Anda di halaman 1dari 34

OBSTETRIK KOMUNITAS

SEORANG WANITA 41 TAHUN G7P6A0 DENGAN


HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

Dalam menempuh Kepaniteraan Klinik

Ilmu Kesehatan Masyarakat

Disusun Oleh :

Nani Oktapiani (030.11.209 )

Novia Permana S (030.11.218 )

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 27 AGUSTUS – 03 NOVEMBER 2018


BAB I
PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) adalah jumlah kematian ibu selama masa
kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan
nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan
atau terjatuh di setiap 100.000 kelahiran hidup. 1 Oleh karena itu, AKI berguna
untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan
kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan
terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu ibu melahirkan dan masa
nifas.2

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,


angka kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas)
sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi jika
dibandingkan dengan negara–negara tetangga di Kawasan ASEAN. Pada tahun
2007, ketika AKI di Indonesia mencapai 228, AKI di Singapura hanya 6 per
100.000 kelahiran hidup, Brunei 33 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 112 per
100.000 kelahiran hidup, serta Malaysia dan Vietnam sama-sama mencapai 160
per 100.000 kelahiran hidup.3 Jika dikaitkan dengan komitmen internasional
Millenium Development Goals (MDGs), penurunan kematian ibu melahirkan
menjadi salah satu dari delapan tujuan (goals) yang dirumuskan. Komitmen
tersebut dituangkan Indonesia dalam arah pembangunan jangka panjang kesehatan
Indonesia tahun 2005-2025, yaitu dengan menurunnya Angka Kematian Ibu dari
262 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2025.2

Terdapat tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%),


hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan
kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di Negara berkembang daripada di
Negara maju.4 Prevalensi Hipertensi dalam Kehamilan di Negara maju adalah
1,3% - 6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8% - 18%. Insidennya di
Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.4
Hipertensi Dalam Kehamilan merupakan masalah kedokteran yang serius dan
memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya
karena hipertensi berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga
menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai
organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya, serta
dampak jangka panjang dari preeklamsia dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan
dari ibu dengan hipertensi, seperti berat badan lahir rendah akibat persalinan
prematur atau mengalami pertumbuhan janin terhambat, dan juga
menyumbangkan besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal.

BAB II
OSBTETRIK KOMUNITAS

A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Usia : 41 tahun
Tanggal lahir : 07 Juli 1991
Suku bangsa : Betawi
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Alamat : Tanjung Barat RT3/RW5
Status : Menikah

2. Identitas Suami
Nama : Tn. B
Usia : 45 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta
Suku bangsa : Betawi
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Alamat : Tanjung Barat RT3/RW5
Status : Menikah

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di rumah pasien pada hari
Selasa , 09 Oktober 2018.
1. Keluhan Utama
Pasien datang ke puskesmas tanjung barat dengan keluhan tekanan darah
tinggi.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke puskesmas tanjung barat pada hari Selasa, 09 Oktober


2018 untuk mengecek kehamilan. Pasien mengaku awalnya tidak mengetahui
bahwa dia sedang hamil. Pasien datang ke puskesmas pada saat kehamilan
sudah memasuki usia 27 minggu. Dan selama ini pasien tidak pernah
memeriksakan diri ke dokter maupun bidan. Ibu mengatakan saat ini ia sedang
hamil anak ke-tujuh. Pasien tidak memiliki riwayat gemelli maupun abortus.
Saat pasien diperiksa oleh bidan di puskesmas tanjung barat didapatkan
tekanan darah 150/90mmHg. Pasien mengaku ia tidak pernah memeriksakan
diri selama kehamilan ini dan tidak mengetahui jika tekanan darahnya tinggi.
Pasien mengatakan memang sejak kehamilan pertama hingga kehamilan yang
sekarang tekanan darah pasien selalu tinggi selama hamil. Tetapi setiap kali
ingin melahirkan tekanan darah didapatkan tidak terlalu tinggi setelah
mendapatkan perawatan dan pengobatan di puskesmas. Pasien mengatakan
selama kehamilan ini pasien tidak pernah merasakan mual-mual maupun
muntah, nafsu makan tidak menurun , tetapi kaki selalu bengkak pada tungkai
kaki.
Saat ini pasien mengandung anak ke-tujuh. Riwayat keguguran disangkal.
Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat asam folat, calsium, tablet tambah
darah, vitamin B6 dan B12.
3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pesien mengatakan selama kehamilan sejak kehamilan pertama hingga


kehamilan saat ini tekanan darah selalu tinggi. Pasien menyangkal adanya
hipertensi saat sebelum kehamilan. Selama setelah lahir atau sedang tidak
hamil tekanan darah tidak pernah tinggi. Riwayat DM, asma, TB, jantung,
ginjal, liver, alergi (makanan, cuaca, obat-obatan), trauma, ISK, ginekolog
disangkal.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), asma (-), penyakit jantung (-),
penyakit hepar (-).

5. Riwayat Obstetrik
Riwayat Menstruasi : pasien menarche pada usia 15 tahun, lama menstruasi 7
hari dan teratur. Jumlah darah selama menstruasi sekitar 60 cc dan pasien
mengganti pembalut 2-3x sehari, disminorhea (+)
Riwayat Menikah : Ini merupakan pernikahan pertama
Riwayat Obstetri : Hamil ini G7P6A0
Riwayat KB : Pasien menggunakan alat kontrasepsi berupa KB
suntik setiap 3 bulan
Riwayat ANC :
Selama kehamilan pasien belum pernah memeriksakan kandungannya
sama sekali.
6. Riwayat Kebiasaan :
Pasien makan 3-4 kali sehari. Pasien juga sering makan buah-buahan.
Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan, alkohol, dan jamu, serta tidak
merokok.
7. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal bersama suami. Pasien lulusan SMA bekerja sebagai IRT,
suami lulusan SMA bekerja sebagai karyawan swasta
8. Riwayat Dirawat dan Dioperasi :
Pasien tidak pernah dirawat ataupun dioperasi di Rumah Sakit

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Sikap : Kooperatif
Kesadaran : Compos mentis
Antropometri
BB: 71 kg, TB: 150 cm, IMT: 31,55 kg/m2 (kesan gizi: obesitas)
Tanda vital
- Tekanan darah : 150/90 mmHg
- Nadi : 92 X/menit
- Pernafasan : 20 X/menit
- Suhu : 36.7°C
- SPO2 : 99%

STATUS GENERALIS
1. Kulit : warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)
2. Kepala : normosefali, bentuk normal, rambut hitam dengan distribusi merata
3. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
gerakan normal, refleks cahaya (+/+)
4. Telinga : normotia, sekret (-), darah (-), nyeri tarik helix (-), nyeri tekan tragus
(-)
5. Hidung : bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-), edema mukosa (-),
napas cuping hidung (-)
6. Mulut
- Bibir : bentuk normal, simetris, merah muda, basah
- Mulut : oral hygiene baik
- Lidah : bentuk normal, simetris, hiperemis (-), deviasi (-)
- Uvula : letak di tengah, tremor (-), hiperemis (-), ukuran normal
- Faring : hiperemis (-)
- Tonsil : T1-T1 tenang
7. Leher : pembesaran KGB (-), trakea di tengah, teraba kelenjar tiroid (-), JVP
5+2cm
8. Thorax
- Inspeksi : bentuk normal, simetris, retraksi sela iga (-), tipe pernapasan
thorako-abdominal, ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : vocal fremitus dx = sin, ictus cordis ±1 cm di ICS VI linea
midclavicularis sin
- Perkusi : paru sonor (+/+), batas jantung kanan: ICS IV linea parasternal
dextra, batas jantung kiri: ICS VI ± 1 cm lateral linea midclavicularis
sinistra, batas atas jantung: ICS II linea parasternalis sinistra, pinggang
jantung: ICS III ± 1 cm lateral linea parasternal sinistra
- Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-), S1S2
reguler, murmur (-), gallop (-)
9. Abdomen
- Inspeksi : dinding perut tegang, bekas luka operasi (-), striae
gravidarum (+)
- Auskultasi : bising usus 3x/menit
- Palpasi : supel, pembesaran organ (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen

10. Ekstremitas
- Atas : akral hangat, CRT <2”, deformitas (-), oedem -/-
- Bawah : akral hangat, CRT <2”, deformitas (-), oedem -/-

STATUS OBSTETRI
- Inspeksi : Luka bekas operasi (-)
- Palpasi
Leopold I : TFU 30 cm, bagian fundus teraba bagian bulat, lunak,
berbenjol benjol
Leopold II : Teraba agak rata, keras seperti papan dibagian kiri, teraba
bagian kecil lunak di bagian kanan
Leopold III : Teraba bagian keras, bulat, melenting di bagian bawah
Leopold IV : Penurunan kepala 4/5, belum masuk PAP
- Taksiran berat janin : (30-12) x 155 = 2790 gram
- Auskultasi : DJJ 144 X/menit, teratur. His : (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium ( 09 Oktober 2018)
Nama test Hasil Unit Nilai rujukan
Hematologi
Leukosit 10,5 ribu/uL 3.6 – 11.0
Eritrosit 4,0 juta/uL 3.8 – 5.2
Hemoglobin 12,0 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 45 % 35 – 47
Trombosit 395 ribu/uL 150 – 400
Urin
Protein urine Negatif Negatif
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif
GDS 87 <200
PITC (Provider-initiated Baik Baik
HIV testing and counselling)

E. DETEKSI IBU HAMIL RISIKO TINGGI DAN SISTEM RUJUKAN

Ny. M, 41 tahun G7P6A0


hamil 27 minggu dengan
Hipertensi Dalam
Kehamilan
1. Faktor risiko I : Ada Potensi Gawat Obstetri/APGO

No Faktor Risiko Skor


1 Terlalu muda hamil (<16 th) 0
2 a. terlalu lambat hamil pertama >4 th nikah 0
b. terlalu tua hamil pertama (usia >35 th) 0
3 Terlalu cepat hamil lagi (<2 th) 4
4 Terlalu lama hamil lagi (>10 th) 0
5 Terlalu banyak anak (>4 th) 4
6 Terlalu tua usia (>35 th) 4
7 Terlalu pendek (<145 cm) 0
8 Pernah gagal hamil (riw.obstetri jelek) 0
9 Pernah melahirkan dengan :
a. tarikan tang/vakum 0
b. uri dirogoh 0
c. diberi infus/transfusi 0
10 Pernah operasi sesar 0
Total 12

2. Faktor risiko II : Ada Gawat Obstetri/AGO

No Faktor Risiko Skor


1 Penyakit pada ibu hamil
a. kurang darah 0
b. malaria 0
c. TBC paru 0
d. penyakit jantung 0
e. kencing manis (diabetes) 0
f. penyakit menular seksual 0
2 Keracunan kehamilan (preeklamsia) bengkak 0
muka dan tungkai, tekanan darah tinggi dan
albumin di urin
3 Hamil kembar (perut membesar, gerakan anak ada 0
dibanyak tempat)
4 Hidramnion atau kembar air (perut sangat 0
membesar, gerak anak tak terasa)
5 Janin mati dalam kandungan 0
6 Kehamilan lebih bulan 0
7 Letak sungsang atau letak melintang 0
Total 0

3. Faktor risiko III : Ada Gawat Darurat Obstetrik/ADGO

No Faktor Risiko Skor


1 Perdarahan ante partum 0
2 Preeklamsia berat atau preeklamsia 0
Total 0

4. Skrining dilakukan pada triwulan I, II, III 1, III 2

Persalinan dengan Risiko


Jumlah skor Kelompok risiko Perawatan Rujukan Tempat Penolong
2 KRR Bidan Tdk dirujuk Rumah Bidan
Polindes
6-10 KRT Bidan Dokter Bidan PKM Bidan Bidan
Dokter Dokter
≥12 KRST Dokter RS RS DokteRSr
Berdasarkan dari faktor-faktor risiko diatas, didapatkan skor 12  merupakan
suatu kelompok kehamilan resiko sangat tinggi  rujukan terencana  rujukan
dini berencana, merupakan rujukan ke RS yang disiapkan jauh-jauh hari ketika
ibu masih sehat dan dalam kehamilan bagi ibu hamil dengan risiko tinggi.
Tujuannya adalah untuk menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir dan menurunkan
AKI/AKB.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3. 1 Pengertian Kehamilan
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan
didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga
lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau
10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi
dalam 3 trimester, dimana trimester pertama berlangsung dalam 12 minggu,
trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester ketiga 13
minggu (minggu ke-28 hingga ke-40).(5)

3.2 Definisi
Hipertensi karena kehamilan yaitu : tekanan darah yang lebih tinggi dari
140/90 mmHg yang disebabkan karena kehamilan itu sendiri, memiliki potensi
yang menyebabkan gangguan serius pada kehamilan.
Nilai normal tekanan darah seseorang yang disesuaikan dengan tingkat
aktivitas dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHg. Tetapi secara umum,
angka pemeriksaan tekanan darah menurun saat tidur dan meningkat diwaktu
beraktivitas atau berolahraga.
Hipertensi berasal dari bahasa latin yaitu hiper dan tension. Hipertensi
artinya tekanan yang berlebihan dan tension artinya tensi. Hipertensi atau tekanan
darah tinggi adalah suatu kondisi medis di mana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam waktu yang lama) yang
mengakibatkan angka kesakitan dan angka kematian. Seseorang di katakan
menderita tekanan darah tinggi atau hipertensi yaitu apabila tekanan darah sistolik
> 140 mmHg dan diastolik >90 mmHg.
Hipertensi karena kehamilan yaitu : hipertensi yang terjadi karena atau pada
saat kehamilan, dapat mempengaruhi kehamilan itu sendiri biasanya terjadi pada
usia kehamilan memasuki 20 minggu.
Etimologi : keturunan atau genetik, obesitas, stress, rokok, pola makan yang salah,
emosional, wanita yang mengandung bayi kembar, ketidak sesuaian RH, sakir
ginjal, Hiper/Hipotyroid, Koarktasi Aorta, gangguan kelenjar adrenal, gangguan
kelenjar paratyroid.

3.3 Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia berdasarkan Report of the National High
Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Presuure in
Pregnancy tahun 2001 ialah :1
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan
20 minggu atau hipertensi yang pertama kali terdiagnosis setelah usia
kehamilan 20 minggu dan menetap sampai 12 minggu pascapersainan.
2. Preeklamsia-eklamsia
a. Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan
20 minggu disertai dengan proteinuria.
b. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang
dan/atau koma.
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi
kronik disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.
4. Hipertensi gestasional (transient hypertension) adalah hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai dengan proteinuria dan hipertensi
menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-
tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria.

3.4 Faktor Resiko


Terdapat banyak faktor resiko untuk dapat terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
yang dapat dikelompokan dalam faktor resiko sebagai berikut:

1. Primigravida, primipaternitas.
Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada
kehamilan, 3 – 8 persen pasien terutama pada primigravida, pada
kehamilan trimester kedua. Catatan statistik menunjukkan dari seluruh
incidence dunia, dari 5%-8% pre-eklampsia dari semua kehamilan,
terdapat 12% lebih dikarenakan oleh primigravidae. Faktor yang
mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.
Persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak risiko terhadap
kehamilan, telah terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah
persalinan yang paling aman. Pada The New England Journal of Medicine
tercatat bahwa pada kehamilan pertama risiko terjadi preeklampsia 3,9% ,
kehamilan kedua 1,7% , dan kehamilan ketiga 1,8%.
2. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.
3. Umur yang ekstrim.
Faktor usia berpengaruh terhadap terjadinya preeklampsia. Usia
wanita remaja pada kehamilan pertama atau nulipara umur belasan tahun
(usia muda kurang dari 20 thn). Studi di RS Neutra, di Colombia
Porapakkha, di Bangkok, Efiong. di lagos dan wadhawan dan lainnya, di
Zambia, cenderung terlihat insiden preeklampsia cukup tinggi di usia
belasan tahun, yang menjadi masalah adalah mereka tidak mau melakukan
pemeriksaan antenatal. Hubungan peningkatan usia terhadap preeklampsia
adalah sama dan meningkat lagi pada wanita hamil yang berusia diatas 35
tahun. Usia 20 – 30 tahun adalah periode paling aman untuk melahirkan,
akan tetapi di negara berkembang sekitar 10% sampai 20% bayi dilakirkan
dari ibu remaja yang sedikit lebih besar dari anak-anak. Padahal dari suatu
penelitian ditemukan bahwa dua tahun setelah mestruasi yang pertama,
seorang anak wanita masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul
antara 2 – 7% dan tinggi badan 1%.
Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita
nulipara. Wanita yang lebih tua, yang dengan bertambahnya usia akan
menunjukkan peningkatan insiden hipertensi kronis, menghadapi risiko
yang lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan atau
superimposed pre-eclampsia. Jadi wanita yang berada pada awal atau
akhir usia reproduksi, dahulu dianggap rentan. Misalnya, Duenhoelter dkk.
(1975) mengamati bahwa setiap remaja nuligravida yang masih sangat
muda, mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami preeklampsia.
Spellacy dkk. (1986) melaporkan bahwa pada wanita diatas usia 40 tahun,
insiden hipertensi kerena kehamilan meningkat tiga kali lipat ( 9,6 lawan
2,7% ) dibandingkan dengan wanita kontrol yang berusia 20-30 tahun.
Hansen (1986) meninjau beberapa penelitian dan melaporkan peningkatan
insiden preeklampsia sebesar 2-3 kali lipat pada nulipara yang berusia di
atas 40 tahun bila dibandingkan dengan yang berusia 25 – 29 tahun.
4. Riwayat keluarga pernah preeklampsi/eklampsi.
Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan
menyebutkan bahwa terdapat 83 (50,9%) kasus preeklapmsia mempunyai
riwayat preeklapmsia, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 12
(7,3%) mempunyia riwayat preeklampsia berat
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
Salah satu faktor predisposing terjadinya pre-eklampsia atau
eklampsia adalah adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler
hipertensi sebelumnya, atau hipertensi esensial. Sebagian besar kehamilan
dengan hipertensi esensial berlangsung normal sampai cukup bulan. Pada
kira-kira sepertiga diantara para wanita penderita tekanan darahnya tinggi
setelah kehamilan 30 minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20%
menunjukkan kenaikan yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala
preeklampsia atau lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri
epigastrium, muntah, gangguan visus ( Supperimposed preeklampsia ),
bahkan dapat timbul eklampsia dan perdarahan otak.

6. Obesitas.
Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah
juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah
yang berada dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka makin
gemuk seorang makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam
tubuh yang berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga
dapat menyumbangkan terjadinya preeklampsia

3.5 Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui dengan pasti.
Banyak teori-teori dikemukakan tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban
yang memuaskan tentang penyebabnya sehingga disebut sebagai “penyakit teori”

Ada beberapa teori yang diyakini dapat menyebabkan terjadinya


preeklampsia, yaitu :
1. Invasi trofoblas abnormal

Pada hamil normal, terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri
spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri
spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri
spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri
spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi
vaskular dan peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta. Akibatnya,
aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga
dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik.1,2

Pada preeeklampsia terjadi defisiensi plasentasi akibat kegagalan


gelombang ke-2 invasi trofoblas, sehingga tidak terjadi perubahan fisiologi pada
arteri spiralis. Perubahan hanya terjadi pada sebagian arteri spiralis segmen
desidua, sementara arteri spiralis segmen miometrium masih diselubungi oleh sel-
sel otot polos. Diameter arteri spiralis yang seharusnya meningkat 4 sampai 6 kali
lebih besar dibandingkan wanita tidak hamil, pada preeklampsia hanya berukuran
40% dibandingkan pada kehamilan normal. Selain itu juga ditemukan adanya
hiperplasia tunika media dan trombosis. Hal ini menyebabkan tahanan terhadap
aliran darah bertambah, yang pada akhirnya menyebabkan insufisiensi dan
iskemia. Sebagian arteri spiralis dalam desidua atau miometrium tersumbat oleh
materi fibrinoid berisi sel-sel busa dan terdapat akumulasi makrofag yang berisi
lemak dan infiltrasi sel mononukleus pada perivaskuler yang disebut juga
"aterosis akut" yang menyerupai keadaan penolakan allograft pada transplantasi.1,2
Gambar 3.1 Perbandingan invasi trofoblas normal dan preeklampsia

Sumber : Williams Obstetric, 23rd edition. 2010

*Gambar : Sirkulasi uteroplasenta pada kehamilan normal dan preeklampsia


Pada gambar di atas gambar sebelah kiri : kehamilan normal terjadi perubahan pada
cabang arteri spiralis dari dinding otot yang tebal menjadi dinding pembuluh darah yang
lunak sehingga memungkinkan terjadinya sejumlah aliran darah ke uteroplasenta.
Sedangkan pada gambarsebelah kanan : preeklampsia, perubahan arteri spiralis ini tidak
terjadi dengan sempurna sehingga dinding otot tetap kaku dan sempit dan akibatnya akan
terjadi penurunan aliran darah ke sirkulasi uteroplasenta yang mengakibatkan hipoksia.

2. Teori stimulus inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam


sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.

Pada kehamilan normal, plasenta juga melepaskan debris trofoblas sebagai


sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif.
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya
proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam
batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam tahap normal.
Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana terjadi
peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik
trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada
plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif akan sangat
meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan
ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar,
dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respon inflamasi ini akan
mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag atau granulosit yang lebih besar
pula sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala
preeklampsia pada ibu.

Redman menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat


produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan
‘aktivitas leukosit yang sangat tinggi’ pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh
Redman disebut sebagai ‘kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular
pada kehamilan’ yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.

Gambar 3.2 Skema preeklampsia


Sumber : Williams Obstetric, 23rd edition. 2010

3. Aktivasi sel endotel

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi


kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel.
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut ‘disfungsi
endotel’. Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi
sel endotel, maka akan terjadi:

 Gangguan metabolisme prostaglandin (karena salah satu fungsi sel


endotel adalah memproduksi prostaglandin) yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2); suatu vasodilator kuat
 Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi ini untuk menutup tempat-tempat di lapisan
endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboxan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat
 Perubahan khas pada sel endotel kapiler gomerulus
 Peningkatan permeabilitas kapilar
 Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar
NO (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor)
meningkat
 Peningkatan faktor koagulasi.

4. Faktor imunologi
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen
protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun,
sehingga ibu tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada plasenta dapat
melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu.

Selain itu adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke


dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya
invasi trofoblas kedalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel
Natural killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan
ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat
invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan
desidua menjadi lunak sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis.
HLA-G juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya
reaksi inflamasi.

5. Faktor nutrisi

Penelitian John dkk (2002) menunjukkan bahwa pada populasi dengan diet
tinggi buah-buahan dan sayuran yang memiliki aktivitas antioksidan dikaitkan
dengan penurunan tekanan darah. Selain itu Zhang dan rekan (2002) melaporkan
bahwa kejadian preeklampsia dua kali lipat pada wanita yang sehari-hari asupan
asam askorbatnya kurang dari 85 mg. Villar dan rekan (2006) menunjukkan
bahwa suplementasi kalsium pada populasi dengan asupan kalsium yang rendah
memiliki efek yang kecil untuk menurunkan angka kematian perinatal, namun
tidak berpengaruh pada kejadian preeklampsia. Namun dalam beberapa percobaan
lain, suplementasi dengan antioksidan vitamin C dan E tidak menunjukkan efek
yang menguntungkan untuk mencegah preeklampsia.

6. Faktor genetik

Preeklampsia adalah suatu gangguan multifaktorial poligenik. Dalam


penelitian Ward dan Lindheimer (2009) menyebutkan risiko insiden untuk
preeklampsia 20 sampai 40 persen untuk anak perempuan dari ibu dengan
preeklampsia, 11 sampai 37 persen untuk saudara perempuan preeklampsia, dan
menjadi 22 sampai 47 persen ketika kembar.

3.6 Patofisiologi
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang
– cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan
menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis
menembus endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.
Pada kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang
menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi
dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan
darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero
plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan remodelling arteri spiralis. Pada pre eklamsia terjadi kegagalan
remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri
spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi, sehingga aliran darah utero
plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel


a. Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas
Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami
iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal
hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak
membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi
peroksida lemak. Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel
endotel.
b. Disfungsi Endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi
endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :
- Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu
suatu vasokonstriktor kuat. Dalam Keadaan normal kadar prostasiklin
lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar
tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular
endotheliosis).
- Peningkatan permeabilitas kapiler.
- Peningkatan produksi bahan – bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar
NO menurun sedangkan endotelin meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi

2. Teori intoleransi imunologik ibu dan janin


Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi
yang bersifat asing.Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen Protein
G (HLA-G) yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer
(NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan
desidua ibu. Pada plasenta ibu yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi
penurunan HLA-G yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke
dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada pre eklamsia.

3. Teori adaptasi kardiovaskular


Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan
vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya
sintesis prostalglandin oleh sel endotel. Pada pre eklamsia terjadi kehilangan
kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah
menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan
mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.
4. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen
tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu
yang mengalami pre eklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami pre
eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami pre eklamsia.

5. Teori Defisiensi Gizi


Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.Penelitian terakhir membuktikan
bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko pre eklamsia.Minyak ikan
banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan
mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

6. Teori Stimulasi Inflamasi


Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan
proses apoptosis pada pre eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan
stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga
meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon
inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih
besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala – gejala pre
eklamsia pada ibu.

3.7 Diagnosis
Diagnosis Penyakit hipertensi sebagai Penyulit Kehamilan.
Hipertensi Gestasional
 Tekanan darah sistolik ≥ 140 atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg
ditemukan pertama kali sewaktu hamil.
 Tidak ada proteinuria
 Tekanan darah kembali ke normal sebelum 12 minggu pascapartum
 Diagnosis akhir hamya dapat dibuat pascapartum
 Mungkin memiliki gejala atau tanda lain preeklamsia, misalnya dispepsia
atau trombositopenia
Preeklamsia
Keriteria minimum :
 Tekanan darah sistolik ≥ 140 atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg
yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu.
 Proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau ≥ 1+ pada pemeriksaan carik celup.
Kemungkinan preeklamsia berat :
 Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
 Proteinuria 2,0g/24 jam atau ≥ 2+ pada pemeriksaan carik celup (dipstik)
 Kreatinin serum > 1,2 mg/dL, kecuali memang sebelumnya diketahui
meningkat
 Trombosit < 100.000 µL
 Hemolisis mikroangiopatik – peningkatan HDL
 Peningkatan kadar serum transaminase – ALT atau AST
 Nyeri kepala yang presisten atau ganggua serebral atau visual lainnya.
 Nyri epigastrik yang presisten.
Eklamsia
 Kejang yang tidak disebabkan oleh penyebab lain pada perempuan dengan
preeklamsia
Hipertensi superimposed preeklamsi
 Proteinuria baru ≥ 300mg/24 jam pada perempuan hipertensi, tetapi tidak
ditemukan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.
 Peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau hitung
trombosit < 100.000 µL.
Hipertensi kronis
 TD ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau terdiagnosis kehamilan 20
minggu, tidak disebabkan penyakin trofoblastik gestasional.
 Hipertensi pertama didiagnosis setelah kehamilan 20 minggu dan menetap
selama 12 minggu pascapersalinan.

3.8 Obstertri Sosial


3.8.1 Penyebab Kematian Ibu

Penyebab kematian yaitu perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat


tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi.
Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena retensio
plasenta dan atonia uteri.

Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses


kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat
waktu. Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 13%
kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12%). Pemantauan kehamilan
secara teratur sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan yang
sederhana dan murah yang dapat mencegah kematian ibu karena eklampsia.

Aborsi yang tidak aman bertanggung jawab terhadap 11% kematian ibu
di Indonesia (rata-rata dunia 13%). Kematian ini sebenarnya dapat dicegah jika
perempuan mempunyai akses terhadap informasi dan pelayanan kontrasepsi serta
perawatan terhadap komplikasi aborsi.

Sepsis sebagai faktor penting lain penyebab kematian ibu sering terjadi
karena kebersihan (hygiene) yang buruk pada saat persalinan atau karena
penyakit menular akibat hubungan seks yang tidak diobati. Sepsis ini
berkontribusi pada 10% kematian ibu (rata-rata dunia 15%). Deteksi dini terhadap
infeksi selama kehamilan, persalinan yang bersih, dan perawatan semasa nifas
yang benar dapat menanggulangi masalah ini.

Partus lama, yang berkontribusi bagi sembilan persen kematian ibu (rata-
rata dunia 8%), sering disebabkan oleh disproposi sefalopelvik, kelainan letak,
dan gangguan kontraksi uterus.
3.8.2 Pertolongan Persalinan oleh Petugas Kesehatan Terlatih

Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena


relatif masih rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen
Kesehatan menetapkan target 90% persalinan ditolong oleh tenaga medis pada
tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang
ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66% dalam SDKI 2002-
2003 menjadi 73% dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila
dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand di
mana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan hampir mencapai 90%.

Apabila dilihat dari proyeksi angka pertolongan persalinan oleh tenaga


kesehatan nampak bahwa ada pelencengan dari tahun 2004 dimana angka
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dibawah dari angka proyeksi,
apabila hal ini tidak menjadi perhatian kita semua maka diperkirakan angka
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 90 % pada tahun 2010 tidak
akan tercapai, konsekuensi lebih lanjut bisa berimbas pada resiko angka kematian
ibu meningkat. Kondisi geografis, persebaran penduduk dan sosial budaya
merupakan beberapa faktor penyebab rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, dan tentunya disparitas antar daerah
akan berbeda satu sama lain.
3.8.3 Kebijakan dan Program untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu

Menurunkan kesakitan dan kematian ibu telah menjadi salah satu prioritas
utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam
Propenas. Kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya ini antara lain
meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi, meningkatkan pemberantasan
penyakit menular dan imunisasi, meningkatkan pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan, menanggulangi KEK, dan menanggulangi anemia gizi besi pada wanita
usia subur dan pada masa kehamilan, melahirkan, dan nifas.
Kehamilan yang aman sebagai kelanjutan dari program safe motherhood,
dengan tujuan untuk mempercepat penurunan kesakitan dan kematian ibu dan
bayi baru lahir. MPS terfokus pada pendekatan perencanaan sistematis dan
terpadu dalam intervensi klinis dan sistem kesehatan serta penekanan pada
kemitraan antar institusi pemerintah, lembaga donor, dan peminjam, swasta,
masyarakat, dan keluarga. Perhatian khusus diberikan pada penyediaan pelayanan
yang memadai dan berkelanjutan dengan penekanan pada ketersediaan penolong
persalinan terlatih. Aktivitas masyarakat ditekankan pada upaya untuk menjamin
bahwa wanita dan bayi baru lahir memperoleh akses terhadap pelayanan.

Ada empat strategi utama bagi upaya penurunan kesakitan dan kematian
ibu. Pertama, meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir yang berkualitas dan cost effective. Kedua, membangun kemitraan yang
efektif melalui kerja sama lintas program, lintas sektor, dan mitra lainnya. Ketiga,
mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan
dan perilaku sehat. Keempat, mendorong keterlibatan masyarakat dalam
menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan ibu dan bayi baru lahir. Ada
tiga pesan kunci, yaitu setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih,
setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapatkan pelayanan yang memadai,
dan setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan
yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.

Perhatian khusus perlu diberikan kepada kelompok masyarakat


berpendapatan rendah baik di perkotaan dan pedesaan serta masyarakat di daerah
terpencil. Program Kesehatan Gratis yang telah dimulai sejak 2007 telah
menyediakan pelayanan kesehatan dasar dan bidan di desa secara gratis bagi
penduduk miskin perlu dipertahankan dengan berbagai cara.

Terlepas dari kebijakan dan program dengan fokus pada sektor kesehatan,
diperlukan juga penanganan dalam konteks yang lebih luas di mana kematian ibu
terjadi. Kematian ibu sering disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks yang
menjadi tanggung jawab lebih dari satu sektor. Terdapat korelasi yang jelas antara
pendidikan, penggunaan kontrasepsi, dan persalinan yang aman. Pelayanan
kesehatan reproduksi remaja harus ditangani dengan benar, mengingat besarnya
masalah. Selain itu, isu gender dan hak-hak reproduksi baik untuk laki-laki
maupun perempuan perlu terus ditekankan dan dipromosikan pada semua level.

3.8.4 Safe Motherhood (Usaha Keselamatan Ibu)

Safe Motherhood adalah usaha-usaha yang dilakukan agar seluruh


perempuan menerima perawatan yang mereka butuhkan selama hamil dan
bersalin.

Tujuan utama dari Safe Motherhood adalah untuk menurunkan angka


kesakitan dan kematian ibu hamil, bersalin, nifas di samping menurunkan angka
kesakitan dan kematian bayi baru lahir terutama di negara berkembang.

Pilar Safe Motherhood, meliputi 4 program penting di antaranya:

1. Keluarga Berencana

Konsep Keluarga Berencana pertama kali diperkenalkan di Matlab,


Bangladesh pada tahun 1976. Tujuan dari program KB ini antara lain
adalah merencanakan waktu yang tepat untuk hamil, mengatur jarak
kehamilan, menentukan jumlah anak. Yang kegiatannya terdiri dari
Pelayanan dan Konseling.

2. Pelayanan Antenatal

Pelayanan antenatal sangat penting untuk mendeteksi lebih dini


komplikasi kehamilan dan sarana edukasi bagi perempuan tentang
kehamilan.

Komponen penting pelayanan antenatal meliputi:

 Skrining dan pengobatan anemia, malaria, dan penyakit menular


seksual.
 Deteksi dan penanganan komplikasi seperti kelainan letak, hipertensi,
edema, dan pre-eklampsia.
 Penyuluhan tentang komplikasi yang potensial, serta kapan dan
bagaimana cara memperoleh pelayanan rujukan

3. Persalinan yang Aman

Persalinan yang aman bertujuan untuk memastikan bahwa setiap penolong


persalinan mempunyai kemampuan, ketrampilan, dan alat untuk
memberikan pertolongan yang bersih dan aman, serta memberikan
pelayanan nifas pada ibu dan bayi, pemberian pelayanan obstetri esensial
tingkat dasar guna menghindari kegawatdaruratan & komplikasi yang
berkaitan dengan kematian ibu

4. Pelayanan Obstetri Esensial


Kegiatan Safe Motherhood memiliki 6 kegiatan pelaksanaan utama yaitu:

1. Deteksi dini dalam skrining Antenatal, mengenal faktor resiko; ibu resiko
tinggi
2. Prediksi terjadinya kompilasi persalinan
3. Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)
4. Prevensi melakukan pencegahan pro-aktif, antisipasif terhadap ibu dan
bayi.
5. Antisipasi
6. Intervensi

Dukungan pelaksanaan Safe Motherhood:

1. Dukungan suami

Sebagai salah satu orang terdekat dengan ibu, dukungan suami memegang
peranan penting di antaranya seperti merencanakan keluarga, menjaga
serta menyelamatkan kesehatan ibu dan anak, mendukung penggunaan
kontrasepsi, mempersiapkan perawatan terlatih selama persalinan, dan
juga menjadi ayah yang bertanggung jawab.

2. Kebijakan politis, yaitu komitmen dan dukungan dari pimpinan wilayah


dengan sector terkait (Tingkat kabupaten / kota, kecamatan, dan pedesaan)
yang berkesinambungan dan berkelanjutan dalam pembinaan dan
peningkatan untuk pelayanan kesehatan ibu yang terjangkau dalam wadah
Gerakan Sayang Ibu.

3. Persepsi sama, disemua tingkat pelayanan (Polindes, Puskesmas dan


Rumah sakit) dalam peningkatan pelayanan kesehatan ibu berbasis
masalah keluarga dalam kegiatan deteksi dan kendali.

4. Prilaku paradigma sehat melalui pendekatan pencegahan, pro-aktif


antisipatif oleh upaya kuratif rehabilitatif.

Ada dua alasan yang menyebabkan Safe Motherhood perlu mendapat


perhatian. Pertama, besarnya masalah kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta
dampak yang diakibatkannya. Data menunjukkan bahwa seperempat dari wanita
usia reproduktif di negara berkembang mengalami kesakitan yang berhubungan
dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. Dampak sosial dan ekonomi kejadian ini
sangat besar, baik bagi keluarga, masyarakat, maupun angkatan kerja di suatu
negara. Keberadaan seorang ibu merupakan tonggak utama untuk tercapainya
keluarga yang sejahtera dan kematian seorang ibu merupakan suatu bencana bagi
keluarganya. Kedua, Safe Motherhood pada hakikatnya merupakan intervensi
yang efisien dan efektif dalam menurunkan angka kematian ibu.

3.8.5 Making Pregnancy Safer (MPS)

MPS menegaskan kembali komitmen WHO terhadap Program Safe


Motherhood (SM). MPS bertujuan untuk menjamin agar SM tetap merupakan
prioritas dalam agenda kesehatan dan pembangunan. Secara luas tujuan Program
Safe Motherhood sama dengan Making Pregnancy Safer.
Making Pregnancy Safer WHO mengutamakan upaya sektor kesehatan,
dengan memfokuskan pada intervensi yang efektif berdasarkan bukti-bukti ilmiah.

Pemerintah telah mencanangkan Gerakan Nasional Kehamilan yang Aman


atau Making Pregnancy Safer (MPS) sebagai Strategi Pembangunan Kesehatan
Masyarakat menuju Indonesia Sehat 2010 pada tangal 12 Oktober 2000, sebagai
bagian dari program Safe Motherhood.

Tujuan Safe Motherhood dan Making Pregnancy Safer sama, yaitu


melindungi hak reproduksi dan hak asasi manusia dengan cara mengurangi beban
kesakitan, kecacatan dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan
persalinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.

3.8.6 Pelayanan Obstetri Esensial

Pelayanan obstetri esensial adalah tersedianya pelayanan secara terus-


menerus dalam 24 jam untuk bedah sectio caesarea, pengobatan penting (anestesi,
antibiotik intravena, transfusi darah), pengeluaran plasenta secara manual serta
ekstraksi vakum untuk abortus inkomplet.

Strategi berbasis masyarakat yang akan mendukung tercapainya tujuan


upaya keselamatan ibu meliputi :

 Melibatkan anggota masyarakat, khususnya wanita dan pelaksanaan


pelayanan setempat, dalam upaya memperbaiki kesehatan ibu.
 Bekerjasama dengan masyarakat, wanita, keluarga, dan dukun / pengobat
untuk mengubah sikap terhadap keterlambatan mendapat pertolongan.
 Menyediakan pendidikan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran
tentang komplikasi obstetri serta kapan dan dimana mencari pertolongan.

Pelayanan obstetri esensial bagi ibu yang mengalami kehamilan risiko


tinggi atau komplikasi diupayakan agar berada dalam jangkauan setiap ibu hamil.
Pelayanan obstetri esensial meliputi kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan
untuk melakukan tindakan dalam mengatasi risiko tinggi dan komplikasi
kehamilan/persalinan. Secara keseluruhan, keempat tonggak tersebut merupakan
bagian dari pelayanan kesehatan primer. Dua di antaranya, yaitu asuhan antenatal
dan persalinan bersih dan aman, merupakan bagian dari pelayanan kebidanan
dasar. Sebagai dasar/fondasi yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan upaya
ini adalah pemberdayaan wanita.

Peranan Puskesmas sebagai pilar pelayanan obstetri esensial yaitu


diantaranya adalah dengan memberikan pelayanan kesehatan untuk semua macam
penyakit obstetrik. Khusus untuk obstetri harus mampu melakukan : POED dan
PONED, dan juga mampu melaksanakan konsep sayang ibu dan sayang bayi.

 Pelayanan obstetri esensial darurat (POED):

o melakukan pertolongan persalinan sungsang

o melakukan pertolongan persalinan vakum ekstraks

o melakukan plasenta manual

o memasang infus dan memberikan obat parenteral

o meneruskan sistem rujukan bila fasilitas tidak memadai

 Pelayanan Obstetri dan Neonatus Esensial Darurat (PONED).

Merupakan pelayanan POED ditambah dengan melakukan pelayanan


neonatus yang mengalami asfiksia ringan, sedang, dan berat. Bila tidak
memungkinkan, segera melakukan rujukan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S, Hipertensi Dalam Kehamilan, Dalam: Ilmu kebidanan. Edisi
Keempat. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010 : 530-61
2. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,
Hypertensive Disorders in Pregnancy, Dalam: William Obstetrics, edisi ke-23,
New York: McGraw-Hill, 2005 : 761-808
3. Rozikhan. Faktor-faktor Resiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah

Sakit Dr. H. Soewondo Kendal.2007.


4. Moerman, M.L. Growth of the birth canal in adolescent girls, Amirican

Journal of obstetric and gynecology, 143-182.

5. Wahjoeningsih S. Anesthesia pada pasien dengan preeklamsia-eklamsia. In:


Preeceding book 1st Indonesian symposium pediactic anesthesia and critical
care. Surabaya. 2005. P.95-104
6. Nuryani, Magfirah AA, Citrakesumasari, dkk. 2013. Hubungan Pola Makan

Sosial Ekonomi, Antenatal Care dan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kasus

Preeklamsia di Kota Makasar. Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol.2, No.2,

Agustus 2013 :104-112

Anda mungkin juga menyukai