Pendahuluan
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus
yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala yang khas, terdiri dari
3 stadium. Stadium masa tunas berlangsung kira–kira 10-12 hari, Stadium
prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan gejala
enantem pada mukosa pipi (bercak koplik), faring dan peradangan pada mukosa
konjungtiva, dan stadium akhir dengan keluarnya ruam dari belakang telinga
menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu
badan yang meningkat, selanjutmya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.1
Penyakit campak disebabkan oleh virus campak, berupa virus RNA, genus
Morbillivirus, family Paramyxoviridae.4 Pencegahan campak dilakukan dengan
pemberian imunisasi aktif berupa vaksin campak, diberikan pada bayi berumur 9
bulan atau lebih.1,5,6 Penyulit pada campak yang sering dijumpai ialah
bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%) dan lain-lain
(7,9%).1 Presentasi kasus ini bertujuan untuk mengingatkan kembali tentang
diagnosis dan penatalaksanaan campak pada anak dengan komplikasinya.
1
Kasus
Riwayat penyakit dahulu anak tidak pernah menderita sakit campak, sesak
nafas dan berak-berak encer sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga tidak ada
anggota keluarga ataupun tetangga yang menderita campak, sesak nafas dan
berak-berak encer saat ini. Pasien merupakan anak ke-3 dari tiga bersaudara, lahir
spontan ditolong dokter kandungan, cukup bulan, berat badan lahir 3100 gr,
panjang badan lahir 49 cm, langsung menangis kuat. Riwayat imunisasi dasar
tidak lengkap, hanya mendapatkan DPT 1 kali usia 2 bulan, polio 1 kali usia 2
bulan dan hepatitis B 1 kali usia 2 bulan, imunisasi campak tidak diberikan karena
2
saat itu anak mengalami demam. Pertumbuhan gigi pertama umur 6 bulan,
tengkurap umur 4 bulan, duduk umur 8 bulan, berdiri umur 10 bulan, berjalan
umur 11 bulan, status pubertas A1M1P1. Pertumbuhan dan perkembangan dalam
batas normal.
3
jantung teratur, tidak terdengar bising. Perut tidak distensi, teraba supel, hepar
teraba ¼ - ¼ , permukaan rata, konsistensi kenyal, pinggir tajam, lien tidak teraba,
perkusi tympani, bising usus normal, turgor kembali cepat. Punggung tidak
ditemukan kelainan. Alat kelamin tidak ditemukan kelainan, status pubertas
A1M1P1. Anggota gerak akral hangat, sianosis tidak ada, refilling kapiler baik,
reflek fisiologis normal, tidak ditemukan reflek patologis.
Daftar masalah
1. Bronkopneumonia
2. Morbili
3. Diare akut tanpa dehidrasi
4. Gizi kurang
5. Imunisasi dasar tidak lengkap
Diagnosis
1. Bronkopneumonia
2. Morbili
3. Diare akut tanpa dehidrasi
4. Gizi kurang
Tatalaksana
1. Bronkopneumonia
a. Diagnostik
Foto thorax anteroposterior
b. Terapeutik
Oksigen 2 liter/menit
Amoksisilin 3 x 200 mg IV
Kloramfenikol 4 x 150 mg IV
4
c. Edukasi
Diagnosis, terapi dan prognosis
2. Morbili
a. Diagnostik
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
b. Terapeutik
IVFD G:Z 3:1 105 cc/kgBB/hari, dengan tetesan infus 8
tetes/menit (makro).
Vitamin A 200.000 I.U per oral diberikan 1 hari
Paracetamol 80 mg bila suhu lebih dari 38,5 °C.
c. Edukasi
Diagnosis, terapi, prognosis dan edukasi pencegahan
3. Diare akut tanpa dehidrasi
a. Diagnostik
Pemeriksaan feses
b. Terapeutik
Oralit, zinc, probiotik
c. Edukasi
Diagnosis, terapi dan prognosis
4. Gizi kurang
a. Diagnostik
Anamnesis tentang pola makan
Pemeriksaan fisik dan antropometri
b. Terapeutik
Hitung kebutuhan kalori sesuai RDA
c. Edukasi
Edukasi pola makan
5. Imunisasi dasar tidak lengkap
a. Diagnostik
Anamnesis
5
b. Terapeutik
Lanjutkan imunisasi
c. Edukasi
Pentingnya imunisasi pada anak
Pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan foto thorak, pada pulmo tampak infiltrat perihiler dan
parakardial di kedua lapangan paru, cor dalam batas normal, sinus dan diafragma
baik, kesan bronkopneumonia.
Analisis gas darah didapatkan hasil PH 7,58, PCO2 8 mmHg, PO2 190
mmHg, HCO3- 7,5 mmol/L, BE -14,4 mmol/L, SO2 100%, dengan kesan
campuran alkalosis respiratorik dan asidosis metabolik dan hiperoksemia, di
tatalaksana dengan menurunkan oksigen 2 liter menjadi 1 liter. Hasil natrium 137
mg/dl dengan kesan dalam batas normal. Hasil kalium 4,3 mg/dl dengan kesan
dalam batas normal
Follow up
Masih ditemukan demam, tidak tinggi, sesak nafas, batuk, berak-berak encer
frekuensi satu kali, jumlah 3 sendok makan, tidak ada muntah. Keadaan umum
sakit sedang, sadar, laju nadi 115 kali permenit, laju nafas 46 kali permenit, suhu
38,5ºC, turgor kembali cepat, tampak makula papula eritema menyebar di seluruh
tubuh, konjungtiva mata masih hiperemis, sklera tidak ikterik. Nafas cuping
hidung ada. Retraksi epigastrium dan interkostal masih ada. Paru bronkovesikuler,
rhonki ada, wheezing tidak ada. Abdomen distensi tidak ada, bising usus +
normal. Ekstremitas akral hangat, perfusi baik.
Analisis gas darah ulangan PH 7,43, PCO2 24 mmHg, PO2 100 mmHg,
HCO3- 15,9 mmol/L, BE -8,4 mmol/L, SO2 100%, dengan kesan asidosis
metabolik terkompensasi, dengan sikap belum perlu koreksi, O2 nasal 1
liter/menit
6
Hari kedua perawatan masih ada demam, tidak tinggi, batuk, tidak ada
sesak nafas, muntah, berak-berak encer. Keadaan umum sakit sedang, sadar, laju
nadi 104 kali permenit, laju nafas 30 kali permenit, suhu 37,8ºC. Turgor kembali
cepat, tampak macula papula eritema menyebar di seluruh tubuh, konjungtiva
masih hiperemis, sklera tidak ikterik. tidak ada nafas cuping hidung, retraksi.
bronkovesikuler, rhonki ada, wheezing tidak ada. Abdomen distensi tidak ada,
bising usus + normal. Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. Terapi dilanjutkan.
Hari ketiga perawatan, masih ada batuk, tidak ada demam, sesak nafas,
dan muntah. Bercak kemerahan pada kulit masih ada, berak-berak encer tidak ada.
Keadaan umum sakit sedang, sadar, laju nadi 100 kali permenit, laju nafas 30 kali
permenit, suhu 36,5ºC, Kulit tampak macula papula eritema menyebar di seluruh
tubuh, Mata konjungtiva masih hiperemis, sklera tidak ikterik. Nafas cuping
hidung tidak ada. Thorak retraksi tidak ada. Paru bronkovesikuler, rhonki ada,
wheezing tidak ada. Abdomen distensi tidak ada, bising usus + normal.
Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. Kesan anak mengalami perbaikan. IVFD
dihentikan. Anak dipindahkan ke ruangan akut, terapi lain dilanjutkan.
Hari keempat perawatan, tidak ada demam, nafas tidak ada, batuk dan
muntah. Bercak pada kulit tampak kehitaman. Keadaan umum sakit sedang, sadar,
laju nadi 96 kali permenit, laju nafas 28 kali permenit, suhu 36,9ºC, Kulit
ditemukan adanya bercak hiperpigmentasi. Konjungtiva tidak hiperemis. Nafas
cuping hidung tidak ada. Thorak retraksi epigastrium dan interkostal tidak ada.
rhonki berkurang, wheezing tidak ada. Abdomen distensi tidak ada, bising usus +
normal. Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. Kultur darah steril. Kesan anak
mengalami perbaikan. terapi diteruskan.
Hari kelima perawatan tidak ada demam, sesak nafas, batuk, muntah,
intake oral baik, kulit terdapat bercak hiperpigmentasi pada seluruh tubuh dan
mulai mengelupas, mata tidak ditemukan kelainan. Kondisi anak sudah stabil dan
anak di pulangkan.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus
yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala yang khas yaitu terdiri
dari 3 stadium yang masing – masing mempunyai ciri khusus: 1) Stadium masa
tunas berlangsung kira – kira 10-12 hari, 2) Stadium prodromal dengan gajala
pilek dan batuk yang meningkat dan ditemulan gejala enantem pada mukosa pipi (
bercak koplik), faring dan peradangan pada mukosa konjungtuva, dan 3) stadium
akhir dengan keluarnya ruam dari belakang telinga menyebar ke muka, badan,
lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang meningkat,
selanjutmya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.1
Epidemiologi
8
terserang penyakit campak, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000 kasus
pertahun.1
Etiologi
Penyebab campak adalah measles virus (MV), genus virus morbili, famili
paramyxoviridae. Virus campak berbeda dari paramyxovirus lainnya dimana ia
tidak mempunyai aktivitas neuroaminidase spesifik dan tidak menyerap reseptor
seluler yang mengandung asam neuraminik. Bentuk bulat dengan tepi yang kasar
dan bergaris tengah 100-300 nm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari
lemak dan protein yang mengililingi asam nukleat (RNA) yang merupakan
struktur heliks nukleoprotein dari myxovirus. 7,8
Virion terdiri dari satu selubung luar lipoprotein dan satu neukleokapsid
heliks internal. Virion mengandung 8 protein. Selubung luar viral berketebalan
10-22 nm, mempunyai proyeksi permukaan yang pendek (peplomer), dan
mengandung 3 protein (F,H, dan M). Protein F adalah peplomer yang
menyebabkan fusi membran virus dan sel yang membuat penetrasi virus ke dalam
sel. Protein H adalah hemaglutinin. Sewaktu infeksi, protein H bereaksi dengan
reseptor seluler. CD46 merupakan reseptor seluler untuk strain vaksin campak
yang dilemahkan tetapi bukan strain viral tipe liar. Aktivasi sinyal molekul
limfosit (CDw150) adalah reseptor seluler virus tipe liar. M (matriks) berupa non-
glikosilasi dan diasosiasikan dengan selubung lapisan dalam. Ia memainkan peran
penting pada maturasi virus.7,9 Virus ini menjadi tidak aktif bila terkena panas,
sinar, pH asam, ether, dan trypsin dan Virus ini mempunyai waktu hidup yang
pendek hanya bertahan kurang dari 2 jam di udara terbuka.10
Patogenesis
Penularan virus campak sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah
dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara
droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari
setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal
dan jarang dapat ditemukan virusnya. awal infeksi dan replikasi virus terjadi
secara lokal di sel epitel trakea dan bronkial. Setelah 2-4 hari, virus campak
9
menginfeksi jaringan limfatik lokal, dibawa oleh makrofag. Setelah amplifikasi
virus campak pada kelenjar getah bening regional, viremia yang terjadi
menyebarkan virus ke berbagai organ sebelum munculnya ruam. Sel mononuklear
yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel
Warthin), sedangkan limfosit-T (termasuk T-supressor dan T-helper) yang rentan
terhadap infeksi, turut aktif membelah.1,4
Fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, akan
menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel, pada hari ke-9-
10. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah
dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan
keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respons
imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan
diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat
dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, yang
dapat tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.1
Daya tahan tubuh menurun sebagai akibat respons delayed hypersensitivity
terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal
infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini
tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. Pada individu dengan daya
tahan tubuh yang menurun, virus campak menyebabkan radang paru-paru yang
bersifat fatal. Imunosupresi dapat mempengaruhi individu untuk infeksi bakteri
yang berat, terutama bronkopneumonia, penyebab utama kematian campak pada
anak.1,4
Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak
secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit.
Penelitian dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanya antigen
campak dan diduga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di
nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan infeksi bakteri
sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Virus dapat berbiak
juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik ensefalitis. Setelah
masa konvalesen turun dan hipervaskularisasi mereda menyebabkan ruam
menjadi makin gelap, berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses
10
ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan
infiltrasi limfosit1,9,10,11
Virus dapat menyebar secara limfohematogen memasuki kulit, konjungtiva,
paru, gastrointestinal, hati, otak, ginjal dan mukosa. 9,11 Pada sebuah penelitian
disebutkan bahwa hanya kelenjar bronkhial dan tonsil yang dapat dimasuki oleh
virus campak pada hari pertama infeksi. Hal ini dengan ditemukannya sel
mononuclaer dan CD14+ pada tonsil dan paru. Adanya giant cells dan proses
peradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronkhial paru.11
11
Gambar 2 : patofisiologi campak.12
12
Gejala klinis
1. Inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-12 hari dan tanpa gejala walaupun telah
terjadi reaksi imun dan virus. 1,4,7,9,10,13
2. Prodromal
Stadium prodromal berlangsung 2-5 hari. Gejala yang utama muncul adalah
demam, yang terus meningkat hingga mencapai puncaknya suhu 39,4 0– 40,60C
pada hari ke 4 atau 5, yaitu pada saat ruam muncul. Gejala lain yang juga bisa
muncul batuk, pilek, farings merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis.
1,4,7,9,10,13
Bercak koplik berwarna putih kelabu, lesi sebesar ujung jarum + 1-2 mm
dikelilingi eritema hampir selalu didapatkan pada akhir stadium prodromal.
Bercak Koplik ini muncul pada 1-2 hari sebelum muncul rash (hari ke-3 – 4) dan
menghilang setelah 1-2 hari munculnya rash. Cenderung terjadi berhadapan
dengan molar bawah, terutama molar 3, tetapi dapat menyebar secara tidak teratur
pada mukosa bukal yang lain. 1,4,7,9,10,13
3. Erupsi (Rash)
13
anoreksia. Otitis media, bronkopneumonia, dan gejala-gejala saluran cerna, seperti
diare dan muntah, lebih sering pada bayi dan anak kecil. Kadang-kadang terdapat
perdarahan ringan pada kulit. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening di sudut
mandibula dan di daerah leher belakang. Dapat pula terjadi sedikit splenomegali.
1,4,7,9,10,13
Ruam mencapai kaki pada hari ke 2-3, ruam ini mulai menghilang dari
muka. Hilangnya ruam menuju ke bawah pada urutan yang sama dengan ketika
ruam muncul. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas (hiperpigmentasi)
yang akan menghilang setelah 1-2 minggu. Hiperpigmentasi merupakan gejala
yang patognomonik untuk morbili.
Diagnosis
Diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang
sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi
dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri khas, yaitu
diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan
dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami
hiperpigmentasi dan mengelupas. Pada stadium prodromal dapat ditemukan
14
enantema di mukosa pipi (bercak koplik) yang merupakan tanda patognomonis
campak.1,15
Komplikasi
a. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang
bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan
distres pernafasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam turun keadaan
akan membaik dan gejala akan menghilang.
b. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri. Ditandai
dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus.
Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan
menghilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari
lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan dan gejala
saluran nafas masih terus berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia karena
bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh
virus. Gambaran infiltrat pada foto toraks dan adanya leukositosis dapat
mempertegas diagnosis. Di negara sedang berkembang dimana malnutrisi masih
menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa terjadi dan dapat menjadi
fatal bila tidak diberi antibiotik.
c. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat
ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang demam.
15
d. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada
hari ke-4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000
kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat
melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus campak
ke dalam otak. Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma dan
iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching, disorientasi
juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan
pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein
ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.
e. SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
Subacute sclerosing panencephalitis merupakan kelainan degeneratif susunan
saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak yang persisten.
Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah
menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000 infeksi campak. Risiko terjadi
SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7
tahun. Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang
progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik.
Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal,
antibodi terhadap campak dalam serum (CF dan HAI) meningkat (1:1280).
Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai
meninggal antara 6-9 bulan.
f. Otitis media
Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang
telinga biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi
invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus akan terjadi
otitis media purulenta. Dapat pula terjadi mastoiditis.
g. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada
fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Dapat
pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein (protein losing
enteropathy).
16
h. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan
adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia.
Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau
antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama
sakit. Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-
oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan. Dapat pula timbul ulkus kornea.
i. Sistem kardiovaskular
Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T,
kontraksi prematur aurikel dan perpanjangan interval A-V. Perubahan tersebut
bersifat sementara dan tidak atau hanya sedikit mempunyai arti klinis.
j. Adenitis servikal
k. Purpura trombositopenik dan non-trombositopenik
l. Pada ibu hamil dapat terjadi abortus, partus prematurus dan kelainan
kongenital pada bayi
m. Aktivasi tuberculosis
n. Pneumomediastinal
o. Emfisema subkutan
p. Apendisitis
q. Gangguan gizi sampai kwasiorkhor
r. Infeksi piogenik pada kulit
s. Kankrum oris (noma). 1,9,11,15,16,17
Tatalaksana
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup
cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian
antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan
pada campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah sakit pasien
campak dirawat di bangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan
keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai
sesuai kondisi pasien, jika demam dan lemah diberikan makanan cair, jika fase
penyembuhan dapat diberikan makanan biasa.1,18
17
Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali, apabila terdapat
malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari. Terapi vitamin A untuk anak-anak
dengan campak yang berhubungan dengan pneumonia di negara-negara
berkembang terbukti menurunkan angka kejadian morbiditas dan mortalitas. 1,19
Dosis 6 bulan – 1 tahun : 100.000 IU per oral sebagai dosis tunggal, > 1 tahun :
200.000 IU per oral sebagai dosis tunggal. Ulangi dosis hari berikutnya dan
minggu ke-4 bila didapatkan keluhan oftalmologi sehubungan dengan defisiensi
vitamin A. Antibiotik penting pada campak untuk mengurangi terjadinya
komplikasi, diberikan dengan tidak secara berlebihan karena pemberian yang
berlebihan dapat meningkatkan resistensi.20,21
Bronkopneumonia
Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan
intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dan dehidrasi.
Otitis media
Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan
antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol (TMP 4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis)
18
Ensefalopati
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga 3/4 kebutuhan untuk mengurangi
edema otak, di samping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi
elektrolit dan gangguan gas darah.1,9,14,22,23
Pencegahan
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi
berumur 9 bulan atau lebih. Program imunisasi campak secara luas baru
dikembangkan pelaksanaannya pada tahun 1982.
Imunisasi Aktif
Pada tahun 1963 telah dibuat dua macam vaksin campak, yaitu vaksin yang
berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonstone B) dan
vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada
dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminium). Sejak tahun
1967 vaksin yang berasal dari virus campak yang telah dimatikan tidak digunakan
lagi oleh karena efek proteksinya hanya bersifat sementara dan dapat
menimbulkan gejala atypical measles yang hebat. Sebaliknya, vaksin campak
yang berasal dari virus hidup yang dilemahkan, dikembangkan dari Edmonstone
strain menjadi strain Schwarz (1965) dan kemudian menjadi strain Moraten
(1968) dengan mengembangbiakan virusnya pada embrio ayam. Vaksin
Edmonstone Zagreb merupakan hasil biakan dalam human diploid cell yang dapat
digunakan secara inhalasi atau aerosol dengan hasil yang memuaskan.1
Pemberian vaksin campak termasuk dalam program imunisasi nasional
dengan dosis 1000 TCID50 atau sebanyak 0,5 ml secara subkutan pada usia 9
bulan. Imunisasi ulangan diberikan pada usia 6-7 tahun melalui program BIAS.
Efek proteksi dari vaksin campak diukur dengan berbagai macam cara.
Salah satu indikator pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah penurunan angka
kejadian sakit kasus campak sesudah pelaksanaan program imunisasi.1
Imunisasi Pasif (Imunoglobulin)
Dapat diberikan pada anak yang terpapar dengan penderita campak. Terutama
pada anak usia kurang dari 6 bulan, wanita hamil, dan pasien dengan
immunocompromised . Diberikan sesegara mungkin dalam waktu 7 hari setelah
19
paparan. Anak yang imunokompeten anak harus menerima 0,25 mL / kg secara
intramuskuler dan anak-anak immunocompromised harus menerima 0,5 mL / kg.23
Isolasi penderita
Prognosis
Pada awal abad 20, kematian akibat campak bervariasi antara 2.000, dan 10.000
atau sekitar 10 kematian per 1.000 kasus campak. Dengan perbaikan dalam
perawatan kesehatan dan terapi antibiotik, gizi yang lebih baik, angka kematian
ini menurun, rasio kematian kasus turun menjadi 1 per 1000 kasus. Antara 1982
dan 2002, CDC diperkirakan ada 259 kematian akibat campak di Amerika Serikat,
dengan rasio kematian untuk kasus 2,5-2,8 / 1.000 kasus campak. Pneumonia dan
ensefalitis adalah komplikasi di sebagian besar kasus yang fatal, dan kondisi
immunodeficiency diidentifikasi dalam 14-16% kematian.23
20
Analisis kasus
21
Tatalaksana pada pasien ini selain mengatasi sesak nafas dengan
pemberian oksigen 1 liter/menit juga perlu di perhatikan diarenya karena
ditakutkan terjadinya dehidrasi. Cairan yang digunakan adalah cairan maintenance
dengan menggunakan cairan G:Z 3:1, karena anak dipuasakan sementara, serta
diberikan cairan rehidrasi oral. Selanjutnya pasien mendapatkan antibiotik lini
pertama untuk bronkopneumonia, berupa amoksisilin dan kloramfenikol.
Antibiotik penting pada campak untuk mengurangi terjadinya komplikasi,
diberikan dengan tidak secara berlebihan karena pemberian yang berlebihan dapat
meningkatkan resistensi.20,21
Pada pasien ini selain faktor usia, dan belum pernah mendapat imunisasi
campak, mendukung untuk mudahnya terinfeksi virus campak. Dalam perawatan
ternyata pasien mengalami perbaikan, pada hari kelima perawatan kondisi pasien
stabil dan anak dipulangkan. Sebelum pulang diberi nasehat agar kontrol ke
poliklinik anak, serta anjuran untuk dilakukan imunisasi.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
13. Dyne PL, Sawtelle S, Devore HK. Pediatric measles, eMedicine. 2009 nov
4. Diakses dari: http://www.emedicine.medscape.com/article/802691-
overview.html
14. Central Committee on Infectious Diseases and Infection Control.
Guidelines on Management of Measles. Branch; 2007. h:1-12
15. Zenel JA. Visual Diagnosis: An Infant Who Has Fever and Rash. Pediatr.
Rev. 2000; 21: h. 105-9.
16. Hunt M. Measles (rubeola). virology chapter fourteen. microbiology and
immunology. university of south Carolina. 2008 oct. Diakses dari:
http://www.pathmicro.med.sc.edu/mhunt/meas.htm
17. Schaulies JS. Antiviral effector mechanisms and measles virus spreading
in human endothelial cells. 2006 jun 16. Diakses dari:
http://www.endothelial-infectious.tu-dresden.de:8080/groups/Schneider-
schaulies.htm
18. Sutherland GA. Diet in measles. A system of diet and dietetics. 2009 dec
9. Diakses dari:
http://chestofbooks.com/health/nutrition/Diet-Dietetics/Diet-In-
Measles.html
19. Rosales FJ. Vitamin A supplementation of vitamin A deficient measles
patients lowers the risk of measles-related pneumonia in Zambian
children. Am J Nutr. 2002. the American society for nutritional sciences.
132: h. 3700-03.
20. Koenig KL. Prophylactic antibiotic may prevent measles complication. N
Eng J Med. In press 2007.
21. Shann F. Prophylactic antibiotics for uncomplicated measles. Journal of
the American academy of pediatrics. 2002.
22. Caldararo S, Adam HM. Measles. Pediatr. Rev. 2007; 28: h. 352-4.
23. World Health Organization. Treating measles in children up date. Geneva.
2004.
24