Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK

GASTRITIS EC HELICOBACTER PYLORI

Disusun oleh:
Lie Rebecca Yen Hwei (01073170044)

Penguji:
dr. Elvie C. Sangian, SpA

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM SILOAM LIPPO KARAWACI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 26 AGUSTUS – 2 NOVEMBER 2019
BAB I
PENDAHULUAN

Gastritis didefinisikan sebagai suatu reaksi inflamasi dari mukosa lambung yang
merupakan proses patologis kompleks, dengan berbagai macam faktor yang terjadi karena
adanya ketidakseimbangan di antara faktor – faktor agresif dan pertahanan yang bergantung
pada respon imun humoral dan selular pasien.1 Berdasarkan perjalanan waktunya, gastritis
dapat diklasifikasikan menjadi gastritis akut dan gastritis kronik. Gastritis akut dapat berevolusi
menjadi gastritis kronik bila tidak ditangani. Penyebab gastritis paling sering di dunia adalah
infeksi Helicobacter pylori (H. pylori).2
Pada umumnya, prevalensi infeksi H. pylori lebih banyak terjadi di negara berkembang
pada usia muda. Insidensinya adalah 3 – 10 % pada populasi di negara berkembang
dibandingkan dengan hanya 0.5 % pada populasi di negara maju.3 Di negara berkembang,
kurang dari 10 % anak di usia kurang dari 12 tahun terinfeksi dengan H. pylori.4 Pada penelitian
yang dilakukan oleh Muhsen et al, ditemukan bahwa prevalensi infeksi H. pylori pada anak di
bawah usia 6 tahun di desa dengan status sosial ekonomi yang tinggi dan rendah berturut –
turut adalah 6 % dan 10 %. Angka ini meningkat menjadi 9.6 % dan 51.9 % berturut – turut di
usia 18 bulan. 5
Gastritis terkait H. pylori ditransmisikan melalui jalur fekal-oral yang dipengaruhi oleh
faktor bakteri dan faktor penjamu dan umumnya bermanifestasi sebagai nyeri epigastrik, mual,
dan muntah yang muncul tiba – tiba. Akan tetapi, banyak orang juga tidak memiliki gejala
sama sekali atau mengeluhkan gejala dispepsia minimal.2 Dispepsia mengacu pada nyeri atau
ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas yang seringkal dideskripsikan sebagai
nyeri yang terjadi saat makan, setelah makan, atau di malam hari; perasaan kenyang yang cepat
muncul, kembung, mual, muntah, atau regurgitasi.6
Gastritis yang tidak ditangani secara cepat dan tepat dapat berkembang menjadi
penyakit ulkus peptikum yang dapat menghasilkan komplikasi seperti perforasi, perdarahan,
striktur usus, dan obstruksi.7 Tersedianya pemeriksaan dengan endoskopi memudahkan klinisi
untuk mengetahui penyebab pasti dari gastritis dan membuat penanganan yang sesuai.1

1
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama : An. M.
Jenis Kelamin : Laki - laki
Tanggal Lahir : 10 Maret 2006
Usia : 13 tahun 5 bulan 23 hari
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Alamat : Liga Selatan 4 Blok D1 No. 50 RT 002/006, Tangerang
Nomor Rekam Medis : SHLV.00-49-78-12
Tanggal Masuk RS : 2 September 2019
Tanggal Pemeriksaan : 2 September 2019

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dari pasien dan alloanamnesis dari ibu pasien.
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan muntah sebanyak 4 kali sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
(Minggu, 1 September 2019).
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan muntah 4 kali sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
(Minggu, 1 September 2019). Muntah berisi makanan dan tidak didahului oleh batuk. Pada
pagi hari, pasien makan nasi goreng di rumah lalu pasien muntah waktu siang hari. Satu hari
sebelumnya, pasien makan di warteg pinggir jalan. Pasien mengonsumsi air jahe 1 kali, tetapi
tidak membaik sehingga nafsu makan dan minum pasien berkurang.
Pasien mengeluhkan adanya nyeri perut di bagian tengah atas sejak Minggu yang
dideskripsikan sebagai nyeri melilit sampai pasien merasa sesak nafas dan keringat dingin.
Pasien juga mengeluhkan rasa terbakar pada dada dan kembung sejak Minggu siang. Pasien
menyangkal adanya demam, batuk, pilek, nyeri tenggorokan, ruam kemerahan, rasa nyeri dan
keluar cairan dari telinga. Buang air kecil (BAK) pasien baik, tidak ada rasa nyeri saat
berkemih, volume dan warna dalam batas normal. Buang air besar (BAB) pasien terakhir
Sabtu, 31 Agustus 2019 dengan frekuensi, konsistensi, volume dan warna dalam batas normal.

2
Ibu pasien mengantar pasien ke IGD Rumah Sakit di Jakarta, kemudian pasien disuntik
anti nyeri dan diperbolehkan pulang. Akan tetapi, karena keadaan pasien tidak membaik, ibu
pasien mengantar pasien berobat lagi pada hari Senin.
Riwayat berpergian ke luar kota maupun ke luar negri selama 1 minggu terakhir
disangkal. Pasien menyangkal penggunaan obat – obatan rutin seperti anti nyeri atau obat
maag.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien tidak memiliki
penyakit maag. Pasien seringkali batuk dan pilek karena riwayat alergi sehingga pasien
mengalami pembesaran tonsil dan adenoid. Pasien menjalani operasi tonsilektomi saat pasien
duduk di kelas 3 SD. Pasien menyangkal adanya riwayat kejang sebelumnya.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Ayah pasien memiliki riwayat dispepsia berupa kembung yang tidak dipengaruhi oleh
jam makan dan jenis makanan yang dikonsumsi. Kedua adik pasien juga muntah di hari yang
sama dengan pasien, namun hanya sekali dan berhenti ketika sudah diberikan air jahe oleh ibu
pasien. Adik perempuan pasien memiliki alergi makanan laut, bermanifestasi sebagai
dermatitis di wajah.
Riwayat Kehamilan
Pasien adalah anak pertama dari tiga bersaudara (P3A0). Anak kedua laki – laki usia 9
tahun dan anak ketiga perempuan usia 4 tahun. Selama kehamilan ibu pasien rutin kontrol ke
dokter 1 bulan sekali dan melakukan pemeriksaan USG yang menyatakan pasien normal. Ibu
pasien rutin mengonsumsi tablet Fe dan asam folat selama kehamilannya. Ibu pasien juga
suntik TT sesuai jadwal. Ibu pasien tidak mengalami kenaikan tekanan darah atau kadar gula
darah selama kehamilan.
Riwayat Persalinan dan Masa Perinatal
Pasien lahir cukup bulan (aterm) via partus normal dengan berat badan 2900 gram,
panjang badan 49 cm, dan lingkar kepala dalam batas normal. Sewaktu lahir, pasien langsung
menangis, tidak ada sianosis, tidak ada kuning, dan tidak memiliki riwayat dirawat di NICU.
Riwayat Nutrisi
Pasien mendapat ASI eksklusif hingga usia 6 bulan. Pasien kemudian mendapat MPASI
berupa bubur bayi sejak usia 6 bulan. Pasien mulai mengonsumsi makanan yang sama dengan
orang tua di usia 1 tahun. Sekarang pasien makan 3 kali sehari berupa nasi, sayur, daging, dan
buah dengan selingan snack di antaranya.

3
Riwayat Tumbuh Kembang
Pasien mengalami kenaikan berat badan sesuai dengan kurva dan dapat mengikuti
pelajaran dengan baik di sekolah.
Riwayat Imunisasi

Riwayat imunisasi dasar maupun tambahan lengkap.


Riwayat Sosial Ekonomi dan Kondisi Lingkungan
Pasien tinggal di rumah bersama ayah, ibu, kedua adiknya, dan orang tua dari ayah
pasien. Rumah pasien berventilasi baik dan bersih. Sumber air berasal dari air tanah. Pasien
memiliki binatang peliharaan berupa kelinci yang ditaruh di garasi.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, 2 September 2019.
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital
Laju nadi : 79 x / menit
Laju napas : 21 x / menit
Suhu : 37.10C
Tekanan darah : 100 / 60 mmHg

4
Status Gizi dan Antropometri
Berat badan : 40 kg
Tinggi badan : 143 cm
BB/U : 40 / 48 = 83.33 %
TB/U : 143 / 160 = 89.38 %
BB ideal : 36 kg
BB/TB : 40 / 36 = 111 %
Kesan : BB kurang, perawakan pendek, status gizi baik

Status Generalis
Kulit Warna sawo matang, lesi (-), perdarahan (-), jaringan parut (-).
Kepala Normosefali, UUB tertutup, rambut hitam tersebar merata.
Wajah Normofasies, pucat (-), ikterik (-), sianosis (-).
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3
mm / 3 mm, refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak
langsung (+/+), gerakan bola mata dalam batas normal.
Hidung Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), epistaksis (-/-).
Telinga Aurikula simetris, sekret (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik
pinna (-/-), serumen (-/-).
Mulut Bibir kemerahan, mukosa lembab, sianosis (-).
Lidah hiperemis (-), coated tongue (-), geographic tongue (-).
Tenggorokan T0 / T0, detritus (-), arkus faring simetris (+), hiperemis (-), uvula
intak di tengah.
Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-).
Dada Bentuk dada simetris, tidak ada bekas luka, tidak tampak retraksi.
Paru – paru Inspeksi : pengembangan dada simetris.
Palpasi : tactile fremitus simetris.
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru.
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonchi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : iktus kordis tidak teraba.
Perkusi : batas – batas jantung dalam batas normal.
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-).

5
Abdomen Inspeksi : datar, lesi (-), scar (-).
Auskultasi : BU (+).
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen.
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) di area epigastrik dan umbilikus,
massa (-), hepatomegali (-), splenomegali (-), turgor kembali cepat.
Vertebra Massa (-), lesi (-), deformitas (-).
Anogenital Tidak dilakukan.
Ekstremitas Akral hangat, CRT < 2 detik, clubbing finger (-).
Neurologis GCS : E4M6V5.
Tanda rangsal meningeal (-).
Saraf kranialis : tidak ada parese.
Motorik : normotonus, normotrofi, tidak ada kesan lateralisasi.
Sensorik : kesan normal.
Refleks : dalam batas normal.

Derajat Dehidrasi
Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Simptom Minimal atau tanpa Dehidrasi ringan – Dehidrasi berat,
dehidrasi, sedang, kehilangan kehilangan BB > 9
kehilangan BB < 3 BB 3 % - 9 % %
%
Kesadaran Baik Normal, lelah, Apatis, letargi, tidak
gelisah, irritable sadar
Denyut jantung Normal Normal – meningkat Takikardi, bradikardi
pada kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal – melemah Lemah, kecil, tidak
teraba
Pernapasan Normal Normal – cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik

6
Capillary refill time Normal Memanjang Memanjang,
minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal
Kesan : tidak ada dehidrasi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada Senin, 2 September 2019 07.30
Test Result Unit Reference Range
HEMATOLOGY
Full Blood Count
Haemoglobin 14.20 g/dL 13.20 – 17.30
Hematocrit 41.70 % 40.00 – 52.00
Erythrocyte (RBC) 5.17 10^6/µL 4.40 – 5.90
White blood cell 12.59 10^3/µL 3.80 – 10.60
(WBC)
Differential Count
Basophil 0 % 0–1
Eosinophil 0 % 1–3
Band neutrophil 3 % 2–6
Segment neutrophil 76 % 50 – 70
Lymphocyte 15 % 25 – 40
Monocyte 6 % 2–8
Platelet Count 276.00 10^3/µL 150.00 – 440.00
ESR 4 mm/hours 0 – 10
MCV, MCH, MCHC
MCV 80.70 fL 80.00 – 100.00
MCH 27.50 Pg 26.00 – 34.00
MCHC 34.10 g/dL 32.00 – 36.00
BIOCHEMISTRY
SGOT – SGPT
SGOT (AST) 15 U/L 0 – 40

7
SGPT (ALT) 8 U/L 0 – 41
Electrolyte (Na, K, Cl)
Sodium (Na) 134 mmol/L 137 – 145
Potasium (K) 4.1 mmol/L 3.6 – 5.0
Chloride (Cl) 98 mmol/L 98 - 107
IMMUNOLOGY / SEROLOGY
CRP 1 mg/L 0-6

Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada Senin, 2 September 2019 14.00


Test Result Unit Reference Range
BIOCHEMISTRY
Urea Breath Test (UBT)
Result Positive
DOB 2.5 permil Negative
Delta Over Baseline
(DOB) :
< 2.5 permil :
Negative
>= 2.5 permil :
Positive
Kesan : leukositosis dengan peningkatan neutrophil segmen (shift to the left), mild
hiponatremia, dan urea breath test positif.

RESUME
Pasien laki – laki berusia 13 tahun datang dengan keluhan muntah 4 kali berisi makanan
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien diberikan air jahe oleh ibunya namun tidak
membaik. Nafsu makan dan minum pasien menurun. Pasien mengeluhkan adanya nyeri perut
di bagian tengah atas sejak 1 hari SMRS yang dideskripsikan sebagai nyeri melilit sampai
pasien merasa sesak nafas dan keringat dingin. Pasien juga mengeluhkan rasa terbakar pada
dada dan kembung sejak 1 hari SMRS. Pasien menyangkal adanya demam, batuk, pilek, nyeri
tenggorokan, ruam kemerahan, rasa nyeri dan keluar cairan dari telinga. Buang air kecil (BAK)
pasien baik, tidak ada rasa nyeri saat berkemih, volume dan warna dalam batas normal. Buang
air besar (BAB) pasien terakhir 2 hari SMRS dengan frekuensi, konsistensi, volume dan warna

8
dalam batas normal. Ibu pasien mengantar pasien ke IGD Rumah Sakit di Jakarta, kemudian
pasien disuntik anti nyeri dan diperbolehkan pulang. Akan tetapi, karena keadaan pasien tidak
membaik, ibu pasien mengantar pasien berobat lagi pada hari Senin. Riwayat berpergian ke
luar kota maupun ke luar negri selama 1 minggu terakhir disangkal. Pasien menyangkal
penggunaan obat – obatan rutin seperti anti nyeri atau obat maag. Pasien memiliki riwayat
alergi dan pernah menjalani operasi tonsilektomi saat duduk di kelas 3 SD. Ayah pasien
memiliki riwayat dispepsia berupa kembung yang tidak dipengaruhi oleh jam makan dan jenis
makanan yang dikonsumsi. Adik perempuan pasien memiliki alergi terhadap seafood yang
bermanifestasi sebagai dermatitis. Kedua adik pasien juga muntah di hari yang sama dengan
pasien, namun membaik setelah minum air jahe.
Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan, didapatkan nyeri tekan pada daerah epigastrik
dan umbilikus. Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan didapatkan leukositosis shift to
the left, mild hiponatremia, dan urea breath test positif.

DIAGNOSIS KERJA
Gastritis ec Helicobacter pylori infection.

TERAPI
Medikamentosa
 Interlac sachet 1 x 1 PO
 Flagyl 3 x 400 mg Inj
 Abbotic syrup 2 x 250 mg PO
 Omeprazole 2 x 20 mg IV
 Sirplus anggur 2 x 5 ml PO
Non-medikamentosa
 Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan tangan dengan cara rajin mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan, serta membawa hand sanitizer.
 Saran ke anggota keluarga lainnya untuk pemeriksaan skrining UBT.

PROGNOSIS
Ad vitam : bonam.
Ad functionam : bonam.
Ad sanationam : bonam.

9
BAB III
FOLLOW UP

3/9/2019 4/9/2019 5/9/2019


Kesadaran Sakit sedang Sakit ringan Sakit ringan
umum
Kesadaran Compos mentis Compos mentis Compos mentis
Nyeri perut (+) berkurang (+) minimal (-)
Mual (+) (-) (-)
Nyeri tekan (+) di daerah epigastrik (-) (-)
abdomen dan umbilikus
Napsu Baik Baik Baik
makan
Tatalaksana D5 1/4NS 500 ml/8 jam D5 1/4NS 500 ml/24 jam Pulang dengan obat :
Interlac sachet 1 x 1 PO Interlac sachet 1 x 1 PO Interlac sachet 1 x 1
Flagyl 3 x 400 mg Inj Flagyl 2 x 400 mg PO PO
Abbotic syrup 2 x 250 Abbotic syrup 2 x 250 mg Flagyl 2 x 400 mg
mg PO PO Abbotic 2 x 250 mg
Omeprazole 2 x 20 mg Omeprazole 2 x 20 mg IV Omeprazole 2 x 20 mg
IV Sirplus anggur 2 x 5 ml PO
PO

10
BAB IV
ANALISA KASUS

Gastritis adalah suatu reaksi inflamasi dari mukosa lambung dengan proses patologis
kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, yang terjadi akibat
ketidakseimbangan faktor agen dan penjamu. Gastritis memiliki bentuk akut dan kronik.
Gastritis akut adalah proses inflamasi yang berdurasi pendek dengan gejala yang timbul
mendadak dan berkurang dalam waktu cepat, dimana gejala – gejala yang tersering adalah
nyeri epigastrik, mual, dan muntah.1
Muntah meliputi seluruh pengeluaran isi dari saluran pencernaan (atau esofageal)
melalui mulut. Muntah dibagi tergatung dari kekuatan muntah dikeluarkan; oleh karena itu,
regurgitasi tanpa usaha atau hampir tanpa usaha harus dibedakan dari muntah, yang didorong
kuat oleh kontraksi dinding abdomen dan peristalsis intestinal retrograd.8 Gejala muntah
pertama kali perlu diidentifikasi polanya dan dicari kemungkinan penyebabnya dari gejala –
gejala penyerta dari sistem pencernaan, pernapasan, dan persarafan. Pada muntah kronik
rekuren, terdapat lebih dari dua episode muntah tetapi anak umumnya tidak terlihat sakit dan
muntah terjadi dengan kecepatan rendah. Pada muntah siklik rekuren, episode lebih jarang (≤
2 / minggu) akan tetapi dikarakterisasi dengan anak yang terlihat sakit dan muntah kuat dengan
frekuensi sering (misalnya > 4 sampai 6 kali / jam). Akan tetapi, muntah kronik rekuren dan
muntah siklik rekuren dapat berawal dari muntah akut.9

Tabel 1. Diagnosis banding muntah berdasarkan usia.8


Usia Diagnosis banding
Baru lahir A. Malformasi gastrointestinal obstruktif kongenital:
Atresia atau esophageal atau intestinal webs
Meconium ileus atau plug: penyakit Hirschprung
B. Inborns errors of metabolism:
Asidemia organik, asidemia amino, hiperamonemia (siklus urea), sindrom
adrenogenital
Bayi A. Lesi obstruktif yang didapat atau ringan:
Stenosis pilorik, malrotasi dan volvulus, intususepsi
B. Penyakit metabolik, inborn errors of metabolism
C. Intoleransi nutrisi

11
D. Kelainan fungsional:
Refluks gastroesofageal
E. Kelainan psikososial
Ruminasi, cedera akibat trauma
Anak Penyebab tersering ada di tabel 2
Remaja Sama seperti anak, ditambah dengan kehamilan, penggunaan obat – obatan
(kecanduan, untuk bunuh diri), gangguan makan

Tabel 2. Petunjuk untuk mendiagnosis dan melokalisasi penyebab dari muntah.8


Gejala terkait Diagnosis
Nyeri perut lokal
Epigastrik Penyakit ulkus peptikum, refluks, pankreatitis
Periumbilikal Tidak spesifik atau obstruksi usus halus
Pelvik Sistitis, penyakit inflamasi pelvik, torsi ovary
Kuadran kanan atas Hepatitis, pankreatitis, kolesistitis, kolik bilier, hematoma /
ulkus duodenum, pielonefritis kanan, pneumonia, perihepatitis
Kuadran kiri atas Penyakit ulkus peptikum, pankreatitis, pembesaran atau torsi
limpa, pielonefritis kiri, pneumonia
Kuadran kanan bawah Apendisitis, penyakit tuboovari kanan
Kuadran kiri bawah Penyakit tuboovari kiri, penyakit sigmoid
Flank kanan Obstruksi atau infeksi sambungan ureteropelvik / ginjal,
obstruksi bilier, perdarahan adrenal
Flank kiri Obstruksi atau infeksi sambungan ureteropelvik / ginjal,
perdarahan adrenal
Nyeri lainnya
Nyeri kepala Peningkatan tekanan intrakranial, sinusitis dengan mukus
postnasal, migren
Nyeri dada, disfagia Esofagitis, akalasia, pneumonia
Nyeri sendi SLE, FMF, IBD
Diare Obstruksi usus sebagian, enteritis infeksi, racun, inborn errors
of metabolism
Konstipasi Obstruksi atau dismotilitas usus (pseudoobstruksi),
hiperkalsemia, hipokalemia, porfiria, keracunan timbal

12
Ikterik Hepatitis, kolesistitis, obstruksi hepatobilier, penyakit
metabolik, obstruksi atau infeksi saluran kemih, stenosis pilorik
(neonatus)
Neurologis Metabolik, toksik (timbal), penyakit sistem saraf pusat, porfiria,
gagal hepar, ensefalopati, vertigo, perubahan visus, tonus
abnormal, kejang, fontanel penuh
Jantung
Penyakit katup Trombosis arteri mesenterika (atau emboli)
Hipotensi Trombosis mesenterika, iskemi usus
Hipertensi Feokromositoma
Respiratorik Pneumonia, otitis, aspirasi muntah
Saluran kemih Pielonefritis, hidronefrosis, batu, hipertensi renal, kolestasis,
porfiria
Ginekologi
Menstruasi ireguler Kehamilan, kehamilan ektopik
Keputihan Penyakit inflamatorik pelvik
Terkait menstruasi Porfiria, endometriosis, dismenore

Gastritis akut dipicu oleh faktor – faktor eksogen seperti alkohol, salisilat,
kortikosteroid, zat – zat kimia; dan faktor – faktor endogen seperti luka bakar, stress, dan toksin
bakteri. Gastritis akut memiliki 3 tipe yaitu gastritis akut (bentuk ringan yang dikarakterisasi
dengan edema pada mukosa gaster, stenosis regio prepyloric tanpa adanya erosi atau lesi yang
jelas terlihat, seringkali berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori), gastritis hemoragik
akut (dikarakterisasi dengan banyaknya ekstravasasi, spot perdarahan, dan erosi), dan gastritis
ulseratif akut (dengan erosi atau ulserasi ekstensif dan perdarahan). Pada anak, kedua tipe
gastritis yang terakhir seringkali didapatkan setelah adanya ingesti dari bahan kimia yang
bersifat itiratif. Gastritis kronik adalah kondisi inflamasi kronik yang paling umum menyerang
lambung dan disebabkan oleh faktor – faktor eksogen, konstitusional, dan imun.1
Kemampuan H. pylori untuk menyebabkan gastritis akut pertama kali didemonstrasikan
pada beberapa individu sehat yang menjadi sakit ringan setelah menelan organisme
Helicobacter pylori, dimana manifestasi klinis yang muncul antara lain nyeri epigastrik, mual,
dan muntah tanpa demam yang berhubungan dengan perubahan inflamasi akut pada biopsi
gaster.10,11

13
Infeksi Helicobacter pylori umumnya didapatkan pada masa kanak dan lebih umum
ditemui pada anak yang tinggal di negara berkembang. H. pylori ditransmisikan melalui jalur
fekal-oral, oleh karena itu kebersihan tangan sangat penting dalam penularannya.12
Dalam jangka panjangnya, infeksi H. pylori dapat menyebabkan ulkus peptikum sampai
pada kanker gaster.
Pada penyakit lambung yang bersifat asam, penggunaan obat – obatan rutin tertentu dan
riwayat gastritis atau infeksi H pylori pada keluarga merupakan faktor predisposisi yang perlu
digali lebih lanjut melalui anamnesis.7
Pada pasien ditemukan keluhan muntah, nyeri epigastrik, kembung yang disertai oleh
riwayat makan di warteg pinggir jalan dan riwayat ayah yang memiliki keluhan dispepsia yang
belum diketahui penyebabnya. Riwayat makan di pinggir jalan mengarahkan pada
kemungkinan rute masuknya Helicobacter pylori yang menyebabkan infeksi akut pada pasien.
Riwayat keluarga menguatkan diagnosis gastritis akan tetapi masih perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis.
Pada pemeriksaan fisik anak dengan infeksi akut H. pylori asimptomatik biasanya
malah membingungkan karena pada umumnya infeksi akut H. pylori hanya menyebabkan
gejala infeksi bakteri akut pada umumnya atau gejala dispepsia sampai kemudian berlanjut
menjadi gastritis kronik, ulkus duodenum atau ulkus peptikum. Penemuan yang penting antara
lain nyeri tekan epigastrik atau perdarahan saluran cerna (guaiac positif pada pemeriksaan
tinja, takikardia, pucat). Anak dengan ulkus peptikum dapat datang dengan komplikasi
(kehilangan darah berat dari saluran cerna, perforasi, obstruksi) dan dapat menunjukkan tanda
– tanda ketidakseimbangan hemodinamik atau akut abdomen. Anak dengan ulkus peptikum
jangka panjang yang disebabkan H. pylori dapat menjadi anemik dari perdarahan kronik yang
tidak terdeteksi dan asimptomatik.10
Pada pasien ini didapatkan nyeri tekan epigastrik dan umbilikal ketika dilakukan
pemeriksaan fisik abdomen. Pemeriksaan lainnya dalam batas normal. Hal ini mendukung
adanya infeksi yang bersifat akut pada salura cerna pasien.
Walaupun riwayat medis dan pemeriksaan laboratorium membantu, endoskopi dan
biopsi adalah baku emas dalam membuat diagnosis, yang mengidentifikasi distribusi, tingkat
keparahan, dan penyebabnya. Pemeriksaan yang digunakan untuk diagnosis gastritis terkait H.
pylori dibagi menjadi 2 kelompok utama yaitu pemeriksaan invasif dan tidak invasif.
Pemeriksaan invasif (membutuhkan gatroskopi dan biopsi) terdiri atas pewarnaan histologi,
kultur, rapid urease test, dan deteksi molecular (PCR DNA). Pemeriksaan tidak invasif (tidak

14
membutuhkan gastroskopi dan biopsi) terdiri atas urea breath test (UBT), tes antigen feses,
dan serologi.2
13 14
Terdapat 2 macam UBT yang dapat dilakukan, yaitu menggunakan C dan C.
13
Beberapa klinisi memiliki untuk menggunakan C karena sifatnya yang tidak radioaktif
dibandingkan dengan 14C, terutama pada anak dan ibu hamil walaupun dosis radiasinya sangat
minimal.13 Pada pemeriksaan ini, pasien diminta untuk menelan tablet berisi 13C atau 14C yang
kemudian akan terpapar dengan urease bakteri pada pasien dengan H. pylori positif. Hidrolisasi
akan terjadi dan menghasilkan CO2 dalam gaster. Kemudian, CO2 akan diukur ketika pasien
menghembuskan napas. Hasil UBT yang positif mengindikasikan tatalaksana pengobatan.14
Pada pasien dilakukan pemeriksaan tidak invasif dahulu berupa pemeriksaan darah dan
UBT. Dari pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil leukositosis shift to the left, mild
hiponatremia, dan UBT positif.
Pada pasien dengan infeksi bakteri, neutrofil segmen yang bersirkulasi dalam darah
bermigrasi ke area yang terinfeksi untuk membunuh organisme yang menginvasi. Penurunan
jumlah neutrofil dalam darah akan menstimulasi pengeluaran neutrofil imatur dari sumsum
tulang setelah cadangan neutrofil matur di sumsum tulang habis. Penurunan jumlah cadangan
neutrofil matur dan imatur di sumsum tulang menstimulasi sumsum tulang untuk meproduksi
neutrofil lagi untuk menyuplai area yang terinfeksi sampai infeksi bakteri dapat teratasi.
Perjalanan infeksi bakteri dapat dibagi menjadi 4 fase berdasarkan perubahan kadar WBC dan
left shift yang terjadi selama proses infeksi dan penyembuhan. Dalam 12 – 24 jam pertama,
belum terjadi peningkatan WBC dan left shit belum terjadi karena neutrofil yang digunakan
untuk mengatasi infeksi hanya yang berasal dari sirkulasi darah. Dalam fase berikutnya, WBC
mengalami peningkatan dan left shift mulai terjadi karena sumsum tulang mulai memproduksi
neutrofil secara cepat sehingga kecepatan produksi melampaui kecepatan konsumsi neutrofil.
Ketika WBC di atas angka referensi normal dan terjadinya left shift menandakan bahwa pasien
dapat mengontrol infeksi bakteri. Bila WBC tetap berada di dalam referensi normal dan tidak
terjadi left shift, maka pasien tidak dapat mengontrol infeksi. Dalam fase ketiga, WBC tetap di
atas referensi normal dan left shift mengecil menandakan berkurangnya produksi neutrofil di
sumsum tulang dan mengindikasikan kondisi pasien yang membaik dan pulih dari infeksi
bakteri. Pada fase terakhir, WBC kembali ke referensi normal dan left shift minimal karena
neutrofil sudah tidak perlu diproduksi lagi untuk dikonsumsi di area infeksi.15
Melalui pemeriksaan ini, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami infeksi bakteri
akut dan didukung oleh hasil UBT yang positif, menandakan adanya infeksi dari Helicobacter
pylori.

15
Pengobatan pada gastritis karena H. pylori terdiri atas 3 obat – obatan yang diberikan 2
kali sehari, selama 1 sampai 2 minggu. Pada pasien gimana pengobatan awal gagal, terdapat 2
pilihan lain yang direkomendasikan, termasuk di dalamnya pengobatan dengan 4 macam obat.
Monoterapi dan regimen 2 obat harus dihindari karena mereka tidak efektif dan meningkatkan
kemungkinan resistensi antibiotik.

Tabel 3. Terapi yang direkomendasikan dalam eradikasi penyakit H. pylori pada anak.16
Obat Dosis
Lini pertama
1 Amoxicillin 50 mg / kg / hari, maks 1 gr BID
Clarithromycin 15 mg / kg / hari, maks 500 mg BID
Omeprazole 1 mg / kg / hari, maks 20 mg BID
2 Amoxicillin 50 mg / kg / hari, maks 1 gr BID
Metronidazole 20 mg / kg / hari – 500 mg BID
Omeprazole 1 mg / kg / hari, maks 20 mg BID
3 Clarithromycin 15 mg / kg / hari, maks 500 mg BID
Metronidazole 20 mg / kg / hari – 500 mg BID
Omeprazole 1 mg / kg / hari, maks 20 mg BID
Lini kedua
4 Bismuth subsalicylate 1 tablet (262 mg) QID atau 15 ml (17.6
mg / ml QID)
Metronidazole 20 mg / kg / hari – 500 mg BID
Omeprazole 1 mg / kg / hari, maks 20 mg BID
Ditambah dengan pilihan antibiotik :
Amoxicillin 50 mg / kg / hari, maks 1 gr BID
atau Tetracycline 50 mg / kg / hari, maks 1 gr BID
atau Clarithromycin 15 mg / kg / hari, maks 500 mg BID
5 Ranitidine bismuth – citrate 1 tablet QID
Clarithromycin 15 mg / kg / hari, maks 500 mg BID
Metronidazole 20 mg / kg / hari – 500 mg BID
Pada pasien diberikan pengobatan dengan lini pertama, regimen pilihan ketiga yaitu
dengan triple therapy berisi Clarithromycin, Metronidazole, dan Omeprazole.

16
Eradikasi infeksi H. pylori dengan multidrug therapy sangat baik, dengan tingkat
keberhasilan mencapai 95 %. Oleh karena itu, kepatuhan pasien terhadap pengobatan sangatlah
penting. Sekali penyembuhan telah dicapai, tingkat reinfeksi jangka panjang rendah.17
Setelah mendapatkan pengobatan terhadap infeksi H. pylori, diperlukan tes non-invasif
seperti urea breath test atau tes antigen feses untuk memastikan eradikasi H. pylori.
Pemeriksaan ulang disarankan pada waktu 4 minggu setelah pengobatan dihentikan karena
tingkat ketepatan hasi tes yang negatif pada waktu ini mencapai 98 % – 100 %.18
Komplikasi gastritis et cause Helicobacter pylori antara lain penyakit ulkus peptikum
dan lesi – lesi pre-kanker seperti gastritis atrofi dan gastric intestinal metaplasia (GIM). Ada
asosiasi yang jelas antara infeksi H. pylori dan terjadinya penyakit ulkus peptikum. Beberapa
gen H. pylori dan faktor – faktor virulensi tertentu telah diusulkan menjadi penyebab
perkembangan penyakit ulkus peptikum. Salah satu faktor virulensi yang memiliki asosiasi
dengan risiko penyakit ulkus peptikum adalah VacA m1.16
Gastritis atrofi dikarakterisasi dengan proses inflamasi kronis dari mukosa gaster yang
berujung pada hilangnya kelenjar – kelenjar yang sesuai dan berkurangnya fungsi sekresi
gaster.17 Penyebaran luas gastritis atrofi yang terkait dengan akloridia atau hipokloridia
merupakan risiko signifikan untuk kanker gaster.20,21 GIM didefinisikan sebagai tergantinya
epitel gaster menjadi dua tipe epitel intestinal. GIM secara umum dipertimbangkan sebagai
kondisi yang memberi kecenderungan kepada keganasan.22
Data yang diperoleh dari studi epidemiologi menyarankan beberapa tindakan yang
dapat membantu mengurangi transmisi antara lain kebijakan – kebijakan yang mendukung
perbaikan kondisi hidup, terutama di negara – negara berkembang. Karena cara transmisi H.
pylori adalah melalui jalur fekal-oral, edukasi kebersihan diri sangatlah penting terutama
dalam hal kebersihan tangan. Diagnosis dan penanganan yang tepat juga penting untuk
menyembuhkan dan mencegah paparan terhadap keluarga dan orang – orang terdekat. Selain
daripada itu, terdapat beberapa penelitian yang membahas tentang vaksin terhadap H. pylori
sebagai salah satu upaya pencegahan infeksi.17
Vaksin terhadap H. pylori pertama kali dikenalkan dengan nama OraVax pada tahun
1996 yang ternyata tetap menyebabkan pasien yang diimunisasi terinfeksi dengan H. pylori.
Kemudian pada tahun 2008, vaksin Novartis yang memiliki protein cagA, vacA, dan NAP
memiliki hasil yang lebih baik akan tetapi penelitian terhadap OraVax maupun Novartis sudah
dihentikan.23 Sekarang ini, berbagai macam vaksin terhadap infeksi H. pylori dibuat oleh
perusahaan dan institusi akademik kecil, antara lain EpiVax, Helicovaxor, dan Imevax. Akan
tetapi, belum ada vaksin yang dapat terbukti secara klinis mencegah infeksi H. pylori.24

17
Pada pasien diedukasi untuk menjaga kebersihan tangan dengan cara rajin mencuci
tangan sebelum dan sesudah makan, serta membawa hand sanitizer. Anggota keluarga lainnya
disarankan untuk pemeriksaan skrining UBT.

18
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Szaflarska MC, Bala G. Gastritis in children and teenagers – pathogenesis, diagnosis and
treatment. Case Rep Clin Pract Rev. 2001;2:317-25.
2. Azer SA, Akhondi H. Gastritis. [Updated 2019 Jun 24]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2019. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544250/Rosenberg JJ. Helicobacter pylori.
Pediatrics in Review. 2010;31:85-86.
3. Sullivan PB, Thomas JE, Wight DGD, Neale G, Eastham EJ, Corrah T, et al. Helicobacter
pylori in Gambian children with chronic diarrhoea and malnutrition. Arch Dis Child.
1990;65:189-91.
4. Muhsen K, Jurban M, Goren S, Cohen D. Incidence, age of acquisition and risk factors of
helicobacter pylori infection among Israeli Arab infants. J Trop Pediatr. 2012;58:208-13.
5. Loening-Baucke V. Dyspepsia In Children. International Foundation for Functional
Gastrointestinal Disorders. 2008;807:1–6.
6. Sierra D, Wood M, Kolli S, Felipez LM. Pediatric gastritis, gastropathy, and peptic ulcer
disease. Pediatrics in Review. 2018;39:542-49.
7. Czinn SJ. Peptic ulcer disease in children. In: Kliegman RM, Stanton B, St.
Geme J, Schor NF, Behrman RE, eds. Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia,
PA: Elsevier Health Sciences; 2015:1816–19.
8. Kliegman R, Nelson W. Nelson textbook of pediatrics. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2016.
9. Marshall BJ, Armstrong JA, McGechie DB, Glancy RJ. Attempt to fulfil Koch's postulates
for pyloric Campylobacter. Med J Aust 1985;142:436.
10. Morris A, Nicholson G. Ingestion of Campylobacter pyloridis causes gastritis and raised
fasting gastric pH. Am J Gastroenterol 1987;82:192.
11. Nicolescu F. Particulars of the Helicobacter pylori Infection in Children. In: Roesler BM,
editors. Trends in Helicobacter pylori infection. Campina: InTech Open.; 2014. p. 177-95.
12. Ferwana M. Accuracy of urea breath test in Helicobacter pylori infection: Meta-analysis.
World J Gastroenterol. 2015;21:1305.
13. Talebi Bezmin Abadi A. Diagnosis of Helicobacter pylori using invasive and noninvasive
approaches. J Pathog. 2018;2018:1-13.

19
14. Honda T, Uehara T, Matsumoto G, Arai S, Sugano M. Neutrophil left shift and white blood
cell count as markers of bacterial infection. Clin Chim Acta. 2016;457:46-53.
15. Nguyen TL, Uchida T, Tsukamoto Y, Trinh DT, Ta L, Mai BH, Le SH, Thai KD, Ho DD,
Hoang HH, et al. Helicobacter pylori infection and gastroduodenal diseases in Vietnam: a
cross-sectional, hospital-based study. BMC Gastroenterol. 2010;10:114.
16. Pediatric Helicobacter pylori infection follow-up: further outpatient care, further inpatient
care, inpatient & outpatient medications [Internet]. Emedicine.medscape.com. 2019 [cited
20 September 2019]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/929452-
followup#showall
17. Attumi T, Graham D. Follow-up Testing After Treatment of Helicobacter Pylori
Infections: Cautions, Caveats, and Recommendations. Clinical Gastroenterol and
Hepatolol. 2011;9:373-75.
18. Dixon MF, Genta RM, Yardley JH, Correa P. Classification and grading of gastritis. The
updated Sydney System. International Workshop on the Histopathology of Gastritis,
Houston 1994. Am J Surg Pathol. 1996;20:1161–81.
19. Lechago J, Correa P. Prolonged achlorhydria and gastric neoplasia: is there a causal
relationship? Gastroenterology. 1993;104:1554–57.
20. de Vries AC, Haringsma J, Kuipers EJ. The detection, surveillance and treatment of
premalignant gastric lesions related to Helicobacter pylori
infection. Helicobacter. 2007;12:1–15.
21. Filipe MI, Jass J. Intestinal metaplasia subtypes and cancer risk. In: Filipe MI, Jass JR,
editors. Gastric carcinoma. Edinburgh: Churchill Livingston; 1986. p. 212–36.
22. Sutton P. Vaccine development for Helicobacter pylori [Internet]. who.int. 2019 [cited 20
September 2019]. Available from:
https://www.who.int/immunization/research/meetings_workshops/9._Helicobacter_pylor
i_vaccine_2016_PDVAC_2016.pdf?ua=1
23. Sutton P, Boag J. Status of vaccine research and development for Helicobacter pylori.
Vaccine. 2018;.

20

Anda mungkin juga menyukai