Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 4 TAHUN 3 BULAN DENGAN


BRONKOPNEUMONIA, DIARE AKUT TANPA TANDA DEHIDRASI
PASCA DEHIDRASI TIDAK BERAT DAN EPILEPSI GENERAL

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Senior


Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

Reza Tri Sutrisno

Residen Pembimbing :

dr. Sholikhin Trilistya

Dosen Penguji :
dr. Mulyono, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Reza Tri Sutrisno


NIM : 22010118220151
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Diponegoro
Judul : Seorang Anak Perempuan Usia 4 Tahun 3 Bulan dengan Bronkopneumonia,
Diare Akut Tanpa Tanda Dehidrasi Pasca Dehidrasi Tidak Berat dan Epilepsi
General
Penguji : dr. Mulyono, Sp.A
Pembimbing : dr. Sholikhin Trilistya

Semarang, 28 April 2019


Penguji Pembimbing

dr. Mulyono, Sp.A dr. Sholikhin Trilistya


Seorang Anak Perempuan Usia 4 Tahun 3 Bulan dengan
Bronkopneumonia, Diare Akut Tanpa Tanda Dehidrasi Pasca Dehidrasi
Tidak Berat dan Epilepsi General

ABSTRAK

Bronkopneumonia adalah radang pada parenkim paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru dengan eksudasi purulent dan konsolidasi di mana pola penyebaran bercak
dalam satu atau lebih area terlokalisasi berpusat di sekitar bronkus, kemudian meluas ke
bronkiolus terminal dan berakhir di area parenkim paru (alveoli) di sekitarnya. Usia pasien
merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedan dan kekhasan pneumonia
anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Epilepsi
merupakan gejala gangguan fungsi otak yang sering ditemukan, dan dapat menyebabkan
kerusakan otak jika kejang berlangsung lebih dari 30 menit. Di Indonesia terdapat paling
sedikit 700.000-1.400.000 kasus epilepsi dengan pertambahan sebesar 70.000 kasus baru setiap
tahun dan diperkirakan 40%-50% terjadi pada anak-anak. Sebagian besar epilepsi bersifat
idiopatik, tetapi sering juga disertai gangguan neurologi seperti retardasi mental, palsi serebral,
dan sebagainya yang disebabkan kelainan pada susunan saraf pusat. Diare adalah buang air
besar yang lebih sering dan dengan konsistensi yang lebih encer dari biasanya Berdasarkan
Riskesdas 2013, Insiden diare pada balita di Indonesia adalah 6,7 persen. Diare akut adalah
buang air besar pada anak atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi
tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari 14 hari.
Tujuan dari laporan ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosis, dan tatalaksana pasien
dengan bronkopneumonia, diare dan epilepsi general.

Kata kunci: bronkopneumonia, epilepsi, diare


Presentasi Kasus berdahak, bunyi grok-grok, mual muntah
disangkal, keluhan kejang disangkal, BAB cair
Seorang anak perempuan usia 4 tahun 3
sebanyak 7x sejak kemrin sore (23/03/2019).
bulan datang ke Instalasi Gawat Darurat RSDK
BAB bewarna kuning, berbau asam, BAB
dengan keluhan utama sesak. 2 hari sebelum
menyemprot (+), volume BAB kira-kira 1/3
masuk rumah sakit, anak dikeluhkan demam
gelas belimbing, lendir (-), ampas (+), darah (-
tinggi, suhu diukur 41oC. Demam dirasakan
), nafsu makan masih kurang namun anak mau
terus-menerus, turun bila diberi obat penurun
minum, mata cowong (+), bibir anak kering
panas (paracetamol) lalu naik lagi. Disertai
(+), merasa kehausan (+). BAK sedikit
keluhan batuk, berdahak, bunyi grok-grok,
bewarna kuning.
pilek disangkal , mual muntah disangkal. Anak
tampak mulai sesak nafas, sesak dirasakan Riwayat sakit batuk disertai sesak
semakin memberat, tidak dipengaruhi oleh sebelumnya disangkal. Anak memiliki riwayat
cuaca, tarikan dinding dada (+), makan dan epilepsi sejak usia 2,5 tahun dan bebas kejang
minum sulit karena sesak, kuku tangan dan kaki sampai sekarang. Tidak ada riwayat alergi obat
kebiruan disangkal. Tidak ada kejang, BAB pada pasien. Riwayat penyakit keluarga seperti
dan BAK tidak ada keluhan. Anak kemudian pasien disangkal. Keluarga dengan riwayat
dibawa ke IGD RSDK. alergi (+) yaitu Ibu dan kakak pasien yang
alergi terhadap udang dan debu. Riwayat asma
Di IGD RSDK anak didiagnosis dengan
dan kejang dikeluarga disangkal. Riwayat
febris 2 hari dd/ pneumonia. Anak diberikan
hipertensi dan diabetes mellitus disangkal.
oksigen 2 lpm, Injeksi D5 ½ NS 600/25/8 tpm,
injeksi ampicillin 400 mg/6 jam, injeksi Anak lahir dari ibu G2P1A0 usia 39
gentamicin 120 mg/24 jam, injeksi paracetamol tahun dengan usia kehamilan 39 minggu.
160 mg/4-6 jam (bila suhu ≥ 38C). Saat ini, Perawatan antenatal > 4 kali di Bidan. Riwayat
keluhan demam berkurang, sesak (+) sakit selama kehamilan disangkal, riwayat
berkurang, batuk (+) berdahak, grok-grok, meminum obat tanpa resep dokter disangkal.
mual muntah disangkal, makan masih sulit, Anak dilahirkan secara SC atas indikasi bayi
BAB dan BAK tidak ada keluhan. Anak besar. Lahir langsung menangis, biru dan
kemudian dirawat di bangsal C1L1. kuning disangkal, skor APGAR tidak
diketahui, berat badan lahir 4.200 g, panjang
Perawatan hari pertama di bangsal,
badan lahir 49 cm. Riwayat pemberian ASI (+).
keluhan demam (-), sesak berkurang, batuk (+)
Pemeberian ASI eksklusif hingga usai 6 bulan stem fremitus kanan dan kiri sama, suara dasar
kemudian dilanjutkan dengan susu formula dan vesikuler, suara tambahan ronkhi (+/+), suara
MPASI. Memulai makanan keluarga saat usia hantaran (-/-) suara wheezing (-/-),sonor
1 tahun. Bayi rutin dibawa ke posyandu untuk seluruh lapangan paru. Ictus cordis tidak
imunisasi dasar. tampak, konfigurasi jantung dalam batas
normal, ictus cordis teraba di SIC V linea
Riwayat Imunisasi :
midclavicular sinistra, bunyi jantung I-II
 BCG : 1 x ( 1 bulan ), scar (+)
reguler, tidak terdengar bising maupun gallop.
 Polio : 4x ( 0,2,4,6 bulan)
Abdomen datar, bising usus normal. Hepar dan
 Hepatitis B : 4x ( 0,2,4,6 bulan) lien tak teraba, asites (-), turgor kembali dengan
 DPT : 3x ( 2,4,6 bulan) cepat. Ekstremitas akral hangat, perfusi perifer

 Hib : 3x (2,4,6 bulan) baik. Refleks fisiologis normal, refleks


patologis (-), Tonus otot normal.
 Campak : 1x (9 bulan)
Berat badan anak 16 kg, tinggi badan
 MMR : 1x (15 bulan)
104 cm, lingkar lengan atas 17,5, lingkar kepala
 Booster (+) 47 cm. WHZ -0,15 SD, WAZ -0,64 SD, HAZ
Kesan : imunisasi dasar lengkap 1,32 SD, BMI -0.26 SD, HC – 1,31 SD, MUAC

Pemeriksaan fisik di Bangsal CILI -1,13 SD.

RSDK didapatkan anak komposmentis, tidak Kesan : Gizi baik perawakan normal.

sesak dan tidak sianosis. Didapatkan tanda- Pemeriksaan Penunjang:


tanda vital sebagai berikut: RR 24x/ menit,
denyut nadi 138 kali per menit, isi dan tegangan  Kultur darah (22/03/2019)
Kesan: Staphylococcus epidermidis
cukup, suhu aksila 36.8 0C, saturasi oksigen
99% (nasal kanul 2 lpm). Kepala mesosefal, Resistensi: Benzylpenicillin,
erythromicin, clindamycin
rambut tidak seperti rambut jagung, tidak
mudah dicabut, konjungtiva anemis (-/-), sklera  Hematologi (23/03/2019)
Hb 11,5 g/dL, Ht 35,9 %, eritrosit 3,65
ikterik (-/-), mata cowong (-/-), hidung nafas
cuping (-), discharge (-/-), bibir sianosis (-), 10 6 /uL, MCH 31,5 pg, MCV 98,4 fL,

tidak terdapat pembesaran limfonodi. MCHC 32 g/dL, leukosit 18.6 103/uL,

Pemeriksaan fisik thorak simetris, tidak Trombosit 126 103/uL.


Kesan: leukositosis, trombositopenia
terdapat retraksi. Pemeriksaan paru didapatkan
 Kimia Klinik (23/03/2019) Hb: 11,3 g/dL, Ht: 35,2 %, Eritrosit
6
GDS 131 mg/dl, Calcium 2,2 mmol/L, 3.61 10 /uL, MCH 31,35 pg, MCV
Na 139 mmol/L, K 4.6 mmol/L, Cl 106 97,5 fL, MCHC 32,1 g/dL, leukosit 5
mmol/L. 103/uL, Trombosit 129 103/uL.
Kesan: tidak ada gangguan elektrolit. Kesan: trombositopenia
 Hitung jenis (23/032019)  Kultur sputum (26/03/2019)
E B Sta Seg L M
Kesan: Staphylococcus haemolyticus
b
0% 0% 7% 44 30 15 Resisten: Oxacillin, Benzylpenicillin,
% % %
Erythromycin, Timethroprim
 Darah Tepi (23/03/2019)
Sulfametoxazol.
Eritrosit : Anisositosis sedang
(normosit, mikrosit), poikilositosis  Feses Rutin (26/03/2019)
Warna kuning, konsistensi cair, lemak
ringan (pear shape, ovalosit),
(+), karbohidrat (-), protein (+),
polikromasi (+)
entamoeba (-), daging (-), tumbuhan (-
Trombosit : Estimasi jumlah tampak
), eritrosit (-), leukosit 0-1/LPB, epitel
menurun, bentuk normal.
(-), bakteri (+), jamur (-), pH feses 6.0
Leukosit : Estimasi jumlah tampak
Terapi yang diberikan pada pasien
meningkat, shift to the left,
adalah : oksigen 0,5 lpm, Infus Kaen 3B
hipergranulasi dan vacuolisasi neutrofil
(+), monosit (+), limfosit atypical (+) 480/20/7 tpm, injeksi Ampicillin 400 ml/6 jam,
injkesi gentamicin 120 mg/24 jam, injeksi
 X-Foto Thoraks AP Supine
paracetamol 160 ml/4-6 jam (jika t>38 oC,
(23/03/2019)
asam valproat peroral 4 ml/8 jam, vitamin B 10
Kesan: Cor tak membesar, gambaran
mg/8jam, lamictal 25 ml/8 jam, oralit 100-200
bronkopneumonia
ml/diare, zinc 20 mg/24 jam.
 Pewarnaan BTA sputum (24/03/2019)
Adapun program tatalaksana yang
BTA negatif
diberikan pada pasien adalah balance cairan/12
 Mikrobiologi Sputum (24/03/2019)
jam, diet lunak 3x1, diet peptamin junior 3x200
Diplococus gram (+) positif, kuman
ml.
bentuk batang gram (-) positif, yeast sel
positif
 Darah Rutin (25/03/2019)
DISKUSI bagian bawah paru.1 Usia pasien merupakan
faktor yang memegang peranan penting pada
Bronkopneumonia adalah radang pada
perbedan dan kekhasan pneumonia anak,
parenkim paru yang mengenai satu atau
terutama dalam spektrum etiologi, gambaran
beberapa lobus paru dengan eksudasi purulent
klinis, dan strategi pengobatan. Secara klinis,
dan konsolidasi di mana pola penyebaran
umumnya pneumoni bakteri sulit dibedakan
bercak dalam satu atau lebih area terlokalisasi
dengan pneumonivirus. Demikian juga
berpusat di sekitar bronkus, kemudian meluas
pemeriksaan radiologis dan laboratorium,
ke bronkiolus terminal dan berakhir di area
biasanya tidakdapat menentukan etiologi,
parenkim paru (alveoli) di sekitarnya. Daerah
namun etiologi dapat ditentukan berdasarkan 2
yang paling sering terkena adalah segmen lobus
faktor,yaitu:2
Faktor Infeksi
Tabel. 1 Etiologi Bronkopneumonia
Usia Bakteri Virus

Group B Streptococcus
Escherichia coli
<1 bulan Cytomegalovirus
Other gram-negative enteric bacteria
Listeria monocytogenes

Streptococcus pneumonae Respiratory synctial virus


Haemophilus influenza type b Influenza virus
2 bulan-1
Staphylococcus aureus Parainfluenza virus
tahun
Pseudomonas aeruginosa Adenovirus
Chlamydia trachomatis Human metapneumovirus
Respiratory synctial virus
Streptococcus pneumonae Influenza virus
Haemophilus influenza type b Parainfluenza virus
2-5 tahun
Mycoplasma pneumoniae Adenovirus
Mycobacterium tuberculosis Human metapneumovirus
Rhinovirus
Streptococcus pneumonae
Chlamydophila pneumoniae
6-18 tahun Influenza virus
Mycoplasma pneumoniae
Mycobacterium tuberculosis
Faktor non-infeksi Berdasarkan tempat atau sumber
Faktor non-infeksi dapat terjadi akibat infeksinya, pneumonia dapat
disfungsi menelan atau refluks esophagus. dibedakan menjadi:
Selain itu, setiap keadaan yang mengganggu a. Community-Acquired Pneumonia
mekanisme menelan seperti palatoschizis, (CAP)
pemberian makanan dengan posisi horizontal, b. Hospital-Acquired Pneumonia
atau pemberian makanan pada anak yang (HAP)3
sedang menangis. Selain faktor tersebut, daya
tahan tubuh sangat berpengaruh untuk Gambaran klinik pneumonia pada bayi
terjadinya bronkopneumonia.2 dan anak bergantung pada berat-ringannya
infeksi, tetapi secara umum yaitu:4
Berdasarkan spektrum klinis gejala dan tanda
- Gejala infeksi umum, berupa demam, sakit
yang menyertai bronkopneumonia tersebut,
kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu
dapat dibagi menjadi:3
makan, keluhan gastrointestinal seperti
1. Bukan bronkopneumonia: Tidak ada
mual, muntah diare, terkadang ditemukan
napas cepat atau sesak napas, Tidak
gejala ekstrapulmoner.
perlu dirawat, cukup diberikan
- Gejala gangguan respiratori, berupa batuk,
pengobatan simptomatis
sesak napas, retraksi dada, takipneu, nafas
2. Bronkopneumonia:
cuping hidung, merintih dan sianosis. 4
Bila ada napas cepat
Gejala-gejala ini lebih sering terjadi
>60x/menit untuk anak usia<2 bulan
pada bayi yang lebih tua dan pada anak. Gejala
>50x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1
tidak khas ditemukan pada bayi kecil, hanya
tahun
berupa takipneu dan batuk.Tanda-tanda
>40x/menit untuk anak >1 – 5 tahun
distres respiratori yang dimaksud meliputi
Dapat rawat jalan dan diberikan
takipneu dan dispneu (retraksi dada, napas
antibiotik oral
cuping hidung, merintih, dan penggunaan
3. Bronkopneumonia berat dengan tanda
otot-otot pernapasan tambahan). 4
bahaya (tidak mau minum, muntah terus
Pada pemeriksaan fisik, dapat dijumpai
menerus, penurunan kesadaran, stridor,
tanda-tanda seperti:4
malnutrisi berat)
- Ronkhi basah halus nyaring
Perlu dirawat inap, diberikan antibiotik
intravena
Ditemukan pada 33 – 90% anak dengan terlihat Infiltrat interstitial, ditandai dengan
pneumonia. Suara dasar vesikuler paru dapat peningkatan corak bronkovaskular
menurun dan lebih terdengar suara dasar (perivaskular dan peribronkial), peribronchial
bronkhial. Suara dasar bronkhial normal cuffing, dan hiperaerasi, infiltrat alveolar,
terdengar di daerah interskapular dan di atas pembesaran KGB, atelelektasis lobar.5
trakea.Saat terdengar di lapangan perifer paru,
Tatalaksana bronkopneumonia pada anak
merupakan tanda adanya eksudasi dan
menurut rekomendasi WHO tahun 2014
konsolidasi di alveolar. Ronkhi basah
adalah:
(crackles) halus, sedang, atau kasar tergantung
dari besarnya bronkus yang terkena dan 1. Anak-anak pneumonia dengan
umumnya terdengar pada inspirasi. Ronkhi pernapasan cepat tanpa retraksi dinding
basah halus biasanya terdapat pada bronkiolus dada atau tanda bahaya umum diobati
dengan diameter lumen kecil, dan lebih halus dengan amoksisilin oral: setidaknya 40
lagi berasal dari alveolus.Sifat ronkhi basah mg / kg / dosis dua kali sehari (80 mg / kg
halus ini dapat nyaring (oleh infiltrat) dan / hari) selama lima hari. Di daerah dengan
redup/tidak nyari (pada edema paru).4 prevalensi HIV rendah, berikan
- Mengi atau wheezing amoksisilin selama tiga hari.Anak-anak
Pada pneumonia bakteri umumnya pneumonia yang bernafas cepat yang
ditemukan leukositosis dengan predominan gagal pada pengobatan lini pertama
PMN. Lekositosis >15.000/UL seringkali dengan amoksisilin harus dirujukan ke
dijumpai. Dominasi netrofil pada hitung fasilitas di mana ada pengobatan lini
jenis atau adanya shift to the left kedua yang sesuai. Penelitian
menunjukkan bakteri sebagai penyebab. menunjukkan efektifitas kotrimoksazol
Kultur darah sangat membantu pada lebih rendah dibandingkan dengan
penanganan kasus pneumonia dengan dugaan amoxicillin dan procaine penicillin pada
penyebab stafilokokus dan pneumokokus tatalaksana pneumonia ratio (OR) 1.33;
yang tidak menunjukkan respon baik 95% CI 1.05 to 1.67.6
terhadap penanganan awal. Secara umum, uji 2. Anak usia 2-59 dengan pneumonia
serologis tidak terlalu bermanfaat dalam disertai retraksi dinding dada diobati
mendiagnosis infeksi bakteri atipik. Foto dengan oral amoxicillin dengan dosis 40
rontgen thorax pada pneumonia biasnya
mg/kg 2 kali sehari (80 mg/kg/hari) direkomendasikan sebagai pengobatan
selama 5 hari.6 tambahan untuk orang yang terinfeksi
3. Anak usia 2-59 bulan dengan pneumonia HIV dan bayi yang terpajan usia 2 bulan
berat harus diberikan terapi parenteral hingga 1 tahun dengan pneumonia berat
ampicillin (penicillin) dan gentamicin atau sangat parah. Pengobatan
sebagai lini pertama.6 cotrimoxazole empiris untuk
Pneumocystis jirovecii pneumonia
- Ampicillin 50 mg/kg, atau benzyl
(PCP) tidak dianjurkan untuk anak-anak
penicillin 50.0000 units per kg IM/IV
yang terinfeksi dan terpajan HIV berusia
setiap 6 jam selama 5 hari
di atas 1 tahun dengan retraksi dada atau
-

pneumonia berat.6
Gentamicin: 7,5 mg/kg/IM/IV 1 kali
sehari selama 5 hari. Adapun beberapa indikasi rawat inap, yaitu: 5
- Hipoksemia – saturasi oksigen <92%
Ceftriaxon digunakan sebagai lini kedua
pada bayi dan anak, PaO2 <60 mmHg,
terapi anak dengan pneumonia berat
PaCO2 >50 mmHg, sianosis sentral
atau gagal pada terapi lini pertama.
- Tanda-tanda pneumonia berat – sesak
4. Pengobatan empiris kotrimoksazol napas, takipneu (bayi >60x/menit, anak
untuk tersangka pneumonia (PCP) >50x/menit), distres pernapasan (retraksi,
Pneumocystis jirovecii (sebelumnya grunting)
Pneumocystis carinii)
- Tanda-tanda dehidrasi, anak tidak mau berlangsung lebih dari 30 menit. Insidens
minum/menetek epilepsi pada anak dilaporkan dari berbagai
- Tanda-tanda sepsis atau syok sepsis negara dengan variasi yang luas, sekitar 4-6
- Bayi usia <6 bulan per 1000 anak, tergantung pada desain
- Adanya kondisi komorbid, seperti: penelitian dan kelompok umur populasi. Di
Penyakit Jantung Bawaan, defisiensi Indonesia terdapat paling sedikit 700.000-
sistem imun, displasia bronkopulmoner, 1.400.000 kasus epilepsi dengan pertambahan
fibrosis kistik, dan lain-lain sebesar 70.000 kasus baru setiap tahun dan
- Pneumonia yang disebabkan oleh agen diperkirakan 40%-50% terjadi pada anakanak.
patogen dengan virulensi tinggi, contoh: Sebagian besar epilepsi bersifat idiopatik,
bakteri MRSA tetapi sering juga disertai gangguan neurologi
- Pernah rawat jalan sebelumnya namun seperti retardasi mental, palsi serebral, dan
pasien memburuk sebagainya yang disebabkan kelainan pada
- Ketidakmampuan keluarga untuk susunan saraf pusat.7
merawat di rumah.6
Kejang diklasifikasikan menjadi dua
Pada kasus ini, pasien seorang anak
kelompok:7
usia 4 tahun dengan keluhan demam, batuk,
sesak dan pada pemeriksaan ditemukan suara 1. Kejang umum mempengaruhi kedua sisi
tambahan ronki dan hantaran. Hal ini otak.
mengarahkan diagnosis pada pneumonia dan  Kejang absen, kadang-kadang disebut
dari hasil darah rutin ditemukan leukositosis kejang petit mal, dapat menyebabkan
dan X-foto thoraks terdapat gambaran berkedip cepat atau beberapa detik
bronkopneumonia. Terapi yang diberikan menatap ke luar angkasa.
sudah sesuai dengan pedoman yaitu  Kejang tonik-klonik, juga disebut kejang
menggunakan antibiotik amoxicillin dan grand mal, bisa membuat seseorang:
gentamicin. Salah satu indikasi rawat inap - Menjerit.
pada pasien adalah sesak, tanda dehidrasi - Hilang kesadaran.
karena sulit makan dan minum. - Jatuh ke tanah.
- Tersentak atau kejang otot.
Epilepsi merupakan gejala gangguan
fungsi otak yang sering ditemukan, dan dapat 2. Kejang fokal hanya terletak di satu area
menyebabkan kerusakan otak jika kejang otak. Kejang ini juga disebut kejang parsial.
 Kejang fokal sederhana mempengaruhi menderita epilepsi, demikian juga EEG
sebagian kecil otak. Kejang ini dapat abnormal dapat ditemukan pada anak normal.
menyebabkan kedutan atau perubahan Pemeriksaan CT scan kepala hanya dilakukan
sensasi, seperti rasa atau bau yang aneh. pada 80 dari 191 subjek (41,8%) dan 95%
 Kejang fokal kompleks dapat membuat diantaranya menunjukkan kelainan.
seseorang dengan epilepsi bingung atau Pemeriksaan pencitraan (neuroimaging) yang
linglung. Orang tersebut tidak akan dapat paling terpilih adalah magnetic resonance
menjawab pertanyaan atau arahan hingga imaging (MRI) untuk melihat adanya fokus
beberapa menit. epilepsi dan kelainan struktural otak lainnya
 Kejang umum sekunder dimulai di satu yang mungkin menjadi penyebab epilepsi.7,8
bagian otak, tetapi kemudian menyebar ke
Pengobatan epilepsi pada anak dengan
kedua sisi otak. Dengan kata lain, orang
pemberian OAE jangka panjang secara
tersebut pertama kali memiliki kejang
monoterapi dan politerapi, sehingga
fokus, diikuti oleh kejang umum .
dibutuhkan evaluasi respons pengobatan
berkala. Respons pengobatan OAE pada
Riwayat epilepsi dalam keluarga
epilepsi dianggap berhasil apabila pasien
meningkatkan risiko individual untuk
bebas kejang lebih dari satu tahun. Pada
mengalami epilepsi. Kondisi genetik yang
penelitian kami sebagian besar subjek
diwariskan dari generasi ke generasi mungkin
diberikan pengobatan OAE secara monoterapi
menyebabkan terjadinya epilepsi. Pada
75,3% subjek.8
negara-negara dengan kejadian perkawinan
kosanguinitas tinggi seperti di Yordania, Pada kasus ini, pasien telah

Turki, dan Pakistan menyebabkan transmisi didiagnosis epilepsi sejak usia 2,5 tahun dan

genetik epilepsi lebih tinggi dari pada di rutin melakukan pengobatan dan

tempat lain.8 mengonsumsi obat antiepilepsi yaitu asam


valproat. Pemilihan terapi sudah sesuai
Epilepsi merupakan kelainan klinis
dengan pedoman untuk epilepsi general
dan untuk menegakkan diagnosis tidak
sebagai first line salah satunya adalah asam
tergantung pada pemeriksaan EEG. Gangguan
valproat.
fungsi otak tidak selalu dapat tercermin pada
rekaman EEG. Pemeriksaan EEG normal
dapat ditemukan pada anak yang secara jelas
Diare adalah buang air besar yang
lebih sering dan dengan konsistensi yang lebih
encer dari biasanya. Berdasarkan etiologinya,
diare diklasifikasikan menjadi diare cair dan
diare berdarah. Ditinjau dari lamanya, diare
dibagi menjadi diare akut, diare persisten, dan
diare kronik. Diare akut adalah buang air besar
pada anak atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi
cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari 14 hari. Diare kronik
adalah diare yang berlangsung lebih dari 14
hari dengan etiologi non infeksi.10,11

Berdasarkan Riskesdas 2013, Insiden


diare balita di Indonesia adalah 6,7 persen.
Karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada
kelompok umur 12-23 bulan (7,6%) dan
urutan kedua diikuti oleh usia 1-4 tahun
sebesar 6,7 %.12

Beberapa penyebab diare akut pada


manusia,10antara lain:

Golongan Bakteri:
- Aeromonas
- Bacillus cereus
- Campylobacter jejuni
- Clostridium defficile
- Escherichia coli
- Plesiomonas shigeloides
- Salmonella
- Shigella
- Staphylococcus aureus
- Vibrio cholera
- Vibrio parahaemolyticus epitel serta pemendekan vili. Hal ini
- Yersinia enterocolitica
GolanganVirus : mengakibatkan gangguan absorbsi dan
- Astrovirus peningkatan sekresi cairan maka terjadi
- Calcivirus (Norovirus, Sapovirus)
- Enteric adenovirus diare.Infeksi virus juga bisa
- Coronavirus menyebabkan kekurangan enzim
- Rotavirus
- Norwalk virus dissakaridase untuk menyerap laktosa
- Herpes simplex virus
sehingga terjadi diare dengan tanda
- Cytomegalovirus*
intoleransi laktosa seperti bau asam,
Golongan Parasit :
- Balantidium coli nyemprot karena adanya CO2 dan
- Blastocystis homonis ekskoriasi pada anusnya.10
- Cryptosporidium parvum
- Entamoeba histolytica
- Giardia lamblia  Bakteri
- Isospora belli
- Srongyloides stercoralis Penempelan di mukosa usus
- Tricuris thricura
menyebabkan perubahan epitel usus
*) umumnya berhubungan pada penderita
immunocompromised sehingga terjadi gangguan absorbsi dan
meningkatnya sekresi cairan. Adanya
Dalam menentukan diagnosis, maka toksin yang dihasilkan oleh kuman
gejala-gejala klinik dari penyakit diare dapat menyebabkan peningkatan sekresi.
13
dibagi menjadi beberapa aspek, yaitu : Bakteri yang menyebabkan invasi ke
a. Aspek Persistennya mukosa seperti Shigella, C. Jejuni, E
Hal ini berkaitan dengan tatalaksana diare coli enteroinvasif dan Salmonella dapat
yang berkaitan dengan penyulit atau mengakibatkan adanya diare berdarah.10
komplikasidari diare tersebut.
b. Aspek etiologi
 Protozoa
Diagnosisi klinis diare akut yang disertai
Invasi protozoa (amoeba) ke daerah
lendir dan darah ataupun tidak menentukan
mukosa colon ini mengakibatkan
penyebabnya yaitu bakteri, virus, maupun
terbentuknya mikro abses dan ulkus
10
protozoa.
pada colon. Dengan demikian akan
 Rotavirus menimbulkan rangsang sekresi cairan
Virus ini berkembang dalam vili usus dengan perdarahan dan lendir bila
halus dan menyebabkan kerusakan sel defekasi.10
c. Aspek dehidrasi dan asidosis Tanpa dehidrasi Tidak ada tanda gejala yang
cukup untuk
Dehidrasi adalah suatu keadaan
mengelompokkan dalam
penurunan total air di dalam tubuh dehidrasi berat atau tak

karena hilangnya cairan secara berat.

patologis, asupan air tidak adekuat,


atau kombinasi keduanya.
Untuk mempermudah penilaian d. Aspek komplikasi dehidrasi

klinis, maka derajat dehidrasi dibagi Akibat kehilangan cairan dan elektrolit

menjadi 3 menurut UKK secara mendadak dapat terjadi komplikasi

Gastrohepatologi IDAI 2009, yaitu : karena dehidrasi dan asidosis antara lain:

tanpa tanda dehidrasi, dehidrasi tidak hipokalemi, kejang, syok, gagal ginjal dan

berat, dehidrasi berat. Untuk menilai malnutrisi.12

derajat dehidrasi dapat menggunakan Terdapat lima lintas tatalaksana

skor Maurice King, kriteria WHO, menangani diare, yaitu:

maupun Depkes. Berikut ini tabel 1. Rehidrasi

derajat dehidrasi dinilai berdasarkan Mencegah terjadinya dehidrasi dapat

UKK gastrohepatologi IDAI 2009.13 dilakukan mulai dari memberi cairan rumah

Derajat Dehidrasi UKK tangga yang dianjurkan seperti air tajin, kuah

Gastrohepatologi IDAI 2009 sayur atau air sup. Bila terjadi dehidrasi anak
Kategori Tanda Dan Gejala harus segera dibawa ke petugas kesehatan
Dehidrasi berat 2 atau lebih tanda berikut: untuk mendapatkan pengobatan yang tepat
- Letargi atau penurunan
dan cepat yaitu dengan oralit. Komposisi
kesadaran
- Mata cowong cairan rehidrasi oral sangat penting untuk
- Tidak bisa minum atau memperoleh penyerapan yang optimal. Cairan
malas minum
rehidrasi oral (CRO) yang di anjurkan WHO
- Cubitan kulit perut kembali
sangat lambat selama 3 dekade terakhir ini menggunakan
Dehidrasi tak 2 atau lebih tanda berikut: cairan yang mengandung elektrolit dan
berat - Gelisah
glukosa, telah berhasil menurunkan angka
- Mata cowong
- Kehausan atau sangat haus kematian akibat dehidrasi pada diare, karena
- Cubitan kulit perut kembali kombinasi gula dan garam ini dapat
lambat
meningkatkan penyerapan cairan di usus.
Sesuai dengan anjuran WHO saat ini 5. Edukasi orang tua
penggunaan CRO dengan formula baru yaitu Keluarga, terutama ibu penderita
komposisi natrium 75 mmol/L, kalium 20 mendapatkan pengarahan tentang diare, tanda-
mmol/L, klorida 65 mmol/L, sitrat 10 mmol/L, tanda dehidrasi, pencegahan diare serta
dan glukosa 75 mmol/L dengan total pemberian nutrisi pada penderita selama
osmolaritas 245 mmol/L. perawatan, ibu diikutsertakan untuk merawat
2. Dukungan nutrisi anaknya dan mengetahui cara pembuatan
Makanan harus tetap diteruskan sesuai umur cairan rehidrasi oral agar ibu dapat membuat
anak dengan menu yang sama pada waktu sendiri di rumah.14
anak sehat untuk pengganti nutrisi yang hilang
agar status gizinya tidak menurun menjadi gizi
buruk, mencegah terjadi uremia akibat protein
tubuh terpaksa diuraikan. Adanya perbaikan
nafsu makan dapat menandakan fase
kesembuhan.10
3. Suplementasi zinc
Dosis zinc yang dianjurkan adalan 10 mg/hari
(1/2 tablet) untuk anak berumur <6 bulan, dan
20 mg/hari (1 tablet) untuk anak ≥6 bulan.
Tablet zinc diberikan selama 10-14 hari
berturut-turut terbukti mengurangi lama dan
beratnya diare, mencegah berulangnya diare
selama 2-3 bulan.10
4. Antibiotik selektif
Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare
cair akut kecuali dengan indikasi yaitu pada
diare dengan lendir darah dan kolera.
Pengobatan kausal dengan antibiotika harus
dengan indikasi yang jelas, karena
penggunaan secara bebas dapat menyebabkan
resistensi.13
Pada kasus, pasien mengalami BAB 6. WHO. Revised WHO classification
cair pada hari pertama perawatan, BAB tidak and treatment of childhood pneumonia
berlendir dan tidak berdarah, nyemprot (+), at health facilities.2014.
ampas (+), mukosa bibir tampak kering, mata 7. Suwarba, I Gusti . Insisden dan
sedikit cowong. Pasien dikategorikan pada Karakteristik Klinis Epilepsi [ada
diare akut dehidrasi tidak berat kemudian Anak. Sari Pediatri. Vol.13 No.2.2011
diberikan terapi cairan, pemberian oralit dan 8. Departemen Ilmu Kesehatan Anak
zinc sesuai dengan tatalaksana diare. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Buku Ajar Ilmu
DAFTAR PUSTAKA
Kesehatan Anak. Semarang: Badan
1. WHO. Buku Saku pelayanan Penerbit Universitas Diponegoro;
Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2011.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 9. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku
2010. Petugas Kesehatan Lintas Diare. 2011.
2. Stuckey-Schrock K, Hayes BL, Jakarta : Depkes
George CM. Community-acquired 10. Dasar RK. Laporan Hasil Riset
pneumonia in children. Am Fam Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
Physician. 2012; 86(7): 661-7. Nasional 2013. Jakarta: Badan
3. Igor R. Epidemiology and etiology of Litbangkes, Depkes RI. 2013.
childhood pneumonia. Bulletin of the 11. IDAI UG. Modul Pelatihan Diare.
World Health Organization. 2012; Yogyakarta: IDAI; 2009.
86(5): 408-16. 12. Praktek Klinis Ilmu Kesehatan Anak.
4. Mubarak A. Cerebral Palsy Presenting RI, RSUP Dr. Kariadi Semarang
as Reccurent Pneunomia. JSZMC. Kementeriaan Kesehatan; 2015.
2011; 3(2): 291-6.
5. Stuckey-Schrock K, Hayes BL,
George CM. Community-acquired
pneumonia in children. Am Fam
Physician. 2012; 86(7): 661-7.

Anda mungkin juga menyukai