LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Umur : 10 Jam
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
B. Pemeriksaan Fisik
Umur : 10 Jam
Panjang Badan : 49 cm
Tanda Vital :
CRT :<3”
Rambut : Hitam
konjungtiva (-/-)
Mulut : Simetris, sianosis (+), mukosa bibir basah, celah bibir (-), celah
palatum (-)
Abdomen : Supel, Hati teraba 1/3 bagian hati, bising usus (+) normal
Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas
Bayi lahir spontan dipuskesmas matraman pada jam 04 : 35 wib dengan berat lahir 2360
gram, P B 4 9 c m , H r 1 6 7 x / m e n i t S b 3 6 , 5 ’ C , s a t u r a s i 9 7 % , u s i a k e h a m i l a n
G 1 P 0 A 0 h a m i l 3 6 m i n g g u ( u k u s g h a m i l a t e r m ) , grunting (+), retraksi suprasternal
(+), lemah (+), PCH (+), sianosis (+), warna air ketuban jernih, riwayat kelahiran kepala spontan.
Tindakan di pkm Pemberian 02 NC 0,5 Lpm, CPAP : PIP = 25, PEEP = 7, terapi Vit K, HB0 (+),
Ballard skor 35 – 36 minggu, downe skor 2 - 3
Tanggal/
Kehamilan Jenis Persali Hidup/M Penyakit
tahun JK BBL
ke Nan ati Waktu Hamil
kelahi-ran
11
1 (ini) September/ Spontan L 2360 Hidup Ispa
2019 Pharingitis Akut
Kelahiran : Tunggal
Penilaian
Tanda 0 1 2 menit ke
1 5
Frekuensi
tidak ada < 100 >100 2 2
Jantung
Tidak menangis
Usaha bernafas Lambat 2 2
Ada kuat
Ekstremitas Gerakan
Tonus otot Lumpuh 0 1
fleksi sedikit Aktif
Refleks terhadap Tidak Gerakan Reaksi
1 1
rangsangan Bereaksi Sedikit Melawan
Tubuh
Biru / kemerahan,
Warna Kemerah-an 1 2
Pucat tangan dan
kaki biru
A.Tatalaksana
Pakaikan pakian bayi, halus, lembut, topi bayi, sarung tangan dan kaki bayi jaga tetap hangat
Pemberian
- Ampicilin 2 x 125mg
I.3. RESUME
Pemeriksaan Fisik :
I II III
NKB SMK 36 Minggu Bayi berat lahir Sesak Napas
rendah
Sepsis neonatorm
awitan dini (SNAD)
I.5. Hasil Pemeriksaan penunjang
- Hb : 14.8
- Ht : 42
- Leukosit : 24.900
- Trombosit : 323.000
- GDS : 73
Na : 137
K : 5.0
Cl : 105
Diagnosa Kerja
S : Retraksi dinding dada (+), grunting (+), Pernapasan cuping hidung(+),gerakan bayi aktif,
menangiskuat
S : Retraksi dinding dada (+), grunting (+), Pernapasan cuping hidung(+),gerakan bayi aktif,
menangiskuat
S : Retraksi dinding dada (+), grunting (+), Pernapasan cuping hidung(+),gerakan bayi aktif,
menangiskuat
S : Retraksi dinding dada (-), grunting (+), Pernapasan cuping hidung(-),gerakan bayi aktif,
menangiskuat
S : Retraksi dinding dada (+), grunting (+), Pernapasan cuping hidung(+),gerakan bayi aktif,
menangiskuat
S : Retraksi dinding dada (-), grunting (-), Pernapasan cuping hidung(-),gerakan bayi aktif,
menangiskuat
S : Retraksi dinding dada (-), grunting (-), Pernapasan cuping hidung(-),gerakan bayi aktif,
menangiskuat
S : Retraksi dinding dada (-), grunting (-), Pernapasan cuping hidung(-),gerakan bayi aktif,
menangiskuat
S : Retraksi dinding dada (+), grunting (+), Pernapasan cuping hidung(+),gerakan bayi aktif,
menangiskuat
S : Retraksi dinding dada (+), grunting (+), Pernapasan cuping hidung(+),gerakan bayi aktif,
menangiskuat
S : Retraksi dinding dada (+), grunting (+), Pernapasan cuping hidung(+),gerakan bayi aktif,
menangiskuat
S : Retraksi dinding dada (+), grunting (+), Pernapasan cuping hidung(+),gerakan bayi aktif,
menangiskuat
S : Retraksi dinding dada (+), grunting (+), Pernapasan cuping hidung(+),gerakan bayi aktif,
menangiskuat
S : Retraksi dinding dada (+), grunting (+), Pernapasan cuping hidung(+),gerakan bayi aktif,
menangiskuat
ANALISA KASUS
1. Mengapa pasien ini di diagnosis Bayi berat lahir rendah + neonatus cukup bulan +
Gawat nafas e.c. suspek SNAD ?
Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Bayi berat
lahir rendah mungkin disebabkan oleh :
Pada bayi ny. W didapatkan hasil pemeriksaan BB 2360 gram dan dari hasil pemeriksaan
new ballard score dan maturitas fisik didapatkan skor 32 yang menyatakan masa kehamilan
36 minggu.
ü Gawat nafas e.c. suspek SNAD
Definisi gawat nafas adalah : suatu keadaan meningkatnya kerja pernapasan yang ditandai
dengan :
2. Retraksi : Retraksi : cekungan atau tarikan interkostal atau dibawah sternum (substernal)
selama inspirasi
5. Sianosis : sianosis sentral yaitu warna kebiruan pada bibir (berbeda dengan biru lebam atau
warna membran mukosa. Sianosis sentral tidak pernah normal, selalu memerlukan perhatian
dan tindakan segera. Mungkin mencerminkan abnormalitas jantung, hematologik atau
pernapasan yang harus dilakukan tindakan segera.
7. Bila takipneu, retraksi, cuping hidung, dan grunting menetap pada beberapa jam setelah
lahir, ini merupakan indikasi adanya gangguan napas
2. Permasalahan apa saja yang dapat ditemui pada bayi berat lahir rendah dan
neonatus cukup bulan ?
Ø Kesulitan bernafas
a. defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke sindrom gawat pernafasan
b. resiko aspirasi karena refleks tersedak dan batuk yang buruk, pengisapan dan
penelanan yang tidak terkoordinasi
c. thorax yang dapat menekuk da otor pernafasan yang lemah
d. pernafasan periodik dan apneu
Ø Ketidakmatangan hepar
a. konjugasi dan ekskresi bilirubin yang terganggu
b. defisiensi faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K
Ø Permasalahan hematologi
a. anemia
b. hiperbilirubinemia, terutama indirek
c. koagulasi intravaskuler menyebar (DIC)
d. penyakit perdarahan pada neonatus (HDN)
Bayi dengan berat lahir 2360 gram umumnya cukup kuat untuk mulai minum sesudah
dilahirkan. Jaga bayi tetap hangat dan kontrol infeksi.
Sebagian bayi dengan berat lahir 2360 – 2500 gram mungkin perlu perawatan ekstra, tetapi
dapat secara normal bersama ibunya untuk diberi minum dan kehangatan, terutama jika
kontak kulit-ke-kulit dapat dijaga.
Pemberian Minum
Mulailah memberikan ASI dalam 1 jam sesudah kelahiran. Kebanyakan bayi mampu
mengisap. Bayi yang dapat mengisap harus diberi ASI. Bayi yang tidak bisa menyusu harus
diberi ASI perah dengan cangkir dan sendok. Ketika bayi mengisap dari puting dengan baik
dan berat badan bertambah, kurangi pemberian minum melalui sendok dan cangkir.
Periksalah bayi sekurangnya dua kali sehari untuk menilai kemampuan minum, asupan
cairan, adanya suatu TANDA BAHAYA atau tanda-tanda adanya infeksi bakteri berat. Jika
terdapat salah satu tanda ini, lakukan pemantauan ketat di tempat perawatan bayi baru lahir
seperti yang dilakukan pada Berat Bayi Lahir Sangat Rendah (BBLSR). Risiko merawat anak
di rumah sakit (misalnya mendapat infeksi nosokomial), harus seimbang dengan manfaat
yang diperoleh dari perawatan yang lebih baik.
Bayi-bayi ini berisiko untuk hipotermia, apnu, hipoksemia, sepsis, intoleransi minum dan
enterokolitis nekrotikan. Semakin kecil bayi semakin tinggi risiko. Semua Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) harus dikirim ke Perawatan Khusus atau Unit Neonatal.
Tatalaksana
• Beri oksigen melalui pipa nasal atau nasal prongs jika terdapat salah satu tanda
hipoksemia.
Suhu
• Lakukanlah perawatan kulit-ke-kulit di antara kedua payudara ibu atau beri pakaian di
ruangan yang hangat atau dalam humidicrib jika staf telah berpengalaman dalam
menggunakannya. Jika tidak ada penghangat bertenaga listrik, botol air panas yang
dibungkus dengan handuk bermanfaat untuk menjaga bayi tetap hangat. Pertahankan
suhu inti tubuh sekitar 36,5 – 37,5º C dengan kaki tetap hangat dan berwarna
kemerahan.
• Bayi sangat kecil yang ditempatkan di bawah pemancar panas atau terapi sinar
memerlukan lebih banyak cairan dibandingkan dengan volume biasa. Lakukan
perawatan hati-hati agar pemberian cairan IV dapat akurat karena kelebihan cairan
dapat berakibat fatal.
• Jika mungkin, periksa glukosa darah setiap 6 jam hingga pemberian minum enteral
dimulai, terutama jika bayi mengalami apnu, letargi atau kejang. Bayi mungkin
memerlukan larutan glukosa 10%.
• Mulai berikan minum jika kondisi bayi stabil (biasanya pada hari ke-2, pada bayi
yang lebih matur mungkin pada hari ke-1). Pemberian minum dimulai jika perut tidak
distensi dan lembut, terdapat bising usus, telah keluar mekonium.
• Pemberian susu dimulai dengan 2-4 mL setiap 1-2 jam melalui pipa lambung.
Beberapa BBLR yang aktif dapat minum dengan cangkir dan sendok atau pipet
steril. Gunakan hanya ASI jika mungkin. Jika volume 2-4 mL dapat diterima tanpa
muntah, distensi perut atau retensi lambung lebih dari setengah yang diminum,
volume dapat ditingkatkan sebanyak 1-2 mL per minum setiap hari. Kurangi atau
hentikan minum jika terdapat tanda-tanda toleransi yang buruk. Jika target pemberian
minum dapat dicapai dalam 5-7 hari pertama, tetesan IV dapat dilepas untuk
menghindari infeksi.
• Faktor-faktor risiko sepsis adalah: bayi yang dilahirkan di luar rumah sakit atau
dilahirkan dari ibu yang tidak sehat, pecah ketuban <18 jam, bayi kecil (mendekati 1
kg).
• Jika terdapat salah satu TANDA BAHAYA atau tanda lain infeksi bakteri berat
mulailah pemberian antibiotik.
Apnu
• Amati bayi secara ketat terhadap periode apnu dan bila perlu rangsang pernapasan
bayi dengan mengusap dada atau punggung. Jika gagal, lakukan resusitasi dengan
balon dan sungkup.
• Jika bayi mengalami episode apnu lebih dari sekali dan atau sampai membutuhkan
resusitasi berikan sitrat kafein atau aminofilin.
• Kafein lebih dipilih jika tersedia. Dosis awal sitrat kafein adalah 20 mg/kg oral atau
IV (berikan secara lambat selama 30 menit). Dosis rumatan sesuai anjuran (lihat dosis
obat untuk bayi baru lahir).
• Jika kafein tidak tersedia, berikan dosis awal aminofilin 10 mg/kg secara oral atau IV
selama 15-30 menit. Dosis rumatan sesuai anjuran.
• Suhu tubuh bertahan pada kisaran normal (36-37ºC) dengan pakaian terbuka.
BBLR harus diberi semua vaksin yang dijadwalkan pada saat lahir dan jika ada dosis kedua
pada saat akan dipulangkan.
Konseling pada saat BBLR pulang
Timbang berat badan, nilai minum dan kesehatan secara umum setiap minggu hingga berat
badan bayi mencapai 2,5 kg.
fetus, karena itu meningkatkan insidensi eritema toksikum. Namun, komplikasi paling berat
dari pengeluaran mekonium intrauterin adalah aspirasi sebelum, selama, dan sesudah
kelahiran. Aspirasi menyebabkan hipoksia melalui 4 efek mayor1 : obstruksi jalan nafas,
disfungsi surfaktan, pneumonitis kimia, dan hipertensi pulmonal.
A. Defenisi Sepsis
Sepsis adalah respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain.
Tubuh mengadakan respon inflamasi secara luas terhadap infeksi yang dapat terjadi secara
berlebihan diluar kendali dan meningkatkan risiko bahaya. Sepsis merupakan suatu keadaan
yang sangat serius. Bahkan walaupun sepsis telah
diketahui dan dirawat dini, sepsis dapat menyebabkan syok, kerusakan organ, cacat
permanen atau kematian.
Pemahaman mengenai terminologi merupakan hal yang penting untuk dapat mengerti
terjadinya sepsis. Selama ini definisi umum mengenai sepsis telah ada untuk pasien dewasa,
namun belum pada pasien anak. Perlu modifikasi banyak variabel dari pemeriksaan fisik dan
laboratorium untuk menjelaskan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan disfungsi
organ dalam perjalanan dan tingkatan sepsis pada anak.
Variabel klinis yang digunakan untuk menjelaskan SIRS atau disfungsi organ sangat
dipengaruhi oleh perubahan fisik normal yang terjadi sesuai umur anak. Oleh karena itu, definisi
sepsis pada anak didasarkan pada nilai normal tanda vital dan nilai laboratorium yang spesifik
menurut umur. Pembagian menurut umur dapat dilihat di tabel 1 :
Tabel 1. Pembagian umur anak untuk definisi severe sepsis
Sepsis
SIRS karena adanya atau akibat infeksi, baik yang dicurigai maupun yang sudah terbukti.
Severe Sepsis
Sepsis ditambah salah satu berikut : disfungsi organ kardiovaskuler atau sindrom distress
pernafasan akut atau disfungsi dua atau lebih organ. Disfungsi organ
B. Epidemiologi
Angka kejadian sepsis neonatorum di dunia diperkirakan 1-10 kasus per 1000 kelahiran
hidup dan 1 per 250 kelahiran prematur.Angka kejadian sepsis neonatorum di negara maju 1-4
per 1000 kelahiran, di Asia Tenggara berkisar 2,1-16 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan untuk
angka kejadian sepsis neonatorum di beberapa rumah sakit rujukan di Indonesia berkisar antara
1,5%-3,72% dengan angka kematian mencapai 37,09%-80%9,10 Keragaman angka kejadian pada
masing-masing rumah sakit dapat dihubungkan dengan angka prematuritas, perawatan prenatal,
pelaksanaan persalinan, dan kondisi lingkungan di ruang perawatan.
Angka sepsis neonatorum meningkat secara bermakna pada bayi dengan berat badan lahir
rendah dan bila ada faktor risiko ibu (obstetrik) atau tanda-tanda korioamnionitis seperti ketuban
pecah lama (>18 jam), demam intrapartum ibu(>37,5°C), leukositosis ibu (>18.000), pelunakan
uterus, dan takikardia janin (>180 kali/menit). Sedangkan faktor risiko host untuk sepsis
neonatorum adalah jenis kelamin laki-laki, cacat imun didapat atau kongenital, galaktosemia
(Escherichia coli), pemberian besi intramuskular, anomali kongenital (saluran kencing, asplenia,
myelomeningokel, saluran sinus), omfalitis, dan kembar (terutama kembar kedua dari janin yang
terinfeksi). Prematuritas merupakan faktor risiko baik pada SNAD maupun SNAL.
Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat menyebabkan infeksi
berat yang mengarah ke terjadinya sepsis. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh
bakteri 2,4,8,9.
Selain itu juga dapat disebabkan oleh Klebsiella, Enterobacter, Proteus, Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Candida albicans.
Kuman patogen tersebut dapat masuk dari berbagai tempat, dan tempat tersebut
behubungan dengan jenis kuman yang menyebabkan sepsis. Berikut tabel tempat yang dapat
menjadi sumber sepsis.
Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi melalui ibu
selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus, antara lain:
Perdarahan
Demam yang terjadi pada ibu
Infeksi pada uterus atau plasenta
Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran. Menurut
Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada
vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi
selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis
karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-
prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas
melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di
permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat
seperti yang telah disebut di atas .
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang bila
tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat mengarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya
bahwa bakteri telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda
paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua
bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian
menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam darah.
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus
bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun.
D. Klasifikasi
E. Patofisiologi
Patofisiologi sepsis bayi baru lahir merupakan interaksi respon kompleks antara
mikroorganisme patogen dan pejamu. Keadaan hiperinflamasi yang terjadi pada sepsis melibatkan
beberapa komponen, yaitu : bakteri, sitokin, komplemen, sel netrofil, sel endotel, dan
mediator lipid. Faktor inflamasi, koagulasi dan gangguan fibrinolisis memegang peran penting
dalam patofisiologi sepsis. Meskipun manifestasi klinisnya sama, proses molecular dan seluler
untuk menimbulkan respons sepsis tergantung mikroorganisme penyebab, sedangkan tahapan-
tahapan pada respons sepsis sama dan tidak tergantung penyebab. Respons inflamasi terhadap
bakteri gram negatif dimulai dengan pelepasan lipopolisakarida (LPS), suatu endotoksin dari
dinding sel yang dilepaskan pada saat lisis, yang kemudian mengaktifasi sel imun non spesifik
(innate immunity) yang didominasi oleh sel fagosit mononuklear. LPS terikat pada protein
pengikat LPS saat di sirkulasi
Kompleks ini mengikat reseptor CD4 makrofag dan monosit yang bersirkulasi. Kompleks
lipopolisakarida berinteraksi dengan kelompok molekul yang disebut toll like receptor (TLR).
Reseptor TLR menterjemahkan sinyal ke dalam sel dan terjadi aktifasi regulasi protein (nuclear
factor kappa β /NFkB). Organisme gram positif, jamur dan virus memulai respons inflamasi
dengan pelepasan eksotoksin / superantigen dan komponen antigen sel. Eksotoksin bakteri gram
positif juga dapat merangsang proses yang sama. Molekul TLR2 leukosit berperan terhadap
pengenalan bakteri gram positif dan TLR4 untuk pengenalan endotoksin bakteri gram negatif.
Sitokin proinflamasi primer yang diproduksi adalah tumour necrosis factor (TNF) α, interleukin
(IL)1, 6, 8, 12 dan interferon (IFN) γ. Peningkatan IL-6 dan IL-8 mencapai kadar puncak 2 jam
setelah masuknya endotoksin. Sitokin ini dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau
tidak langsung melalui mediator sekunder (nitricoxide, tromboksan, leukotrien, platelet
activating factor (PAF), prostaglandin), dan komplemen. Mediator proinflamasi ini mengaktifasi
berbagai tipe sel, memulai kaskade sepsis dan menghasilkan kerusakan endotel Imunoglobulin
pertama yang dibentuk fetus sebagai respons infeksi bakteri intrauterin adalah Ig M dan Ig A. Ig
M dibentuk pada usia kehamilan 10 minggu yang kadarnya rendah saat lahir dan meningkat saat
terpapar infeksi selama kehamilan. Peningkatan kadar IgM merupakan indikasi adanya infeksi
fetal. Ada 3 mekanisme terjadinya infeksi neonatus yaitu saat bayi dalam kandungan / pranatal,
saat persalinan / intranatal, atau setelah lahir / pascanatal.
Interaksi faktor inisiasi dan mediator proinflamasi host (+) dan anti
inflamasi (-) pada infeksi dan proses terjadinya SIRS dan syok sepsis
Paparan infeksi pranatal terjadi secara hematogen dari ibu yang menderita penyakit
tertentu, antara lain infeksi virus atau parasit seperti Toxoplasma,Rubella, Cytomegalovirus,
Herpes (infeksi TORCH), ditansmisikan secara hematogen melewati plasental ke fetus. Infeksi
transplasenta dapat terjadi setiap waktu selama kehamilan. Infeksi dapat menyebabkan aborsi
spontan lahir mati, penyakit akut selama masa neonatal atau infeksi persisten dengan sekuele.
Infeksi bakteri lebih sering di dapat saat intranatal atau pascanatal. Selama dalam kandungan
janin terlindung dari bakteri ibu karena adanya cairan dan lapisan amnion. Bila terjadi kerusakan
lapisan amnion, janin berisiko menderita infeksi melalui amnionitis.
Neonatus terinfeksi saat persalinan dapat disebabkan oleh aspirasi cairan amnion yang
mengandung lekosit maternal dan debris seluler mikroorganisme, berakibat pneumonia. Paparan
bayi terhadap bakteri terjadi pertama kali saat ketuban pecah atau dapat pula saat bayi melalui
jalan lahir. Pada saat ketuban pecah, bakteri dari vagina akan menjalar ke atas sehingga
kemungkinan infeksi dapat terjadi pada janin (infeksi transmisi vertikal).
Paparan infeksi yang terjadi saat kehamilan, proses persalinan dimasukkan ke dalam
kelompok infeksi paparan dini (early onset of neonatal sepsis) dengan gejala klinis sepsis,
terlihat dalam 3-7 hari pertama setelah lahir. Infeksi yang terjadi setelah proses kelahiran
biasanya berasal dari lingkungan sekitarnya. Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui udara
pernapasan, saluran cerna, atau melalui kulit yang terinfeksi. Bentuk sepsis semacam ini dikenal
dengan sepsis paparan lambat (late onset of neonatal sepsis). Selain perbedaan dalam waktu
paparan kuman, kedua bentuk infeksi ini (early onset dan late onset) sering berbeda dalam jenis
kuman penyebab infeksi. Walaupun demikian patogenesis, gejala klinik, dan tata laksana dari
kedua bentuk sepsis tersebut tidak banyak berbeda.
Faktor risiko terjadinya sepsis pada neonatus dapat berasal dari faktor
ibu, bayi dan faktor lain.
Faktor risiko ibu:
1. Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam maka
kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis maka
kejadian sepsis meningkat menjadi 4 kali.
2. Infeksi dan demam (> 38°C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis, infeksi saluran
kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (group B streptococi = GBS), kolonisasi perineal
oleh E. Coli, dan komplikasi obstetric lainnya.
3. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau
4. Kehamilan multipel.
F. Manifestasi Klinis
Tanda klinis sepsis neonatorum tidak spesifik, berhubungan dengan karakteristik kuman
penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman. Neonatus dengan sepsis hipertermia,
distres pernapasan, apnea, sianosis, kuning, hepatomegali, hipotermia, anoreksia, letargi,
kesulitan minum, muntah, distensi abdomen, dan diare.
Manifestasi klinis sepsis neonatorum.
Neonatus dengan sepsis bakterialis dapat disertai dengan gejala-gejala nonspesifik atau
tanda-tanda fokal infeksi antara lain; temperatur yang tidak stabil, hipotensi, perfusi buruk (pucat
dan atau berbercak-bercak), asidosis metabolik, takikardi atau bradikadi, apnoe, distres
pernafasan, merintih, sianosis, irritable, letargi, kejang, intoleransi makanan, distensi abdomen,
ikterus, petechiae, purpura, dan perdarahan. Manifestasi awal biasanya terbatas pada gejala pada
satu sistem organ saja seperti apnoe saja atau takipnu dengan retraksi atau takikardi. Tetapi dapat
pula langsung bermanifestasi berat dengan disfungsi multiorgan. Bayi harus dire-evaluasi secara
berkala untuk menilai apakah gejala telah berkembang dari ringan menjadi berat. Komplikasi
lanjut dari sepsis meliputi gagal nafas, hipertensi pulmonal, gagal jantung, syok, gagal ginjal,
disfungsi hepar, udem serebral atau trombosis, perdarahan atau insufisiensi adrenal, disfungsi
sum-sum tulang (neutropenia, trombositopenia, anemia), dan DIC.
Diagnosis
Seorang bayi memiliki risiko sepsis bila memenuhi dua kriteria mayor atau satu kriteriamayor ditambah
dua kriteria minor. Kriteria tersebut yaitu
FAKTOR RISIKO MAYOR
Sepsis neonatorum didiagnosis berdasarkan manifestasi klinis dan disertai dengan pemeriksaan
penunjang berupa:
Laboratorium
1. Darah rutin
Darah rutin yaitu jumlah leukosit PMN, jumlah trombosit, dan preparat darah hapus. Pada preparat
darah hapus yang perlu diperhatikan adalah jumlah leukosit imatur (neutropenia <1800/ul) sehingga dapat
diperhitungkan rasio netrofil imatur dengan netrofil total. Dimana dikatakan terinfeksi apabila I:T rasio
> 0,2. Preparat darah hapus menunjukkan gambaran hemolisis, hipergranulasi, hipersegmentasi, toksik
granulasi. Pemeriksaan darah yang dilakukan untuk mendukung diagnosis neonatus sepsis menurut sistem
skor.
Tabel Sistem skor hematologis untuk prediksi sepsis neonaturum (Kriteria Rodwell)
Jika jumlah skor lebih atau sama dengan 3 maka kemungkinan besar sepsis.
2. Kultur
Untuk membuktikan adanya sepsis bakterial, organisme harus diisolasi dari kultur darah atau cairan
tubuh steril seperti cairan cerebrospinal, cairan sendi, cairan peritoneal dan pleura. Kultur darah merupakan
gold standard dalam diagnosis sepsis. Cairan lumbal diperiksa pada neonatus sakit kritis dengan kultur
darah positif, gambaran klinik septikemia, sebab meningitis ditemukan pada 1 dari 4 sepsis neonatorum.
Hasil kultur positif merupakan tanda definitif terdapatnya bakteri patogen, hasil biakan baru diperoleh
minimal 3-5 hari. Kultur dapat negatif disebabkan oleh bakteremia transien, spesimen darah kurang,
proses spesimen yang tidak optimal dan antibiotik diberikan intrapartum.
4. Prokalsitonin
Prokalsitonin dikatakan lebih superior daripada protein fase akut lainnya termasuk CRP,
dengan sensitivitas dan spesifisitas berkisar dari 87-100%. Selain itu prokalsitonoin juga berguna
untuk mengindikasikan keparahan infeksi, memantau kemajuan pengobatan dan memperkirakan
hasil keluaran. Pengukuran kuantitatif dilakukan dengan menggunakan immunoluminometric
assay (ILMA) dengan 2 antibodi monoklonal.
5. Interleukin
Interleukin -6 (IL-6) adalah sitokin pleiotropic yang terlibat dalam berbagai aspek dari
sistem imunitas. IL-6 disintesis oleh berbagai macam sel seperti monosit, sel endotel, dan
fibroblas, setelah stimulasi TNF dan IL-1. Petanda ini mengindukasi sintesis protein fase akut
hepatik termasuk CRP dan fibrinogen. Pada sebagian besar kasus sepsis neonatorum, interleukin-
6 meningkat secara cepat. Peningkatan terjadi beberapa jam sebelum peningkatan konsentrasi
CRP dan akan menurun sampai kadar tidak terdeteksi dalam 24 jam.
b. Gangguan fungsi organ
Adanya proses inflamasi sistemik akan mengakibatkan gangguan fungsi organ yang
selanjutnya menimbulkan gangguan koagulasi, hipotensi, gangguan perfusi jaringan, dan
akhirnya kegagalan fungsi organ serta kematian. Manifestasi klinis gangguan fungsi paru berupa
takipnu, hipoksemia, dan alkalosis respiratorik. Jika keadaan berat terjadi ARDS (acute
respiratory distress syndrome). Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi paru adalah Analisis Gas Darah (AGD).
Adanya kerusakan hati dapat diketahui dengan peningkatan Serum Glutamic Oxaloacetat
Transaminase (SGOT), Serum Glutamic Pyruvat Transaminase (SGPT) bilirubin serum, amonia,
dan alkali fosfatase.
Gangguan fungsi ginjal terjadi karena adanya hipovolemia dan vasodilatasi yang
menyebabkan hipoperfusi renal, sehingga menimbulkan akut tubular nekrosis, uropati obstruktif,
nefritis interstisial rabdomiolisis dan glomerulonefritis. Gagal ginjal akut terjadi pada 50% penderita
Keterlibatan sistem hematologi ditandai dengan adanya anemia, leukopenia dan
trombositopenia. Diseminated Inntravascular Coagulophaty (DIC) menyebabkan terjadinya
konsumsi trombosit yang berlebihan. Akibat adanya pembentukan formasi trombus
mikrovaskular dan inhibisi dari fibrinolisis menyebabkan semakin banyaknya pelepasan sitokin,
molekul adhesi dari sel proinflamasi dari kaskade sepsis. Petanda yang dapat dijumpai adalah
kenaikan Prothrombin Time, Partial Thromboplastine Time, D-Dimer dan produk-produk
pemecahan fibrinogen.
Penatalaksanaan
Pemberian ampisilin profilaksis intrapartum dapat menurunkan insidensi sepsis
neonatorum SGB secara drastis, namun di sisi lain akan meningkatkan insidens sepsis yang
disebabkan oleh bakteri Gram negatif dan yang resisten terhadap ampisilin. Ampisilin dan
sefalosporin generasi ketiga (sefotaksim, seftriakson, seftazidim) dilaporkan dapat menyebabkan
organisme Gram negatif memproduksi ESBL yang selanjutnya menimbulkan masalah resistensi.
Oleh karena itu, terapi kombinasi antibiotik betalaktam dan aminoglikosida sangat dianjurkan
untuk mencegah resistensi tersebut.
Karbapenem digunakan di laboratorium untuk menginduksi organisme pembawa gen
beta-laktamase yang terekspresi agar mengekspresikan gen dan memproduksi beta-laktamase.
Jadi, penggunaan imipenem dan meropenem secara berlebihan justru akan menyebabkan
organisme memproduksi beta-laktamase. Oleh karena itu, karbapenem tidak boleh digunakan
secara luas di unit perawatan intensif neonatus (UPIN), dan penggunaannya harus dibatasi hanya
pada kasus berat, yakni pada organisme yang memproduksi ESBL dan sefalosporinase. Antibiotik
tidak boleh digunakan sebagai terapi profilaksis (pada bayi dengan intubasi, memakai kateter
vaskular sentral, chest drain) karena terbukti tidak efektif untuk pencegahan sepsis. Bila bakteri
tumbuh pada pipa endotrakeal, hal itu berarti telah terjadi kolonisasi dan pengobatan profilaksis
tidak akan mengurangi kolonisasi (kultur pipa endotrakeal akan tetap positif) serta tidak akan
mencegah sepsis, tetapi justru meningkatkan resistensi terhadap antibiotik.
a. Pemilihan antibiotik untuk sepsis neonatorum awitan dini
Pada bayi dengan SNAD, terapi empirik harus meliputi SGB, E. coli, dan Listeria
monocytogenes. Kombinasi penisilin atau ampisilin ditambah aminoglikosida mempunyai
aktivitas antimikroba lebih luas dan umumnya efektif terhadap semua organisme penyebab
SNAD. Kombinasi ini sangat dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas antibakteri.
b. Pemilihan antibiotik untuk sepsis neonatorum awitan lambat
Kombinasi penisilin atau ampisilin dengan aminoglikosida dapat juga digunakan untuk
terapi awal SNAL. Pada beberapa rumah sakit, strain penyebab infeksi nosokomial telah
mengalami perubahan selama 20 tahun terakhir ini karena telah terjadi peningkatan resistensi
terhadap kanamisin, gentamisin, dan tobramisin. Oleh karena itu, pada infeksi nosokomial lebih
dipilih pemakaian netilmisin atau amikasin. Amikasin resisten terhadap proses degradasi yang
dilakukan oleh sebagian besar enzim bakteri yang diperantarai plasmid, begitu juga yang dapat
menginaktifkan aminoglikosida lain
Pada kasus risiko infeksi Staphylococcus (pemasangan kateter vaskular), obat anti
stafilokokus yaitu vankomisin ditambah aminoglikosida dapat digunakan sebagai terapi awal.
Pada kasus endemik MRSA dipilih vankomisin. Pada kasus dengan risiko infeksi Pseudomonas
(terdapat lesi kulit tipikal) dapat diberikan piperasilin atau azlosilin (golongan penisilin spektrum
luas) atau sefoperazon dan seftazidim (sefalosporin generasi ketiga). Secara in vitro, seftazidim
lebih aktif terhadap Pseudomonas dibandingkan sefoperazon atau piperasilin. Di beberapa
tempat, kombinasi sefalosporin generasi ketiga dengan penisilin atau ampisilin, digunakan
sebagai terapi awal pada SNAD dan SNAL. Keuntungan utama menggunakan sefalosporin
generasi ketiga adalah aktivitasnya yang sangat baik terhadap bakteri-bakteri penyebab sepsis,
termasuk bakteri yang resisten terhadap aminoglikosida. Selain itu, sefalosporin generasi ketiga
juga dapat menembus cairan serebrospinal dengan sangat baik. Walaupun demikian, sefalosporin
generasi ketiga sebaiknya tidak digunakan sebagai terapi awal sepsis karena tidak efektif
terhadap Listeria monocytogenes, dan penggunaannya secara berlebihan akan mempercepat
munculnya mikroorganisme yang resisten dibandingkan dengan pemberian aminoglikosida.
Infeksi bakteri Gram negatif dapat diobati dengan kombinasi turunan penisilin (ampisilin
atau penisilin spektrum luas) dan aminoglikosida. Sefalosporin generasi ketiga yang
dikombinasikan dengan aminoglikosida atau penisilin spektrum luas dapat digunakan pada terapi
sepsis yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif.
Pilihan antibiotik baru untuk bakteri Gram negatif yang resisten terhadap antibiotik lain
adalah karbapenem, aztreonam, dan isepamisin. Enterokokus dapat diobati dengan a cell-wall
active agent (misal: penisilin, ampisilin, atau vankomisin) dan aminoglikosida. Staphilococci
sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin resisten penisilinase (misal: oksasiklin
dan metisilin). Pemberian antibiotik pada SNAD dan SAL di negara-negara berkembang tidak
bisa meniru seperti yang dilakukan di negara maju. Pemberian antibiotik hendaknya disesuaikan
dengan pola kuman yang ada pada masing-masing unit perawatan neonatus. Oleh karena itu,
studi mikrobiologi dan uji resistensi harus dilakukan secara rutin untuk memudahkan para dokter
dalam memilih antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
Kosim MS, Yunanto A & Dewi R Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;
2015
Vidyasagar, Bhat. Sepsis neonatorum. 2015 [diakses pada 2015 Sept 25].
World health organisation. Bayi berat lahir rendah. 2013. [diakses pada 25 september 2015].