Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I

PENDAHULUAN

Sifilis merupakan salah satu IMS (infeksi menular seksual) yang

menimbulkan kondisi cukup parah misalnya infeksi otak (neurosifilis),

kecacatan tubuh (guma). Pada populasi ibu hamil yang terinfeksi sifilis, bila

tidak diobati dengan adekuat, akan menyebabkan 67% kehamilan berakhir

dengan abortus, lahir mati, atau infeksi neonatus (sifilis kongenital).

Walaupun telah tersedia teknologi yang relatif sederhana dan terapi efektif

dengan biaya yang sangat terjangkau, sifilis masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang meluas di berbagai negara di dunia. Bahkan

sifilis masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas

perinatal di banyak negara. 1

Intra Uterine Fetal Death (IUFD) merupakan kematian janin di dalam

uterus (rahim), didefinisikan sebagai kematian yang terjadi sebelum hasil

konsepsi keluar dari rahim ibu, tidak peduli berapapun usia kehamilan dan

bukan merupakan akibat terminasi kehamilan yang disengaja. Menurut The

Perinatal Mortality Surveillance Report (CEMACH), IUFD merujuk kepada

tidak adanya tanda-tanda kehidupan pada janin sejak di dalam rahim. Hal

ini ditandai dengan tidak adanya napas, denyut jantung, pulsasi tali pusat,

dan tidak adanya gerakan otot. 2. 3


2

Sifilis dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan luka pada

seseorang yang terinfeksi atau melalui hubungan seksual lewat vagina,

anal, oral, serta ciuman yang menyentuh sekitar bibir atau area kulit

terluka dengan orang yang sudah menderita sifilis. Hubungan sifilis

dengan kematian janin dalam rahim akan terlihat di mana jika ibu hamil

tertular sifilis, maka bakteri penyebab penyakit ini dapat ditularkan ke

janin melalui aliran darah plasenta kemudian akan menginfeksi janin,

selanjutnya dengan infeksi akan mengakibatkan sepsis yaitu peradangan

di seluruh tubuh yang dipicu oleh adanya senyawa kimia berlebih yang

dilepaskan oleh tubuh ke dalam darah sebagai bentuk respon imunitas yang

luar biasa terhadap infeksi, yang mana peradangan ini memicu serangkaian

perubahan yang dapat merusak dan menyebabkan gangguan fungsi

berbagai organ tubuh janin, selain itu sepsis dapat pula menyebabkan

pembekuan darah sehingga mengurangi aliran darah ke anggota tubuh dan

organ-organ internal, serta menghambat proses penghantaran pasokan

nutrisi dan oksigen, yang mana kondisi ini dikenal dengan syok (septic

shock) yang dapat merenggut nyawa janin. 4

Berikut ini dilaporkan kasus mengenai kematian janin dalam kandungan

disertai riwayat sifillis pada seorang pasien wanita yang dirawat di ruang

perawatan Sando Husada rumah sakit umum Wirabuana Palu.


3

BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. E
Tanggal Lahir/Usia : 30 Agustus 1998 / 20 Tahun
Alamat : Jln. Mesjid Raya
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Waktu Masuk RS : 12 Juli 2019, Pukul 12.02 WITA
Ruangan : Sando Husada (KB) RS Wirabuana Palu
Nama Suami : Tn. R
Tanggal Lahir/Usia : 29 Oktober 1994 / 25 Tahun
Alamat : Jln. Veteran
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan Terakhir : Sekolah Menengah Atas (SMA)

B. Anamnesis

1. Keluhan Utama:

Gerakan Janin Tidak Terasa

2. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien wanita usia 20 tahun dengan GII PI A0 usia kehamilan 28-29

minggu masuk rumah sakit Wirabuana Palu pada tanggal 12 Juli 2019 pukul

12.02 WITA dengan keluhan tidak merasakan adanya gerakan janin yang

sedang dikandungnya, hal ini dirasakan sejak sekitar 4 hari sebelum masuk
4

rumah sakit. Keluhan lain yang dialami pasien yakni demam sejak sehari

sebelum masuk rumah sakit dan mereda dengan obat penurun demam, di

samping itu pasien juga merasa mual-mual, pusing, nyeri ulu hati dan

penurunan nafsu makan yang muncul bersama dengan demam yang

dialaminya. Pasien tidak mengalami: sakit kepala, muntah, batuk, sesak;

serta tidak ada masalah pada buang air kecil maupun besar.

3. Riwayat Penyakit Sebelumnya:

Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa sebelumnya pasien sudah

pernah mengalami demam-demam kurang lebih sejak sebulan yang lalu,

dan telah didiagnosis menderita Sifillis oleh dokter dengan terapi berupa

obat oral Ciprofloxacin. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit selain maag

yang dialami sejak masa sekolah dasar, dan tidak memiliki riwayat operasi

penyakit apapun, selain itu pasien juga tidak mengalami gangguan atau

penyulit apapun terkait kehamilan dan persalinan anak pertamanya,

dengan kondisi janin lahir sehat. Pasien juga tidak memiliki kebiasaan

merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol.

4. Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada anggota keluarga inti, keluarga besar serta teman-teman

dekat pasien yang mengalami hal yang sama dengan pasien, serta tidak

ada yang memiliki riwayat penyakit tekanan darah tinggi, diabetes, jantung

serta alergi obat maupun makanan. Diketahui bahwa suami pasien memiliki

kebiasaan merokok.
5

5. Riwayat Obstetri

No. Tahun Lokasi Gravid Penolong Partus Kondisi Bayi


Sehat
1. 2017 R.S Aterm Bidan Spontan
(Pr; 2.800 gram)
2. Hamil Sekarang, u. k 28-29 mgg (Kematian Janin dalam Rahim)

Anak pertama pasien lahir pada tanggal tahun 2017 secara normal

ditolong oleh bidan di rumah sakit Wirabuana dengan berat lahir 2800 gram,

langsung menangis segera setelah lahir, cukup bulan dan sesuai masa

kehamilan, selama hamil tidak pernah mengalami penyakit/penyulit apapun

dan tidak ada riwayat janin bermasalah. Pasien juga memiliki riwayat

mengikuti program keluarga berencana (KB) dengan metode injeksi selama

1 bulan, dan berdasarkan anamnesis diketahui metode tersebut tidak

cocok.

Untuk kehamilan yang kedua pasien telah melakukan kunjungan ke

bidan rumah sakit Wirabuana untuk memeriksaan kehamilannya sebanyak

dua kali, dan diketahui janin yang dikandungnya telah meninggal dunia

dengan usia kehamilan sekarang berkisar 28 – 29 minggu. Diketahui pula

pasien belum pernah mendapatkan imunisasi dalam bentuk apapun selama

kehamilannya yang pertama maupun yang kedua.


6

6. Riwayat Menstruasi

Haid pertama (Menarche) dialami pasien pada usia 15 tahun saat

pasien duduk di bangku kelas dua sekolah menengah pertama (SMP),

dengan siklus haid berjarak sekitar 1 bulan, dialami selama sekitar 4 hari,

dengan frekuensi ganti pembalut berkisar 4 kali dalam sehari. Setiap kali

haid pasien merasakan nyeri perut tembus ke belakang (Dysmenorrhea).

Dari anamnesis diketahui hari pertama haid terakhir untuk

kehamilannya yang kedua jatuh pada tanggal 21 Desember 2018, dengan

taksiran hari persalinan berkisar pada tanggal 28 September 2019. Pasien

baru menikah untuk pertama kalinya dengan lama pernikahan sudah

berlangsung selama sekitar dua tahun.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Lemah Kesadaran : Compos Mentis

Berat/Tinggi Badan : 55 Kilogram/157 Centimeter

Status Gizi : Baik

2. Pengukuran Tanda Vital:

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Denyut Nadi : 88 kali/menit, kuat angkat

Suhu : 38.5 0C

Respirasi : 22 kali/menit
7

3. Kepala – Leher:

Bentuk : Normocephal, deformitas (-)

Rambut : Warna hitam, sulit dicabut, merata, tebal, alopesia (-)

Wajah : Simetris, edema periorbital (-)

Mata : Palpebra: Edema (-/-) Exo/Enophthalmus: (-/-)

Konjungtiva: Anemis (+/+) Sklera: Ikterik (-/-)

Pupil: Isokor (2/2 mm) Visus: Normal (6/6)

Telinga : Otorrhea (-/-)

Hidung : Rhinorrhea (-/-); pernapasan cuping hidung (-/-)

Mulut : Sianosis (-); Bibir kering (-); Lidah kotor (-);

Stomatitis(-); Koplik spot (-); Perdarahan gusi/Selaput

mulut (-)

Tenggorokan : Tonsil: Normal (T1/T1) Pharynx: Normal

Leher : Pembesaran KGB (-); Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Kaku kuduk (-); Lain-lain (-).

4. Thorax:

Paru-paru:

a. Inspeksi : Gerakan napas simetris bilateral, retraksi (-)

b. Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)

c. Perkusi : Sonor bilateral seluruh lapangan paru

d. Auskultasi : Vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)


8

Jantung:

a. Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

b. Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

c. Perkusi : Batas jantung normal

d. Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)

5. Abdomen

a. Situs : Memanjang

b. Leopold I (Tinggi Fundus Uteri) : 28 Centimeter

c. Leopold II : Letak punggung sebelah kanan

d. Leopold III : Presentasi kepala

e. Leopold IV : Belum masuk PAP

f. His : Tidak ada

g. Pergerakan Janin : Tidak ada

h. Bunyi Jantung Fetus : Tidak ada

i. Janin Tunggal : (+)

6. Genitalia (Pemeriksaan Dalam)

a. Vulva – vagina : Lochia: (-) Sikatriks (+) Hiperemis: (+)

b. Portio : Tebal – Lunak

c. Pembukaan : 1 Centimeter

d. Pelepasan : Lendir (+), darah (-)

7. Anggota Gerak : Ekstremitas atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)

Ekstremitas bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-)


9

D. Pemeriksaan Penunjang

Hematologi (12 Juli 2019)


Hematologi Hasil Rujukan Satuan
WBC 12.7 3.6 - 11.0 10’3 / uL
RBC 4.08 4.50 - 5.10 10’6 / uL
HGB 9.2 12.3 – 15.3 g / dL
HCT 29.2 36.0 – 45.0 %
PLT 300 150-450 10’3 / uL

Imunologi (12 Juli 2019) : HbsAg: Negatif/Non-reaktif

E. Resume

Pasien wanita usia 20 tahun dengan GII PI A0 gravid 28 - 29 minggu

masuk rumah sakit Wirabuana Palu pada tanggal 12 Juli 2019 pukul 12.02

WITA et causa fetus non-viable disertai febris (38.5 ºC), nausea, vertigo,

dyspepsia dan anorexia. Pasien memiliki riwayat Sifillis dengan manifestasi

febris sejak sebulan sebelum masuk rumah sakit dan telah mendapatkan

terapi farmakologis Ciprofloxacin.

Pada pemeriksaan fisik pasien tampak fatigue, ditemukan konjungtiva

anemis, tidak terdapat his, gerakan dan bunyi jantung janin, serta pada

genitalia didapatkan mucus vulva et vagina, hiperemis disertai sikatriks.

Pemeriksaan laboratorium berupa profil hematologi menunjukkan

pasien mengalami leukositosis et anemia.

F. Diagnosis

GII PI A0 gravid preterm 28 - 29 minggu + IUFD


10

G. Penatalaksanaan

1. IVFD Ringer Lactate kolf 20 tpm

2. Drips Oxytocin ½ ampul 10 IU via infus (rencana induksi persalinan)

3. Drips Paracetamol 500 mg 1 fls

FOLLOW UP

Hari/Tanggal: Sabtu, 13 Juli 2019


(Perawatan hari ke – 2)
S 1. Nyeri perut tembus belakang; pelepasan lendir (+), darah (-);
2. Mual-muntah (-), batuk-sesak (-), pusing-sakit kepala (-)
1. Keadaan Umum : Sakit sedang Portio: Tebal-Lunak
2. Kesadaran : Compos Mentis Pembukaan: 3 Centimeter
3. Tekanan Darah : 110/70 mmHg Penurunan: Hodge I-II
O
 Denyut Nadi : 80 x/menit TFU: 28 Centimeter
 Respirasi : 20 x/menit
 Suhu tubuh : 36.6 ˚C
A GII PI A0 gravid preterm 28 - 29 minggu + IUFD
- IVFD Ringer Lactate kolf 20 tpm
P - Drips Oxytocin ½ ampul 10 IU via infus
- Gastrul (Misoprostol) ½ tablet
11

Hari/Tanggal: Minggu, 14 Juli 2019


(Perawatan hari ke – 3)
1. Nyeri perut tembus belakang; pelepasan lendir (+), darah (-);
S
2. Pasien merasa ingin mengedan
3. Mual-muntah (-), batuk-sesak (-), pusing-sakit kepala (-)
4. Keadaan Umum : Sakit Sedang Portio: Tebal-Lunak
5. Kesadaran : Compos Mentis Pembukaan: Lengkap (10 cm)
6. Tekanan Darah : 110/60 mmHg Penurunan: Hodge IV
O
 Denyut Nadi : 78 x/menit TFU: 3 jari infra umbilikus
 Respirasi : 21 x/menit
 Suhu tubuh : 36.2 ˚C
A PII A0 partus preterm 28 - 29 minggu + IUFD + Rest Placenta
- IVFD Ringer Lactate kolf 40 tpm
- Drips Oxytocin 1 ampul 10 IU via infus
- Pimpinan persalinan (By laki-laki lahir, 1500 gram, meninggal)
- Injeksi Oxytocin 1 ampul 10 IU
- Tindakan peregangan tali pusat terkendali, plasenta lahir tidak
lengkap
P - Drips Oxytocin 2 ampul 10 IU via infus (20 tpm)
- Injeksi Cefotaxime 1 gram vial IV (skin test non-reaktif)
- Kuretase atas indikasi rest placenta
- Injeksi Asam Mefenamat 500 mg ampul IV
- Cefadroxyl 500 mg tab 2 X 1
- Methylergometrin tab 3 X 1
- Sangobiad tab 1 X 1
12

Hari/Tanggal: Senin, 15 Juli 2019


(Perawatan hari ke – 4)
S 1. Nyeri post kuretase; pelepasan lendir (-), darah (+);
2. Mual-muntah (-), batuk-sesak (-), pusing-sakit kepala (-)
7. Keadaan Umum : Sakit Sedang TFU: 3 jari infra umbilikus
8. Kesadaran : Compos Mentis ASI: -/-
9. Tekanan Darah : 100/70 mmHg
O
 Denyut Nadi : 83 x/menit
 Respirasi : 24 x/menit
 Suhu tubuh : 36.7 ˚C
A PII A0 partus preterm 28 - 29 minggu + IUFD + Post Kuretase
H1 a/i Rest Placenta
- IVFD Ringer Lactate kolf 20 tpm
- Injeksi Asam Mefenamat 500 mg ampul IV
P - Cefadroxyl 500 mg tab 2 X 1
- Methylergometrin tab 3 X 1
- Sangobiad tab 1 X 1
Hari/Tanggal: Selasa, 16 Juli 2019
(Perawatan hari ke – 5)
S 1. Nyeri post kuretase mereda; pelepasan lendir (-), darah (-);
2. Mual-muntah (-), batuk-sesak (-), pusing-sakit kepala (-)
10. Keadaan Umum : Baik TFU: 1 jari supra SOP
11. Kesadaran : Compos Mentis ASI:-/-
12. Tekanan Darah : 110/90 mmHg
O
 Denyut Nadi : 86 x/menit
 Respirasi : 22 x/menit
 Suhu tubuh : 36.6 ˚C
A PII A0 partus preterm 28 - 29 minggu + IUFD + Post Kuretase
H2 a/i Rest Placenta
- As Mefenamat 500 mg tab 3 X 1 - Methylergometrin tab 3 X 1
P
- Cefadroxyl 500 mg tab 2 X 1 - Sangobiad tab 1 X 1
13

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sifilis

1. Definisi

Sifilis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema

pallidum yang bersifat akut dan kronis ditandai dengan lesi primer diikuti

dengan erupsi sekunder pada kulit dan selaput lendir kemudian masuk ke

dalam periode laten diikuti dengan lesi pada kulit, lesi pada tulang, saluran

pencernaan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler.

2. Etiologi

Penyebab sifilis ialah bakteri dari famili Spirochaetaceae, ordo

Spirochaetales dan Genus Treponema spesies Treponema pallidum. Pada

Tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman yaitu

Treponema pallidum. Treponema berupa spiral halus, panjang 5-15 mikron

dan diameter 0.009-0.5 mikron, setiap lekukan gelombang berjarak 1

mikron dan rata-rata setiap bakteri terdiri dari 8-14 gelombang dan bergerak

secara aktif, karena spiralnya sangat halus maka hanya dapat dilihat pada

mikroskop lapangan gelap dengan menggunakan teknik

immunofluoresensi. Kuman ini bersifat anaerob dan diantaranya bersifat

patogen pada manusia.


14

3. Patogenesis

Treponema dapat masuk (porte d’entrée) ke tubuh calon penderita

melalui selaput lendir yang utuh atau kulit dengan lesi. Kemudian masuk ke

peredaran darah dari semua organ dalam tubuh. Penularan terjadi setelah

kontak langsung dengan lesi yang mengandung treponema. Tiga hingga

empat minggu terjadi infeksi, pada tempat masuk Treponema pallidum

timbul lesi primer yang bertahan 1–5 minggu dan sembuh sendiri. Tes

serologik klasik positif setelah 1–4 minggu. Kurang lebih 6 minggu (2–6

minggu) setelah lesi primer terdapat kelainan selaput lendir dan kulit yang

pada awalnya menyeluruh kemudian mengadakan konfluensi dan

berbentuk khas.

Penyembuhan sendiri biasanya terjadi dalam 2–6 minggu. Keadaan

tidak timbul kelainan kulit dan selaput dengan tes serologik sifilis positif

disebut Sifilis Laten. Pada seperempat kasus sifilis akan relaps. Penderita

tanpa pengobatan akan mengalami sifilis lanjut (Sifilis III 17%,

kordiovaskular 10%, Neurosifilis 8%).

Banyak orang terinfeksi sifilis tidak memiliki gejala selama bertahun-

tahun, namun tetap berisiko untuk terjadinya komplikasi akhir jika tidak

dirawat. Gejala- gejala yang timbul jika terkena penyakit ini adalah benjolan-

benjolan di sekitar alat kelamin. Timbulnya benjolan sering pula disertai

pusing-pusing dan rasa nyeri pada tulang, mirip seperti gejala flu. Anehnya,

gejala-gejala yang timbul ini dapat menghilang dengan sendirinya tanpa

pengobatan. Sifilis dapat dikatakan sebagai musuh dalam selimut karena


15

selama jangka waktu 2-3 tahun pertama tidak akan menampakkan gejala

mengkhawatirkan. Namun, setelah 5-10 tahun sifilis baru akan

memperlihatkan keganasannya dengan menyerang sistem saraf, pembuluh

darah, dan jantung.

4. Klasifikasi

Pembagian penyakit sifilis menurut WHO terdiri dari sifilis yang didapat

(acquired) dan sifilis kongenital. Sifilis yang didapat terbagi lagi menurut

lama serangannya yakni sifilis dini dan sifilis lanjut dengan waktu

diantaranya 2-4 tahun. Sifilis dini dapat menularkan penyakit karena

terdapat Treponema pallidum pada lesi kulit penderita, sedangkan Sifilis

lanjut tidak dapat menular karena Treponema pallidum tidak ada.

Secara klinis ada beberapa stadium sifilis yaitu stadium primer,

sekunder, laten dan tersier. Stadium primer dan sekunder termasuk dalam

sifilis early sementara stadium tersier termasuk dalam sifilis laten atau

stadium late latent. Sifilis dini dikelompokkan menjadi 3, yaitu sifilis primer

(stadium I), sifilis sekunder (stadium II) dan sifilis laten dini, sementara sifilis

lanjut terbagi atas sifilis laten lanjut, sifilis tertier (Stadium III) dan sifilis

kardiovaskuler. Adapun sifilis kongenital yang meliputi sifilis kongenital dini

dan lanjutan.

5. Manifestasi Klinis

Adapun gejala klinis penyakit sifilis menurut klasifikasi WHO sebagai

berikut:
16

a. Sifilis Dini

1) Sifilis Primer

Sifilis stadium I (sifilis primer), timbul 10-90 hari setelah terjadi infeksi.

Lesi pertama berupa makula atau papula merah yang kemudian menjadi

ulkus, dengan pinggir keras, dasar ulkus biasanya merah dan tidak sakit

bila dipalpasi. Sering disertai dengan pembengkakan kelenjar getah bening

regional. Lokalisasi lesi sering pada genitalia tetapi bisa juga ditempat lain

seperti bibir, ujung lidah, tonsil, jari tangan dan puting susu.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas berupa

lesi serta ditemui Treponema pallidum pada pemeriksaan stadium langsung

dengan mikroskop lapangan gelap. Apabila pada hari pertama hasil

pemeriksaan sediaan langsung negatif, pemeriksaan harus diulangi lagi

selama tiga hari berturut-turut dan bila tetap negatif, diagnosis ditegakkan

berdasarkan gejala klinis dan serologis. Selama dalam pemeriksaan

sebaiknya ulkus dibersihkan atau dikompres dengan larutan garam faal

fisiologis.

2) Sifilis Sekunder (S II)

Timbul setelah 6-8 minggu sejak S I. Pada beberapa kasus keadaan S

II ini sering masih disertai S I. Pada S II dimulai dengan gejala konsistensi

seperti anoreksia, demam, athralgia, angina. Pada stasium ini kelainan

pada kulit, rambut, selaput lendir mulut dan genitalia, kelenjar getah bening

dan alat dalam. Kelainan pada kulit yang kita jumpai pada S II ini hampir

menyerupai penyakit kulit yang lain, bisa berupa roseola, papel-papel,


17

papulo skuamosa, papulokrustosa dan pustula. Pada SII yang dini biasanya

kelainan kulit yang khas pada telapak tangan dan kaki. Kelainan selaput

lendir berupa plakula atau plak merah (mucous patch) yang disertai

perasaan sakit pada tenggorokan (angina sifilitica eritematosa). Pada

genitalia sering kita jumpai adanya papul atau plak yang datar dan basah

yang disebut kondilomata lata. Kelainan rambut berupa kerontokan rambut

setempat disebut alopesia areata. Kelainan kuku berupa onikia sifilitaka,

kuku rapuh berwarna putih, suram ataupun terjadi peradangan (paronikia

sifilitaka). Kelainan mata berupa uveitis anterior. Kelainan pada hati bisa

terjadi hepatitis dengan pembesaran hati dan ikterus ringan. Kelainan

selaput otak berupa meningitis dengan keluhan sakit kepala, muntah dan

pada pemeriksaan cairan serebro spinalis didapati peninggian jumlah sel

dan protein. Untuk menegakkan diagnosis, disamping kelainan fisik juga

diperlukan pemeriksaan serologis.

3) Sifilis Laten Dini

Gejala klinis tidak tampak, tetapi hasil pemeriksaan tes serologi untuk

sifilis positif. Tes yang dilanjutkan adalah VDRL dan TPHA.

b. Sifilis Lanjut

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan sikatrik bekas S I pada

genitalia atau makula atrofi bekas papul-papul S II. Pemeriksaan tes

serologi sifilis positif.


18

1) Sifilis Tersier (S III)

Lesi pertama timbul 3-10 tahun setelah S I berupa gumma yang

sirkumskrip. Gumma sering perlunakan dan mengeluarkan cairan

seropurulen dan kadang-kadang disertai jaringan nekrotik sehingga

terbentuk ulkus. Gumma ditemukan pada kulit, mukosa mulut, dan organ

dalam terutama hati. Dapat pula dijumpai kelainan pada tulang dengan

keluhan, nyeri pada malam hari. Pada pemeriksaan radiologi terlihat

kelainan pada tibia, fibula, humerus, dan tengkorak berupa periostitis atau

osteitis gummatosa. Pemeriksaan TSS positif.

2) Sifilis Kardiovaskuler

Timbul 10-40 tahun setelah infeksi primer dan terdapat pada sekitar

10% kasus lanjut dan 40% dapat bersama neurosifilis. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan berdasar gejala klinis, foto sinar X dan

pemerikasaan pembantu lainnya. Sifilis kardiovaskuler dapat dibagi dalam

3 tipe: Sifilis pada jantung, pada pembuluh darah, pada pembuluh darah

sedang. Sifilis pada jantung jarang ditemukan dan dapat menimbulkan

miokarditis difus atau guma pada jantung. Pada pembuluh darah besar, lesi

dapat timbul di aorta, arteri pulmonalis dan pembuluh darah besar yang

berasal dari aorta. Aneurisma umumnya terdapat pada aorta asendens,

selain itu juga pada aorta torakalis dan abdominalis. Pembuluh darah

sedang, misalnya aorta serebralis dan aorta medulla spinalis paling sering

terkena. Selain itu aorta hepatitis dan aorta femoralis juga dapat diserang.
19

c. Sifilis Kongenital Dini

1) Sifilis Kongenital Dini

Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervarasi, dan menyerupai

sifilis stadium II. Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak

dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan

kelainan timbul setelah beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan sejak

lahir. Pada bayi dapat dijumpai kelainan berupa:

a) Pertumbuhan intrauterine yang terlambat

b) Kelainan membran mukosa: mucous patch dapat ditemukan di bibir,

mulut, farings, larings dan mukosa genital. Rinitis sifilitika (snuffles)

dengan gambaran yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula

encer kemudian menjadi bertambah pekat, purulen dan hemoragik.

c) Kelainan kulit: makula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah

ada sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan

dan kaki, makula, papula atau papuloskuamosa tersebar secara

generalisata dan simetris.

d) Kelainan tulang: osteokondritis, periostitis dan osteitis pada tulang-

tulang panjang merupakan gambaran yang khas.

e) Kelenjar getah bening: limfadenitis generalisata.

f) Alat-alat dalam.

g) Mata: koreoretinitis, galukoma dan uveitis.

h) Susunan saraf pusat: meningitis sifilitika akuta


20

2) Sifilis Kongenital Lanjut

Kelainan umumnya timbul setelah 7–20 tahun. Kelainan yang timbul:

a) Keratitis interstisial

b) Gumma

c) Neurosifilis

d) Kelainan sendi: yaitu artralgia difusa dan hidatrosis bilateral (clutton’s

joint).

6. Penularan

Secara umum periode masa inkubasi dari 10 hari sampai 3 (tiga)

minggu dari biasanya. WHO menyatakan ada perbedaan waktu antara sifilis

dini dan sifilis laten yakni selama 2-4 tahun. Sifilis primer terjadi antara 9

sampai 10 hari setelah terinfeksi dan gejalanya timbul berupa luka nyeri

pada alat kelamin. Penularan Sifilis diketahui dapat terjadi melalui (WHO,

1999):

a. Penularan secara langsung yaitu melalui kontak seksual, kebanyakan

95%-98% infeksi terjadi melalui jalur ini, penularan terjadi melalui lesi

penderita sifilis.

b. Penularan tidak langsung kebanyakan terjadi pada orang yang tinggal

bersama penderita sifilis. Kontak terjadi melalui penggunaan barang

pribadi secara bersama-sama seperti handuk, selimut, pisau cukur, bak

mandi, toilet yang terkontaminasi oleh kuman Treponema pallidum.

c. Melalui kongenital yaitu penularan pada wanita hamil penderita sifilis

yang tidak diobati di mana kuman Treponema dalam tubuh ibu hamil
21

akan masuk ke dalam janin melalui sirkulasi darah.

d. Melalui darah yaitu penularan terjadi melalui transfusi darah dari

penderita sifilis laten pada donor darah pasien, namun demikian

penularan melalui darah ini sangat jarang terjadi.

7. Pencegahan

Pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah

penularan sifilis melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Adapun

bentuk pencegahan yang dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Pencegahan Primer

Sasaran pencegahan terutama ditujukan kepada kelompok orang yang

memiliki resiko tinggi tertular sifilis. Bentuk pencegahan primer yang

dilakukan adalah dengan prinsip ABCDE yaitu:

1) A (Abstinensia), tidak melakukan seks secara bebas dan berganti-ganti

pasangan.

2) B (Be Faithful), bersikap saling setia dengan pasangan dalam pengaruh

perkawinan atau pengaruh jangka panjang tetap.

3) C (Condom), cegah dengan memakai kondom yang benar dan

konsisten untuk orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B.

4) D (Drug), tidak menggunakan narkoba/napza.

5) E (Education), pemberian informasi kepada kelompok yang memiliki

resiko tinggi untuk tertular sifilis dengan memberikan leaflet, brosur, dan

stiker.
22

b. Pencegahan Sekunder

Sasaran pencegahan terutama ditujukan pada mereka yang menderita

(dianggap suspect) atau terancam akan menderita. Diagnosis dini dan

pengobatan yang tepat dapat dilakukan dengan cara mencari penderita

sifilis, meningkatkan usaha surveilans, dan melakukan pemeriksaan

berkala kepada kelompok orang yang memilik resiko untuk terinfeksi sifilis.

Bentuk pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara:

1) Melakukan cek darah untuk mengetahui infeksi sifilis.

2) Pengobatan injeksi antibiotik benzatin benzil penicilin untuk

menyembuhkan infeksi sifilis.

c. Pencegahan Tersier

Sasaran tingkat ketiga ditujukan kepada penderita tertentu dengan

tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat/kelainan permanen,

mencegah agar jangan bertambah parah/ mencegah kematian karena

penyakit tersebut. Bentuk pencegahan tersier yang dapat dilakukan adalah:

1) Melakukan pengobatan (injeksi antibiotik) yang bertujuan untuk

menurunkan kadar titer sifilis dalam darah.

2) Melakukan tes HIV untuk mengetahui status kemungkinan terkena HIV.

Cara paling pasti untuk menghindari penularan penyakit menular

seksual, termasuk sifilis, adalah untuk menjauhkan diri dari kontak seksual

atau berada dalam pengaruh jangka panjang yang saling monogami

dengan pasangan yang telah diuji dan diketahui tidak terinfeksi.

Menghindari penggunaan alkohol dan obat juga dapat membantu


23

mencegah penularan sifilis karena kegiatan ini dapat menyebabkan

perilaku seksual berisiko. Adalah penting bahwa pasangan seks berbicara

satu sama lain tentang status HIV mereka dan sejarah PMS lainnya

sehingga tindakan pencegahan dapat diambil.

8. Pengobatan

Menurut CDC STD Treatment Guidelines (2011) disebutkan bahwa

Benzatin penisilin G, Bicillin adalah obat pilihan terbaik untuk pengobatan

semua tahap sifilis dan merupakan satu-satunya pengobatan dengan

keberhasilan yang digunakan untuk sifilis pada masa kehamilan. Penisilin

memang tetap merupakan obat pilihan utama karena murah dan efektif.

Berbeda dengan gonokokus, belum ditemukan resistensi treponema

terhadap penisilin. Konsentrasi dalam serum sejumlah 0,03 UI/ml sudah

bersifat treponemasidal namun menetap dalam darah selama 10-14 hari

pada sifilis menular, 21 hari pada semua sifilis lanjut dan laten.

Pada penderita sifilis yang alergis terhadap penisilin dapat diberikan

pada sifilis S I dan S II: Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 15 hari atau

Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 15 hari. Pada Late sifilis (> 1 tahun)

sama seperti dosis diatas selama 4 minggu: Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral

selama 30 hari atau Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari.


24

B. Kematian Janin dalam Rahim

1. Definisi

Kematian janin ialah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan

dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan.

Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin

tidak bernapas atau menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti denyut

jantung, atau pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot.

Menurut WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist

yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim dengan

berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada

kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari

gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi.

2. Klasifikasi

Kematian janin dapat dibagi dalam 4 golongan, yaitu:

a. Golongan I: kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu

penuh;

b. Golongan II: kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28 minggu;

c. Golongan III: kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late

fetal death);

d. Golongan IV: kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga

golongan diatas.
25

3. Etiologi

Untuk mengetahui sebab kematian perinatal diperlukan tindakan bedah

mayat. Karena bedah mayat sangat susah dilakukan di Indonesia, sebab

kematian janin dan neonatus hanya didasarkan pada pemeriksaan klinik

dan laboratorium.

Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Penyebab

dari kematian perinatal dapat dikategorikan menjadi 3 bagian yaitu yang

berasal dari fetal, plasenta dan maternal. Penyebab yang berasal dari fetal

(sekitar 25%-40%) dapat berupa anomali kromosomal, defek

nonkromosomal pada kelahiran, hidrops nonimun, dan infeksi baik yang

berasal dari bakteri, virus maupun protozoa. Penyebab yang berasal dari

plasenta (25%-35%) yaitu berupa abruptio plasenta, perdarahan fetal-

maternal, insufisiensi plasenta, asfiksia intrapartum, plasenta previa, twin to

twin transfusion, dan korioamnionitis. Sedangkan penyebab dari maternal

(5-10%) adalah antibodi antifosfolipid, diabetes, hipertensi, trauma,

persalinan abnormal, sepsis, asidosis, hipoksia, ruptura uteri, kehamilan

posterm serta obat-obatan. Selain ketiga kategori tersebut, terdapat

penyebab yang tidak dapat dijelaskan ( 25%-35%).

4. Faktor Risiko

Di samping faktor penyebab, terdapat juga faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kematian perinatal, diantaranya ada faktor dari ibu dan juga

dari janin sebagai berikut.


26

a. Faktor Ibu

1) Status sosial ekonomi yang rendah;

2) Tingkat pendidikan ibu yang rendah;

3) Umur ibu yang melebihi 40 tahun;

4) Paritas pertama dan paritas kelima dan lebih;

5) Tinggi badan ibu dan berat badan ibu ;

6) Kehamilan di luar perkawinan;

7) Kehamilan tanpa pengawasan antenatal;

8) Gangguan gizi dan anemia pada kehamilan;

9) Riwayat kehamilan dan persalinan berakhir dengan kematian janin,

kematian bayi yang dini, atau kelahiran bayi dengan berat badan lahir

rendah;

10) Riwayat persalinan yang diakhiri dengan tindakan bedah atau yang

berlangsung lama;

11) Riwayat kehamilan dan persalinan dengan komplikasi medik atau

obstetrik; dan

12) Riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu;

b. Faktor Bayi

1) Bayi yang lahir dari kehamilan yang bersifat risiko tinggi;

2) Bayi yang berat badan lahir kurang dari 2500 gram;

3) Bayi yang berat badan lahir lebih dari 4000 gram;

4) Bayi yang dilahirkan dari kehamilan kurang dari 37 minggu dan lebih dari

42 minggu;
27

5) Bayi dengan berat badan lahir kurang dari berat badan lahir menurut

masa kehamilannya (small for gestasional age);

6) Bayi yang nilai APGAR-nya kurang dari 7; dan

7) Bayi yang lahir dengan infeksi intrapartum, trauma kelahiran, atau

kelainan kongenital;

5. Diagnosis

a. Anamnesis

1) Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari atau gerakan

janin sangat berkurang.

2) Ibu merasakan perutnya bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau

kehamilan tidak seperti biasanya.

3) Wanita belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan

merasakan sakit seperti mau melahirkan.

b. Inspeksi

1) Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat

terutama pada ibu yang kurus.

2) Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu.

3) Terhentinya perubahan payudara.

c. Palpasi

1) Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan; tidak

teraba gerakan-gerakan janin


28

2) Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang

kepala janin.

d. Auskultasi

Baik memakai stetoskop monoaural maupun doptone tidak akan

terdengar denyut jantung janin. Reaksi kehamilan baru negatif setelah

beberapa minggu janin mati dalam kandungan.

e. Rontgen foto abdomen

1) Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin

(Robert sign)

2) Tanda nojoks: adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin

3) Tanda spalding : overlapping tulang-tulang kepala (sutura) janin

4) Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak

5) Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.

6) Kepala janin terkulai

f. Ultrasonografi (USG)

Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) tidak terlihat djj dan nafas

janin, badan dan tungkai janin tidak terlihat bergerak, ukuran biparietal janin

setelah 30 minggu terlihat tidak bertambah panjang pada setiap minggu,

terlihat kerangka yang bertumpuk, tidak terlihat struktur janin, terlihat

penumpukan tulang tengkorak (spalding sign), dan reduksi cairan yang

abnormal.
29

g. Laboratorium

Pemeriksaan hematologi berupa pemeriksaan ABO dan Rh, VDRL, gula

darah post prandial, HBA1C, ureum, kreatinin, profil tiroid, skrining TORCH,

anti koagulan lupus, anti-cardiolipin antibody. Pemeriksaan urine dilakukan

untuk mencari sedimen dan sel-sel pus. Pemeriksaan langsung pada

plasenta, tali pusat termasuk autopsi bayi dapat memberi petunjuk sebab

kematian janin.

6. Komplikasi

a. Gangguan psikologis ibu dan keluarga

b. Infeksi, apabila ketuban masih intak kemungkinan untuk terjadinya

infeksi sangat kecil, namun bila ketuban sudah pecah infeksi dapat

terjadi terutama oleh mikroorganisme pembentuk gas seperti

Clostridium welchii.

c. Kelainan pembekuan darah, bila janin mati dipertahankan melebihi 4

minggu, dapat terjadi defibrinasi akibat silent Disseminated

Intravascular Coagulopathy (DIC). Walaupun terjadinya DIC terutama

pada janin mati akibat inkompatibilitas Rh yang tetap dipertahankan,

kemungkinan kelainan ini terjadi pada kasus lainnya harus dipikirkan.

Kelainan ini terjadi akibat penyerapan bertahap dari tromboplastin yang

dilepaskan dari plasenta dan desidua yang mati ke dalam sirkulasi

maternal.

d. Selama persalinan dapat terjadi inersia uteri, retensio plasenta dan

perdarahan post partum.


30

7. Pencegahan

Berdasarkan perpaduan analisis faktor-faktor penyebab dan risiko yang

telah disebut di atas menunjukkan bahwa banyak hal yang dapat

mempengaruhi kematian perinatal dapat diramalkan sebelumnya.

Sebagian faktor-faktor itu dapat dicegah dengan pengawasan antenatal

dan perinatal yang baik. Adapun usaha-usaha yang dapat dilaksanakan

untuk memperbaiki angka kematian perinatal ialah :

a. Perbaikan keadaan sosial ekonomi;

b. Kerjasama yang erat antara ahli obstetri, ahli kesehatan anak, ahli

kesehatan masyarakat, dokter umum, bidan, dan perawat untuk

kesejahteraan ibu dan anak;

c. Pemeriksaan postmortem terhadap sebab-sebab kematian perinatal;

d. Pendaftaran kelahiran dan kematian janin serta kematian bayi secara

sempurna;

e. Perbaikan kesehatan ibu dan pengawasan antenatal yang baik, antara

lain memperbaiki keadaan gizi ibu dan menemukan high risk mothers

untuk dirawat dan diobati;

f. Ibu dengan high risk pregnancy hendaknya melahirkan di rumah sakit

yang memiliki fasilitas yang cukup;

g. Perbaikan teknis diagnosis gawat-janin

h. Persediaan tempat perawatan yang khusus untuk berat badan lahir

rendah;
31

i. Perbaikan resusitasi bayi yang lahir dengan asfiksia dan perbaikan

dalam teknik perawatan bayi baru lahir terutama bayi prematur;

j. Penyelidikan sebab-sebab intrauterine undernutrition;

k. Pencegahan infeksi secara sungguh-sungguh

8. Penatalaksanaan

Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, dilakukan pemeriksaan

tanda vital ibu, pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan dan gula

darah. Diberikan pengetahuan kepada pasien dan keluarga tentang

kemungkinan penyebab kematian janin, rencana tindakan, dukungan

mental emosional pada penderita dan keluarga, yakinkan bahwa

kemungkinan lahir pervaginam.

Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu,

umumnya tanpa komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan

induksi persalinan dengan oksitosin maupun misoprostol. Tindakan

perabdominam bila janin letak lintang. Induksi persalinan dapat dikombinasi

oksitosin + misoprostol. Hati-hati pada induksi dengan uterus pasca-sectio

caesarea ataupun miomektomi, bahayanya terjadi ruptur uteri. Pada

kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan misoprostol secara vaginal

(50-100 μg tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan di atas 28

minggu dosis misoprostol 25 μg pervaginam tiap 6 jam.

Metode terminasi lainnya berupa embriotomi, yakni suatu persalinan

buatan dengan cara merusak atau memotong bagian-bagian tubuh janin

agar dapat lahir pervaginam, tanpa melukai ibu. Embriotomi diindikasikan


32

kepada janin mati di mana ibu dalam keadaaan bahaya ataupun janin mati

yang tak mungkin lahir pervaginam. Setelah bayi lahir idealnya

pemeriksaan otopsi atau patologi plasenta akan membantu mengungkap

penyebab kematian janin.

C. Hubungan Sifilis dengan Kematian Janin dalam Rahim

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa hubungan sifilis

dengan kematian janin dalam rahim akan terlihat di mana jika ibu hamil

tertular sifilis, maka bakteri penyebab penyakit ini dapat ditularkan ke

janin melalui aliran darah plasenta kemudian akan menginfeksi janin,

selanjutnya dengan infeksi akan mengakibatkan sepsis yaitu peradangan

di seluruh tubuh yang dipicu oleh adanya senyawa kimia berlebih yang

dilepaskan oleh tubuh ke dalam darah sebagai bentuk respon imunitas yang

luar biasa terhadap infeksi, yang mana peradangan ini memicu serangkaian

perubahan yang dapat merusak dan menyebabkan gangguan fungsi

berbagai organ tubuh janin, selain itu sepsis dapat pula menyebabkan

pembekuan darah sehingga mengurangi aliran darah ke anggota tubuh dan

organ-organ internal, serta menghambat proses penghantaran pasokan

nutrisi dan oksigen, yang mana kondisi ini dikenal dengan syok (septic

shock) yang dapat merenggut nyawa janin. 4


33

BAB IV

DISKUSI KASUS

Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis pasien wanita usia 20


tahun dengan GII PI A0 usia kehamilan 28-29 minggu masuk rumah sakit
Wirabuana Palu dengan keluhan tidak merasakan adanya gerakan janin
yang sedang dikandungnya, hal ini dirasakan sejak sekitar 4 hari sebelum
masuk rumah sakit, pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien tampak
lemah dan pada pemeriksaan fisik tidak terdapat: his, gerakan dan bunyi
jantung janin, yang mana hal tersebut mengarah pada suatu kasus
kematian janin dalam rahim (KJDR/IUFD), di mana merupakan kematian
yang terjadi sebelum hasil konsepsi keluar dari rahim ibu, tidak peduli
berapapun usia kehamilan dan bukan merupakan akibat terminasi yang
disengaja, selain itu pula merujuk kepada fakta bahwa tidak terdapat tanda-
tanda kehidupan janin sejak berada di dalam rahim yaitu tidak adanya
gerakan otot, denyut jantung dan pulsasi tali pusat. Setelah melalui
serangkaian prosedur induksi persalinan, pada hari ketiga perawatan di
rumah sakit bayi pasien dilahirkan pervaginam dengan: jenis kelamin laki-
laki; berat badan 1500 gram, kondisi meninggal dunia. Hal ini telah sesuai
pula dengan definisi menurut WHO dan ACOG bahwa kematian janin
adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau
lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau
lebih. Kondisi kematian janin pasien berada dalam golongan III yang mana
kematian terjadi pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu (late fetal death).

Belum diketahui secara pasti penyebab langsung dari kematian janin


dalam rahim yang dialami oleh pasien. Namun, berdasarkan anamnesis
diperoleh informasi bahwa pasien memiliki riwayat demam-demam kurang
lebih sejak sebulan yang lalu dan telah didiagnosis menderita sifilis oleh
dokter, yang mana hal ini mengarah pada suatu kejadian sepsis yang
34

merupakan faktor maternal penyebab KJDR, yang mana keluhan lainnya


yang dialami pasien yakni demam sejak sehari sebelum masuk rumah sakit
disertai mual-mual, pusing, nyeri ulu hati dan penurunan nafsu makan yang
muncul bersama dengan demam yang dialaminya, selain itu pada
pemeriksaan fisik pasien tampak lemah, konjungtiva pucat dan pada pada
pemeriksaan genitalia tampak vulva dan vagina berwarna kemerahan,
berlendir dan ditemukannya bekas luka jaringan, serta pada pemeriksaan
laboratorium berupa profil hematologi menunjukkan pasien mengalami
leukositosis dan anemia, di mana semua gejala dan tanda tersebut
merupakan manifestsasi dari kasus sepsis yang memiliki keterkaitan
terhadap perlangsungan penyakit sifilis yang sebelumnya dialami oleh
pasien. Adapun faktor risiko yang tampaknya dapat mendukung kematian
janin dalam rahim pada kasus ini yakni paparan asap rokok yang
menjadikan pasien sebagai perokok pasif, seperti yang diketahui bahwa
suami pasien memiliki kebiasaan merokok.

Setelah diagnosis kematian janin telah ditegakkan, penatalaksanan


yang dilakukan untuk menindak lanjuti kasus tersebut yakni melahirkan
janin secara pervaginam, selama indikasi persalinan perabdominal tidak
didapatkan. Sebelumnya didahului dengan serangkaian prosedur, yakni
pemeriksaan tanda vital ibu, pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan
dan gula darah. Diberikan pengetahuan kepada pasien dan keluarga
tentang kemungkinan penyebab kematian janin, rencana tindakan,
dukungan mental emosional pada penderita dan keluarga, yakinkan bahwa
kemungkinan lahir pervaginam. Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir
spontan setelah 2 minggu, umumnya tanpa komplikasi. Persalinan dapat
terjadi secara aktif melalui induksi persalinan dengan oksitosin maupun
misoprostol (Gastrul), ataupun kombinasi keduanya, seperti pada hari
pertama dan kedua perawatan pada bangsal rumah sakit di mana pasien
diberi drips oksitosin ½ ampul 10 IU via infus dan gastrul sebanyak ½ tablet,
kemudian pada perawatan hari ketiga bayi dilahirkan pervaginam.
35

Belum pula diketahui secara pasti bagaimana penularan sifilis yang


dialami pada kasus ini. Namun, telah ditemukan beberapa bukti yang
kiranya cukup jelas pada pasien yang mendukung adanya penyakit
tersebut, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Pemeriksaan genitalia
yang menggambarkan vulva dan vagina berwarna kemerahan dan berlendir
serta ditemukannya bekas luka jaringan menunjukkan suatu lesi dan erupsi
yang mewakili tanda adanya infeksi dan peradangan akibat invasi
Treponema pallidum yang merupakan bakteri patogen penyebab sifilis, baik
melalui kontak langsung maupun dengan perantara. Selanjutnya disusul
dengan gejala demam, mual-mual, pusing, nyeri ulu hati dan penurunan
nafsu makan yang menunjukkan bahwa bakteri patogen telah menyebar
luas secara sistemik melalui peredaran darah dalam tubuh, dan
berkembang memasuki stadium sekunder (stadium II) setelah melewati
stadium primer (stadium I) yang hanya menampakkan gejala lokal berupa
lesi dan erupsi. Hal ini juga yang menyebabkan janin pasien mengalami
infeksi sifilis kongenital dini di mana invasi Treponema dalam tubuh ibu
hamil akan menjakiti janin melalui sirkulasi darah plasenta, kemudian akan
menimbulkan sepsis yang memicu serangkaian perubahan yang dapat
merusak dan menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ tubuh janin,
menyebabkan pembekuan darah sehingga mengurangi aliran darah ke
anggota tubuh dan organ-organ internal, serta menghambat proses
penghantaran pasokan nutrisi dan oksigen, yang mana kondisi ini dikenal
dengan syok sepsis sehingga berujung pada kematian janin dalam rahim.

Pasien telah mengonsumsi Ciprofloxacin sebagai resimen terapi


penyakit sifilis yang dideritanya, yang merupakan antibiotik golongan
quinolone spektrum luas (efektif untuk bakteri gram positif dan negatif),
sesuai dengan fungsinya dalam membunuh dan mencegah perkembangan
bakteri penyebab infeksi menular seksual.
36

BAB V

KESIMPULAN

Telah dibahas sebuah refleksi kasus pada pasien wanita usia 20 tahun
dengan PII A0 partus preterm 28 - 29 minggu + IUFD dengan riwayat sifilis.
Sifilis merupakan salah satu infeksi menular seksual yang menimbulkan
kondisi cukup parah tidak hanya bagi ibu namun juga pada janin yang
dikandungnya. Kematian janin dalam rahim ialah kematian yang terjadi
sebelum hasil konsepsi keluar dari rahim ibu, tidak peduli berapapun usia
kehamilan dan bukan merupakan akibat terminasi kehamilan yang
disengaja.

Sifilis dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan luka pada


seseorang yang terinfeksi atau melalui hubungan seksual lewat vagina,
anal, oral, serta ciuman yang menyentuh sekitar bibir atau area kulit
terluka dengan orang yang sudah menderita sifilis. Hubungan sifilis
dengan kematian janin dalam rahim akan terlihat di mana jika ibu hamil
tertular sifilis, maka bakteri penyebab penyakit ini dapat ditularkan ke
janin melalui aliran darah plasenta kemudian akan menginfeksi janin,
selanjutnya dengan infeksi akan mengakibatkan sepsis yaitu peradangan
di seluruh tubuh yang dipicu oleh adanya senyawa kimia berlebih yang
dilepaskan oleh tubuh ke dalam darah sebagai bentuk respon imunitas yang
luar biasa terhadap infeksi, yang mana peradangan ini memicu serangkaian
perubahan yang dapat merusak dan menyebabkan gangguan fungsi
berbagai organ tubuh janin, selain itu sepsis dapat pula menyebabkan
pembekuan darah sehingga mengurangi aliran darah ke anggota tubuh dan
organ-organ internal, serta menghambat proses penghantaran pasokan
nutrisi dan oksigen, yang mana kondisi ini dikenal dengan syok sepsis yang
dapat merenggut nyawa janin.
37

DAFTAR PUSTAKA

1. Daili SF, Indriatmi W, Wiweko SN, Dewi PH, Tanudjaya F, Wignall S,


dan kawan-kawan, editor. 2013. Pedoman Tata Laksana Sifilis Untuk
Pengendalian Sifilis di Layanan Kesehatan Dasar. Cetakan Pertama.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Hal. 1 –
37.
2. National Center for Health Statistic. Procedures for coding fetal cause of
death (2003 revision). Available at
http://www.cdc.gov/nchs/about/major/fetaldth/abfetal.htm#Data%20Hig
hlights.
3. Confidential Enquiry into Maternal and Child Health (CEMACH).
Perinatal Mortality 2007: United Kingdom. CEMACH: London, 2009
http://www.cmace.org.uk/getattachment/1d2c0ebc-d2aa-4131-
98ed56bf8269e529/PerinatalMortality-2007.aspx.
4. Irvan, Febyan, Suparto, editor. Sepsis dan Tata Laksana Berdasar
Guideline Terbaru: Tinjauan Pustaka. Jurnal Anestesiologi Indonesia:
2018, Volume 10, Nomor 1. Jakarta: Departemen Anestesi dan Terapi
Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.
5. Winknjosastro H. Kematian Perinatal Dalam Ilmu Kebidanan Edisi
Ketiga Cetakan Kesembilan. 2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta.
6. Winknjosastro H. Kematian Janin Dalam Ilmu Kebidanan Edisi Keempat
Cetakan Kedua. 2009. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Balai Penerbit FK UI : Jakarta
7. Cunningham GF. Fetal Death in Williams Obstetrics 22st Edition. 2007.
McGraw Hill. USA.
8. Winknjosastro H. Embriotomi Dalam Ilmu Bedah Kebidanan Edisi
Pertama Cetakan Ketujuh. 2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai