Pasien seorang anak perempuan berusia 3 tahun, datang dibawa orangtuanya karena mengalami kejang 1 kali yang
terjadi dengan durasi 5 menit menit dirumah. Saat kejang kedua tangan dan kaki kelonjotan, mata mendelik keatas,
lidah tidak menjulur dan tidak keluar busa. Kejang tidak berulang sampai pasien dibawa ke IGD rumah sakit Selebesolu.
Ibu pasien mengatakan sebelum kejang terjadi, pasien mengalami demam 1 hari SMRS tetapi tidak diukur dengan alat.
Ibu pasien kemudian memberikan obat paracetamol sirup tetapi demam timbul lagi. Pasien juga mengalami batuk dan
nyeri menelan 1 hari SMRS. Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan.
Pasien pernah mengalami kejang 2 bulan lalu. Kejang terjadi 1 kali dengan durasi < 15 menit. Pola kejang sama, yaitu
mata mendelik ke atas, kedua tangan dan kaki kelonjotan, tidak keluar busa.
Riwayat keluarga :
Ibu pasien pernah mengalami kejang sewaktu masih kecil, kejang disertai dengan demam tinggi.
Selama hamil ibu pasien rutin kontrol ke dokter kandungan selama 5 kali. Mual dan muntah berlebihan disangkal oleh
ibu pasien. Ibu pasien juga tidak memiliki riwayat keguguran.
Riwayat persalinan :
Pasien lahir cukup bulan, lahir spontan ditolong oleh bidan. Setelah lahir pasien langsung menangis, tidak ada kebiruan
dan tidak mengalami sakit kuning. BBL 3000 g, PBL 49 cm.
Pasien tengkurap pada usia 5 bulan, duduk usia 8 bulan, berdiri usia 11 bulan, berjalan usia 11 bulan, bicara (mengoceh)
usia 13 bulan.
Riwayat nutrisi :
Pada usia 0-6 bulan pasien mengonsumsi ASI, usia > 6 bulan - 1 tahun pasien mengonsumsi susu formula, dan usia 1
tahun pasien mengonsumsi bubur bayi.
Riwayat Imunisasi :
BCG pada usia 1 bulan, Polio usia 1-4 bulan, Hepatitis B usia 1 bulan dan usia 3-4 bulan, DPT usia 2-4 bulan, Campak usia
9 bulan dan 18 bulan.
O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis,
GCS : E4M6V5
Tanda vital :
Frekuensi nadi : 110x/menit, reguler, kuat, isi cukup
Frekuensi napas : 26x/menit, reguler, cepat, dangkal
Suhu : 39,5° C axilaris dextra
Pemeriksaan fisik umum :
Kepala : Normocephali, rambut hitam tersebar merata, ubun-ubun datar, wajah simetris
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor diameter 3mm/3mm, gerakan mata
kesegala arah,
Hidung : Septum deviasi (-),konka edema (-), mukosa hiperemis ( + ), sekret +/+, warna kekuningan,
Napas cuping hidung -/-
Mulut : Mukosa bibir basah, atrofi lidah (-), gigi karies (-)
Leher : Trakea terletak ditengah, KGB tak teraba
Tenggorokan : Faring hiperemis (+), tonsil T2-T2, arcus faring simetris, uvula terletak ditengah
Thoraks : Bj I-II reguler, bising (-)
Sp. Vesikuler (+) Rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar,lemas, Nyeri tekan epigastrium (-), Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik
Laboratorium
Hemoglobin 11,3 g/dl MCV 77,1 fl
Hematokrit 31,9% MCH 27,3 pg
Leukosit 11,5 ribu/ul MCHC 35,4 %
Trombosit 203 ribu/ul DDR (-)
Eritrosit 4,14 juta/ul
P: IVFD RL 14 gtt/m
Inj. Cefotaxime 3 x 400 mg
Inj. Gentamisin 2 x 40 mg
Inj. Dexametason 2 x 1 ampul
Pamol supp 125 mg (extra)
Paracetamol 3 x I Cth
Ambroxol sirup 3 x I Cth
Phenobarbital 40 mg pulv (Hari pertama dan hari kedua)
Phenobarbital 20 mg pulv (Hari ketiga, keempat dan kelima)
Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia serta tidak didapatkan infeksi
intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Demam yang dimaksud adalah kenaikan suhu tubuh diatas
38ºC pada pengukuran rektal atau 37ºC pada aksila.
kejang demam tejadi paling banyak pada saat anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun. Kejang demam
dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang
demam sederhana terjadi dengan sifat kejang yaitu tonik dan atau klonik, lama kejang < 15 menit,
kejang tidak berulang dalam 24 jam. Penyebab demam diantaranya adalah adanya infeksi saluran
pernapasan atas, radang telinga tengah (otitis media), pneumonia, infeksi saluran cerna dan infeksi
saluran kemih. Walaupun prognosis kejang demam sebagian besar baik, tetapi kejang demam cukup
mengkhawatirkan bagi para orangtua. Tindakan pencegahan terhadap bangkitan kejang demam berupa
pemberian antipiretik dan antikonvulsan serta pengawasan dari orangtua.
Seorang pasien perempuan usia 36 tahun, datang dengan keluhan mual muntah dialami sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Muntah dialami sebanyak ± 5 kali sehari setiap kali makan dan minum disertai
nyeri ulu hati sehingga napsu makan menurun dan pasien merasakan lemas pada badan. Pasien juga
mengalami batuk berdahak sejak 1 minggu yang lalu. Demam disangkal. Buang air kecil dalam batas
normal begitu juga dengan buang air besar. HPHT 22 April 2019.
Pasien pernah mengalami keluhan serupa saat mengandung anak ketiga, tetapi saat itu pasien hanya minta
untuk dirawat dirumah dengan bantuan bidan. Riwayat penyakit darah tinggi, diabetes, asam urat dan ginjal
disangkal.
Riwayat haid :
Pasien pertama kali Menarche umur 12 tahun dengan siklus teratur 28 hari. Lamanya haid tiap siklus 4-5
hari. Tetapi saat memakai KB suntik per 3 bulan siklus haid pasien menjadi tidak teratur. Hari pertama haid
terakhir (HPHT) 22 April 2019.
Pemeriksaan penunjang :
- PP test (+) (04/07/2019)
- Hasil pemeriksaan USG :
Usia Kehamilan 10 minggu 4 hari, Fetal Heart Beat (+), massa (-)
Tanggal perkiraan persalinan : 26/01/2020
- Hasil pemeriksaan hematologi : leukosit 10.700, Hb 15,3 gr/dl, trombosit 297.000, ureum 16
mg/dl, creatinin 0,3 mg/dl, HbSAg negatif, HIV non reaktif.
Plan
IVFD RL : D5% 1:1 guyur 1 kolf, lanjut RL drip neurobion : D10% 1 : 4 = 36 tetes/menit
Inj. Ondansentron 1 amp / 8 jam
Inj. Ranitidine 1 amp / 12 jam
Antasida sirup 3 x II C (30 menit sebelum makan)
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal kehamilan sampai umur kehamilan 20
minggu. Keluhan muntah kadang-kadang begitu hebat sampai di mana segala apa yang dimakan dan
diminum dimuntahkan. Mual dan muntah yang berlebihan atau hiperemesis gravidarum dapat
dipengaruhi oleh faktor hormonal, faktor psikologis, faktor paritas, faktor nutrisi, dan faktor alergi. Pada
hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan semua yang dimakan dan diminum, berat
badan cepat menurun, dan ada rasa haus yang hebat. Frekuensi nadi berada pada rentang 100-140
kali/menit dan tekanan darah menurun. Tujuan terapi emesis atau hiperemesis gravidarum adalah untuk
mencegah komplikasi seperti ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat badan lebih dari 3
kg atau 5% berat badan. Literatur lain menyebutkan, prognosis hiperemesis gravidarum umumnya baik,
namun dapat menjadi fatal bila terjadi deplesi elektrolit dan ketoasidosis yang tidak dikoreksi dengan
tepat dan cepat.
Hiperemesis gravidarum.
Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible Pada Anak Usia 6 Tahun 10 Bulan
Seorang pasien anak berusia 6 tahun 10 bulan datang diantar orangtuanya orangtuanya karena mengalami
benjolan yang hilang timbul pada paha kanan sejak 1 tahun lalu. Benjolan awalnya kecil, tetapi semakin lama,
semakin membesar. Saat datang ke rumah sakit, benjolan sebesar telur puyuh. Benjolan timbul apabila ada
gerakan aktif dari pasien seperti batuk maupun menangis dan hilang saat berbaring/istirahat. Buang air kecil 3-4
kali sehari, nyeri saat BAK (-). Buang air besar tidak ada kesulitan.
Riwayat Kehamilan
Selama hamil ibu pasien rutin kontrol ke dokter kandungan. Mual dan muntah berlebihan disangkal oleh
ibu pasien. Ibu pasien juga tidak memiliki riwayat keguguran.
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir cukup bulan, lahir spontan ditolong oleh bidan. Setelah lahir pasien langsung menangis,
tidak ada kebiruan dan tidak mengalami sakit kuning. BBL 3000 gram, PBL 49 cm.
Riwayat Nutrisi
Pemberian ASI ekslusif sampai 6 bulan. Susu fomula dan MPASI > 6 bulan berupa bubur susu. Makan
makanan keluarga sejak usia 1 tahun.
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan darah lengkap : leukosit 9900, Hb 12,2 g/dl, trombosit 337.000, bleeding time 03:00, clotting time 05:30
A : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible Pada Anak Usia 6 Tahun 10 Bulan
P: IVFD RL 20 tetes/menit
Inj. Cefazoline 2 x 500 mg/IV
Inj. Ranidine 2 x 12,5 mg/IV
Inj Antrain 2 x ½ ampul/IV
Rencana tindakan : hernia repair.
Hernia inguinalis lateralis adalah hernia keluar dari rongga peritoneum melalui annulus inguinalis
internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam
kanalis inguinalis, dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari annulus inguinalis ekternus.
Berdasarkan sifatnya, hernia disebut reponibel apabila isi hernia dapat keluar-masuk. Mayoritas
hernia inguinalis pada anak adalah hernia inguinalis lateralis akibat dari prosesus vaginalis yang
patent. Pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Gejala yang muncul
biasanya berupa adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau
mengedan dan menghilang setelah berbaring. Hernia inguinalis tidak dapat sembuh sendiri, maka
harus dilakukan tindakan operasi. Tindakan yang dapat dilakukan yaitu hernia repair.
Seorang pasien perempuan usia 43 tahun datang dengan keluhan badan lemas sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Lemas di rasakan sepanjang hari, tidak membaik dengan istirahat. Pasien juga terlihat pucat.
Pada kaki kiri pasien terdapat luka yang tidak membaik, sudah sejak 1 bulan terakhir. Pasien juga sering
merasa lapar dan banyak makan serta sering berkeringat dingin. Selain itu pasien juga mengeluh cepat
merasa haus dan sering terbangun dimalam hari untuk buang air kecil, dengan frekuensi > 6 kali. Buang air
besar pasien tidak ada kelainan.
Pemeriksaan penunjang :
Hasil pemeriksaan GDS 600 mg/dl
Hasil darah lengkap :
Leukosit 21.000
Hb 9,3 g/dl
Trombosit 373.000
Hasil elektrolit :
Natrium 144 mmol/L
Kalium 5,1 mmol/L
Clorida 9,2 mmol/L
P: PENATALAKSANAAN AWAL
IVFD NaCL 0,9% guyur 2000 cc/ 3 jam loading
Ranitidine 2 x 25 mg/IV
Ceftriaxone 1 x 2 gram/IV
Metronidazole 3 x 500 mg drips/IV
Puasa
Status hipersomolar hiperglikemik merupakan gangguan metabolik akut yang dapat terjadi pada pasien
diabetes melitus, yang ditandai dengan hiperglikemia ( Gula darah > 600 mg/dl), hiperosmolaritas (>320
mOsm/kg) dan dehidrasi tanpa adanya ketoasidosis. Faktor pencetus keadaan hiperglikemia ini antara
lain infeksi (pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis), penyakit vaskular akut, trauma, luka bakar,
hematom subdural, kelainan gastrointestinal, obat-obatan. Gambaran klinis klasik yaitu poliuria,
polidipsia, penurunan berat badan, muntah, dehidrasi, kelemahan badan, dan perubahan status mental.
Target pengobatan dari HHS adalah untuk mengobati penyebab dasarnya secara bertahap dan aman
yaitu dengan mengganti kehilangan cairan dan elektrolit , mengobati faktor pencetus, menormalkan
osmolalitas, serta menormalkan gula darah. Prognosis ditentukan oleh tingkat beratnya dehidrasi,
adanya komorbiditas, dan usia lanjut.
Seorang pasien perempuan usia 34 tahun datang dengan keluhan dada kiri terasa berdebar-debar hilang
timbul sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Dada berdebar juga di ikuti dengan perasaan seperti sesak
napas. Pasien juga mengeluh leher tegang dan tangan terasa kesemutan. Batuk (-), demam (-), muntah (-).
Buang air kecil dan buang air besar tidak ada kelainan.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat hipertensi, asam urat, kolesterol,
diabetes disangkal.
Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium
Darah lengkap : leukosit 11.500, Hb 9,7 g/dl, Trombosit 457.000,
Elektrolit darah : Natrium 142 mmol/L, Kalium 2,9 mmol/L, chlorida 100 mmol/L
Kimia darah : GDS 97 mg/dl, ureum 11 mg/dl, creatinin 0,5 mg/dl
Elektrokardiogram : sinus takikardi 136x/menit, gelombang QRS sempit
Sinus takikardi adalah irama sinus dengan kecepatan denyut jantung >100x/menit. Supraventrikular
takikardi adalah seluruh bentuk takikardi yang muncul dari berkas HIS maupun di atas bifurkasi berkas
HIS. Gangguan metabolisme kalium memiliki pengaruh paling besar terhadap timbulnya aritmia
dibandingkan gangguan elektrolit lainnya. Keadaan hipokalemi memiliki sifat aritmogenik atas dasar
mekanisme pemanjangan repolarisasi ventrikel, perlambatan konduksi, dan aktivitas pacu jantung
(pacemaker) yang abnormal. Palpitasi dengan dizziness merupakan gejala yang paling sering dijumpai
pada pasien SVT. Nyeri dada dapat dijumpai sekunder terhadap nadi yang cepat dan biasanya berkurang
setelah terminasi dari takikardi. Pasien dengan SVT awalnya dapat diobati dengan Ca channel blocker,
digoxin, serta beta-blocker. Pada keadaan hipokalemia, pemberian suplementasi kalium secara oral dan
intravena dapat dipeetimbangkan. Prognosis pada SVT tergantung pada penyakit jantung struktural yang
mendasari. Pasien dengan struktural jantung yang normal memiliki prognosis yang sangat baik .