg
Nadi = 100 x/menit RH 1x1
Thorax: Jantung S1-S2 Reguler PZA 2x1
Murmur (-) Gallop (-) Nistin Drops 3x1 cc
Paru SNV (+/+) Rhonki (-/-) Urdafalk 3x250mg
Wheezing (-/-) Nebulizer / 8jam (Ventolin 1 amp
Abdomen: NT (+), Supel, BU(+), dan NaCl 2 cc)
timpani. Bactederm zalf u/ decubitus
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2, OMZ 2 x 10 mg
Asam Valproat 2 x 4 ml
Foto pasien
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Ensefalitis adalah suatu peradangan akut dari jaringan parenkim otak yang disebabkan
oleh infeksi dari berbagai macam mikroorganisme dan ditandai dengan gejala-gejala umum
dan manifestasi neurologis. Penyakit ini dapat ditegakkan secara pasti dengan pemeriksaan
mikroskopik dari biopsi otak, tetapi dalam prakteknya di klinik, diagnosis ini sering dibuat
berdasarkan manifestasi neurologi, dan temuan epidemiologi, tanpa pemeriksaan
histopatologi. Apabila hanya manifestasi neurologisnya saja yang memberikan kesan adanya
ensefalitis, tetapi tidak ditemukan adanya peradangan otak dari pemeriksaan patologi
anatomi, maka keadaan ini disebut sebagai ensefalopati.
Ensefalitis merupakan suatu inflamasi parenkim otak yang biasanya disebabkan oleh
virus. Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi sehingga menyebabkan masalah pada
fungsi otak. Inflamasi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi neurologis anak
termasuk konfusi mental dan kejang.
Ensefalitis terdiri dari 2 tipe yaitu: ensefalitis primer (acute viral ensefalitis)
disebabkan oleh infeksi virus langsung ke otak dan medulla spinalis. Dan ensefalitis sekunder
(post infeksi ensefalitis) dapat merupakan hasil dari komplikasi infeksi virus saat itu.

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI


Usia, musim, lokasi geografis, kondisi iklim regional, dan sistem kekebalan tubuh
manusia berperan penting dalam perkembangan dan tingkat keparahan penyakit. Di AS,
terdapat 5 virus utama yang disebarkan nyamuk: West Nile, Eastern Equine Encephalitis,
Western Equine Encephalitis , La Crosse, dan St. Louis Encephalitis. Tahun 1999, terjadi
wabah virus West Nile (disebarkan oleh nyamuk Culex)di kota New York. Virus terus
menyebar hingga di seluruh AS. Insidensi di USA dilaporkan 2.000 atau lebih kasus viral
ensefalitis per tahun, atau kira-kira 0,5 kasus per 100.000 penduduk.
Virus Japanese Encephalitis adalah arbovirus yang paling umum di dunia (virus yang
ditularkan oleh nyamuk pengisap darah atau kutu) dan bertanggung jawab untuk 50.000
kasus dan 15.000 kematian per tahun di sebagian besar dari Cina, Asia Tenggara, dan anak
benua India. Kejadian terbesar adalah pada anak-anak di bawah 4 tahun dengan kejadian
tertinggi pada mereka yang berusia 3-8 bulan.
III. ETIOLOGI
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria,
protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering ialah
virus. Beberapa mikroorganisme yang dapat menyebabkan ensefalitis terbanyak adalah
Herpes simpleks, arbovirus, Eastern and Western Equine, La Crosse, St. Louis encephalitis.
Penyebab yang jarang adalah Enterovirus (Coxsackie dan Echovirus), parotitis, Lassa virus,
rabies, cytomegalovirus (CMV).Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah :
1. Infeksi virus yang bersifat epidemik
a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
b. Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis,
Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer
encephalitis, Murray valley encephalitis.
2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
3. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca vaksinia,
pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus
respiratorius yang tidak spesifik.

Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis, tetapi baru
Japanese B encephalitis yang ditemukan.

Klasifikasi berdasarkan penyebab


1. Ensefalitis supurativa
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus
aureus,streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis
Media,mastoiditis,sinusitis,atau dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam
paru, bronchiektasis, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka,trauma yang
menembus ke dalam otak dan tromboflebitis.Reaksi dini jaringan otak terhadap
kuman yang bersarang adalah edema,kongesti yang disusul dengan pelunakan dan
pembentukan abses.Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat
dan astrosit yang membentuk kapsula.Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang
masuk ventrikel.
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis adalah demam, kejang, kesadaran
menurun.Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi
umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu nyeri kepala yang kronik
dan progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada
pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.Tanda-tanda defisit neurologis tergantung
pada lokasi dan luas abses.

2. Ensefalitis virus
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :

Virus RNA Virus DNA

• Paramikso virus : virus parotitis, irus • Herpes virus : herpes zoster-


morbili varisella, herpes simpleks,
• Rabdovirus : virus rabies sitomegalivirus,virus Epstein-barr
• Togavirus : virus rubella flavivirus • Poxvirus : variola, vaksinia
(virus ensefalitis Jepang B, • Retrovirus : AIDS
virusdengue)
• Picornavirus : enterovirus (virus
polio, coxsackie A,B,echovirus)
• Arenavirus : virus koriomeningitis
limfositoria

Manifestasi dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea,
Kesadaran menurun, timbul serangan kejang-kejang, kaku kuduk,hemiparesis dan
paralysis bulbaris.

3. Ensefalitis karena parasit


a. Malaria serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral.Gangguan utama
terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang
terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama Lainnya sehingga
menimbulkan penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis
fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak.
Gejala-gejala yang timbul : demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma.
Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.
b. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala
kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun.Didalam tubuh manusia
parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.
c. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di
air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis akut.Gejala-
gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan
kesadaran menurun.
d. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan
masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh
menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak.Bentuk
rasemosanya tumbuh didalam meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan
akan bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya. Gejaja-gejala neurologik
yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.

4. Ensefalitis karena fungus


Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans, Cryptococcus
neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucormycosis. Gambaran yang
ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusatialah meningo-ensefalitis
purulenta.Faktor yang memudahkan timbulnyainfeksi adalah daya imunitas yang
menurun.
5. Riketsiosis serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan
Ensefalitis.Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yangterdiri atas sebukan
sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan
otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis.Gejala-gejalanya
ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudianmungkin kesadaran dapat
menurun.Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar.

Tabel 1. Virus Penyebab Ensefalitis1


Acute Frekuensi*
Adenovirus Jarang
Arbovirus
Amerika Utara
Eastern equine encephalitis
Western equine encephalitis
St. Louis encephalitis
California encephalitis
West Nile encephalitis
Colorado tick fever
Diluar kawasan Amerika Utara
Venezuelan equine encephalitis
Japanese encephalitis
Tick-borne encephalitis
Murray Valley encephalitis
Enterovirus Jarang
Herpesvirus
Virus herpes simpleks Sering
Virus Eipstein-Barr Jarang
Cytomegalovirus (kongenital) Sangat jarang
Virus Varicella-Zooster Jarang
Human herpesvirus-6 Jarang
Human herpesvirus-7 Sangat jarang
Virus influenza Jarang
Virus koriomeningitis limfositik Jarang
Virus campak (alami ataupun vaksin) Jarang
Virus mumps (alami ataupun vaksin) Sering
Virus rabies Sering
Virus rubella Jarang
*Frekuensi kejadian ensefalitis sebagai komponen infeksi

IV. PATOGENESIS
Virus masuk tubuh melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus dapat
melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh
virus akan menyebar dengan beberapa cara:
1. Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ
tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke
organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.
3. Penyebaran hematogen sekunder: virus berkembang biak di daerah pertama kali
masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.
4. Penyebaran melalui saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan
menyebar melalui sistem saraf.
Pada keadaan permulaan akan timbul demam pada pasien, tetapi belum ada kelainan
neurologis. Virus akan terus berkembang biak, kemudian menyerang susunan saraf pusat dan
akhirnya diikuti oleh kelainan neurologis.HSV-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran
langsung sepanjang akson saraf.
Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh:
1. Invasi dan pengrusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang
berkembang biak.
2. Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat demielinisasi,
kerusakan vaskular dan paravaskular. Sedangkan virusnya sendiri sudah tidak ada
dalam jaringan otak.
3. Reaksi aktivitas virus neurotopik yang bersifat laten.

Tingkat demielinasi yang mencolok pada pemeliharaan neuron dan aksonnya terutama
dianggap menggambarkan ensefalitis “pascainfeksi” atau alergi. Korteks serebri terutama
lobus temporalis, sering terkena oleh virus herpes simpleks; arbovirus cenderung mengenai
seluruh otak; rabies mempunyai kecenderungan pada struktur basal.
Seberapa berat kerusakan yang terjadi pada SSP tergantung dari virulensi virus,
kekuatan teraupetik dari system imun dan agen-agen tubuh yang dapat menghambat
multiplikasi virus.
Banyak virus yang penyebarannya melalui manusia. Nyamuk atau kutu
menginokulasi virus Arbo, sedang virus rabies ditularkan melalui gigitan binatang. Pada
beberapa virus seperti varisella-zoster dan citomegalo virus, pejamu dengan sistem imun
yang lemah, merupakan faktor resiko utama.
Pada umumnya, virus bereplikasi diluar SSP dan menyebar baik melalui peredaran
darah atau melalui sistem neural (virus herpes simpleks, virus varisella zoster). Patofisiologi
infeksi virus lambat seperti subakut skelosing panensefalitis (SSPE) sanpai sekarang ini
masih belum jelas.
Setelah melewati sawar darah otak,virus memasuki sel-sel neural yang mengakibatkan
fungsi-fungsi sel menjadi rusak, kongesti perivaskular, dan respons inflamasi yang secara
difus menyebabkan ketidakseimbangan substansia abu-abu (nigra) dengan substansia putih
(alba).
Adanya patologi fokal disebabkan karena terdapat reseptor-reseptor membran sel
saraf yang hanya ditemukan pada bagian-bagian khusus otak. Sebagai contoh, virus herpes
simpleks mempunyai predileksi pada lobus temporal medial dan inferior.
Patogenesis dari ensefalitis herpes simpleks sampai sekarang masih belum jelas
dimengerti. Infeksi otak diperkirakan terjadi karena adanya transmisi neural secara langsung
dari perifer ke otak melaui saraf trigeminus atau olfaktorius.
Virus herpes simpleks tipe I ditransfer melalui jalan nafas dan ludah.Infeksi primer
biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja.Biasanya subklinis atau berupa somatitis,
faringitis atau penyakit saluran nafas.Kelainan neurologis merupakan komplikasi dari
reaktivasi virus.Pada infeksi primer, virus menjadi laten dalam ganglia trigeminal.Beberapa
tahun kemudian,rangsangan non spesifik menyebabkan reaktivasi yang biasanya
bermanifestasi sebagai herpes labialis.
Plasmodium falsiparun menyebabkan eritrosit yang terifeksi menjadi lengket.Sel-sel
darah yang lengket satu sama lainnya dapast menyumbat kapiler-kapiler dalam otak.
Akibatnya timbul daerah-daerah mikro infark. Gejala-gejala neurologis timbul karena
kerusakan jaringan otak yang terjadi. Pada malaria serebral ini, dapat timbul konvulsi dan
koma.
Pada toxoplasmosis kongenital, radang terjadi pada pia-arakhnoid dan tersebar dalam
jaringan otak terutama dalam jaringan korteks. Sangatlah sukar untuk menentukan etiologi
dari ensefalitis, bahkan pada postmortem.Kecuali pada kasus-kasus non viral seperti malaria
falsifarum dan ensefalitis fungal, dimana dapat ditemukan indentifikasi morfologik.
Pada kasus viral, gambaran khas dapat dijumpai pada rabies (badan negri) atau virus
herpes (badan inklusi intranuklear)

V. MANIFESTASI KLINIS
Trias ensefalitis yang khas ialah : demam, kejang, kesadaran menurun.Manifestasi
klinis tergantung kepada :
1. Berat dan lokasi anatomi susunan saraf yang terlibat, misalnya :
- Virus Herpes simpleks yang kerapkali menyerang korteks serebri, terutama
lobus temporalis
- Virus ARBO cenderung menyerang seluruh otak.
2. Patogenesis agen yang menyerang.
3. Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita.

Umumnya diawali dengan suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan


hiperpireksia. Kesadaran dengan cepat menurun,. Anak besar, sebelum kesadaran menurun,
sering mengeluh nyeri kepala. Muntah sering ditemukan. Pada bayi, terdapat jeritan dan
perasaan tak enak pada perut.Kejang-kejang dapat bersifat umum atau fokal atau hanya
twitching saja. Kejang dapat berlangsung berjam-jam.
Gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-
sama, misalnya paresis atau paralisis, afasia dan sebagainya.
Gejala batang otak meliputi perubahan refleks pupil, defisit saraf kranial dan
perubahan pola pernafasan. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan
mencapai meningen.
Pada kelompok pasca infeksi, gejala penyakit primer sendiri dapat membantu
diagnosis.Pada japanese B ensefalitis, semua bagian susunan saraf pusat dapat
meradang.gejalanya yaitu nyeri kepala, kacau mental, tremor lidah bibir dan tangan, rigiditas
pada lengan atau pada seluruh badan, kelumpuhan dan nistagmus.Rabies memberi gejala
pertama yaitu depresi dan gangguan tidur, suhu meningkat, spastis, koma pada stadium
paralisis.
Ensefalitis herpes simpleks dapat bermanifestasi sebagai bentuk akut atausubakut.
Pada fase awal, pasien mengalami malaise dan demam yang berlangsung 1-7 hari.
Manifestasi ensefalitis dimulai dengan sakit kepala, muntah, perubahan kepribadian dan
gangguan daya ingat. Kemudian pasien mengalami kejang dan penurunan kesadaran. Kejang
dapat berupa fokal atau umum. Kesadaran menurun sampai koma dan letargi. Koma adalah
faktor prognosis yang sangat buruk, pasien yang mengalami koma sering kali meninggal atau
sembuh dengan gejala sisa yang berat. Pemeriksaan neurologis sering kali menunjukan
hemiparesis. Beberapa kasus dapat menunjukan afasia, ataksia, paresis saraf cranial, kaku
kuduk dan papil edema.

VI. DIAGNOSIS
1. Gejala Klinis
Manifestasi klinis ensefalitis sangat bervariasi dari yang ringan sampai yang berat.
Manifestasi ensefalitis biasanya bersifat akut tetapi dapat juga perlahan-lahan. Mulainya sakit
biasanya akut, walaupun tanda-tanda dan gejala sistem saraf sentral (SSS) sering didahului
oleh demam akut non spesifik dalam beberapa hari. Pada anak, manifestasi klinik dapat
berupa sakit kepala dan hiperestesia, sedangkan pada bayi dapat berupa iritabilitas dan
letargi. Nyeri kepala paling sering pada frontal atau menyeluruh, remaja sering menderita
nyeri retrobulbar. Biasanya terdapat gejala nausea dan muntah, nyeri di leher, punggung dan
kaki, dan fotofobia. Masa prodromal ini berlangsung antara 1-4 hari kemudian diikuti oleh
tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari keterlibatan meningen dan parenkim
serta distribusi dan luasnya lesi pada neuron. Gejala-gejala tersebut dapat berupa gelisah,
perubahan perilaku, gangguan kesadaran, dan kejang. Kadang-kadang disertai tanda
neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia, dan paralisis saraf otak.
Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan sampai meningen. Selain itu, dapat
juga timbul gejala dari infeksi traktus respiratorius atas (mumps, enterovirus) atau infeksi
gastrointestinal (enterovirus) dan tanda seperti exantem (enterovirus, measles, rubella, herpes
viruses), parotitis, atau orchitis (mumps atau lymphocytic chotiomeningitis).
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pencitraan/ radiologi
Pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan patologi lain sebelum melakukan
LP (lumbal punksi) atau ditemukan tanda neurologis fokal. Pencitraan mungkin
berguna untuk memeriksa adanya abses, efusi subdural, atau hidrosefalus.
PadaCT-scan dapat ditemukan edema otak dan hemoragik setelah satu
minggu.Pada virus Herpes didapatkan lesi berdensitas rendah pada lobus
temporal, namun gambaran tidak tampak tiga hingga empat hari setelah onset.CT-
scan tidak membantu dalam membedakan berbagai ensefalitis virus.
MRI (magnetic resonance imaging) kepala dengan peningkatan gadolinium
merupakan pencitraan yang baik pada kecurigaan ensefalitis. Temuan khas yaitu
peningkatan sinyal T2-weighted pada substansia grisea dan alba. Pada daerah
yang terinfeksi dan meninges biasanya meningkat dengan gadolinium.Pada infeksi
herpes virus memperlihatkan lesi lobus temporal dimana terjadi hemoragik pada
unilateral dan bilateral.
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi yang difus (aktivitas lambat
bilateral).Pada Japanese B encephalitis dihubungkan dengan tiga tanda EEG:
1)gelombang delta aktif yang terus-menerus ;2)gelombang delta yang disertai
spike (gelombang paku) ;3)pola koma alpha.Pada St Louis ensefalitis karakteristik
EEG ditandai adanya gelombang delta yang difus dan gelombang paku tidak
menyolok pada fase akut.Dengan asumsi bahwa biopsi otak tidak meningkatkan
morbiditas dan mortalitas, apabila didapat lesi fokal pada pemeriksaan EEG atau
CT-scan, pada daerah tersebut dapat dilakukan biopsi tetapi apabila pada CT-scan
dan EEG tidak didapatkan lesi fokal, biopsi tetap dilakukan dengan melihat tanda
klinis fokal. Apabila tanda klinis fokal tidak didapatkan maka biopsi dapat
dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus
Herpes simplek.
b. Laboratorium
Biakan dari darah ,viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar
mendapatkan hasil yang positif dari cairan likour srebrospinalis atau jaringan otak;
dari feces untuk jenis enterovirus,sering didapatkan hasil positif.
Analisis CSS (cairan serebrospinal) menunjukkan pleositosis (yang
didominasi oleh sel mononuklear) sekitar 5-1000 sel/mm3 pada 95% pasien. Pada
48 jam pertama infeksi, pleositosis cenderung didominasi oleh sel
polimorfonuklear, kemudian berubah menjadi limfosit pada hari berikutnya.
Kadar glukosa CSS biasanya dalam batas normal dan jumlah ptotein meningkat.
PCR (polymerase chain reaction) dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
ensefalitis.
Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) pada cairan serebrospinal
biasanya positif lebih awal dibandingkan titer antibody. Pemeriksaan PCR
mempunyai sensitivitas 75% dan spesifisitas 100% dan ada yang melaporkan hasil
postif pada 98% kasus yang telah terbukti dengan biposi otak.Tes PCR untuk
mendeteksi West Nile virus telah dikembangkan di California.PCR digunakan
untuk mendeteksi virus-virus DNA.Herpes virus dan Japenese B encephalitis
dapat terdeteksi dengan PCR.
Tabel 2. Temuan CSS pada Berbagai Infeksi
Gambar 1. Algoritma Investigasi Ensefalitis
Gambar 2. Lanjutan Algoritma Investigasi Ensefalitis
VII. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari ensefalitis adalah:
1. Sepsis dan bakteremia
2. Kejang demam
3. Measles
4. Mumps
5. Reye Syndrome

VIII. PENATALAKSANAAN
Semua pasien yang dicurigai sebagai ensefalitis harus dirawat di rumah sakit.
Penanganan ensefalitis biasanya tidak spesifik, tujuan dari penanganan tersebut adalah
mempertahankan fungsi organ, yang caranya hampir sama dengan perawatan pasien koma
yaitu mengusahakan jalan napas tetap terbuka, pemberian makanan secara enteral atau
parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi terhadap gangguan asam
basa darah.
Bila kejang dapat diberi Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB IV dilanjutkan fenobarbital.
Paracetamol 10 mg/kgBB dan kompres dingin dapat diberikan apabila pasien panas. Apabila
didapatkan tanda kenaikan tekanan intrakranial dapat diberi Dexamethasone 1 mg/kgBB/hari
dilanjutkan pemberian 0,25-0,5 mg/kgBB/hari. Pemberian Dexamethasone tidak
diindikasikan pada pasien tanpa tekanan intrakranial yang meningkat atau keadaan umum
telah stabil. Mannitol juga dapat diberikan dengan dosis 1,5-2 mg/kgBB IV dalam periode 8-
12 jam. Perawatan yang baik berupa drainase postural dan aspirasi mekanis yang periodik
pada pasien ensefalitis yang mengalami gangguan menelan, akumulasi lendir pada
tenggorokan serta adanya paralisis pita suara atau otot-otot pernapasan. Pada pasien herpes
ensefalitis (EHS) dapat diberikan Adenosine Arabinose 15 mg/kgBB/hari IV diberikan
selama 10 hari. Pada beberapa penelitian dikatakan pemberian Adenosine Arabinose untuk
herpes ensefalitis dapat menurunkan angka kematian dari 70% menjadi 28%. Saat ini
Acyclovir IV telah terbukti lebih baik dibandingkan vidarabin, dan merupakan obat pilihan
pertama. Dosis Acyclovir 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari.

IX. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS


Dalam beberapa kasus, pembengkakan otak dapat menyebabkan kerusakan otak
permanen dan komplikasi tetap seperti kesulitan belajar, masalah berbicara, kehilangan
memori, atau berkurangnya kontrol otot.
Prognosis tergantung dari keparahan penyakit klinis, etiologi spesifik, dan umur anak.
Jika penyakit klinis berat dengan bukti adanya keterlibatan parenkim maka prognosisnya
jelek dengan kemungkinan defisit yang bersifat intelektual, motorik, psikiatri, epileptik,
penglihatan atau pendengaran. Sekuele berat juga harus dipikirkan pada infeksi yang
disebabkan oleh virus Herpes simpleks.
X. PENCEGAHAN
 Early treatment (pengobatan awal) pada demam tinggi atau infeksi
 Hindari menghabiskan waktu di luar rumah pada waktu senja ketika serangga aktif
menggigit.
 Pengendalian nyamuk atau surveilans melalui penyemprotan
 Indikasi seksio sesar jika ibu memiliki lesi aktif herpes untuk melindungi bayi baru
lahir
 Imunisasi/vaksin anak terhadap virus yang dapat menyebabkan ensefalitis (mumps,
measles/campak)

Japanese Encephalitis dapat dicegah dengan 3 dosis vaksin ketika akan berpergian ke
daerah dimana virus penyebab penyakit ini berada. Menurut CDC (Centers for Disease
Control and Prevention), vaksin ini dianjurkan pada orang yang akan menghabiskan waktu
satu bulan atau lebih di daerah penyebab penyakit ini dan selama musim transmisi. Virus
Japanese Encephalitis dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kematian.
Daftar Pustaka
1. Lewis DW. Ensefalitis. Dalam: Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman
RE (ed). Nelson ilmu kesehatan anak esensial. Ed 6. Singapura: Elsevier; 2014. h
746-8.
2. Howes DS. Encephalitis. 12 Oktober 2015. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/791896-overview#a1, 7Januari 2016.
3. Thompson C, Kneen R, Riordan A, Kelly D. Pollard AJ. Encephalitis in children.
Arch Dis Child. 2012;97(2):150-161.
4. Prober CG, Srinivas SN. Viral meningoencephalitis. In: Kliegman RM, Stanton BF, St
Geme JW, Schor NF (ed). Nelson textbook of pediatrics. 20th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2016. p 2946-8.
5. Infeksi sistem saraf pusat. Dalam: Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga;
2006. h 362-3.
6. Epidemiologi tbc Indonesia. http://www.tbindonesia.or.id.
7. Guidelines for Tuberculosis Control in New Zealand 2010 Chapter 3: Treatment
ofTuberculosis Disease. 2010; Wellington: MinistryofHealth.
8. DPMoore,HSSchaaf,JNuttall,BJMarais.Childhoodtuberculosisguidelines
oftheSouthernAfricanSociety forPaediatricInfectiousDiseases.SouthAfrJ
EpidemiolInfect. 2009;24(3).
9. BidstrupC,AndersenPH,SkinhøjP,AndersenAB.Tuberculousmeningitisin acountry
withalowincidenceoftuberculosis:stillaseriousdiseaseanda diagnostic challenge.Scand
JInfect Dis2002;34:811e4.
10. Nicola Principi, Susanna Esposito. Diagnosis and therapy of tuberculous
meningitisinchildren.DepartmentofMaternalandPediatric Sciences,
UniversitàdegliStudidiMilano,FondazioneIRCCS Ca’Granda Ospedale Maggiore
Policlinico. Via Commenda 9, 20122 Milan, Italy. Tuberculosis2012: 92;377-383
11. Ebaugh, Franklin, G., Neuropsychiatric Sequelae of Acute Epidemic Encephalitis in
children. Journal of Attention Disorders. 2007. SAGE publication.

12. Prober Charles, G. Infeksi Sistem Saraf Pusat. Dalam: Dalam: Richard E, Behrman,
Robert M, Kliegman, Hal B, Jenson, Nelson Textbook of Pediatrics 18th Edition, USA:
Elsevier. 2007. Chapter 169.2

Anda mungkin juga menyukai