Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu
tubuh dengan cepat hingga >38C dan kenaikan suhu tersebut diakibatkan oleh proses
ekstrakranial.1 Demam harus mendahului terjadinya kejang. Kejang demam sering
didapatkan pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 6 tahun. Keadaan ini terjadi pada
2% sampai 4% anak: sebagian besar antara usia 1 sampai 2 tahun (usia rerata 22 bulan). 2
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang
dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. 1 Kejang demam merupakan penyebab
kejang tersering pada anak dan memiliki prognosis sangat baik. Insidens kejang demam
di negara-negara barat berkisar antara 3-5%. Di Asia berkisar antara 4,47% sampai 9,9%
di Jepang. Data di Indonesia belum ada secara nasional. Sekitar 80% diantaranya adalah
kejang demam simpleks. Sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding
perempuan.3

BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RSUD KOTA BEKASI

STATUS PASIEN
Nama Mahasiswa
NIM

I.

: Adji Indra Pramono


: 030.10.115

Pembimbing : dr. Mas Wisnu, SpA


Tanda tangan :

IDENTITAS PASIEN
Nomor Rekam Medik
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Alamat
Agama
Pendidikan
Pekerjaan

: 09.70.xx.xx
: An. F
: Laki-laki
: 1 tahun 6 Bulan
: Bekasi
: Islam
::-

ANAMNESIS
Hubungan dengan orang tua: pasien adalah anak kandung.
Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis dengan Ibu kandung pasien, kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada:
Lokasi
: BANGSAL MELATI 12
Tanggal / Waktu
: Rabu, 1 Juni 2016
Tanggal masuk
: Minggu, 29 Mei 2016
Keluhan utama
: Kejang sejak pagi hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
Keluhan tambahan
: Demam, batuk, pilek, muntah
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan kejang sejak pagi hari
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Frekuensi kejang 1x sehari, durasi pada saat kejang
kurang lebih 5 menit. Pada saat kejang, pasien sadar, kedua tangan pasien kelojotan dan
mata pasien mendelik ke atas. Setelah kejang pasien lemas lalu kemudian tertidur. Ibu
pasien mengatakan dua hari sebelumnya pasien mengalami demam. Demam naik turun
sepanjang hari, dan dirasa tinggi tetapi belum pernah diukur suhu tubuhnya, hanya
dengan perabaan tangan. Satu hari sebelum datang ke IGD RSUD, orang tua pasien
sempat memberikan obat demam sirup yang dibeli di apotek, namun demam naik kembali
setelah 4 jam pemberian obat. Ibu pasien juga mengatakan anaknya mempunyai keluhan
batuk berdahak sejak 1 minggu SMRS. Ibu pasien mengatakan anaknya mual muntah
sebanyak 2x sejak 1 hari yang lalu, muntah berisi makanan yang dimakan. BAB pasien
lancar, konsistensi lunak. BAK lancar, warna urin kuning jernih.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Menurut kedua orang tua pasien, anaknya belum pernah mengalami hal seperti ini
sebelumnya. Riwayat kejang disangkal.
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan

Tidak ada. Anemia (-), HT (-), DM (-),


penyakit jantung (-), penyakit paru
(-), infeksi (-).

Perawatan antenatal

3x kontrol ke tempat praktek bidan tiap


3 bulan 1x dan sudah melakukan
imunisasi

KELAHIRAN

Tempat persalinan

Rumah Bersalin

Penolong persalinan

Bidan

Cara persalinan

Partus Spontan

Masa gestasi

Cukup Bulan (40 minggu)

Keadaan bayi

Berat lahir: 3700 gram


Panjang lahir: tidak tahu
Lingkar kepala : tidak tahu
Segera menangis
Kemerahan (+)
Nilai APGAR : (tidak tahu)
Kelainan bawaan : tidak ada

RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : umur 6 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor :
-

Tengkurap : umur 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)


Duduk : umur 8 bulan (Normal: 7-10 bulan)
Berdiri : umur 10 bulan (Normal: 10-12 bulan)
Berjalan : umur 14 bulan (Normal: 12-18 bulan)
Pengucapan kata-kata : umur 11 bulan (Normal: 9-12 bulan)

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan: perkembangan pasien baik,


sesuai usia, tidak ada keterlambatan.
RIWAYAT MAKANAN
Umur

ASI/PASI

(bulan)

Buah /

Bubur Susu

Nasi Tim

Biskuit

02

ASI

24

ASI

46

ASI

68

ASI + susu formula

8 10

ASI + susu formula

10 -12
12-24

ASI + susu formula


Susu formula

+
+

+
+

+
+

Jenis Makanan

Frekuensi dan Jumlah

Nasi / Pengganti

Nasi 3x/hari

Sayur

3x/minggu

Daging

2-3x/minggu

Telur

2-3x/minggu

Ikan

2-3x/minggu

Tahu

1x/ hari

Tempe

1x/ hari

Susu (merk / takaran)


Lain lain

Susu 1-2 kali/minggu


Biskuit/roti/buah 1x/ hari.

Kesimpulan riwayat makanan: Pasien mendapatkan ASI eksklusif. Susu formula


diberikan saat usia 6 bulan. Makanan pendamping seperti bubur susu sudah diberikan
sejak pasien berumur 5 bulan.

RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin

Dasar ( umur )

Hepatitis B

Ulangan ( umur )

1 bulan

6 bulan

2 bulan

4 bulan

6 bulan

bulan
Polio

0
bulan

BCG

2
bulan

DPT / PT

4 bulan

6 bulan

Campak

bulan
-

9 bulan

Kesimpulan riwayat imunisasi: imunisasi dasar lengkap sesuai jadwal


RIWAYAT KELUARGA
Corak Reproduksi
No

1.

Tanggal lahir

Jenis

(umur)

kelamin

1 tahun, 6 bulan

Laki-laki

Hidup

Lahir

Abortus

mati
Ya

Mati

Keterangan

(sebab)

kesehatan

Pasien

Riwayat Pernikahan
Ayah

Ibu

Nama

Perkawinan ke-

Umur saat menikah

26 tahun

24 tahun

Pendidikan terakhir

Tamat SMA

Tamat SMA

Islam

Islam

Agama

Suku bangsa

Sunda

Sunda

Keadaan kesehatan

Sehat

Sehat

Kosanguinitas

Penyakit, bila ada

Riwayat Penyakit Keluarga


Pada anggota keluarga pasien, ayah pasien memiliki riwayat kejang saat usia 3 bulan.
Riwayat Kebiasaan Keluarga
Pada anggota keluarga ayah pasien memiliki kebiasaan merokok. Keluarga pasien
menyangkal adanya kebiasaan minum minuman beralkohol dan penggunaan obat-obatan
terlarang.
RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit

Umur

Penyakit

Umur

Penyakit

Umur

Alergi

(-)

Difteria

(-)

Penyakit jantung

(-)

Cacingan

(-)

Diare

(-)

Penyakit ginjal

(-)

DBD

(-)

Kejang

(-)

Radang paru

(-)

Otitis

(-)

Rubeola

(-)

TBC

(-)

Parotitis

(-)

Operasi

(-)

Lain-lain:

(+) influenza

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita:


Pasien belum pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya. Pasien pernah beberapa
kali terserang flu, namun tidak pernah sampai dirawat di RS.
RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Menurut pengakuan bapak pasien keadaan lingkungan rumah cukup padat penduduk.
Lantai rumah terbuat dari keramik. Ventilasi udara, sirkulasi udara, dan pencahayaan
cukup. Sumber air berasal dari air sumur.
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Ayah pasien bekerja sebagai pedagangdengan penghasilan tidak menentu, kurang lebih
Rp. 1.000.000 1.500.000/bulan. Sedangkan ibu pasien adalah ibu rumah tangga.
Menurut ibu pasien penghasilan tersebut masih bisa memenuhi kebutuhan pokok seharihari.

Kesimpulan sosial ekonomi: penghasilan Ayah pasien masih cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari.

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
Keadaan Umum
Kesan Sakit
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Kesan Gizi
: gizi kurang
Keadaan lain : pucat (-), ikterik (-), sesak (-), sianosis (-)
Data Antropometri
Berat Badan sekarang
Panjang Badan

: 10 kg
: 50 cm

Status Gizi (CDC)


-

BB: 10 kg dan PB: 50 cm


BB / U = 10/21,5 x 100 % = 46,5%
TB / U = 50/82 x 100 % =60,9 %
BB / TB = 10/15,9 x 100 % = 62,9 % (gizi buruk)

Berdasarkan kurva CDC, status gizi pasien masuk dalam kategori gizi buruk dengan
perhitungan BB/TB 62,9%.
Tanda-tanda Vital
-

Nadi : 110x/menit, reguler, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri
Nafas : 36x/menit, regular
Suhu : 36,7C

Pemeriksaan fisik
Kepala : Normosefali
Rambut : Rambut hitam, lurus, lebat, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut
Wajah : Wajah simetris, edema (-), luka atau jaringan parut (-)
Mata
Visus : tidak dilakukan
Ptosis : -/Edema palpebral : -/Sklera ikterik : -/Lagofthalmus : -/Konjungtiva pucat : -/Mata Cekung : -/Exophthalmus : -/Kornea jernih : +/+
Endophtalmus : -/Strabismus : -/Nistagmus : -/-

Lensa jernih : +/+


Pupil : bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+, tidak langsung +/+
Telinga
Bentuk : normotia
Nyeri tarik aurikula : -/Liang telinga : lapang
Serumen : -/Cairan : -/-

Nyeri tekan tragus: -/Membran timpani: sulit dinilai


Refleks cahaya : sulit dinilai

Hidung
Bentuk : simetris
Sekret : +/+
Mukosa hiperemis : -/Bibir

Napas cuping hidung : -/Deviasi septum : -

: mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-), pucat (-)

Mulut : trismus (-), oral hygiene cukup baik, halitosis (-), mukosa gusi berwarna
merah muda, mukosa pipiberwarna merah muda, arkus palatum simetris
Lidah : normoglosia, mukosa berwarna merah muda,hiperemis (-), atrofi papil
(-), tremor (-), lidah kotor(-)
Tenggorokan : tonsil T2-T2, hiperemis (-), detritus (-), dinding posterior faring
tidak hiperemis, arcus faring tidak hiperemis, uvula terletak ditengah
Leher : bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-), tidak tampak dan
tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea tampak dan teraba di
tengah
Thoraks :
Jantung
- Inspeksi

: ictus cordis terlihat pada ICS V linea


midklavikularis sinistra
:ictus cordis teraba pada ICS V linea
midklavikularis sinistra

Palpasi

Perkusi :
batas kiri jantung
batas kanan jantung
batas atas jantung

: ICS V linea midklavikularis sinistra


: ICS III-V linea sternalis dextra
: ICS III linea parasternalis sinistra

Auskultasi

: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru
-

Inspeksi

: bentuk toraks simetris pada saat statis dan

dinamis,tidak ada pernafasan yang tertinggal,


pernafasan torakoabdominal, pada sela iga
tidak terlihat adanya retraksi, pembesaran KGB
-

aksila -/: nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas

Palpasi

simetris kanan dan kiri,vocal fremitus samakuat kanan dan kiri.


Perkusi :
Sonor dikedua lapang paru.
Batas paru-lambung
: ICS VII linea aksilaris anterior
Batas paru-hepar
: ICS VI linea midklavikularis dextra
Auskultasi
: suara napas vesikuler +/+, ronki -/-,
wheezing -/-

Abdomen
-

Inspeksi

: Buncit, warna kulit sawo matang, ruam


merah (-), kulit keriput (-), gerak dinding perut
saat pernapasan simetris, shagging of the flank

Auskultasi
Perkusi

Palpasi

(-), venektasi (-), smiling umbilicus (-)


: bising usus (+)
: timpani pada seluruh lapang perut, shifting
dullness (-), undulasi (-)
: supel,nyeri tekan (-), hepar tidak teraba

membesar, lien tidak teraba membesar, ballotement (-)


Genitalia
Laki-laki, edema (-)
Kelenjar getah bening:
Preaurikuler
Postaurikuler
Submandibula
Supraklavicula
Aksila
Inguinal
Ekstremitas

: tidak teraba membesar


: tidak teraba membesar
: tidak teraba membesar
: tidak teraba membesar
: tidak teraba membesar
: tidak teraba membesar

: Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang atau posisi


tangan, kaki, serta sikap badan,tidak terdapat keterbatasan gerak
sendi, akral hangat pada keempat ekstremitas, pitting edema
pretibial

(-/-),

edema

dorsum

pedis

(-/-),

sianosis

(-),

capillaryrefill time < 2 detik.


Kulit

: warna sawo matang merata, tidak ikterik, tidak sianosis, lembab,


efloresensi (-)

I.

PEMERIKSAAN TAMBAHAN

STATUS NEUROLOGIS
GCS : E4 M6 V5
Tanda Rangsang Meningeal

Kaku kuduk
Brudzinksi I
Brudzinski II
Laseque
Kernig

: (-)
: (-)
: (-)
: -/- >70
: -/- >135

Refleks Patologis

II.

Babinski
Chaddock

: -/: -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kimia

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

Natrium

133

mmol/L

135-145

Kalium

4,8

mmol/L

3,5 4,6

Chlorida

98

mmol/L

98 108

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Serum Elektrolit tanggal 29/05/2016

Hematologi

Hasil

Satuan

Nilai rujukan

Hemoglobin

11,8

g/dL

11 14,5

Eritrosit

5,04

x10^6/uL

45

Leukosit

8,6

x10^3/uL

5 10

Trombosit

324

x10^3/Ul

150 400

Hematokrit

36,3

40 54

10

Basofil

01

Eosinofil

13

Neutrofil batang

1-6

Neutrofil segmen

39

52 70

Limfosit

46

20 40

Monosit

11

28

LED

mm

0 - 10

MCV

72,1

fL

75 87

MCH

23,4

Pg

24 30

MCHC

32,5

g/dL

31- 37

80

mg/dL

60 - 110

Kimia
Glukosa darah
sewaktu
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap tanggal 29/05/2016
III.

RESUME
Berdasarkan hasil anamnesis, didapatkan keluhan utama pasien kejang
sejak pagi hari SMRS. Frekuensi kejang 1x/hari, durasinya kurang lebih 5
menit. Kejang didahului dengan demam satu hari sebelumnya. Ibu pasien
mengatakan anaknya demam tinggi tetapi belum pernah diukur suhu
tubuhnya, hanya dengan perabaan tangan. Satu hari sebelum dibawa ke IGD
RSUD pasien muntah sebanyak 2x berisi makanan yang dimakan. Pada saat
kejang, ibu pasien mengatakan kedua tangan pasien kelojotan dan mata
pasien mendelik ke atas. Setelah kejang pasien lemas lalu kemudian tertidur.
Ibu pasien juga mengatakan anaknya mempunyai keluhan batuk sejak 1
minggu SMRS. Ibu pasien mengatakan anaknya batuk berdahak disertai
dengan pilek. BAB pasien lunak, BAK lancar. Orang tua pasien juga
mengatakan bahwa keluhan seperti ini baru terjadi pertama kali pada pasien.
Di keluarga, ayah pasienn memiliki riwayat kejang saat usia 3 bulan.

11

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sadar, tampak sakit


sedang, kesan gizi kurang. Pada pengukuran tanda-tanda vital didapatkan
suhu tubuh pasien 36,7C, HR 110x/menit, reguler, kuat, isi cukup, ekual
kanan dan kiri, nafas: 36x/menit, tipe torakoabdominal. Pada pemeriksaan
status generalis didapatkan pemeriksaan kepala dan leher dalam batas
normal, pemeriksaan thorax meliputi jantung dan paru tidak didapatkan
kelainan, pada pemeriksaan abdomen tidak didapatkan kelainan. Pemeriksaan
pada genitalia juga tidak didapatkan kelainan. Kedua ekstremitas atas dan
bawah tidak didapatkan kelainan ataupun efloresensi yang bermakna. Pada
pemeriksaan status neurologis tanda rangsang meningeal didapatkan kaku
kuduk (-), brudzinski 1 (-), brudzinski II (-), laseque -/- >70, kernig -/>135. Pada pemeriksaan refleks patologis didapatkan hasil pemeriksaan
babinski -/- dan chaddock -/-.
Pada hasil pemeriksaan penunjang Neutrofil segmen 39%, limfosit 46%,
monosit 11%, Eritrosit 5,04 juta/uL, serum elektrolit didapatkan hasil natrium
133 mmol/L. Pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu didapatkan hasil
glukosa darah sewaktu 80 mg/dL.
IV.

DIAGNOSA KERJA
Kejang Demam Sederhana
ISPA Akut

V.

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
o IVFD Tridex 27 B 8 tpm
o Sanmol 3 x 100 mg i.v k/p
o Diazepam 3 x 1,5 mg

VI.

PROGNOSIS
Ad Vitam
: Dubia ad Bonam
Ad Functionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

VII.

FOLLOW UP

Tanggal

Perjalanan penyakit

Terapi

12

30/5/16

S: kejang (-), demam (-),


BAK & BAB lancar
O: KU: CM, HR 130 x/mnt,
T 36,50C

IVFD Tridex 27 B 8 tpm


Sanmol 3x100 mg

Mata: CA-/-, SI -/Thorax: ves +/+, Rh -/-,


Whz -/-, BJ 1&2 reguler
Abd: supel, BU +, NT (-)
Ext: akral hangat
31/5/16

S: keluhan (-)

IVFD Tridex 27 B 8 tpm

O: KU: CM, HR 120 x/mnt,


T 36,70C

Diazepam 3x1,5 mg

Mata: CA-/-, SI -/Thorax: ves +/+, Rh -/-,


Whz -/-, BJ 1&2 reguler

Proris supp/stesolid supp


bila suhu >380C

Abd: supel, BU +, NT (-)


Ext: akral hangat
01/6/16

S: keluhan (-)

Rencana pulang

O: KU: CM, HR 120 x/mnt,


T 36,70C

Obat pulang:

Mata: CA-/-, SI -/-

Diazepam 3x1,5

Thorax: ves +/+, Rh -/-,


Whz -/-, BJ 1&2 reguler

mg
Stesolid supp 10

Abd: supel, BU +, NT (-)

mg k/p
Sanmol 3x1 cth k/p

Ext: akral hangat

VIII.

EDUKASI

13

Apabila terjadi kejang pada anak maka edukasi orang tua untuk melakukan halhal berikut :
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

BAB III
ANALISA KASUS

14

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal diatas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 1 Kejang
demam sering didapatkan pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 6 tahun. Keadaan ini
terjadi pada 2% sampai 4% anak: sebagian besar antara usia 1 sampai 2 tahun (usia rerata
22 bulan).2 Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi dua yaitu kejang demam sederhana
dan kejang demam kompleks. Dikatakan kejang demam sederhana apabila didapatkan
kejang motorik umum mayor, berlangsung kurang dari 15 menit, tidak berulang dalam 24
jam dan tanpa kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang. 2,3Kejang demam
sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.Sedangkandikatakan kejang
demam kompleks apabila didapatkan salah satu ciri berikut ini: frekuensi kejang berulang
atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam, durasi kejang lebih dari 15 menit, terdapat tandatanda fokal dan terdapat kelainan neurologis sebelum atau sesudah kejang. 1,2,3 Kejang
fokal adalah kejang parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului kejang parsial.
Dikatakan kejang berulang apabila didapatkan kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari,
diantara 2 bangkitan kejang anak sadar.1 Kejang berulang didapatkan pada 30% sampai
50% anak dengan kejang demam di bawah usia 1 tahun dan 28% anak dengan kejang
demam di atas usia 1 tahun.
Beberapa teori dikemukakan mengenai penyebab terjadinya kejang demam, dua
diantaranya adalah karena lepasnya sitokin inflamasi (IL-1 beta) atau hiperventilasi yang
menyebabkan alkalosis dan meningkatkan pH otak sehingga terjadi kejang.
Penyebab pasti dari kejang demam sampai sekarang belum diketahui, akan tetapi
kemungkinan penyebabnya adalah multifaktorial. Faktor genetik dan lingkungan
memegang peranan penting terhadap patogenesis terjadinya kejang demam. Pola
penurunan genetik masih belum jelas, namun beberapa studi menunjukkan keterkaitan
dengan kromosom tertentu seperti 19p dan 8q13-21, sementara studi lain menunjukkan
pola autosomal dominan.4
Demam yang memicu kejang berasal dari proses ekstrakranial, paling sering
disebabkan oleh infeksi saluran nafas akut, otitis media akut, roseola, infeksi saluran
kemih dan infeksi saluran cerna.
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan kejang demam diantaranya
adalah gangguan perkembangan anak, infeksi virus, riwayat keluarga dengan penyakit

15

kejang demam, vaksinasi dan kemungkinan disebabkan oleh defisiensi zinc dan
suplementasi besi.6 Vaksinasi yang berkaitan dengan peningkatan risiko kejang demam
diantaranya difteri, tetanus dan pertussis (DTP) dan mumps, measles dan rubella (MMR).
Akan tetapi berdasarkan Cochrane review pada 530.000 anak-anak yang mendapatkan
vaksinasi MMR, menunjukkan bahwa peningkatan risiko kejang demam hanya terjadi
pada 2 minggu pertama setelah vaksinasi, hanya terjadi pada sebagian kecil anak (1
sampai 2 kasus dari 1000 anak yang mendapatkan vaksin MMR) dan kemungkinan
berkaitan dengan efek samping dari vaksin.6
Pada kasus berdasarkan hasil anamnesis dengan orang tua pasien tidak
didapatkan gangguan perkembangan anak. Pada keluarga pasien didapatkan ayah pasien
memiliki riwayat kejang saat usia 3 bulan. Pasien juga sudah 1 minggu terkena batuk
berdahak dan pilek yang merupakan gejala dari penyakit infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA) dan ayah pasien memiliki riwayat kejang saat usia 3 bulan.
Pada anamnesis hal-hal yang perlu ditanyakan pada pasien kejang demam adalah
sebagai berikut5:
Pre ictal : apakah peristiwa yang terjadi sebelum kejang?apakah peristiwa

kejang didahului dengan demam?


Ictal : frekuensi kejang, durasi kejang, dimulai pada satu sisi/ seluruh
tubuh, kejadian yang terjadi saat pasien kejang (kaku/ kelojotan/ mata

mendelik ke atas/ arah leher pasien ke arah mana/ mulut berbusa)


Post ictal : apakah setelah kejang pasien langsung sadar? Apakah terdapat

gejala seperti kebingungan setelah kejang?


Suhu sebelum/saat kejang. Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf
pusat (infeksi saluran nafas akut (ISPA), otitis media akut (OMA), infeksi

saluran kemih (ISK), infeksi saluran cerna.


Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam

keluarga
Singkirkan penyebab kejang lain (misalkan diare/ muntah yang
menyebabkan gangguan elektrolit, sesak nafas yang menyebabkan
hipoksemia, asupan nutrisi kurang yang menyebabkan hipoglikemia)

Pada pasien ini berdasarkan hasil anamnesis didapatkan usia pasien 1 tahun 6
bulan. Data yang didapat sesuai dengan teori dimana kejang demam puncaknya terjadi
pada usia 1 sampai 2 tahun dengan usia rerata 22 bulan. 2 Keluhan utama pasien datang ke

16

IGD RSUD adalah kejang sejak pagi hari sebelum masuk rumah sakit. Peristiwa kejang
didahului dengan demam satu hari sebelumnya dan muntah. Frekuensi kejang terjadi 1x
dalam sehari, durasi kurang dari 15 menit, saat kejang kedua tangan pasien kelojotan,
mata mendelik ke atas. Setelah kejang pasien lemas dan kemudian tertidur. Berdasarkan
teori, klasifikasi kejang dibagi menjadi kejang demam kompleks dan kejang demam
sederhana. Pada pasien ini sesuai dengan klasifikasi kejang demam sederhana karena
berdasarkan hasil anamnesis didapatkan frekuensi kejang pasien 1x dalam sehari atau
tidak berulang, durasi kurang dari 15 menit, kejang umum tonik atau tonik-klonik dan
tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang. Hasil anamnesis pada
pasien sesuai dengan teori dimana prevalensi kejang demam yang paling sering adalah
kejang demam sederhana sekitar 80%.
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan kejang demam hal-hal yang perlu
diperhatikan diantaranya5 :

Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran. Suhu tubuh pasien :

apakah terdapat demam.


Tanda rangsang meningeal (kaku kuduk, brudzinksi I & II, kernig dan

laseque) untuk menyingkirkan diagnosis banding meningitis


Pemeriksaan nervus kranialis
Tanda infeksi di luar SSP : misal ISPA, OMA, ISK
Pemeriksaan neurologis : tonus otot, motorik, refleks patologis dan
fisiologis

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan kesadaran pasien


compos mentis. Suhu tubuh pasien 36,7oC. Tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan
tanda rangsang meningeal dan pemeriksaan neurologis.
Pemeriksaan penunjang untuk pasien kejang demam seperti pemeriksaan darah
perifer lengkap, gula darah dan elektrolit tidak rutin dilakukan, hanya atas indikasi jika
dicurigai hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, maupun infeksi sebagai penyebab
kejang3,7. Berdasarkan hasil pemeriksaan elektrolit didapatkan hasil : Natrium 133
mmol/L, kalium 4,8 mmol/L, Chlorida 98 mmol/L. Dasar pemeriksaan ini dilakukan
adalah untuk menyingkirkan kemungkinan kejang pada pasien yang disebabkan karena
gangguan elektrolit.

17

Pungsi lumbal dilakukan untuk menegakkan maupun menyingkirkan diagnosis


meningitis. Tingkat rekomendasi untuk pungsi lumbal berdasarkan usia anak 1,3,5,8:
1. Sangat dianjurkan pada anak < 12 bulan
2. Dianjurkan untuk anak usia 12-18 bulan
3. Tidak rutin dilakukan pada anak > 18 bulan. Hanya dilakukan bila tanda
meningitis positif

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya


kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.
Oleh karenanya tidak direkomendasikan 1,6. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak
usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti
computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI)
jarangsekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti 1:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
Sesuai dengan teori, pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal
karena berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik tidak didapatkan tanda dan
gejala dari meningitis. Pemeriksaan EEG juga tidak dilakukan karena usia pasien 1 tahun
6 bulan. Pemeriksaan radiologi seperti x-ray, CT scan dan MRI juga tidak dilakukan pada
pasien ini karena tidak ditemukan indikasi seperti hemiparesis, paresis nervus VI dan
papiledema.
Diagnosis Banding kejang demam diantaranya :

Meningitis
Ensefalitis
Diare akut/kronis dehidrasi sedang-berat
Epilepsi

Kejang disertai demam adalah hal yang sering terjadi pada anak. Banyak
diantaranya disebabkan oleh proses intrakranium yang berbahaya atau proses sistemik.
Kondisi-kondisi ini harus dapat dibedakan dengan kejang demam. Pada kejang demam

18

khas ditandai dengan peningkatan suhu tubuh secara cepat diikuti oleh kejang. Sementara
pada proses intrakranial, demam terjadi bersamaan dengan atau setelah kejang.
Pada kasus, kejang yang terjadi pada pasien didahului oleh demam. Selain itu,
berdasarkan hasil pemeriksaan fisik tidak didapatkan tanda-tanda penyakit lain seperti
meningitis dimana tanda rangsang meningeal pasien masih dalam batas normal. Diagnosa
banding Ensefalitis juga dapat disingkirkan pada kasus karena pada diagnosa banding
Ensefalitis harus didapatkan 1 kriteria mayor yaitu perubahan status mental 24 jam.
Sedangkan pada pasien tidak memenuhi kriteria tersebut. Diagnosis banding lain seperti
diare akut/kronis dehidrasi sedang-berat juga dapat disingkirkan karena berdasarkan
anamnesis BAB pasien lunak, sedangkan dikatakan diare apabila BAB cair dan frekuensi
BAB lebih dari 3x/hari. Epilepsi dapat singkirkan pada kasus karena berdasarkan ILAE
2014, epilepsi dapat ditegakkan apabila ditemukan salah satu dari kondisi berikut: (1)
terdapat minimal dua episode kejang tanpa diprovokasi, (2) terdapat satu episode kejang
tanpa

diprovokasi

elektroensefalografi).

serta
3,12

(3)

sindrom

epilepsi

(berdasarkan

pemeriksaan

Sedangkan pada kasus peristiwa kejang yang terjadi diprovokasi

oleh demam.

Tatalaksana kejang demam pada anak terbagi menjadi pengobatan pada fase akut/
saat kejang dan pengobatan profilaksis/ pencegahan rekurensi kejang.

Pada saat kejang, pastikan jalan nafas tidak terhalang, pakaian ketat
dilonggarkan, anak diposisikan miring untuk mencegah terjadinya aspirasi. Periksa tandatanda vital suhu, nadi dan pernafasan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan di kompres
air hangat dan pemberian antipiretik seperti parasetamol atau ibuprofen. Dosis yang
digunakan untuk paracetamol adalah 10 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak
lebih dari 5 kali. Untuk ibuprofen dosis 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Penggunaan
asetil salisilat tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan sindroma Reye terutama pada
anak usia kurang dari 18 bulan.1,3,9 Kemudian lanjutkan dengan tatalaksana kejang akut.

19

Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase akut,
karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat diberikan secara
intravena atau rektal, jika diberikan intramuskular absorbsinya lambat. 9 Obat yang praktis
dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam
rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan
kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. 1,3 Atau diazepam rektal
dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun dan dosis 7,5 mg untuk anak di atas
usia 3 tahun. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. 1,3
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke
rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB secara intravena dengan kecepatan 2 mg/menit, dosis maksimal 20 mg. 1,3,9
Bila kejang tidak berhenti, berikan dosis inisial fenitoin 10-20 mg/kgBB dengan
kecepatan pelan 1 mg/Kg/menit, maksimum 50 mg/menit. Bila kejang
berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. 1,3
Bila kejang tidak berhenti dengan fenitoin, segera kirim pasien ke ICU. 1,3
Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena bila berlangsung
terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Terdapat 2 cara profilaksis,
yaitu, profilaksis intermittent pada waktu demam dan profilaksis terus menerus dengan
antikonvulsan tiap hari.
Profilaksis intermittent disarankan pada pasien kejang demam kompleks yang
rekuren, tidak disarankan pada kejang demam simpleks. Caranya adalah ketika pasien
demam lagi (suhu >38,50C), berikan diazepam oral 0,3 mg/kgBB sampai 3x sehari (1
mg/kg/24jam) sampai 3x sehari (1 mg/kg/24 jam), yang dapat diberikan sampai 2-3 hari
selama anak masih demam, disamping antipiretik. Dapat pula berupa diazepam rektal 5
mg atau 10 mg. Cara ini relatif aman dengan efek samping yang minor seperti letargi,
iritabilitas.1,3
Pencegahan terus menerus dilakukan dengan mengkonsumsi antikonvulsan setiap
hari, namun penggunaannya harus hati-hati mengingat efek samping dari antikonvulsan

20

yang digunakan. Berdasarkan unit kesepakatan Unit Neurologi Anak IDAI 2006, terdapat
2 kategori profilaksis terus menerus1,3,9:
Dianjurkan, bila :
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
Dipertimbangkan, bila :
1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
2. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12.
3. kejang demam > 4 kali per tahun
Antikonvulsan yang menjadi pilihan utama untuk profilaksis terus-menerus
adalah1,3,9:
1. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama
yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan
fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis.
2. Fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dibagi 2x sehari. Efek sampingnya dapat
mengurangi fungsi kognitif pada pemakaian jangka panjang.
Indikasi dirawat pada pasien kejang demam diantaranya 5 :
1.
2.
3.
4.
5.

Kejang demam kompleks


Hiperpireksia
Usia < 6 bulan
Kejang demam pertama kali
Terdapat kelainan neurologis
Pada pasien yang menjadi indikasi rawat adalah karena kejang demam yang

terjadi baru pertama kali.


Anak dengan kejang demam memiliki kemungkinan 30-50% mengalami kejang
demam berulang, dan 75% nya terjadi dalam satu tahun setelah awitan yang pertama.
Risiko rekurensi bertambah bila10 :
1. Kejang demam terjadi < 1 tahun, risiko berulang adalah 50%. Kejang demam
terjadi > 1 tahun, risiko berulang 28%.10
2. Riwayat keluarga kejang demam atau epilepsi
3. Cepatnya kejang setelah demam

21

4. Kejang yang terjadi pada suhu tidak terlalu tinggi (380C).


Adanya keempat faktor tersebut meningkatkan risiko kejang demam berulang
hingga 80%. Namun bila tidak satupun faktor di atas ditemukan kemungkinan berulang
10-15%.3,5
Pada kasus ini pasien diberikan obat Diazepam 3x1,5 mg dan dilakukan rawat
inap karena kejadian kejang demam terjadi baru pertama kali dan memiliki riwayat
keluarga kejang.
Pada kasus risiko terjadinya rekurensi kejang demam pada pasien rendah karena
tidak ditemukan faktor risiko seperti yang sudah disebutkan.
Anak yang mengalami kejang demam simpleks tidak memiliki risiko lebih tinggi
mengidap epilepsi dibandingkan populasi normal. Risiko epilepsi di kemudian hari akan
meningkat apabila terdapat3,6 :

Kejang demam kompleks


Riwayat keluarga epilepsi
Kejang demam sebelum usia 9 bulan
Adanya perkembangan yang terhambat atau terdapat kelainan neurologis
sebelumnya

Adanya satu faktor risiko meningkatkan risiko kemungkinan epilepsi menjadi 46%, sementara bila terdapat beberapa faktor risiko sekaligus kemungkinannya naik
hingga 10-49%. Pemberian profilaksis terus menerus tidak dapat menurunkan risiko
kejadian epilepsi.3 Pada kasus risiko untuk pasien menderita epilepsi di kemudian hari
rendah karena tidak didapatkan faktor-faktor risiko seperti yang sudah disebutkan diatas
berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. 3
Kematian setelah kejang demam adalah hal yang sangat jarang terjadi, bahkan
pada anak risiko tinggi sekalipun.

22

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus Penatalaksanaan Kejang


Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia;2006;

pg.1
Marcdante KJ, Kliegman R, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu Kesehatan

Anak Esensial. 6th Ed. Singapore; Elsevier. 2014. Pg.736-43


Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA.Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. 4 th

4
5

ed. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI; 2014. Pg 102-5


Mewangsih LD. Febrile Seizures. Am Fam Physician. 2015;78(10):1199-1200.
Pudjiaji AH, Hegar B, Hadryastuti S, Idris NS et al. Pedoman Pelayanan Medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009.150-52

23

Graves RC, Oehler K, Tingle LE. Febrile Seizures: Risks, Evaluation and

Prognosis. American Family Physician. 2012;85(2). 149-53


Hampers LC, Spina LA. Evaluation and management of pediatric febrile seizures

in the emergency department. Emerg Med Clin North Am. 2011;29(1):83-93


Farell K, Goldman RD. The Management of Febrile Seizures.BC Medical

Journal.2011; 53(6). 268-73


Deliana M. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri; 2002; 4(2); 59-

62.
10 Lumbantobing SM. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2007
11 Tambunan T, Rundjan L, Satari HI, Windiastuti E. Formularium Spesialistik
Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia.2013; p.188
12 Fisher RS, Acevedo C, Arzimanoglou A, Bogacz A et al. A practical definition of
epilepsy. Epilepsia; 2014; 55 (4): 475-82

24

Anda mungkin juga menyukai