Anda di halaman 1dari 30

CASE REPORT

DEMAM TIFOID

Pembimbing :
dr. Albert Daniel Solang, Sp.A(K)

Disusun oleh:
Donny Hiskia Turnip
2265050012

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 16 OKTOBER – 30 DESEMBER 2023
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
INDONESIA
JAKARTA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
bakteri gram negatif Salmonella enterica serotype typhi yang bersifat akut sering
terjadi di negara berkembang dan daerah tropis dengan sanitasi dan higenitas yang
kurang baik. Demam tifoid umumnya lebih rentan pada kelompok anak usia lima
tahun atau lebih.1 Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis
ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus
dirawat. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonela, status nutria dan
imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya. 2
Menurut data laporan dari World Health Organization (WHO) tahun 2018,
infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotipe typhi 2 ini dapat
mencapai 21 juta kasus yang angka kematiannya dapat mencapai 128.000 sampai
dengan 161.000 untuk setiap tahunnya, dengan kasus terbanyak berada di Asia
Tenggara dan Asia Selatan. Angka kematian demam tifoid dapat mencapai 10—30%
jika tidak ditangani dengan tepat dan segera, namun dapat diturunkan menjadi 1—4%
dengan pengobatan yang tepat.3 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
yang dilakukan oleh departemen kesehatan tahun 2018, prevalensi demam typhoid di
Indonesia mencapai 1,7%. Distribusi prevelensi tertinggi adalah pada usia 5-14 tahun
(1,9%), usia 1-4 tahun (1,6%), usia 15-24 tahun (1,5%).4
Selain itu, berbagai komplikasi serius dapat menyerang berbagai organ.
komplikasi dapat dicegah dengan pengobatan yang tepat dan diagnosis dini dari
dokter. Oleh sebab itu perlu pengetahuan mengenai gambaran klinis dan pada kasus
tertentu diperlukan pemeriksaan tambahan laboratorium untuk membantu
menegakkan diagnosis. 5
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cicin
waldeyer yang disebabkan bakteri ataupun virus. Penyebaran infeksi melalui udara
(air borne droplets) dan tangan. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.
Tonsilitis dapat ditemukan di segala usia, namun paling sering dialami oleh usia
anak-anak terutama usia 5-15 tahun. Hingga kini, World Health Organization (WHO)
masih belum mendapatkan data yang pasti terkait jumlah kasus tonsilitis di dunia. Di
Indonesia, kasus tonsilitis menurut Departemen Kesehatan RI mencapai 23%.
Prevalensi kasus tonsilitis kronik menurut data epidemiologi penyakit THT di tujuh
provinsi pada tahun 2012 sekitar 3,8%. Dari data epidemiologi di Indonesia tersebut,
tonsilitis kronik menempati posisi tertinggi kedua setelah nasofaringitis akut.6
Manifestasi klinis dari tonsillitis sangat bervariasi dengan tanda yang bermakna yaitu
terdapat nyeri tenggorokan berulang dan menetap dan nyeri menelan dengan gejala –
gejala konstitusi yang tidak mencolok. 7
Berdasarkan permasalahan di atas, laporan kasus ini akan membahas
mengenai diagnostik demam tifoid.dengan tonsilitis sehingga dapat menjadi wadah
dalam menyelesaikan permasalahan seputar demam tifoid dengan tonsilitis.
BAB II
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama (inisial) : An. NRS
Tanggal lahir : 20 Agustus 2018
Umur : 5 tahun 2 bulan
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pendidikan : Taman Kanak Kanak (TK)
Alamat : Kebon Pala Makasar, Jakarta Timur

Orang Tua/Wali
Ayah
Nama lengkap : Tn. H.D
Tangal lahir : 4 Desember 1985
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Alamat : Kebon Pala Makasar, Jakarta Timur

Pekerjaan : Karyawan Swasta


Penghasilan : > Rp. 5.000.000
Ibu
Nama lengkap : Ny. S
Tangal lahir : 21 September1980
Suku : Sunda
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Alamat : Kebon Pala Makasar, Jakarta Timur
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Penghasilan : > Rp. 5.000.000
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung

Gambar Skema Keluarga

Anamnesis :
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis pada hari Selasa, 13
Mei 2023.

Keluhan Utama : Demam


Keluhan Tambahan : Mual, nyeri perut, kembung, batuk, pusing, lemas,
nyeri menelan, nafsu makan dan minum menurun
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dibawa oleh ibunya ke IGD RSU UKI dengan keluhan demam
sejak 5 hari SMRS. Keluhan demam dirasakan diseluruh tubuh. Ayah pasien
mengatakan awalnya hanya terasa hangat saja kemudian keluhan demam dirasakan
pada sore hari kemudian meningkat pada malam hari. Pada saat diukur demam
paling tinggi pada suhu 39 derajat celcius. Menurut ayah pasien demam dirasakan
setiap hari. Pasien sudah diobati dengan sanmol dan keluhan demam sempat turun
namun kambuh lagi. ayah pasien mengatakan 1 hari sebelum demam pasien
mengeluh nyeri perut dan perut terasa kembung, batuk berdahak berwarna kuning
serta, pusing nyeri menelan dan terdapat keluhan mual yang sering tetapi tidak
muntah. Pasien berobat ke klinik dan di berikan paracetamol puyer dan obat batuk,
namun keluhan tidak membaik. Pasien memiliki kebiasaan jarang mencuci tangan
saat hendak makan dan sering jajan sembarangan. Keluhan nyeri disekitar mata,
pusing, perdarahan gusi, sesak ruam dipunggung, penurunan berat badan dan
keringat malam hari disangkal. Tidak terdapat keluhan dalam BAK dan BAB.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien belum pernah mengalami hal yang serupa
 Hernia pada bagian inguinal dan sudah dilakukan operasi 4 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Keluarga/Orang Lain di Sekitar Rumah


 Hernia pada bagian inguinal dan sudah dilakukan operasi 4 tahun yang lalu

 Tidak ada anggota keluarga dan tetangga pasien yang mengalami keluhan

yang sama dengan kondisi pasien saat ini

 Riwayat batuk lama dikeluarga dan lingkungan di sangkal.


Riwayat Kesehatan Keluarga

Keterangan Ayah Ibu


Perkawinan ke 1 1
Umur saat menikah 30 tahun 25 tahun
Keadaan Kesehatan Sehat Sehat

Riwayat Adik/Kakak
NO Tanggal Jenis Hidu Lahir Abort Mati Keterangan
Lahir Kelami p mati us (Sebab) Kesehatan
n
1 19/07/16 P + - - - Sehat

Riwayat Kehamilan
Perawatan antenatal :
Trimester I : 2 kali/bulan di rumah sakit
Trimester II : 2 kali/bulan di rumah sakit

Trimester III : 3 kali/bulan di rumah sakit

Penyakit Kehamilan: -

Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : Rumah Sakit
Penolong persalinan : Dokter
Cara persalinan : Sectio caesarea
Penyulit : Terlilit tali pusar
Masa gestasi : Cukup Bulan
Keadaan Bayi Saat Lahir
Bayi laki-laki dengan BBL 2.900 gram, PBL 46 cm, saat lahir bayi langsung
menangis, ibu mengatakan bayi tidak kuning dan tidak biru.

Perkembangan dan Kepandaian


Tumbuh gigi pertama (usia): 6 bulan

Kuesioner pra skrining perkembangan :


1. Pada gerak halus, pasien dapat menggambar dengan baik (YA)
2. Pada bicara dan bahasa, anak dapat mengerti diatas, dibawah,
didepan, dibelakang. (YA)
3. Pada Sosialisasi dan kemandirian, anak tidak rewel saat ditinggalkan (YA)
4. Pada sosialisasi dan kemandirian anak dapat menunjuk keempat warna
dengan benar (YA)
5. Pada gerak kasar, anak dapat melompat dengan satu kaki (YA)
6. Pada sosialisasi dan kemandirian, anak dapat berpakaian sendiri tanpa
bantuan (YA)
7. Pada gerak halus, anak dapat menggambar sedikitnya 3 bagian tubuh (YA)
8. Pada gerak halus, anak dapat menggambar sedikitnya 6 bagian tubuh (YA)
9. Pada bicara dan bahasa, anak dapat menjawab dengan tepat (YA)
10. Pada gerak kasar, anak dapat menangkap bola kecil (YA)
Kesan : Perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembangannya.
Perkembangan Pubertas

Kesan: Pasien pada perkembangan pubertas tahap 1 yaitu prepubertas


Riwayat Makanan

Kesan: Kualitas dan kuantitas makanan sesuai dengan pertumbuhan usia sesuai
Peraturan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar Umum Ulangan


(Usia pemberian) (Usia pemberian)

BCG 1 bulan (scar + sinistra) -

Hepatitis B 0 bulan -

Polio 1,2,3 dan 4 bulan -

DPT/HepB/HiB 2,3,4 bulan 18 bulan

Campak/ MR 9 bulan 18 bulan

Kesan : Imunisasi dasar anak sudah sesuai dengan peraturan kementrian berdasarkan
usia anak

Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

Penyakit Umur Penyakit Umur


Diare 4 tahun Morbili -
Otitis - Protitis -
Radang paru - Demam Berdarah -
Tuberkulosis - Demam Tifoid -
Kejang - Cacingan -
Ginjal - Alergi -
Jantung - Kecelakaan -
Darah - Operasi 1 tahun
Difteri - Lain-lain -
Data Perumahan
Kepemilikan rumah : Pribadi
Keadaan rumah :
- Ukuran/ type : 85 m2
- Dinding terbuat dari : Batu bata
- Atap terbuat dari : Genteng
- Ventilasi : Cukup
- Jarak septic tank ke sumber air bersih : Tidak tahu
Keadaan lingkungan :
- Kompleks perumahan : Tidak
- Tempat pembuangan sampah : Ada
Pemeriksaan Fisik
Tanggal : 4 Nov 2023 (12.30 WIB)
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
● Tekanan darah : 100/60 mmHg
● Frekuensi Nadi : 114x /menit (reguler, kuat angkat, isi cukup)
● Frekuensi Nafas : 27x /menit, reguler
● Suhu : 38,2 o C (axilla)
● Saturasi Oksigen : 99%
Data Antropometri
Berat Badan : 20 kg Tinggi Badan : 112 cm
Menurut kurva WHO :
BB/U : 105 %
TB/U : 100 %
BB/TB :100 %
BB ideal : 20 kg
Kesan status gizi : Gizi baik

Pemeriksaan Sistem
Kepala

- Bentuk : Normocephali
- Rambut : Warna hitam, tumbuh merata, tidak mudah dicabut
- Mata : Mata cekung (-/-), anemis (-/-), ikterik (-/-)
- Telinga : Liang telinga lapang kanan dan kiri, sekret (-/-)
- Hidung : Cavum nasi lapang, septum deviasi (-), sekret (-/-)
Mulut
- Bibir : Sianosis (-), mukosa lembab
- Gigi : Karies gigi (-)
- Lidah : Terletak di tengah, coated tounge (-)
- Tonsil : T1-T1, Hiperemis (+), detritus (-/-), kripta (-/-)
- Faring : Arkus faring simetris, hiperemis (+)
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks
- Dinding thoraks : Diameter laterolateral > anteroposterior
- Paru
o Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-)
o Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan-kiri
o Perkusi : Sonor / sonor pada kanan dan kiri
o Auskultasi : Bunyi nafas dasar vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
o Inspeksi : Ictus cordis terlihat
o Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicula sinistra
o Perkusi : Batas jantung kanan ICS 4 linea parasternal dextra, batas
jantung kiri ICS 5 linea midclavicularis sinistra
o Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Perut tampak mendatar
- Auskultasi : Bising usus (+), 4 kali/menit
- Perkusi : Timpani, nyeri ketuk (-)
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) pada regio hipocondrica dekstra dan
Lumbar dextra,
pembesaran hepar (-), pembesaran limpa (-)
Anus dan rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anggota gerak
- Atas : Akral hangat, CRT < 2”, edema -/-,
- Bawah : Akral hangat, CRT < 2”, edema -/-
Tulang belakang : Lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-)
Kulit : Ptechiae (-) ikterik (-), sianosis (-), turgor baik
Pemeriksaan Neurologis
I : Normosmia VII : Wajah simetris
II : Visus kasar baik VIII : Vertigo (-), nistagmus (-)
III : Pergerakan bola mata kesegala arah baik IX : Arcus faring simetris
IV : Pupil isokor 3 mm/ 3mm, RCL +/+, RCTL +/+ X : Disfagia (-), disfonia (-)
V : Motorik buka tutup mulut baik, reflek kornea (+) XI : Menoleh (+/+), angkat bahu (+/+)
VI : Pergerakan bola mata baik XII : Deviasi lidah (-)
Refleks Fisiologis Refleks Patologis
o Biceps (++/++) o Babinski (-/-)
o Triceps (++/++) o Chaddock (-/-)
o KPR (++/++) o Gordon (-/-)
o APR (++/++) o Oppenheim (-/-)
o Schaffer (-/-)
o Gona (-/-)
o Rosolimo (-/-)
o Mendel Bechterew (-/-)
o Hoffman Tromner (-/-)

Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah Lengkap (12-06-2023)

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal


• LED 0-20 mm/jam
18 mm/jam
• Hemoglobin 11.5 – 14.5 g/dl
10.2 g/dL(L)
• Leukosit 5 – 14.5 ribu/ μl
2.1 ribu/μL(L)
• Eritrosit 4.0 – 4.9 juta/mL
4.5 juta/mL
• Trombosit 250 ribu – 550 ribu/uL
286 ribu/μl
• Hematokrit 35 – 42%
31 %
• MCV 77 – 95 fL
68/fL(L)
• MCH 25 – 33 pg/cell
23pg (L)
• MCHC 31-37%
32g/dL
• Basofil 0 – 1%
0%
• Eosinofil 0 – 3%
2%
• Batang 5 – 11%
3%
• Segmen 32 – 54%
33%
• Limfosit 28 – 48%
59%
• Monosit 3 – 6%
4%
Kimia Klinik Hasil Nilai Normal
 Gula darah sewaktu 80 mg/dL 70-200 mg/dL
 Natrium 130 mmol/L 136-145 mmol/L
 Kalium 3,9 mmol/L 3.5-5.1 mmol/L

 Clorida 99-111 mmol/L


97 mmol/L

Kesan :
Berdasarkan American Academy of Pediatric pada
laboratorium didapatkan penurunan batang dan limfositosis

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal

Widal
• Salmonella Typhi O 1/160 -
• Salmonella Para Typi AO 1/80 -
• Salmonella Para Typi BO 1/80 -
• Salmonella Para Typi CO - -
• Salmonella Typhi H - -
• Salmonella Para Typi AH 1/80 -
• Salmonella Para Typi BH - -
• Salmonella Para Typi CH - -
Kesan : Pada pemeriksaan widal didapatkan kesan tidak bermakna

Resume

Pasien datang bersama ayahnya ke IGD RSU UKI dengan keluhan demam
sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan diseluruh tubuh secara mendadak dan
dirasakan dari sore hari kemudian meningkat pada malam hari hingga. Suhu terukur
adalah 39ºC. Pasien sudah minum sanmol dan demam sempat turun namun kambuh
lagi. Pasien mengeluhkan mual, pusing, nyeri perut, perut terasa kembung nyeri
menelan, nafsu makan dan minum menurun dan batuk berdahak. Pasien memiliki
kebiasaan jarang mencuci tangan saat hendak makan dan sering jajan sembarangan
di luar. BAB dan BAK dalam batas normal.

Pemeriksaan fisik :
Keadaan Umum : Tampak
Sakit Sedang Kesadaran :
Composmentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi Nadi : 114x /menit (reguler, kuat
angkat, isi cukup) Frekuensi Nafas: 27x /menit,
reguler
Suhu : 38,2 o C (axilla)
Saturasi Oksigen : 99%
Berat Badan : 20 kg
Tinggi Badan : 112 cm
Kesan status gizi : Gizi kurang
Abdomen : Nyeri tekan (+) pada regio
hipocondrica dekstra dan lumbar dextra

Lidah : Terletak di tengah, coated tounge (+)


Tonsil : T1 – T1, hiperemis(+), detritus (-/+)
Diagnosis Kerja
- Demam Tifoid

Diagnosis Banding
- Broncopneumoni
- Non thypoid salmonella
Anjuran Pemeriksaan Penunjang
- Tubex test
- Kultur darah
- Foto Thorax
- Media agar darah

Tatalaksana
- Rawat Inap
Medikamentosa
 IVFD RL : RL 1500 cc/24 jam 18 tpm
 Oral : Thiamphenicol 4 x 500 mg
Paracetamol 4 x 250 mg (k/p)
Ambroxol 3 x 40 mg
ranitidine 3 x 20 mg
Asupan Nutrisi Pediatrik
a. Assessment
BB : 20 kg
TB : 112 cm
BB Ideal : 20 kg
BB/U : 105 %
TB/U : 100 %
BB/TB : 100 %
Kesan status gizi : Gizi baik
b. Penentuan Kebutuhan Kalori
BB ideal x RDA (height-age (WHO))
Kalori = 90 kkal x 20 = 1.800 kkal/hari
Protein = 1,2g x 20 = 24g/hari
Lemak = (20%) x 1.800 = 360 kkal
Cairan = 10kg pertama : 10x100cc = 1000cc
10kg kedua : 10x50cc = 500cc
Total kebutuhan : 1500 cc/hari Penentuan Cara Pemberian
c. Fungsi oromotor baik  per oral
d. Penentuan Jenis Makanan
Polimerik : Karbohidrat, protein hewani, protein nabati, buah, sayur, dan asam
lemak
Diberikan : diet lunak
e. Monitoring dan Evaluasi
- Observasi makanan yang diberikan
- Pemantauan nutrisi dan pertumbuhan pada pasien
Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Follow Up Harian
Tanggal 4-11-2023 PH : 1 PP : 7
S O A P
Keluhan demam masih Keadaan umum: tampak Demam Tifoid  IVFD : RL 500 cc 18
dirasakan pada saat
sakit sedang tpm
malam,
Kesadaran : compos mentis  Ranitidine3x20 mg
Batuk berdahak(+)
Mual masih dirasakan, TTV
 Metzol 4x250mg
BAB dalam batas TD : 100/60 mmHg
 Paracetamol 4 x 250 mg
normal. Frekuensi Nadi : 82x/menit
 Cefotaxime 3x1gr iv
Frekuensi Pernafasan :
27x/menit  Gentamisin 2x80mg

Suhu : 38°C  Inhalasi: NaCl 0,9% +


SPO2 : 99 % combivent 2x1 (12 jam)
Mulut : Mukosa bibir
lembab, Coated tongue (+) ,
T1-T1, hiperemis (+),
detritus (-/-), Faring
hiperemis (+)
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak
mendatar, ruam (-)
Auskultasi : BU (+) 4
kali/menit
Perkusi : Timpani, nyeri
ketok (+)
Palpasi Supel, nyeri tekan
(+) di regio hipokondrika
dekstra dan lumbar dextra
Kulit : ikterik (-), petechie
(-)
Ekstermitas : Akral hangat
(+), udem (-)
Tanggal 5-11-2023 PH : 2 PP : 8
(07.00)
S O A P
Keluhan demam sudah Demam Tifoid  IVFD : RL 500 cc 18
Keadaan umum: tampak
mulai turun, sakit sedang tpm
Batuk berdahak(+) Kesadaran : compos mentis  Ranitidine3x20 mg
TTV
Mual masih dirasakan,
 Paracetamol 4 x 250 mg
TD : 100/60 mmHg
BAB dalam batas
Frekuensi Nadi : 96x/menit  Cefotaxime 3x1gr iv
normal.
Frekuensi Pernafasan :  Gentamisin 2x80mg
24x/menit
 Inhalasi: NaCl 0,9% +
Suhu : 36,8°C
combivent 2x1 (12 jam)
SPO2 : 99 %
Mulut : Mukosa bibir
lembab, Coated tongue (+) ,
T1-T1, hiperemis (+),
detritus (-/-), Faring
hiperemis (+)
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak
mendatar, ruam (-)
Auskultasi : BU (+) 5
kali/menit
Perkusi : Timpani, nyeri
ketok (+)
Palpasi Supel, nyeri tekan
(+) di regio hipokondrika
dekstra dan lumbar dextra
Kulit : ikterik (-), petechie
(-)
Ekstermitas : Akral hangat
(+), udem (-)
Tanggal 6-11-2023 PH : 3 PP : 9
(07.00)
S O A P
Keluhan demam Demam Tifoid  IVFD : RL 500 cc 18 tpm
sudah tidak ada, Batuk
Keadaan umum : Tampak
berdahak masih ada, sakit sedang  Ranitidine3x20 mg
Mual sudah tidak ada, Kesadaran :  Paracetamol 4 x 250 mg
BAB dalam batas Composmentis
normal, Nafsu makan kp
membaik TD : 100/70 mmHg  Cefotaxime 3x1gr iv
Frekuensi Nadi :  Gentamisin 2x80mg
82x/menit
 Inhalasi: NaCl 0,9% +
Frekuensi Pernapasan:
26x/menit combivent 2x1 (12 jam)

Suhu : 36.6ºC
SpO2 : 99%
Mulut : Mukosa bibir
lembab, Coated tongue
(-),T1-T1, hiperemis (+),
Faring : Hiperemis (-)
Abdomen Inspeksi :
Perut tampak mendatar,
ruam (-)
Auskultasi : BU (+) 4
kali/menit
Perkusi : Timpani, nyeri
ketok (-)
Palpasi : Supel, nyeri
tekan (-)
Kulit : ikterik (-),
petechie (- )
Ekstermitas : Akral
hangat (+), udem (-)
BAB III
ANALISIS KASUS

Berdasarkan anamnesis pada pasien ini didapatkan demam selama 6 hari


sebelum masuk rumah sakit disertai adanya mual, nyeri perut dan juga perut
kembung, batuk berdahak, lemas dan nafsu makan menurun serta nyeri menelan.
Pasien demam tifoid datang dengan keluhan demam pada awal penyakit. Pola demam
pada kasus tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step-ladder temperature chart
dimana demam naik secara bertahap setiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada
akhir minggu pertama. Banyak orang tua melaporkan pasien demam tifoid
melaporkan bahwa demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan
dengan pagi harinya.2 Hal ini seperti yang didapatkan pada anamnesis dimana ibu
pasien mengatakan demam lebih dirasakan pada sore dan malam hingga pasien
menggigil. Tanda dan gejala demam tifoid meliputi: demam, sakit kepala, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, konstipasi, dan diare. 8 Durasi demam dan disertai keluhan
intestinal dan batuk juga dapat ditemukan pada kasus lain seperti tuberkulosis dan
salmonella non tifoid. Pada tuberkulosis kita bisa dapatkan gejala seperti demam
tifoid yaitu demam ≥ 2 minggu dengan suhu yang tidak terlalu tinggi dengan keringat
malam dan dapat disertai gejala intestinal yang disertai batuk dan nafsu makan dan
minum menurun.9 Pada pasien ini, namun tidak terdapat penurunan berat badan dan
gejala keringat malam hari seperti gejala tuberkulosis pada umumnya. Pada Non
Thypoid Salmonella didapatkan gejala gastroenteritis akut seperti mual dan muntah
yang dirasakan mendadak serta nyeri perut didaerah periumbilikal dan kuadran kanan
bawah disertai diare dan kadang-kadang disentri berisi darah dan lender. Demam
dengan suhu 38,5 – 39,5 derajat celcius dapat mengenai 70% penderita. 7
Pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien ini terdapat nyeri perut pada
regio hipokondrika kanan dan epigastrium. Pada pemeriksaan demam tifoid dapat
ditemukan demam dengan suhu semakin meningkat, bradikardi relatif, coated tongue,
rose spot dan nyeri pada abdomen. Namun pada pasien ini yang ditemukan hanya
nyeri pada abdomen. Pada penelitian yang dilakukan nelwan dkk demam dan nyeri
perut merupakan gejala yang paling banyak dilaporkan dan ditemukan pada
pemeriksaan fisik.10 Pada kasus tuberkulosis dapat ditemukan adalah nyeri pada perut,
massa, atau hepatosplenomegali.11 Pada Non Thypoid Salmonella didapatkan nyeri
perut dan demam yang biasanya mereda dalam 72 jam. 12 Pada pemeriksaan fisik
lainnya didapatkan pembesaran tonsil T2-T2, hiperemis, terdapat detritus dan faring
hiperemis. Pada penghitungan menggunakan skor centor untuk menentukan penyebab
dari terjadinya faringitis yang merupakan suatu kriteria penilaian awal yang dibuat
dengan tujuan membantu dokter dalam mengidentifikasi bakteri Streptococcus β
hemolitikus group A sebagai penyebab terjadinya faringitis berdasarkan gejala klinis
dari pasien dan penentuan penggunaan antibiotik.13

Gambar 3.1 Centor Score


Figure courtesy of Choby BA. Diagnosis and Treatment of Streptococcal Pharyngitis.
Am Fam Physician. 2009; 79(5): 383-390.
Pada pasien ini didapatkan demam pernah terukur 39 derajat celcius,
didapatkan pembesaran tonsil dan umur anak adalah 5 tahun, sehingga didapatkan
skor centor sebesar 3 yang berarti risiko faringitis yang disebabkan oleh
Streptococcus β-hemolitikus grup A sebesar 28-35 % sehingga pada tahap selanjutnya
dapat di lakukan swab tenggorok atau kultur jika positif dapat segera diobati dengan
antibiotik.
Berdasarkan hasil laboratorium didapatkan gambaran peningkatan limfosit
dan penurunan eritrosit dan segmen. Pemeriksaan darah pada demam tifoid tidak
spesifik untuk diagnosis namun dapat ditemukan. leukopeni dan trombositopeni
ringan. Kejadian leukopeni diperkirakan sebesar 25% akibat depresi sumsum
tulang oleh endotoksin dan mediator endogen yang ada. Kejadian trombositopeni
berhubungan dengan produksi yang menurun dan detruksi yang meningkat oleh sel-
sel retikuloendotelial sistem.14 Limfositosis juga ditemukan pada 58,18% pasien anak.
Limfositosis relatif biasanya diikuti dengan neutropenia yang merupakan komplikasi
demam thypoid.15 Pada pasien ini juga ditemukan adanya limfositosis.
Uji widal banyak digunakan untuk mendiagnosis demam tifoid dan bekerja
dengan menguji reaksi silang apakah terdapat antibodi yang berhubungan dengan
antigen H (flagel) dan O (somatik) yang dimiliki oleh bakteri Salmonella typhi. Tes
widal dikatakan memiliki nilai bermakna jika memiliki nilai titer yang berhubungan
dengan Antigen O di Indonesia sendiri digunakan nilai titer ≥1:320 serta H (≥1:160)
dan kenaikan titer sebesar 4 kali pada uji widal berulang. Tes widal memiliki
sensitivitas dan spesifisitas rendah.7,16 Pada pasien didapatkan titer Salmonella thypi
O sebesar 1/160 pada satu kali pemeriksaan. Hal ini menunjukkan bahwa pada uji
widal titer tersebut tidak bermakna mengingat Indonesia merupakan negara endemis
demam tifoid. Baku emas dari pemeriksaan tifoid adalah gall kultur . Seseorang yang
terinfeksi Salmonella thypi dapat mengalami bakteremia sehingga kultur darah dapat
menjadi baku emas pemeriksaan demam tifoid. Kultur darah umumnya dianggap
sebagai metode standar untuk diagnosis bakteriemia pada pasien demam tifoid.
Kultur merupakan metode akurat untuk diagnosis demam tifoid dari sampel darah
yang diambil pada awal penyakit. Tingkat deteksi kultur 65,9% untuk sampel darah
tunggal yang diambil rata-rata 6 hari setelah onset demam. Mayoritas kultur positif
pada 48 jam onset demam dan hampir semuanya positif lima hari.17 Pada pemeriksaan
cepat thypoid dapat digunakan uji tubex atau thypidot yang memiliki spesifisitas dan
sensitivitas yang cukup baik. Uji Tubex merupakan uji semi kuantitatif berdasarkan
interpretasi visual dari hasil pemeriksaan. Uji ini mendeteksi infeksi spesifik dari
antibodi IgM Salmonella typhi O yang terdapat dalam serum pasien
sedangkanTyphidot (dot enzyme immunosorbent assay) dapat mendeteksi antibodi
IgM dan IgG terhadap antigen Salmonella typhi.18
Pada pasien ini terapi pilihan yang diberikan untuk demam tifoid adalah
kloramfenikol dengan dosis 4 x 400 mg. Obat-obat lini pertama dalam pengobatan
demam tifoid adalah kloramfenikol, tiamfenikol atau ampisilin/amoksisilin.
Kloramfenikol masih merupakan pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid
karena efektif, murah, mudah didapat, dan dapat diberikan secara oral. Umumnya
perbaikan klinis sudah tampak dalam waktu 72 jam dan suhu akan kembali normal
dalam waktu 3-6 hari, dengan lama pengobatan antara 10-14 hari. Salah satu
kelemahan kloramfenikol adalah tingginya angka relaps dan karier. Namun pada anak
hal tersebut jarang dilaporkan.2,19
Demam merupakan gejala yang didapatkan pada pasien ini, sehingga terapi
simtomatik sebagai antipiretik yang diberikan adalah paracetamol 4 x 160 mg secara
oral. Di negara maju hanya parasetamol dan ibuprofen yang direkomendasikan untuk
pengobatan demam pada anak. Dosis parasetamol 10-15 mg/kgBB per oral setiap 4
sampai 6 jam cukup aman dan efektif. Sekitar 80% kasus menunjukkan penurunan
suhu tubuh 30-60 menit setelah pemberian, dengan lama kerja 4-6 jam. Parasetamol
dikatakan sangat aman untuk diberikan pada anak dan kejadian hepatotoksik sangat
jarang, namun dapat terjadi pada pemberian lama terutama bila diberikan dalam dosis
supraterapik atau diberikan dengan interval kurang dari 4 jam.20
Pada pasien ini didapatkan gejala mual dan juga terdapat muntah sebanyak 3
kali sebelum masuk rumah sakit. Terapi simtomatik yang diberikan untuk pasien ini
adalah ondansetron 3 x 2mg. Penggunaan ondansentron sebagai antiemetik pada
pasien gastroenteritis merupakan suatu pilihan yang sudah tepat. Pada mulanya
odansentron merupakan obat antiemetik untuk mengurangi efek mual dan muntah
yang ditimbulkan akibat radiasi dengan efek samping yang paling ringan. Namun,
penelitian terbaru menunjukkan bahwa ondansentron juga efektif untuk mengurangi
efek mual dan muntah pada pasien gastroenteritis akut pada anak.21
Batuk berdahak merupakan salah satu keluhan yang dirasakan oleh pasien.
Oleh karena itu pasien diberikan terapi ambroxol 3 x 40 mg. Ambroxol dilaporkan
efektik dalam pengobatan gejala-gejala akut dari infeksi pernapasan dan onset kerja
yang lebih cepat. Ambroxol dapat menstimulasi sintesis surfaktan dengan mekanisme
yang belum diketahui sepenuhnya. Namun hal tersebut memberikan efek
mukokinetik sehingga meningkatkan pembersihan mukus, memfasilitasi ekspektorasi
dan mengurangi batuk produktif.22
Tonsilitis pada pasien ini ditatalaksana pula dengan antibiotik kloramfenikol.
Pada penelitian yang dilakukan di Sakr dkk menunjukkan bahwa tonsillitis yang pada
umumnya disebabkan oleh Streptoccocus dan Staphylococcus aureus sensitif
terhadap pemberian ciprofloxacin, chloramphenicol, dan vancomycin. Namun terapi
antibiotik pilihan utama pada kasus tonsillitis adalah penisilin. 23
KESIMPULAN

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh


bakteri gram negatif Salmonella enterica serotype typhi yang rentan terjadi pada
anak-anak. Pada kasus ini menunjjukkan bahwa gejala yang dialami pasien tidak
khas. Demam tifoid sendiri memiliki gejala yang sangat umum sehingga penegakan
diagnosis demam typhoid cukup sulit dilakukan. Maka, diperlukan pemeriksaan
laboratorium yang dapat menunjang diagnosis penyakit. Pemeriksaan laboratorium
untuk menegakkan diagnosis penyakit ini antara lain pemeriksaan darah rutin,
pemeriksaan mikrobiologis dengan isolasi dan biakan Salmonella typhi serta
pemeriksaan serologis. Dikarenakan sulit untuk menegakkan diagnosis demam tifoid,
maka saya menyarankan dilakukannya pemeriksaan kultur darah atau dapat
menggunakan pemeriksaan cepat yang sensitivitas dan spesifisitasnya lebih tinggi
seperti uji Tubex dan uji Thypidot. Selain itu, pada kasus ini ditemukan tonsillitis
dengan centor score berjumlah 3 skor. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan
swab tenggorok dan kultur. Apabila hasil yang didapatkan positif terdapat
Streptococcus β hemolitikus group A maka perlu dilakukan pemberian antibiotik dan
apabila negatif tidak perlu diberikan antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ramada GA. Karakteristik Penderita Demam Tifoid Pada Anak Dirsu Karsa
Husada - Kota Batu Tahun 2018—2020. Skripsi. 2021.
2. Soedarmo S. Garna H. Sri RH. Satarai HI. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis. IDAI. Ed.2 2012.
3. Widyawati. Febrianti N. Rabiah. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Demam
Tifoid dengan Cara Penanganan Demam Tifoid pada Anakwilayah Kerja
Puskesmas Birobuli Kota Palu. Jurnal Kolaboratif Sains. Vol 05. 2022
4. Ajibola O. Mshelia M. Gulumbe B. Eze A. Typhoid Fever Diagnosis in
Endemic Countries: A Clog in the Wheel of Progress?. Medicina. 54(23).
2018.
5. Sholiha PM. Nilapsari R. Ratnawati Y. Gambaran Kesesuaian Hasil Uji
Serologi pada Pasien dengan Diagnosis Demam Tifoid. Posiding Pendidikan
Dokter. Vol 3(2).2017.
6. Khandi PW. Prihandini TA. Hubungan antara Usia dengan Kualitas Hidup
Penderita Tonsilitis Kronik. Plexus Medical Journal. Vol 1 (6). 2022.
7. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 3. W.Edisi 15. Jakarta: EGC.
. 2000
8. Ramesh V. Clinical Profile of Children diagnosed with typhoid fever from
tertiary care hospital. MedPulse International Journal of Pediatrics. Vol, 19.
2021
9. Lal S. Bolia R. Menon J. Abdominal tuberculosis in children: A real‐world
experience of 218 cases from an endemic region. Journal of Gastroenterology
and Hepatology. 4(2);2020.
10. Nelwan EJ. Paramita L, Sinto R. Validation of the Nelwan Score as a
screening tool for the diagnosis of typhoid fever in adults in Indonesia.
Journal Pone. 2023.
11. Tarafder A. Al-Mahtab M.Das SR. Abdominal Tuberculosis: A Diagnostic
Dilemma. Euroasian Journal of Hepato-Gastroenterology. 2015;5(1):57-59
12. Zelpina E. Noor SM. Non-Typhoid Salmonella Penyebab Foodborne
Diseases:Pencegahan dan Penanggulangannya. Wartazoa. Vol. 30 No. 4 Th.
2020
13. Kadaristiana A. Mardhotillah A. Kurniati A. Laporan Kasus Berbasis Bukti
Akurasi Modifikasi Skor Centor (McIsaac) dalam Mendeteksi Faringitis Grup
A Streptokokus. Vol.21(4).2019.
14. Syahniar R. Rayhana R. Profil Hematologi Pasien Anak dengan Tifoid serta
Korelasinya terhadap Lama Rawat Inap. Media Kesehatan Politeknik
Kesehatan Makassar. Vol.15. 2020.
15. Parlindungan H. Mentari J. Panghiyangani R. Hartoyo E. Lao R.
Hematological profile of children under five years with typhoid fever at
Idaman Banjarbaru Hospital, Indonesia. Bali Medical Journal.
Vol.11(2).2022.
16. Paufik S. Muthmainah N.Rahmiati. Pratiwi DI. Hayatie L. Literature Review:
Gambaran Pemeriksaan Tes Widal Dengan pemeriksaan Pertumbuhan Kultur
Bakteri Salmonella Typhi Pada Pasien Demam Tifoid Anak.Homeostasis.
Vol.5(3). 2022.
17. Murzalina C. Pemeriksaan Laboratorium untuk Penunjang Diagnostik
Demam Tifoid. Jurnal Kesehatan Cehadum. Vol.1(13).2019.
18. Ramadhanti AR. Systematic Review: Uji Diagnostik Tubex Dan Typhidot
Dibandingkan Dengan Kultur Darah Sebagai Baku Emas Pemeriksaan
Demam Typhoid. Naskah Publikasi. 2020.
19. Sari AN. Penatalaksanaan Holistik pada Pasien Anak dengan Demam Tifoid
Melalui Pendekatan Kedokteran Keluarga. Medula. Vol.10(3).2020.
20. Sri R. Moedjito I. Hapsari. Alam A. Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis.
IDAI.Ed. 4. 2018.
21. Laura F. Reyes JA. Veroniki A. Antiemetics in Children With Acute
Gastroenteritis: A Meta-analysis. Pediatrics. Vol.145(4).2020.
22. Kantar A. Klimek L. Cazan D. Sperl A. An Overview Of Efficacy And Safety
Of Ambroxol For The Treatment Of Acute And Chronic Respiratory Diseases
With A Special Regard To Children. Multidisciplinary Respiratory Medicine.
Vol.15.2020.
23. Sakr FM. Fadhil A. Rubaye A. Identification of the Bacteria that causes
Childhood Tonsillitis. Journal of Communicable Diseases. Vol.55.2023.

Anda mungkin juga menyukai