Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

Epilepsi Anak

Disusun Oleh:
dr. Salsabila Rahma

Narasumber:
dr. Zidnie Prissilla Primawati, Sp.A

Pembimbing :

dr. Afifah Is, Sp.PD

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


PERIODE
4 FEBRUARI 2020 - 3 FEBRUARI 2021
RSUD BUDHI ASIH
JAKARTA
2020
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS

Nama : An. RA
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir : 21 Februari 2019
Umur : 13 bulan 11 hari
Alamat : Jl. H. Taiman Utara, Jakarta Timur
Pendidikan :-
Nama Ayah : Tn. R
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Nama Ibu : Ny. R
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung
Alamat Rumah : Jl. H. Taiman Utara, Jakarta Timur
Agama : Islam
Suku : Jawa
No. rekam medis : 01159XXX
Tanggal masuk rumah sakit : 03 Maret 2020

II. ANAMNESA

Alloanamnesa dengan orangtua pasien pada tanggal 04 Maret 2020 pukul 09.00 WIB di ruang
Dahlia Timur, RSUD Budhi Asih.

Keluhan utama : Kejang 30 menit sebelum masuk rumah sakit


Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien diantar orang tuanya datang dengan keluhan kejang 30 menit SMRS ketika sedang
berbaring dikasur. Kejang diawali dari sisi tubuh bagian kiri, kemudian kejang terjadi di seluruh
tubuh, mata mendelik keatas. Lamanya kejang 6 menit, dan kejang tidak berulang. Pasien diberi
obat ikalep dirumah dan langsung dibawa ke klinik terdekat, sampai disana kejang sudah
berhenti dan langsung dirujuk ke RSUD Budhi Asih.
Keluhan diawali demam sepanjang hari sejak 1 hari SMRS, semakin lama dirasa semakin
tinggi, orangtua pasien mengatakan tidak mengukur suhu dirumah, dan belum minum obat
penurun panas. Demam disertai batuk dan pilek. Batuk berdahak, dahak sulit keluar, warna putih,
darah tidak ada. Pasien tidak mau makan dan minum sejak demam muncul. Tidak ada keluhan
lain seperti sesak nafas, mual, maupun muntah. Mimisan (-), gusi berdarah (-). BAK dan BAB
pasien tidak ada masalah.
Sekarang pasien masih demam, kejang tidak ada, pasien masih batuk dan pilek. Pasien sudah
mau makan sedikit-sedikit, pasien mau minum ASI.

Riwayat Penyakit Sebelumnya

 Berdasarkan pernyataan orangtua, pasien pernah mengalami keluhan kejang ketika usia
beberapa hari, pasien dirawat di NICU selama 37 hari dan di ruang perawatan perinatologi
selama empat hari
 Pada usia 1 bulan 3 minggu pasien sedang kontrol ke poli anak dan ketika dilakukan
pemeriksaan lab, dokter mengatakan trombosit pasien turun sehingga pasien dirawat
selama tiga hari.
 Pada usia 2 bulan, orang tua mengatakan pasien kembali mengalami kejang pada sisi tubuh
bagian kiri dan pasien tidak demam, pasien dirawat selama lima hari dan dokter
mendiagnosa pasien mengalami epilepsi
 Pada usia 5 bulan, beberapa kali anaknya sempat seperti kaget-kagetan, pasien lalu dirawat
inap selama satu hari
 Menurut ibu pasien, riwayat trauma dan riwayat alergi tidak ada. Pasien belum pernah
diperiksa maupun didiagnosa oleh dokter terkait alergi
 Berdasarkan pengakuan orangtua, pasien sedang menjalani terapi motorik
Riwayat Pengobatan

 Ikalep

Riwayat Penyakit keluarga

 Riwayat kejang atau epilepsi pada keluarga tidak ada


 Dirumah atau lingkungan sekitar sedang terjadi wabah DBD

Riwayat Kehamilan Ibu

 Ibu pasien mengatakan telah melakukan pemeriksaan kehamilan rutin ke puskesmas


dengan jumlah 1 kali saat trimester pertama, 1 kali saat trimester kedua dan 1 kali saat
trimester ketiga.
 Ibu pasien juga mengatakan belum pernah melakukan pemeriksaan USG selama
kehamilan.
 Selama kehamilan ibu pasien mengaku tidak mengonsumsi obat-obatan selain vitamin
kehamilan, tidak pernah minum minuman beralkohol, dan tidak merokok.
 Ibu pasien mengalami ketuban pecah dini
 Riwayat abortus dan lahir mati tidak ada
 Golongan darah ibu pasien O dan golongan darah ayah pasien B.

Riwayat kelahiran

Penolong : Bidan
Cara persalinan : Spontan
Berat lahir : 2800 gram
Panjang lahir : 49 cm
Masa gestasi : Cukup bulan
Keadaan bayi setelah lahir : Langsung menangis, bergerak aktif, terdapat respon
melawan, frekuensi nadi dalam batas normal dan
warna kulit tubuh tampak kemerahan
Nilai APGAR : Tidak diketahui
Kelainan bawaan : Tidak ada
Riwayat Imunisasi

Jenis
I II III IV V VI
Imunisasi
BCG 1 minggu

DPT

Polio 1 minggu

Hepatitis B 1 minggu

Campak

Hib

Pneumokokus

MMR

Kesan : imunisasi dasar lengkap.

Riwayat Perkembangan Dan Pertumbuhan Anak

 Motorik kasar : Anak belum bisa duduk atau berjalan


 Motorik halus : Anak sudah bisa menyusun kubus
 Komunikasi berbicara : Anak sudah bisa mengucapkan 3 kata
 Sosial & kemandirian : Anak sudah bisa melambaikan tangan
 Gangguan perkembangan mental/emosi : Tidak ada

Kesimpulan : Perkembangan dan pertumbuhan tidak sesuai usia

Riwayat Makanan

Usia
ASI / PASI Buah / Biskuit Bubur susu Nasi tim
( bulan )
0–2 ASI +/+ + +

Kesan : Asupan makanan cukup.


Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

Penyakit Usia Penyakit Usia


Diare - Morbili -
Otitis - Parotitis -
Radang paru - Demam berdarah -
Tuberkulosis - Demam tifoid -
Kejang - Cacingan -
Ginjal - Alergi -
Jantung - Pertusis -
Darah - Varicella -
Difteri - Biduran -
Asma - Kecelakaan -
Penyakit kuning - Operasi -
Batuk berulang - Epilepsi +

Riwayat keluarga

Jenis Lahir Mati


No Umur Hidup Abortus Keterangan
Kelamin Mati (sebab)
1 13 bulan Laki-laki Ya - - - Sakit (pasien)

Corak reproduksi : P1A0

Anggota keluarga lain yang serumah : Orangtua.


Status rumah tinggal : Rumah milik keluarga
Keadaan rumah : Terdapat 2 kamar tidur, 1 kamar mandi,
ventilasi baik, pencahayaan baik, rumah
dibersihkan 2 kali seminggu, menggunakan
air PAM dan air sumur untuk keperluan
sehari-hari.

Keadaan lingkungan : Lingkungan padat penduduk, memiliki


jadwal gotong royong, tidak banjir, sanitasi
baik, ada taman dan jumlah pepohonan
cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK

3.1 Pemeriksaan Umum

Dilakukan pada tanggal 04 Maret 2020, pukul 09.00 WIB.

 Keadaan umum : Tampak sakit sedang


 Kesadaran : Composmentis

 Tanda vital
Tekanan darah : - mmHg
Frekuensi nadi : 177 kali per menit, reguler, isi cukup, equal
Frekuensi nafas : 22 kali per menit, regular, tipe pernafasan torako-abdominal
Suhu tubuh : 37,2 oC

 Data antropometri
Berat badan : 8100 gram
Panjang badan : 72 cm

 Status Gizi (menurut grafik WHO untuk anak Laki-laki usia 0-36 bulan) :

PB/U = Z score terletak diantara <-2SD sampai >+2SD: normal


(0>Z score>-2)
BB/U. = Z score terletak diantara <-2SD sampai >+2SD: berat badan cukup
(2>Z score>0)
BB/PB = Z score terletak diantara <-2SD sampai >+2SD: gizi baik/cukup
(0>Z score>-2)
Kesan status gizi : gizi baik.

3.2 Status Generalis

Dilakukan pada tanggal 04 Maret 2020, pukul 09.00 WIB.

Kepala
Bentuk dan ukuran : Mikrosefali. Lingkar kepala: 41 cm, <-2SD.
Rambut : Berwarna hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Wajah : Tidak tampak adanya edema
Mata : Palpebra superior dan inferior kanan dan kiri tidak edema,
tidak terdapat perdarahan pada subkonjungtiva,
konjungtiva tidak terlihat anemis, sklera tidak ikterik,
kornea dan lensa jernih, pupil bulat dan isokor dengan
diameter 3 mm, refleks cahaya langsung dan tidak
langsung positif, bola mata normal dan mata tidak tampak
cekung.
Telinga : Normotia, simetris kanan dan kiri, liang telinga lapang,
tidak ada serumen, tidak ada sekret, tidak ada darah, dan
gendang telinga sulit dinilai.
Hidung : Tidak terdapat pernafasan cuping hidung, bentuk dan
posisi normal, tidak ada deviasi septum, mukosa tidak
hiperemis, konka tidak hipertrofi dan tidak hiperemis,
tidak ada sekret dan tidak ada epistaksis.
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis dan tonsil T1-T1 tenang.
Mulut : Tidak sianosis, mukosa bibir lembab, lidah tidak kotor dan
tidak tremor, gusi tidak hipertrofi, tidak hiperemis dan
tidak terdapat perdarahan pada gusi.
Leher
Bentuk normal, kulit normal, pergerakan bebas ke segala arah, tidak teraba pembesaran
kelenjar getah bening, kelenjar gondok tidak membesar dan tidak ada deviasi trakea.

Thoraks
Normochest, dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tidak ada sikatrik, tidak ada
pelebaran vena, tulang-tulang iga intak dan sela iga dalam batas normal.
Paru
 Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tidak terdapat
retraksi , tidak ada jejas. Tipe pernafasan thoraco-abdominal.
 Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, pembesaran KGB supraklavikula dan aksilaris
tidak ada, fremitus simetris, krepitasi subkutis tidak ada.
 Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
 Auskultasi : Suara napas vesikuler pada kedua lapang paru kiri sama dengan
kanan, terdapat ronkhi basah sedang nyaring pada kedua lapang paru dan tidak ada
wheezing.
Jantung
 Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat.
 Palpasi : Iktus cordis teraba pada linea midklavikularis 5 sinistra.
 Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan.
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop.

Abdomen
 Inspeksi : Tampak datar, tidak ada distensi abdomen, tidak ada pelebaran
pembuluh darah, tidak tampak gambaran usus, pergerakan usus
maupun benjolan.
 Auskultasi : Bising usus positif normal.
 Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen, tidak terdapat ascites
 Palpasi : Supel, turgor kulit baik, tidak ada nyeri tekan, hepar tidak teraba
membesar; lien tidak teraba, ginjal tidak teraba adanya ballotement,
dan tidak didapatkan adanya nyeri ketuk.
Tulang Belakang
Tidak tampak skoliosis, kifosis, dan lordosis.

Ekstremitas
Akral hangat, tidak ada edema, tidak ada sianosis, tonus otot baik, telapak tangan kanan dan
kiri tidak pucat, telapak kaki kanan dan kiri tidak pucat dan capillary refill time (CRT) < 2
detik.

Kulit
Turgor baik, tidak tampak ikterik, tidak ada sianosis, tidak ada eritema palmaris, tidak ada
edema.
Pemeriksaan Neurologis
GCS : E4 M6 V5 (114)
Patologis Fisiologis
Kaku kuduk (-) Patella (+)
Babinski (-) Biseps (+)
Oppenheim (-) Achiles (+)
Burdzinski I (-) Trisep (+)
Burdzinski II (-)
Kernig Sign (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Selama Perawatan

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


03/03/2020 04/03/2020
Hemoglobin 11.0 10.7 10.7 – 13.1 gr/dL
Leukosit 5.9 7.3 6 – 17 103/ µl
Trombosit 173 200 217 – 497 103/µL
Hematokrit 31 31 35 – 43 %
6
Eritrosit 4.1 4.0 3,6 – 5,2 10 / µL
MCV 77.3 76.4 74 – 102 fL
MCH 27.2 26.8 23 – 31 Pg
MCHC 35.1 35.1 28 – 32 g/dL
RDW 12.9 12.8 <14 %
Glukosa Darah 106 33 – 111 mg/dL
Natrium (Na) 133 135 – 155 mmol/L
Kalium (K) 4.4 3.6 – 5.5 mmol/L
Klorida (Cl) 103 98 – 109 Mmol/L
Basofil 0 0–1 %
Eusinofil 0 1– 5 %
Netrofil Batang 3 0–8 %
Netrofil Segmen 28 17 – 60 %
Limfosit 59 20 – 70 %
Monosit 10 1 – 11 %
V. RESUME

An. R, Laki-laki 13 bulan. Kejang sejak 30 menit SMRS, diawali dari sisi tubuh bagian kiri
kemudian kejang terjadi di seluruh tubuh, mata mendelik keatas. Demam (+) sejak 1 hari
SMRS disertai batuk berdahak dan pilek. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu : 37.2
celcius, 177x/menit, pernafasan: 22x/menit dan status neurologis dalam batas normal. Dari
hasil laboratorium ditemukan pasien dalam keadaan leukopenia dan trombositopenia.

VI. DIAGNOSA KERJA


 Observasi kejang pada riwayat epilepsi
 Obs Febris hari ke 1 e.c trombositopenia suspek dengue fever
 ISPA
 Delay development
VIII. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

 EEG
 Pemeriksaan darah lengkap tiap 24 jam
 NS1

IX. PENATALAKSANAAN

Non-medikamentosa:
 Tirah baring
 Observasi tanda-tanda vital tiap jam

Medikamentosa:
 IVFD Asering 3cc/kgBB
 Paracetamol 3xcth1
 Ikalep 2x2cc
 Diazepam 1 mg jika suhu>38C
 Ambroxol 5 mg
 CTM 0.5 mg
 Salbutamol 0.5 mg
X. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam


Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bona

FOLLOW-UP HARIAN
Tanggal Follow Up Terapi
04/03/2020 S : Orangtua mengatakan  Tirah baring
(14.00) bahwa demam sudah  Berikan ASI ad libitum
turun, batuk (+), pilek(+),  Check HT2L/24 Jam
kejang (-), mual (-),  Observasi tanda-tanda
muntah (-), sesak (-). vital tiap 8 jam
Nafsu makan membaik.  IVFD Asering
O : KU : Tampak sakit 3cc/KgBB
sedang  Ikalep 2x2cc
Kesadaran :  Ambroxol 5mg
Composmentis (GCS=15)  CTM 0.5 mg
Frekuensi nadi : 115  Salbutamol 0.5 mg
x/menit  Paracetamol 3xcth1 k/p
Frekuensi nafas : 30  Diazepam 1mg jika suhu
x/mnt >38Celcius
SpO2 : 99%
Suhu : 36,50C

Kepala : Mikrosefali
Mata : palpebra tidak
edema, tidak terdapat
perdarahan pada
konjungtiva, konjungtiva
tidak anemis, sklera tidak
ikterik
THT : liang telinga
lapang, tidak terdapat
pernafasan cuping hidung,
tidak ada sekret hidung,
tidak ada epistaksis,
faring tidak hiperemis,
T1-T1 tenang
Mulut : mukosa bibir
lembab, lidah bersih dan
tidak terdapat perdarahan
gusi
Leher : tidak terdapat
pembesaran KGB
Thorak : simetris
- Jantung : BJ I dan II
murni, reguler,
tidak ada murmur dan
gallop
- Paru : Suara nafas
vesikuler kanan dan
kiri, tidak terdapat
ronchi pada kedua
lapang paru dan tidak
ada wheezing.
Abdomen : cembung,
bising usus positif
normal, tidak terdapat
ascites, hepar tidak teraba
membesar, lien tidak
teraba membesar.
Ekstremitas : akral
hangat, CRT < 2 detik,
tidak ada edema dan
sianosis.
Hb/Ht/E/L/T :
10.7/31/4.0/7300/200.000
A : Observasi kejang pada
riwayat epilepsi + Obs Febris
hari ke 2 ec susp DF + ISPA
+ Delay development

05/03/2020 S : Orangtua mengatakan  STOP IVFD


(14.00) bahwa demam sudah  Pasien diperbolehkan
turun, batuk (+), pilek(+), pulang
kejang (-), mual (-),
muntah (-), sesak (-).
Nafsu makan membaik.
O : KU : Tampak sakit
sedang
Kesadaran :
Composmentis (GCS=15)
Frekuensi nadi : 138
x/menit
Frekuensi nafas : 26
x/mnt
SpO2 : 98%
Suhu : 36,60C

Kepala : Mikrosefali
Mata : palpebra tidak
edema, tidak terdapat
perdarahan pada
konjungtiva, konjungtiva
tidak anemis, sklera tidak
ikterik
THT : liang telinga
lapang, tidak terdapat
pernafasan cuping hidung,
tidak ada sekret hidung,
tidak ada epistaksis,
faring tidak hiperemis,
T1-T1 tenang
Mulut : mukosa bibir
lembab, lidah bersih dan
tidak terdapat perdarahan
gusi
Leher : tidak terdapat
pembesaran KGB
Thorak : simetris
- Jantung : BJ I dan II
murni, reguler,
tidak ada murmur dan
gallop
- Paru : Suara nafas
vesikuler kanan dan
kiri, tidak terdapat
ronchi pada kedua
lapang paru dan tidak
ada wheezing.
Abdomen : cembung,
bising usus positif
normal, tidak terdapat
ascites, hepar tidak teraba
membesar, lien tidak
teraba membesar.
Ekstremitas : akral
hangat, CRT < 2 detik,
tidak ada edema dan
sianosis.
A : Observasi kejang pada
riwayat epilepsi + Obs Febris
hari ke 3 ec susp DF + ISPA
+ Delay development
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Status Epileptikus

Sampai saat ini, belum terdapat keseragaman mengenai definisi status epileptikus (SE)
karena International League Againts Epilepsy (ILAE) hanya menyatakan bahwa SE adalah
kejang yang berlangsung terus menerus selama periode waktu tertentu atau berulang tanpa
disertai pulihnya kesadaran diantara kejang. Kekurangan definisi menurut ILAE tersebut adalah
batasan lama kejang tersebut berlangsung. Oleh sebab itu, sebagian para ahli membuat
kesepakatan batasan waktunya adalah selama 30 menit.

Epidemiologi

Insidens SE pada anak diperkirakan sekitar 10-58 per 100.000 anak. Status epileptikus
lebih sering terjadi pada anak usia muda, terutama usia kurang dari 1 tahun dengan estimasi
insidens 1 per 1000 bayi.

Etiologi

Secara umum, etiologi SE dibagi menjadi :

1. Simtomatis: penyebab diketahui


a. Akut: infeksi, hipoksia, gangguan glukosa atau keseimbangan elektrolit, trauma kepala,
perdarahan, atau stroke.
b. Remote, bila terdapat riwayat kelainan sebelumnya: ensefalopati hipoksik-iskemik
(EHI), trauma kepala, infeksi, atau kelainan otak kongenital
c. Kelainan neurologi progresif: tumor otak, kelainan metabolik, otoimun (contohnya
vaskulitis)
d. Epilepsi
2. Idiopatik/kriptogenik: penyebab tidak dapat diketahui

Faktor risiko

Berikut adalah beberapa kelompok pasien yang berisiko mengalami status epileptikus:

1. Epilepsi Sekitar 10-20% penderita epilepsi setidaknya akan mengalami satu kali episode status
epileptikus dalam perjalanan sakitnya. Selain itu, SE dapat merupakan manifestasi epilepsi
pertama kali pada 12% pasien baru epilepsi.

2. Pasien sakit kritis Pasien yang mengalami ensefalopati hipoksik-iskemik (EHI), trauma
kepala, infeksi SSP, penyakit kardiovaskular, penyakit jantung bawaan (terutama post-operatif),
dan ensefalopati hipertensi.

Patofisiologi

Status epileptikus terjadi akibat kegagalan mekanisme untuk membatasi penyebaran


kejang baik karena aktivitas neurotransmiter eksitasi yang berlebihan dan atau aktivitas
neurotransmiter inhibisi yang tidak efektif. Neurotransmiter eksitasi utama tersebut adalah
neurotran dan asetilkolin, sedangkan neurotransmiter inhibisi adalah gamma-aminobutyric acid
(GABA).

Tata laksana

Evaluasi tanda vital serta penilaian airway, breathing, circulation (ABC) harus dilakukan
seiring dengan pemberian obat anti-konvulsan. Pemilihan jenis obat serta dosis anti-konvulsan
pada tata laksana SE sangat bervariasi antar institusi. Berikut ini adalah algoritma tata laksana
kejang akut dan status epileptikus berdasarkan Konsensus UKK Neurologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
Keterangan:

Diazepam IV: 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg) dalam spuit, kecepatan 2 mg/menit. Bila
kejang berhenti sebelum obat habis, tidak perlu dihabiskan.

Fenobarbital: pemberian boleh diencerkan dengan NaCl 0,9% 1:1 dengan kecepatan yang sama

Midazolam buccal: dapat menggunakan midazolam sediaan IV/IM, ambil sesuai dosis yang
diperlukan dengan menggunakan spuit 1 cc yang telah dibuang jarumnya, dan teteskan pada
buccal kanan, selama 1 menit. Dosis midazolam buccal berdasarkan kelompok usia;

• 2,5 mg (usia 6 – 12 bulan)

• 5 mg (usia 1 – 5 tahun)

• 7,5 mg (usia 5 – 9 tahun)


• 10 mg (usia ≥ 10 tahun)

Tapering off midazolam infus kontinyu: Bila bebas kejang selama 24 jam setelah pemberian
midazolam, maka pemberian midazolam dapat diturunkan secara bertahap dengan kecepatan 0,1
mg/jam dan dapat dihentikan setelah 48 jam bebas kejang.

Midazolam: Pemberian midazolam infus kontinyu seharusnya di ICU, namun disesuaikan


dengan kondisi rumah sakit

Bila pasien terdapat riwayat status epileptikus, namun saat datang dalam keadaan tidak
kejang, maka dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital 10 mg/kg IV dilanjutkan dengan
pemberian rumatan bila diperlukan.

EPILEPSI

Definisi

Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan tidak terkontrol
yang disebabkan oleh kejang involunter saraf otak.

Terjadi dua atau lebih bangkitan kejang tanpa provokasi yang dipisahkan oleh interval
lebih dari 24 jam yang bersifal lokal/parsial maupun general/umum.

Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for
Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai
oleh adanya faktor predisposis yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan
neurobiologis, kognitif, dan psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya.
Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya.

Epidemiologi

Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi, sekitar lima
puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi lebih tinggi di negara
berkembang. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100.000, sementara di negara
berkembang mencapai 100/100.000.
Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan pengobatan
apapun. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibanding kan dengan perempuan.
Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan usia lanjut
diatas 65 tahun (81/100.000 kasus). Menurut Irawan Mangunatmadja dari Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi, yaitu pada usia
1 bulan sampai 16 tahun berkisar 40/100.000 kasus.

Etiologi

Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :

1. Epilepsi idiopatik
Penyebabnya tidak diketahui, meliputi ± 50% dari penderita epilepsi anak dan umumnya
mempunyai predisposis genetik, awitan biasanya pada usia >3 tahun.
2. Epilepsi simptomatik
Disebabkan oleh kelainan/ lesi pada susunan saraf pusat. Misalnya : post trauma kapitis,
infeksi susunan saraf pusat, gangguan metabolik, malformasi otak kongenital, asfiksia
neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat),
kelainan neurodegeneratif.
3. Epilepsi kriptogenik
Dianggap simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, termasuk disini adalah sindrom
West, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik.

Klasifiksi

Klasifikasi epilepsi menurut International Leage Against Epilepsy (ILAE) 1981 :

1. Kejang parsial (fokal)


a. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
 Dengan gejala motorik
 Dengan gejala sensorik
 Dengan gejala otonomik
 Dengan gejala psikis
b. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
 Awalnya parsial sederhana, kemudian dikuti dengan gangguan kesadaran
- Kejang parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran
- Dengan automatisme
 Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang
- Dengan gangguan kesadaran saja
- Dengan automatisme
c. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik), tonik atau
klonik)
 Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum
 Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum
 Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan berkembang
menjadi kejang umum.
1. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)
 Lena/ absens
 Mioklonik
 Tonik
 Klonik
 Tonik-klonik
 Atonik
2. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan

Klasifikasi epilepsi berdasarkan Sindroma menurut ILAE 1989 :

1. Berkaitan dengan letak fokus


a. Idiopatik
 Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes
 Childhood epilepsy with occipital paroxysm
b. Simptomatik
 Lobus temporalis
 Lobus frontalis
 Lobus parietalis
 Lobus oksipitalis
2. Epilepsi umum
a. Idiopatik
 Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions
 Benign myoclonic epilepsy in infancy
 Childhood absence epilepsy
 Juvenile absence epilepsy
 Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
 Epilepsy with grand mal seizures upon awakening
 Other generalized idiopathic epilepsies
b. Epilepsi umum kriptogenik atau simptomatik
 West’s syndrome (infantile spasms)
 Lennox gastaut syndrome
 Epilepsy with myoclonic astatic seizures
 Epilepsy with myoclonic absences
c. Simptomatic
 Etiologi non spesifik
 Early myoclonic encephalopathy
 Specific disease states presenting with seizures.

A. Patofisiologi

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan tranmisi pada
sinaps. Ada 2 jenis neurotransmitter, yaitu neurotransmitter eksitasi yang memudahkan
depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran
aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel nauron lebih
stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi
dapat disebut glutamate, aspartat, norepilefrin dan asetilkolin. Sedangkan neurotransmitter
inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh
kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan
istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan
polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan
melepas muatan listrik.

Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau menggangu
fungsi membran neuron sehingga memran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan
ekstra ke intraseluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas
muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh
sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas
serangan epilepsi adalah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi.
Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga
sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinapik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus
menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadan lain yang dapat menyebabkan suatu
serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting
untuk fungsi otak..

B. Gejala
1. Kejang parsial simpleks
Kejang dimana pasien akan tetap sadar. Pasien akan menglami gejala berupa :
 Deja vu : perasaan dimana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya.
 Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat
dijelaskan.
 Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian
tubuh tertentu.
 Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu.
 Halusinasi.
2. Kejang parsial (psikomotor) kompleks
Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih lama.
Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat
waktu serangan. Gejalanya meliputi :
 Gerakan seperti mencucur atau mengunyah.
 Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang.
 Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam
keadaan seperti bingung.
 Berbicara tidak jelas seperti menggumam.
3. Kejang tonik-klonik
Merupakan kejang yang paling sering. Dimana terdapat 2 tahap : tahap tonik atau
kaku diikuti tahap klonik atau kelojotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya
mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasanya didahului dengan
aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum serangan, dapat berupa : merasa
sakit perut, baal, kunang-kunag, telinga berdengung. Pada tahap klonik pasien dapat :
kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang,
berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase
klonik : terjadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, pasien tampak sangat
pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan
semacam ini.

C. Diagnosis
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan hasil
pemeriksaan EEG dan radiologis.
1. Anamnesis
Anamnesis menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan kesadaran,
meningitis encefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan penggunaan obat-
obatan tertentu.
Anamnesis meliputi ;
 Pola/bentuk serangan
 Lama serangan
 Gejala sebelum, selama dan pasca serangan
 Frekuensi serangan
 Faktor pencetus
 Ada/tidak penyakit lain yang diderita sekarang
 Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembanga
 Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
 Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi,
seperi taruma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan
neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya
serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anak-
anak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan,
organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal
gangguan pertumbuhan otak unilateral.
3. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan laboratorium tidak rutin dilakukan hanya atas indikasi berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan klinis, ditunjukkan untuk menyingkirkan adanya
penyebab kejang ekstrakranial. Pemeriksaan yang dilakukakan dapat meliputi
darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum, magnesium dan BUN.
Pemeriksaan kadar obat antikonvulsan mungkin diperlukan pada kecurigaan
ketidakpatuhan pasien terhadap regimen pengobatan.
 Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk menegakkan
diagnosis epilepsi. Akan tetapi EEG bukanlah gold standard untuk diagnosis.
Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis. Adanya kelainan fokal
pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural diotak, sedangkan
adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal :
- Asimetris irama dan voltae gelombang pada daerah yang sama pada kesua
hemisfer otak
- Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
- Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike), dan gelombang lambat yang timbul secara
paroksismal.
 Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging. Bertujuan untuk melihat
struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT scan maka
MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat
untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri serta untuk membantu terapi
pembedahan.

D. Penatalaksanaan
Tujuan terapi epilepsi adalah :
 Obat Anti Epilepsi (OAE) mulai diberikan bila diagnosis apilepsi sudah dipastikan, terdapat
minimal 2 kali bangkita dalam setahun, pasien dan keluarga telah mengetahui tujuan
pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya.
 Strategi pengobatan. Dimulai dengan monoterapi OAE lini pertama sesuai dosis, kemudian
ditingkatkan dosisnya sampai bangkitan teratasi/ didapat hasil yang optimal dan konsentrasi
plasma OAE pada kadar yang maksimal. Jika bangkitan masih tidak teratasi, secara
bertahap ganti ke OAE lini kedua sebelum pemberian politerapi.
 Konseling. Beritahukan kepada keluarga dan pasien bahwa penggunaan OAE jangka lama
tidak akan menimbulkan perlambatan mental permanen dan pencegahan kejang untuk 1-2
tahun dapat menurunkan kemungkinan bangkitan berulang..
 Penanganan jangka panjang. Teruskan pengobatan OAE sampai pasien bebas bangkitan
sekurang-kurangnya 1-2 tahun.

Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk memulai terapi bila kemungkinan
kekambuhan tinggi, yaitu bila : dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG, terdapat riwayat
epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala disertai penurunan kesadaran.
Jika sudah jelas diagnosis epilepsi obat anti epilepsi (OAE) dapat diberikan sesuai jenis dan
klasifikasi epilepsi. Sesuai kesepakatan dokter neurologi anak IDAI terapi dimulai jika interval
antara 2 episode kejang kurang dari 6 bulan. Prinsip pengobatan epilepsi adalah monoterapi
dengan dosis yang bisa memberantas kejang. Mulai dengan dosis kecil terlebih dahulu, naikkan
secara bertahap jika masih terdapat kejang. Obat anti epilepsi dapat dinaikkan sampai dosis
maksimal, jika dengan dosis 2 OAE kejang sudah terkontrol OAE pertama dapat dicoba
diturunkan secara bertahap. Jika dengan monoterapi kedua kejang kembali ada maka tetap
diberikan politerapi dengan 2 OAE. Lama pemberian OAE sampai 2 tahun bebas kejang, EEG
ulang dilakukan untuk evaluasi jika hasil EEG normal OAE dapat diturunkan bertahap selama 3-
4 bulan. Jika EEG abnormal, OAE dianjurkan sampai 3 tahun bebas kejang, setelah itu dilakukan
evaluasi EEG ulang.

Selama pengobatan jika masih ada kejang, sebelum menaikkan dosis OAE atau menambah
OAE dinilai dahulu kepatuhan minum obat, adakah faktor pencetus kejang.

Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi :

 Meningkatkan neurotransmitter inhibisi (GABA)


 Menurunkan eksitasi : melalui modifikasi konduksi ion Na, Ca, K dan Cl atau aktivitas
neurotransmitter.

Penghentian pemberian OAE :

Pada anak-anak penghentian pemberian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan


setelah 2 tahun bebas serangan.

Syarat umum menghentikan OAE adalah :

 Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah 2 tahun
bebas serangan.
 Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan
dalam jangka waktu 3-6 bulan.
 Bila digunakan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan
utama.
Pilihan OAE pertama

Nama obat Indikasi Kontraindikasi Dosis


Fenobarbital Epilepsi umum Absans 4-6 mg/kg/hari
Epilepsi fokal dibagi 2 dosis

Fenitoin Epilepsi fokal Mioklonik 5-7 mg/kg/hari


dibagi 2 dosis
Asam valproat Epilepsi umum 15-40 mg/kg/hari
Epilepsi fokal dibagi 2 dosis
Absans Target awal : 15-20
Mioklonik mg/kg/hari
Karbamazepin Epilepsi fokal Mioklonik 10-30 mg/kg/hari
Absans dibagi 2-3 dosis
Mulai dengan dosis
5-10 mg/kg/hari
Dinaikkan setiap 5-
7 hari, 5
mg/kg/hari
Target awal : 15-20
mg/kg/hari

Pilihan OAE lini kedua

Nama obat Indikasi Dosis


Topiramat Epilepsi umum 3-9 mg/kg/hari dibagi 2-3 dosis
Epilepsi fokal Mulai dari dosis 0.5-1 mg/kg/hari
Dinaikkan setiap 1-2 minggu hingga
dosis 5-9 mg/kg/hari
Levitiracetam Epilepsi fokal 10-30 mg/kg/hari dibagi 2-3 dosis
Epilepsi umum Mulai dari dosis 5-10 mg/kg/hari
Absans Dapat dinaikkan setiap 5-7 hari hingga
Mioklonik dosis 30 mg/kg/hari
Oxcarbazepine Epilepsi fokal 10-30 mg/kg/hari dibagi 2-3 dosis
Benign rolandic Mulai dengan dosis 5-10 mg/kg/hari
epilepsy Dapat dinaikkan setiap 5-7 hari hingga
dosis 30 mg/kg/hari
Lamotrigine Epilepsi umum 0.5-5 mg/kg/hari dibagi 2-3 dosis
Epilepsi fokal Mulai dengan dosis 5-10 mg/kg/hari
Absans Dapat dinaikkan setiap 2 minggu hingga
Mioklonik dosis 5 mg/kg/hari

Medikamentosa
Jika pasien datang dalam keadaan kejang, penghentian kejang harus segera dilakukan tanpa
menunggu anamnesis dan pemeriksaan fisis lengkap
Bila diagnosis epilepsi telah ditegakkan, ditentukan regimen terapi antikonvulsan sesuai jenis
epilepsi. Terapi antikonvulsan diberikan sampai pasien bebas kejang selama 2 tahun.
Edukasi
Edukasi mengenai penyakit dan pengobatannya, termasuk kepatuhan minum obat dan efek
samping obat.
Edukasi mengenai fungsi dalam kehidupan sehari-hari :
 Pasien dapat beraktivitas normal seperti anak-anak lain seusianya, termasuk berolahraga
 Pada aktivitas fisik tertentu, seperti berenang sebaiknya pasien ditemani orang lain.

Aktivitas fisik yang ekstrem, kurang tidur, stress psikis sebaiknya dihindari.

Pemantauan

Pemantauan dilakukan untuk mengetahui kepatuhan minum obat, respon terhadap obat dan
timbulnya efek samping obat (bila perlu dilakukan pemeriksaan darah tepi dan fungsi hati)
juga perlu dilakukan evaluasi neurologik ulang secara berkala.

E. Prognosis
Terkadang pasien mengalami perjalanan penyakit yang memburuk sejak permulaan penyakit dan
mungkin meninggal dalam beberapa tahun sejak pertama kali timbul gejala.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2 FK UI. Jakarta : Info Medika Jakarta
2. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 1. Jakarta: EGC.
3. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 vol 2. Jakarta: EGC
4. PERDOSSI. Pedoman tatalaksana epilepsi. Ed: 3. Jakarta. 2008
5. Price dan wilson. 2006. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed: 6.
Jakarta: EGC
6. Tjahjadi, dkk. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In: Kapita Selekta Neurologi.
Yogyakarta; gadjah Mada University Press. 2005

Anda mungkin juga menyukai