PENDAHULUAN
Tetanus merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah denganimunisasi.
Penyakit ini ditandai oleh kekakuan otot dan spasme yang diakibatkanoleh
pada orang yang belum diimunisasi, orang yang diimunisasi sebagian, atautelah
insidensi yang bervariasi. Setiap tahun hampir 500.000 bayi meninggal akibat
tetanus pada bayi baru lahir (tetanus neonatorum), hampir 80% di antaranya
terjadi di negara tropis benua Asia dan Afrika. 1476 Diperkirakan antara 15.000 –
berhubungan dengan luka pasca trauma, ulserasi kulit yang bersifat kronik, abses
gigi, luka bakar, otitis media supuratif kronis dan pasca pembedahan daerah
neonatus dihubungkan dengan pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak
kebijakan bagi orang yang telah divaksinasi yang lahir sebelum programimunisasi
1
lama, serta pada orang-orang yang lupa melakukan jadwalimunisasi saat infrastruktur
pelayanan kesehatan rusak misalnya akibat perang dan kerusuhan. Akibatnya anak
yang lebih besar serta orang dewasa menjadi lebihberisiko mengalami tetanus.
Meskipun demikian, di negara dengan program imunisasi yang sudah baik sekalipun, orang tua
masih rentan, karena vaksinasi primer yang tidak lengkap ataupun karena kadar antibodinya
yang telah menurun seiring berjalannya waktu (Thwaites dan Farrar, 2003). Di Amerika
7/100 kelahiran hidup di perkotaan dan 11- 23/100 kelahiran hidup di pedesaan.
Sedangkan angka kejadian tetanus pada anak di rumah sakit 7-40 kasus/tahun,
50% terjadi pada kelompok 5-9 tahun, 30% kelompok 1-4 tahun, 18% kelompok
>10 tahun, dan sisanya pada bayi (Pusponegoro, Hadinegoro, Firmanda et al,
2003). Di Indonesia, tetanus masih menjadi salah satu dari sepuluh besar
tertinggi angka kematian dapat mencapai angka 60%. Selain itu, meskipun angka
kejadiannya telah menurun setiap tahunnya, namun penyakit ini masih belum
secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih lanjut
2
BAB II
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : An. SK
Usia : 7 tahun
Agama : Islam
2.2 Anamnesis
A. Keluhan Utama
Kejang
B. Keluhan Tambahan
3
Demam, tidak bisa membuka mulut, perut tegang seperti papan, lemas dan
keluhan kejang yang dialami sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien
merupakan pasien rujukan dari RS Bungan Melati yang akhirnya dirujuk ke RSU
Cut Meutia dengan keluhan kejang tersebut. Pasien mengalami kejang sebanyak 5
kali sebelum masuk rumah sakit. Kejang berlangsung lama, ±30 menit dan pada
saat kejang pasien dalam keadaan sadar sadar serta menangis. Pasien juga
mengalami demam saat kejang yaitu sebelum masuk rumah sakit. Kejang yang
dialami pasien berbentuk kejang dengan kedua tangan menekuk dan kaki
memanjang. Demam yang dialami pasien muncul bersamaan saat kejang terjadi.
Pasien juga mengalami keluhan mulut kaku yaitu tidak bisa membuka
mulut sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit, dan semakin membrat saat sampai
rumah sakit. Ibu pasien juga mengatakan bahwa rahang dan leher pasien terasa
keras dan kaku. Pasien juga mengalami perut mengeras seperti papan sejak 1 jam
sebelum masuk rumah sakit. Ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien tidak
dapat berbicara dan makan dikarenakan merasa lehernya kaku sehingga pasien
merasa lemas akibat tidak adanya makanan yang masuk sejak 1 hai ini.
Pasien juga mengalami hidung tersumbat dan batuk sebelum masuk rumah
sakit yang juga disertai gigi berlubang dan busuk. Setelah sampai diruangan anak
RSU Cut Meutia, pasien megeluarkan ludah yang berlebihan dan keringat yang
berlebihan. Gigi berlubang yang dialami pasien dikarenakan pasien sangat suka
4
makan permen dan juga cokelat. Giginya berlubang dan busuk sejak pasien masuk
Riwayat penyakit yang sama pada ayah, ibu dan abang (-)’
Riwayat penyakit lain seperti asma, diabetes, hipertensi pada keluarga juga
pervaginam, cukup bulan, di RSU Cut Meutia Aceh Utara. Saat lahir pasien dapat
menyusu dan mengisap kuat, dan tidak pernah mengalami pucat dan kebiruan
selama bayi dan anak-anak. Pasien lahir dengan berat badan lahir 3500 gr. Saat
kehamilan pasien ibu tidak pernah mengalami penyakit selama kehamilan dan
pasien, ibu pasien juga sudah pernah melakukan suntik tetanus satu kali.
5
H. Riwayat Makanan
ASI diberikann dari lahir sampai usia 17 bulan. Selain ASI, pasien juga
diberikan susu formula sejak lahir dikarenakan ibunya pergi bekerja dan pasien
dititip ke tantenya. Usia 4 bulan, pasien sudah mulai diberikan MPASI, yaitu nasi
I. Riwayat Imunisasi
C. Vital Sign
Suhu : 37,8 ° C
6
D. Antropometri
BB : 14 kg
TB/PB : 110 cm
Lika : 50 cm
E. Status Gizi
F. Status Generalis
di hidung.
Mulut : bibir pucat (-), sianosis bibir (-), tonsil hiperemis (tidak
hipersalivasi (+),
Telinga : simetris (+), secret (-), tragus sign (-), bloodyothorea (-)
7
Paru
thoraks (-/-)
Jantung
midclavicularis sinistra
sinistra
Auskultasi : BJ1 (+), BJ2 (+), BJ regular, , murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Palpasi :
8
Ren : tidak ada nyeri ketok costovetebral angel
Extremitas Superior
Ekstremitas Inferior
Status Neurologis
ABR : normal
KBR : normal
Darah Rutin
Golongan Darah
KGDS
9
2.5 Hasil Pemeriksaan Penunjang yang dilaksanakan
A. Laboratorium
19-09-2018
Hb 11,5g/dL 13-16
LED - <15
Golongan Darah O
KIMIA KLINIK
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses gigi
Tetanus
10
2.8 Tatalaksana
TETOGAM 500 IU IM
IVFD Paracetamol 15 cc
2.9 Prognosis
11
2.10 Follow Up Harian
Tanggal S O A P Terapi
19/09/ 2018 Demam (-) Kesadaran: Tetanus Darah rutin Inj viccilin 500
H+2 Lemas (+) Kompos Tubex mg/12j
Kejang (-) mentis KGDS Inj Ranitidin
Kaku leher (+) HR : 92 x/ I Dengue ICT 500mg/12j
Perut tegang RR : 18x/ i Gol. Darah Inj Diazepam ½
seperti papan (+) T : 37,0°C amp/6 j
Mual (-) Inj
Muntah (-) Opistotonus metronidazole
Nyeri perut (-) Spasme otot 150 mg/ 8j
BAB (-) Trismus
BAK (+) Risus –
Batuk (-) sardonikus
Pilek (-) Nuchal
Hipersalivasi (+) rigidity
Lidah luka
20/09/ 2018 Demam (-) Kesadaran: Tetanus Terapi
H+ 3 Lemas (+) Kompos dilanjutkan
Kejang (-) mentis +
Kaku leher (+) HR : 96 x/ I Diet MC
Perut tegang RR : 17 x/ i 100cc/4j
seperti papan (+) T : 36,7°C
Mual (-)
Muntah (-) Spasme otot
Nyeri perut (-) Trismus
BAB (-) Risus
BAK (+) -sardonikus
Batuk (-) Nuchal
Pilek (-) rigidity
Makan (-)
12
21/08/ 2018 Demam (-) Kesadaran: Tetanus Terapi
H+4 Lemas (+) Kompos dilanjutkan
Kejang (-) mentis +
Kaku leher (+) HR : 98 x/ I Diet MC
Perut tegang RR : 24 x/ i 200cc/ 4j
seperti papan (+) T : 36,9°C
Mual (-)
Muntah (-) Spasme otot
Nyeri perut (-) Trismus
BAB (-) Risus
BAK (+) -sardonikus
Batuk (-) Nuchal
Pilek (-) rigidity
Makan (-)
Terkejut-kejut (+)
13
24/09/ 2018 Demam (-) Kesadaran: Tetanus
H+7 Lemas (+) Kompos Terapi
Kejang (-) mentis dilanjutkan
Kaku leher (+) HR : 80 x/ I
Perut tegang RR : 27 x/ i
seperti papan (+) T : 36,4°C
Mual (-)
Muntah (-) Spasme otot
Nyeri perut (+) Trismus (1,5
BAB (-) jari)
BAK (+) Nuchal
Batuk (+) rigidity
Pilek (-)
Makan (-)
14
27/09/ 2018 Demam (-) Kesadaran: Tetanus Fisioterapi Terapi
H+10 Lemas (+) Kompos dilanjutkan
Kejang (-) mentis
Kaku leher (+) HR : 92 x/ I + Fisioterapi
Perut tegang RR : 24 x/ i
seperti papan (+) T : 35,9°C
Mual (-)
Muntah (-) Opistotonus
Nyeri perut (+) Spasme otot
BAB (+) keras Trismus (2
dan sedikit jari)
BAK (+) Nuchal
Batuk (+) rigidity (↓)
Pilek (-)
Makan (sedikit)
28/09/ 2018 Demam (-) Kesadaran: Terapi
H+11 Lemas (-) Kompos dilanjutkan
Kejang (-) mentis
Kaku leher (+) HR : 90 x/ I
Perut tegang RR : 22 x/ i
seperti papan (+) T : 36,1°C
Mual (-)
Muntah (-) Spasme otot
Nyeri perut (-) (↓)
BAB (+) udah Trismus
gak keras lagi (2,5jari)
BAK (+) Nuchal
Batuk (-) rigidity(↓)
Pilek (-) Udah bisa
Makan (sedikit) duduk
Udah bisa
berdiri
29/09/ 2018 Demam (-) Kesadaran: Tetanus Terapi
H+12 Lemas (-) Kompos dilanjutkan
Kejang (-) mentis
Kaku leher (+) HR : 92 x/ I
Perut tegang RR : 22 x/ i
seperti papan (+) T : 37,0°C
Mual (-)
Muntah (-) Spasme otot
Nyeri perut (-) (↓)
BAB (+) Trismus
BAK (+) (2,5jari)
Batuk (-) Nuchal
Pilek (-) rigidity (↓)
Makan (sedikit)
Terkejut-kejut (-)
15
30/09/ 2018 Demam (-) Kesadaran: Tetanus Terapi
H+13 Lemas (+) Kompos dilanjutkan
Kejang (-) mentis
Kaku leher (+) HR : 98 x/ I
Perut tegang RR : 24 x/ i
seperti papan (+) T : 36,5°C
Mual (-)
Muntah (-) Spasme otot
Nyeri perut (+) (↓)
BAB (+) Trismus
BAK (+) (2,5jari)
Batuk (-) Nuchal
Pilek (-) rigidity (↓)
Makan (sedikit)
16
03/10/ 2018 Demam (-) Kesadaran: Tetanus Terapi
H+16 Lemas (+) Kompos Dilanjutkan
Kejang (-) mentis
Kaku leher (+) HR : 90 x/ I
Perut tegang RR : 22 x/ i
seperti papan (+) T : 35,9°C
Mual (-)
Muntah (-)
Nyeri perut (-) Spasme otot
BAB (+) (↓)
BAK (+) Trismus (3
Batuk (-) jari)
Pilek (-) Nuchal
Makan (sedikit) rigidity (↓)
Terkejut-kejut (-)
17
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Clostridium Tetani. Ditandai dengan kekakuan dan kejang otot rangka. Kekakuan
otot biasanya melibatkan rahang (lockjaw), leher dan kemudian seluruh tubuh
(CDC,2015).
3.2 Epidemiologi
Tetanus pada anak tersebar diseluruh dunia, terutama pada daerah risiko tinggi
dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Angka kejadian pada anak laki-laki
lebih tinggi, akibat perbedaan aktivitas fisiknya. Tetanus tidak menular dari
3.3 Etiologi
dua bentuk, yaitu bentuk vegetatif dan spora. Bentuk vegetatif C. tetani adalah
basil, gram positif, tidak berkapsul, motil, dan bersifat obligat anaerob. Bentuk
kimiawi, dan antibiotik. Bentuk ini merupakan bentuk yang dapat menimbulkan
tetanus. Pada basil yang mengandung spora terdapat bentukan endospora pada
18
salah satu ujungnya sehingga memberikan penampilan seperti stik drum. Spora
banyak terdapat di dalam tanah, saluran cerna, dan feses hewan. Tanah yang
dapat bertahan beberapa bulan bahkan tahun. Pada lingkungan pertanian, manusia
dewasa dapat menjadi reservoir spora. Spora dapat ditemukan pada permukaan
Bentuk vegetatif C. tetani menghasilkan dua macam toksin, yaitu tetanolisin dan
dasarnya tetanus adalah penyakit yang terjadi akibat pencemaran lingkungan oleh
bahan biologis (spora) sehingga upaya kausal menurunkan attack rate adalah
dengan cara mengubah lingkungan fisik atau biologik. Port d’entree tak selalu
1. Luka tusuk, patah tulang, komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar
yang luas.
19
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat dengan
penyebab utama masuknya spora pada puntung tali pusat yang menyebabkan
2008).
3.4 Patofisiologi
Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke
dalam tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor (kondisi
anaerob), sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berkemang biak dengan
cepat tetapi hal ini tidak mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala klinis sepenuhnya
disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel vegetatif yang sedang tumbuh. C.
pengaruhnya di keempat sistem saraf: (1) motor end plate di otot rangka, (2)
medula spinalis, (3) otak, dan (4) pada beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis
(CDC,2015).
Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat
motor end plate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang
belakang dan menyebar ke susunan saraf pusat lebih banyak dianut daripada lewat
pembuluh limfe dan darah. Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik,
C toksin tetanus menempel erat dan kemudian melalui proses perlekatan dan
20
internalisasi, toksin diangkut ke arah sel secara ektra aksional dan menimbulkan
esterase tidak aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinaps
impuls pada tonus otot, sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan
kekakuan. Bila tonus makin meningkat akan menimbulkan spasme terutama pada
koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.
2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada gangliosida
serebri diduga menyebabkan kekakuan dan spasme yang khas pada tetanus.
aritmia, heart block, atau takikardia (Sumarmo, Garna, Hadinegoro dan Satari,
2008).
Masa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari
atau hingga beberapa bulan). Hal ini secara langsung berhubungan dengan jarak
dari tempat masuknya kuman C. tetani (tempat luka) ke Susunan Saraf Pusat
(SSP); secara umum semakin besar jarak antara tempat luka dengan SSP, masa
inkubasi akan semakin lama. Semakin pendek masa inkubasi, akan semakin tinggi
21
kemungkinan terjadinya kematian (Sumarmo, Garna, Hadinegoro dan Satari,
2008).
1. Tetanus lokal
tetanus lokal mengalami spasme dan peningkatan tonus otot terbatas pada otot-
otot di sekitar tempat infeksi tanpa tanda-tanda sistemik. Kontraksi dapat bertahan
berlanjut menjadi tetanus general tetapi gejala yang timbul biasanya ringan dan
2. Tetanus sefalik
sekitar 6%) dan merupakan bentuk khusus tetanus lokal yang mempengaruhi otot-
otot nervus kranialis terutama di daerah wajah. Tetanus sefalik dapat timbul
setelah otitis media kronik maupun cidera kepala (kulit kepala, mata dan
konjungtiva, wajah, telinga, atau leher). Manifestasi klinis yang dapat timbul
dalam 1-2 hari setelah cidera antara lain fasial palsi akibat paralisis nervus VII
(paling sering), disfagia, dan paralisis otot-otot ekstraokuler serta ptosis akibat
paralisis nervus III. Tetanus sefalik dapat berlanjut menjadi tetanus general.
3.Tetanus general
22
Sekitar 80% kasus tetanus merupakan tetanus general. Tanda khas dari
akibat spasme otot maseter. Trismus dapat disertai gejala lain seperti kekakuan
4°C di atas suhu normal. Spasme otot-otot wajah menyebabkan wajah penderita
lengkungan seperti busur yang dikenal sebagai opistotonus dengan fleksi lengan
dan ekstensi tungkai serta rigiditas otot abdomen yang teraba seperti papan
4. Tetanus neonatorum
pertolongan persalinan yang tidak steril, baik karena penggunaan alat maupun
pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril merupakan faktor
untuk menghisap 3-10 hari setelah lahir. Gejala lain termasuk iritabilitas dan
opistoonus
23
didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jangan menyingkirkan
Diperkirakan terdapat 4- 100 juta kasus tetanus pada orang yang telah divaksinasi
3.6.1. Anamnesis
- Apakah dijumpai luka tusuk, luka kecelakaan/patah tulang terbuka, luka dengan
-Apakah sudah pernah mendapat imunisasi DT atau TT, kapan imunisasi yang
- Trismus adalah kekakuan otot mengunyah (otot maseter) sehingga sukar untuk
membuka mulut. Pada neonatus kekakuan mulut ini menyebabkan mulut mencucu
seperti mulut ikan sehingga bayi tidak dapat menetek. Secara klinis untuk menilai
- Risus sardonikus, terjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik sehingga tampak
dahi mengkerut, mata agak tertutup dan sudut mulut tertarik keluar dan kebawah.
-Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot punggung,
otot leher, otot badan dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat
24
-Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan.
-Bila kekakuan makin berat, akan timbul spasme umum yang awalnya hanya
terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena
-Pada tetanus neonatorum awalnya bayi tampak sulit untuk menghisap dan
cenderung terus menangis. Setelah itu, rahang menjadi kaku sehingga bayi tidak
bisa menghisap dan sulit menelan. Beberapa saat sesudahnya, badan menjadi kaku
- Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan sebagai akibat spasme
yang terus-menerus atau oleh karena kekakuan otot laring yang dapat
pembuluh darah), dapat pula menyebabkan suhu badan yang tinggi atau
berkeringat banyak; kekakuan otot sfingter dan otot polos lain sehingga terjadi
retentio alvi atau retentio urinae atau spasme laring; patah tulang panjang dan
menggunakan alat dengan ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif, jika
terjadi kontraksi rahang involunter (menggigit spatula) dan hasil negatif berupa
Medicine and Hygiene menyatakan bahwa pada penelitian, uji spatula memiliki
spesifitas yang tinggi (tidak ada hasil positif palsu) dan sensitivitas yang tinggi
25
(94% pasien yang terinfeksi menunjukkan hasil yang positif) (Apte dan Karnad,
2007).
RW, 2008)
- Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus tersangka tetanus.
Namun demikian, kuman C. tetani dapat ditemukan di luka orang yang tidak
mengalami tetanus, dan seringkali tidak dapat dikultur pada pasien tetanus.
mahal, hasil biakan yang positif tanpa gejala klinis tidak mempunyai arti.
Hanya sekitar 30% kasus C. tetani yang ditemukan pada luka dan dapat
- Kadar antitoksin di dalam darah 0,01 U/mL atau lebih, dianggap sebagai
- Kadar enzim otot (kreatin kinase, aldolase) di dalam darah dapat meningkat.
pemendekan atau tidak adanya interval tenang yang normal yang diamati
26
Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan adanya leukopeni. Dalam
sputum, sekresi nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya multi nucleated
giant cell yang khas. Pada kasus-kasus atipik, dapat dilakukan pemeriksaan
1. Fiksasi komplemen
2. Inhibisi hemaglutinasi
Diagnosis banding
27
Meningoensefalitis Demam, trismus ridak ada, penurunan
kesadaran, cairan serebrospinal abnormal.
KELAINAN METABOLIK
Tetani Hanya spasme karpo-pedal dan laringeal,
hipokalsemia.
Keracunanstriknin Relaksasi komplit diantara spasme.
Reaksi fenotiazin Distonia, menunjukkan respon dengan
difenhidramin.
KELAINAN PSIKIATRIK
Trismus inkonstan, relaksasi komplit antara
Histeria
spasme.
KELAINAN MUSKULOSKELETAL
Hanya lokal.
Trauma
28
3.9 Komplikasi
Komplikasi tetanus dapat berupa komplikasi primer atau efek langsung dari
toksin seperti aspirasi, spasme laring, hipertensi, dan henti jantung, atau komplikasi
sekunder akibat imobilisasi yang lama maupun tindakan suportif seperti ulkus
dekubitus, pneumonia akibat ventilasi jangka panjang, stress ulcer, dan fraktur serta
Respirasi Apneu, hipoksia, gagal napas tipe I dan II, ARDS, komplikasi
akibat spasme
disfungsi multiorgan
29
3.10 Penatalaksanaan
1. Penanganan spasme.
3. Netralisasi toksin yang masih terdapat di dalam darah yang belum berikatan
diagnosis tetanus dikonfirmasi. Namun, tidak ada bukti kuat yang menyatakan
dipertanyakan.
biasanya terganggu), terutama pada pasien yang mengalami demam dan spasme
berulang, juga pada pasien yang tidak mampu makan atau minum akibat trismus
yang berat, disfagia atau hidrofobia. Penatalaksanaan pada tetanus terdiri dari
tatalaksana umum yang terdiri dari kebutuhan cairan dan nutrisi, menjaga
port’d entree lain yang diduga seperti karies dentis dan OMSK; sedangkan
30
tatalaksana khusus terdiri dari pemberian antibiotik dan serum anti tetanus
(HTAI, 2008).
Tatalaksana Umum
1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi Pada hari pertama perlu pemberian
cairan secara intravena sekaligus pemberian obat-obatan, dan bila sampai hari
secara parenteral. Setelah spasme mereda dapat dipasang sonde lambung untuk
terjadinya aspirasi.
2. Menjaga saluran napas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu trakeostomi.
jam sesuai gejala klinis atau dosis yang direkomendasikan untuk usia <2
rektal untuk BB <10kg dan 10 mg per rektal untuk anak dengan BB ≥10 kg,
sesuai dengan keadaan klinis pasien. Alternatif lain, untuk bayi (tetanus
31
mg/kgBB/hari. Setelah 5-7 hari dosis diazepam diturunkan bertahap 5-10
mg/hari dan dapat diberikan melalui pipa orogastrik. Dosis maksimal adalah
antara 20% dari dosis setiap dua hari). Midazolam iv atau bolus,
5. Jika karies dentis atau OMSK dicurigai sebagai port d’entree, maka
Tatalaksana Khusus
reaksi anafilaksis. Pada tetanus anak, pemberian anti serum dapat disertai
dengan imunisasi aktif DT setelah anak pulang dari rumah sakit. Bila
32
intramuskular (IM) dalam dosis tunggal. Untuk bayi, dosisnya adalah 500
30%).
iv.
- Efek otonom tetanus dapat menyulitkan untuk diatasi (hiper dan hipotensi
klorpromazin atau diazepam atau pelemas otot lain dapat diberikan untuk
33
untuk menimbulkan paralisis pada pasien dengan obat kurare serta
dengan penyakit yang sudah menyebar. Karena alasan ini, semua prosedur
segera dilakukan setelah kondisi pasien stabil. Infeksi tetanus pada anak
imunisasi tetanus.
2. Antibiotika
34
membunuh bentuk vegetatif C.tetani. Sampai saat ini, pemberian
3.11 Pencegahan
1. Imunisasi aktif
diproduksi pada tahun 1924. Imunisasi TT digunakan secara luas pada militer
selama perang dunia II. Terdapat dua jenis TT yang tersedia, adsorbed (aluminium
salt precipitated) toxoid dan fluid toxoid. TT tersedia dalam kemasan antigen
tunggal, atau dikombinasi dengan toksoid difteri sebagai DT atau dengan toksoid
difteri dan vaksin pertusis aselular sebagai DaPT. Kombinasi toksoid difteri dan
tetanus (DT) yang mengandung 10-12 Lf dapat diberikan pada anak yang
golongan umur dan jenis kelamin. Untuk mencegah tetanus neonatorum, salah
satu pencegahan adalah dengan pemberian imunisasi TT pada wanita usia subur
(WUS). Oleh karena itu, setiap WUS yang berkunjung ke fasilitas pelayanan
kesehatan harus selalu ditanyakan status imunisasi TT mereka dan bila diketahui
35
yang bersangkutan belum mendapatkan imunisasi TT harus diberi imunisasi TT
minimal 2 kali dengan jadwal sebagai berikut: dosis pertama diberikan segera
pada saat WUS kontak dengan pelayanan kesehatan atau sendini mungkin saat
yang bersangkutan hamil, dosis kedua diberikan 4 minggu setelah dosis pertama.
Dosis ketiga dapat diberikan 6 - 12 bulan setelah dosis kedua atau setiap saat pada
kehamilan berikutnya. Dosis tambahan sebanyak dua dosis dengan interval satu
tahun dapat diberikan pada saat WUS tersebut kontak dengan fasilitas pelayanan
kesehatan atau diberikan pada saat kehamilan berikutnya. Total 5 dosis TT yang
diterima oleh WUS akan memberi perlindungan seumur hidup. WUS yang
cukup diberikan 2 dosis TT pada saat kehamilan pertama, ini akan memberi
3.12 Prognosis
kesehatan yang modern. Banyak faktor yang berperan penting dalam prognosis
tetanus. Diantaranya adalah masa inkubasi, masa awitan, jenis luka, dan keadaan
semakin buruk. Semakin pendek masa awitan, semakin buruk prognosis. Letak,
jenis luka dan luas kerusakan jaringan turut memegang peran dalam menentukan
tetanus sefalik harus dianggap sebagai tetanus berat, karena mempunyai prognosis
36
antitoksin profilaksis dini meningkatkan angka kelangsungan hidup, meskipun
terjadi tetanus.
37
BAB IV
PEMBAHASAN
yang dirawat diruang anak RSUD Cut Meutia Aceh Utara dari tanggal 18
1. Anamnesis
- Apakah sudah pernah mendapat imunisasi DT atau TT, kapan imunisasi yang
Dalam kasus ini pasien saat ini menderita gigi berlubang yang merupakan
port d entry kuman tetanus. Dan pasien tidak pernah mendapatkan imunisasi
DT atau TT.
38
2. Pemeriksaan fisik
mulut mencucu seperti mulut ikan sehingga bayi tidak dapat menetek. Secara
klinis untuk menilai kemajuan kesembuhan, lebar bukaan mulut diukur setiap
hari.
tampak dahi mengkerut, mata agak tertutup dan sudut mulut tertarik keluar
dan kebawah.
punggung, otot leher, otot badan dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat
- Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan sebagai akibat
spasme yang terus-menerus atau oleh karena kekakuan otot laring yang dapat
pembuluh darah), dapat pula menyebabkan suhu badan yang tinggi atau
berkeringat banyak; kekakuan otot sfingter dan otot polos lain sehingga
39
terjadi retentio alvi atau retentio urinae atau spasme laring; patah tulang
panjang dan kompresi tulang belakang. Pada kasus ini tidak ditemukan
pasien.
menggunakan alat dengan ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif,
penelitian, uji spatula memiliki spesifitas yang tinggi (tidak ada hasil
positif palsu) dan sensitivitas yang tinggi (94% pasien yang terinfeksi
menunjukkan hasil yang positif) (Nitin dan Pilip, 2007). Pada kasus ini
tidak dilakukann uji spatula terhadap pasien, hal ini dikarenakan pasien
sampai luka.
3. Tatalaksana
menetralkan toksin yang tidak berikatan, mencegah kejang, merawat luka dan
40
dan oksigenasi serta menghindari komplikasi seperti aspirasi paru (Matinus et al.,
2010).
- Antibiotika
terhadap 364 pasien tetanus melaporkan bahwa tidak ada perbedaan angka
fatalitas antara pasien yang diberi antibiotika dengan yang tidak diberi antibiotika.
2005).
golongan broad spectrum penisilin yaitu Viccilin 500mg/12 jam pada hari pertama
pasien di rumah sakit dan pada hari kedua terapi antibiotika ditambah dengan
terapi antibiotika oral yaitu Azithromycin untuk juga mengkover spektrum bakteri
anaerob .
- Antitoksin
pada luka yang tidak berikatan. Antitoksin efektif menurunkan mortalitas tetanus.
Human Tetanus Immuns Globulin (TIG) merupakan preparat pilihan yang harus
41
diberikan segera dengan dosis 3.000 –6.000 U (Unit) intramuskuler, dosis optimal
tidak diketahui. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa dosis 500 Unit sama
efektifnya dengan dosis yang lebih tinggi. Pemberian antitoksin paling baik
pada luka masih belum jelas manfaatnya. Dosis tambahan tidak diperlukan karena
waktu paruhnya panjang. Antibodi tidak dapat penetrasi ke dalam sawar darah
dibandingkan dengan Anti Tetanus Serum (ATS). Bila TIG tidak ada dapat
diberikan imun globulin intravena. Equine tetanus antitokisn (TAT) atau ATS
dapat juga diberikan. Harga lebih murah tetapi waktu paruh pendek,
pada serum 0,1 IU/mL yang merupakan konsentrasi protektif minimal (Sexton dan
Westerman, 2005).
Pada kasus ini pasien mendapatkan adalah injeksi ATS (anti tetanus
spasmin) yaitu tetagam dengan dosis 500 ui. Respon pasien baik dan tidak
- Anti Kejang
Beberapa obat dapat diberikan tunggal atau kombinasi untuk terapi kejang
otot pada tetanus, rasa nyeri dan gangguan ventilasi yang disebabkan oleh spasms
laring atau kontraksi otot-otot pernafasan. Obat yang ideal dapat menghilangkan
42
benzodiasepine dan agonis GABA telah banyak digunakan. Obat ini juga
memiliki efek sedatif. Dosis awal 10-30 mg intravena dapat juga diberikan sampai
dosis 120 mg/kg/BB/hari (Sexton dan Westerman, 2005). Fenobarbital juga dapat
digunakan dengan dosis dewasa 1 mg/kg (im) setiap 4-6 jam, tidak melebihi 400
mg/hari. Dosis fenobarbital yang relative rendah sehingga obat ini memeliki efek
samping depresi pernafasan yang lebih kecil daripada diazepam (Ismanoe, 2009).
Obat antikejang yang diberikan pada pasien ini adalah Inj. Diazepam 1/2
amp/ 3-4 jam dan diberikan obat lainnya sesuai dengan keluhan pasien selama di
rumah sakit, serta pasien menjalani fisioterapi dua kali selama di rumah sakit.
Hailnya terlihat pasien dapat kembali berjalan walaupun harus dibantu dengan
pegangan.
- Edukasi
Edukasi kepada orang tua dan anak agar asupan makanan tetap masuk
setelah keluar dari rumah sakit dan rawat gigi dengan baik yaitu dengan
menggosok gigi 3 kali sehari dan juga menghidari makanan atau jajanan yang
- Terapi lainnya
Fisioterapi.
43
DAFTAR PUSTAKA
Ismanoe, G. 2009. Tetanus dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Jakarta.
44
.
45