Anda di halaman 1dari 54

REFERAT

DEMAM BERDARAH DENGUE

Pembimbing:

(Dr. dr. Djoko Trihadi, Sp.PD,FCCP)


Mahasiswa

Alse Kepermunanda 03006020

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umun Daerah Kota Semarang

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Periode 30 Januari 2012 - 8 April 2012

HALAMAN PENGESAHAN

Nama NIM Universitas Fakultas Tingkat Diajukan Bidang Pendidikan

: Alse Kepermunanda : 03006020 : Universitas Trisakti : Kedokteran Umum : Program Pendidikan Profesi Dokter : maret 2012 : Ilmu Penyakit Dalam

Periode Kepaniteraan Klinik : 30 Januari 8 April 2012 Judul Makalah : Demam Berdarah Dengue

TELAH DIPERIKSAAN DAN DISETUJUI TANGGAL: . Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Ketua SMF

Pembimbing Kepaniteraan Klinik / Referat

Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Bagian Ilmu Penyakit Dalam

dr. Pudjo Hendriyanto, SpPD

(Dr. dr. Djoko Trihadi, Sp.PD,FCCP)

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga makalah dengan judul Demam Berdarah Dengue ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik Bidang Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di BLU RSUD Kota Semarang periode 30 januari sampai 8 April 2012. Disamping itu, makalah ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang Demam Berdarah Dengue. Dalam Kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan makalah ini, kepada :
1. Dr. Dr. dr. Djoko Trihadi, Sp.PD,FCCP, selaku Ka. SMF dan Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Semarang.

2. Dr. Pudjo Hendriyanto, Sp. PD, selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD kota Semarang 3. Dr. syaiful niam, Sp.PD , selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD kota Semarang 4. Dr. Diana Novitasari Sp.PD, selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD kota Semarang 5. Residen dan Rekan rekan anggota Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Semarang. 6. Seluruh staff medis dan non-medis poliklinik Ilmu Penyakit Dalam, bangsal Bima, Banowati, Arimbi, Yudistira, Prabu Kresna serta ruang ICU RSUD kota Semarang. 7. Teman-teman Co-ass FK Tarumanagara dan FK Trisakti siklus Ilmu Penyakit Dalam periode 30 januari sampai 7 april 2012 yang telah membantu dalam penyelesaian referat ini

Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan, maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, agar referat ini dapat menjadi lebih baik, dan dapat berguna bagi semua yang membacanya. Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun kekurangan dalam makalah ini.

Semarang, maret 2012

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan..... Kata Pengantar... Daftar Isi.... Bab I Pendahuluan ........ Bab II Definisi .............................................. Bab III Epidemiologi......................................................... Bab IV Etiologi................................. Bab V Penularan Demam Berdarah Dengue............................................. Bab VI Patofisiologi dan Patogenesis........................................................ Bab VII Gejala Klinis............................................................................... i ii iv 1 3 4 6 7 12 16

Bab VIII Diagnosa.................................................................................... Bab IX Pemeriksaan Penunjang................................................................ Bab X Diagnosa Banding.......................................................................... Bab XI Komplikasi.................................................................................... Bab XII Penatalaksanaan......................................................................... Bab XIII Upaya Pemberantasan................................................................ Bab XIV Kesimpulan.............. Daftar Pustaka................

18 20 22 23 24 42 44 v

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dengan kematian 24 orang (41,3%). Selanjutnya sejak saat itu penyakit Demam Berdarah Dengue cenderung menyebar ke seluruh tanah air Indonesia dan mencapai puncaknya pada tahun 1988 dengan insidens rate mencapai 13,45 % per 100.000 penduduk. Keadaan ini erat kaitannya dengan meningkatnya mobilitas penduduk dan sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transpotasi.

Seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit Demam Berdarah Dengue karena virus penyebab clan nyamuk penularnya tersebar luas baik di rumah maupun tempat- tempat umum, kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Pada saat ini seluruh propinsi di Indonesia sudah terjangkit penyakit ini baik di kota maupun desa terutama yang padat penduduknya dan arus transportasinya lancar. Menurut laporan Ditjen PPM clan PLP penyakit ini telah tersebar di 27 propinsi di Indonesia. Dari 300 kabupaten di 27 propinsi pada tahun 1989 (awal Pelita V ) tercatat angka kejadian sebesar 6,9 % dan pada akhir Pelita V meningkat menjadi 9,2 %. Pada kurun waktu yang sama angka kematian tercatat sebesar 4,5 %. Sebagaimana diketahui bahwa sampai saat ini obat untuk membasmi virus dan vaksin untuk mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue belum tersedia. Cara yang tepat guna untuk menanggulangi penyakit ini secara tuntas adalah memberantas vektor/nyamuk penular. Vektor Demam Berdarah Dengue mempunyai tempat perkembangbiakan yakni di lingkungan tempat tinggal manusia terutama di dalam stan diluar rumah. Nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak di tempat penampungan air seperti bak mandi, drum, tempayan dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang seperti kaleng bekas, tempurung kelapa , dan lain-lain yang dibuang sembarangan. Pemberantasan vektor Demam Berdarah Dengue dilaksanakan dengan memberantas sarang nyamuk untuk membasmi jentik nyamuk Aedes aegypti. Mengingat nyamuk Aedes aegypti tersebar luas diseluruh tanah air baik dirumah maupun tempat-tempat umum, maka untuk memberantasnya diperlukan peran serta seluruh masyarakat.

BAB II DEFINISI

Demam Dengue adalah (dengue fever, selanjutnya disingkat DD) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dan remaja atau orang dewasa dengan tanda-tanda klinis berupa demam, nyeri otot, nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam, dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, gangguan rasa mengecap, trombositopenia ringan dan petekie spontan. Demam Berdarah Dengue(Dengue Haemorrhagic Fever, selanjutnya disingkat DBD) ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang

berbeda tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negaranegara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda.

BAB III EPIDEMIOLOGI

Penyakit Demam Berdarah Dengue atau yang dikenal dengan singkatan DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan merupakan vector borne disease atau ditularkan melalui vector, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama karena dapat menyerang semua golongan umur dan menyebabkan kematian khususnya pada anak dan kejadian luar biasa (wabah). Namun dalam decade terakhir terlihat kecenderungan kenaikan proporsi penderita DBD pada orang dewasa. Gejalanya antara lain

demam/panas tinggi mendadak disertai dengan perdarahan, kebococran plasma dan berisko menimbulkan syok.

WHO memperkirakan tiap tahunnya sebanyak 500.000 pasien DBD membutuhan perawatan di rumah sakit dimana sebagian besar pasiennya adalah anak-anak. Sekitar2.5% diantara pasien anak tersebut diperkirakan meninggal dunia. Tanpa perawatan yang tepat, case fatality rate (CFR) DBD dapat saja melampaui angka 20%. Adanya akses yang lebih baik sejak gejala awal maupun perawatan lanjutan serta peningkatan pengetahuan tentang DBD dapat menurunkan tingkat kematian hingga dibawah 1%.

Beberapa decade terakhir ini, insiden demam dengue menunjukkan peningkatan yang sangat pesat di seluruh penjuru dunia. Sebanyak dua setengah milyar atau dua perlima penduduk dunia berisiko terserang dengue. Sebanyak 1.6% milyar (52%) dari penduduk yang berisiko tersebut hidup di wilayah Asia Tenggara. WHO memperkirakan sekitar 50 juta kasus infeksi dengue tiap tahunnya. Pada tahun 2007 di Amerika terdapat lebih dari 890.000 kasus dengue yang dilaporkan dimana 26.000 kasus diantaranya tergolong dalam demam berdarah dengue (DBD).

Di Indonesia kasus demam berdarah dilaporkan pertama kali di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968 dengan jumlah kasus sebanyak 58 orang dan 24 orang diantaranya meninggal. Tahun demi tahun daerah penyebaran meningkat walaupun Case Fatality Rate cenderung menurun. Seluruh wilayah Indonesia memiliki resiko untuk terjangkit penyakit penyakit DBD, karena virus penyebab dan vektor penularannya tersebar luas baik di rumah maupun di tempat-tempat umum, kecuali daerah yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Pada tahun 2008, angka kasus DBD di Indonesia tercatat sebanyak 135.871 kasus. Di propinsi Jawa Barat sendiri tercatat sebanyak 23.248 kasus selama tahun 2008. Angka tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2007 dimana angka kasus berjumlah sebesar 31.836 (sumber: Kompas , 2Maret 2009).

BAB IV ETIOLOGI

Penyebab penyakit adalah virus Dengue. Virus ini termasuk termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Sampai saat ini dikenal ada 4 serotype virus yaitu ; 1. Den- 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun1944. 2. Den- 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944. 3. Den- 3 diisolasi oleh Sather 4. Den- 4 diisolasi oleh Sather. Keempat type virus tersebut telah ditemukan diberbagai daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah type 2 dan type 3. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.

Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotype ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.

BAB V PENULARAN DEMAM BERDARAH DENGUE

CARA PENULARAN Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 810 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.

Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus. Yang paling berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti karena hidupnya di dalam dan disekitar rumah, sedangkan Aedes albopictus hidupnya di kebun-kebun sehingga lebih jarang kontak dengan manusia. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali ditempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi nyamuk untuk hidup dan berkembangbiak.

A. NYAMUK PENULAR DEMAM BERDARAH DENGUE

Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik- bintik putih pada bagian badan, kaki, dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai petang hari (16.00-17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular penyakit.

Gambar 1. Nyamuk Aedes aegypti

Setelah mengisap darah , nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau diluar rumah. Tempat hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya ditempat yang agak gelap dan lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding tempat perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa.

B. MEKANISME PENULARAN.

Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Gambar 2. Mekanisme penularan

Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes Aegypti yang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiapkali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.

C . AKlBAT PENULARAN VIRUS DENGUE.

Orang yang kemasukan virus dengue, maka dalam tubuhnya akan terbentuk zat anti yang spesifik sesuai dengan type virus dengue yang masuk. Tanda atau gejala yang timbul ditentukan oleh reaksi antara zat anti yang ada dalam tubuh dengan antigen yang ada dalarn virus dengue yang baru masuk.

Orang yang kemasukkan virus dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita sakit demam dengue atau demam yang ringan dengan tanda/gejala yang tidak spesifik atau bahkan tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit sama sekali (asymptomatis). Penderita demam dengue biasanya

akan sembuh sendiri dalam waktu 5 hari tanpa pengobatan. Tanda tanda demam berdarah dengue ialah demam mendadak selama 2-7 hari. Panas dapat turun pada hari ke 3 yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 panas mendadak turun.

Gambar 3. Pola demam pada Demam Berdarah Dengue

Tetapi apabila orang yang sebelumnya sudah pemah kemasukkan virus dengue, kemudian memasukkan virus dengue dengan tipe lain maka orang tersebut dapat terserang penyakit demam berdarah dengue (teori infeksi skunder).

D. TEMPAT POTENSIAL BAGI PENULARAN DBD

Penularan Demam Berdarah Dengue dapat terjadi disemua tempat yang terdapat nyamuk penularan. Adapun tempat yang potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah : 1. Wilayah yang banyak kasus DBD (Endemis). 2. Tempat-tempat unlum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar tempat - tempat umum antara lain: a. Sekolah. b. RS / Puskesmas dan Sarana pelayanan kesehatan lainnya. c. Tempat mnmn lainnya seperti : hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah dan lain-lain. 3. Pemukiman baru dipinggir kota.

Karena dilokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah dimana kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier.

BAB VI PATOFISIOLGI DAN PATOGENESIS

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya

dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD lebih Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 4 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.

Gambar 4. Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris. Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 5). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit

dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

Gambar 5. Patogenesis Perdarahan pada DBD

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi factor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.

BAB VII

GEJALA KLINIS

Tanda-tanda dan gejala penyakit DBD adalah : 1. Demam . Penyakit DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus-menerus berlangsung 2 7 hari, kemudian turun secara cepat. Demam secara mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti: anorexia lemas, nyeri pada tulang, sendi, punggung dan kepala. 2. Manifestasi Pendarahan. Perdarahan terjadi pada semua organ umumnya timbul pada hari 2-3 setelah demam. Sebab perdarahan adalah trombositopenia. Bentuk perdarahan dapat berupa : Ptechiae Purpura Echymosis Perdarahan cunjunctiva Perdarahan dari hidung (mimisan atau epestaxis) Perdarahan gusi Muntah darah (Hematenesis) Buang air besar berdarah (melena) Kencing berdarah (Hematuri)

Gejala ini tidak semua harus muncul pada setiap penderita, untuk itu diperlukan toreniquet test dan biasanya positif pada sebagian besar penderita Demam Berdarah Dengue. 3. Pembesaran hati (Hepotomegali). Pembesaran hati dapat diraba pada penularan demam. Pembesan hati mungkin berkaitan dengan strain serotype virus dengue.

4. Renjatan (Shock). Renjatan dapat terjadi pada saat demam tinggi yaitu antara hari 3-7 mulai sakit. Renjatan terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapilar yang rusak. Adapun tanda-tanda perdarahan: Kulit teraba dingin pada ujung hidung, jari dan kaki. Penderita menjadi gelisah. Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba. Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang). Renjatan yang terjadi pada saat demam, biasanya mempunyai kemungkinan yang lebih buruk. 5. Gejala Klinis Lain. Gejala lainnya yang dapat menyertai ialah : anoreksia, mual, muntah, lemah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang.

BAB VIII DIAGNOSA

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi: 1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik. 2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bending positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena. 3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml). 4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb: Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia. Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu: Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.

Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.

Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Tabel Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue


DD/DBD DD Derajat Gejala Demam disertai 2 atau lebih tanda : sakit kepala, nyeri orbital,mialgia, artralgia DBD I Gejala di atas ditambah uji bendung positif DBD II Laboratorium Leukopenia, ditemukan bukti kebocoran plasma Trombositopenia (<100.000/mm3), bukti ada

retro- trombositopenia,tidak

kebocoran plasma gejala di atas ditambah perdarahan Trombositopenia spontan. (<100.000/mm3), bukti ada kebocoran plasma Gejala di atas ditambah kegagalan Trombositopenia sirkulasi (kulit dingin dan lembab (<100.000/mm3), bukti ada serta gelisah) kebocoran plasma Syok berat disertai dengan tekanan Trombositopenia darah dan nadi tidak terukur (<100.000/mm3), bukti ada kebocoran plasma

DBD

III

DBD

IV

BAB IX PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. LABORATORIUM Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan pada pasien tersangka demam dengue adalah pemeriksaan kadar Hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru. Diagnosa pasti didapatkan dari tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG. Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:

Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui

limfositosis relatif (>45% dari total lekosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total lekosit yang pada fase syok meningkat. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya

peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke3 demam.

Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT,APTT, Fibrinogen, D-dimer atau

FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah. Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

SGOT/SGPT: dapat meningkat. Ureum,kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal. Elektrolit: Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan transfusi darah atau Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM terhadap dengue.

komponen darah. IgM: mulai terdeteksi pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2. Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang

dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveillance.

B. RADIOLOGIS Pada foto toraks didapatkan efusi pleura terutama di sebelah hemitoraks kanan (DBD derajat III/IV, sebagian besar derajat II), tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen, sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

BAB X DIAGNOSA BANDING

Demam pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup demam tifoid, campak, influenza, chikungunya, dan leptospirosis, hepatitis, malaria, ITP (idiophatic thrombocytopenia purpura), leukemia stadium lanjut, anemia aplastik dapat pula memberikan gejala-gejala seperti DBD. Sindrom Syok Dengue (SSD). Seluruh kriteria diatas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dalam manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun ( 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.

BAB XI KOMPLIKASI

Ensefalopati dengue

Pada umumnya terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnolen, dapat disertai kejang

Gagal ginjal akut

Pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui

apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml/kgBB/jam. Pada keadaan syok berat sering dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin, dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.

Udema paru

Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan (overload). Pada waktu terjadi perembesan plasma, pemberian cairan sesuai kebutuhan tidak akan menyebabkan udem paru, tetapi bila cairan masih diberikan padahal sudah terjadi reabsorpsi plasma dari ruang ekstravaskuler ke ruang intravaskuler, pasien akan mengalami distres pernapasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen.

BAB XII PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan dokter danperawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini danmemberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit

diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik. Protokol 1 Pemberian Cairan Pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rwat / Pasien Tersangka DBD Tanpa Syok Protokol 1 ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Puskesmas atau Istalasi Gawat Darurat Rumah Sakit dan tempat perawatan lainnya untuk dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rujuk atau rawat. Manifestasi perdarahan pada pasien DBD pada fase awal mungkin masih belum tampak, demikian pula hasil pemeriksaan darah tepi (Hb, Ht, lekosit dan trombosit) mungkin masih dalam Batas-Batas normal, sehingga sulit membedakannya dengan gejala penyakit infeksi akut lainnya. Perubahan ini mungkin terjadi dari saat ke saat berikutnya. Maka pada kasus-kasus yang meragukan dalam menentukan indikasi rawat diperlukan observasi/ pemeriksaan lebih lanjut. Pada seleksi pertama diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis danpemeriksaan fisik serta hasil pemeriksaan Hb, Ht, dan jumlah trombosit. Indikasi rawat pasien DBD dewasa pada seleksi pertama adalah 1. DBD dengan syok dengan atau tanpa perdarahan. 2. DBD dengan perdarahan masif dengan atau tanpa syok 3. DBD tanpa perdarahan masif dengan a. Hb, Ht, normal dengan trombosit < 100.000/pl b. Hb, HT yang meningkat dengan trombositpenia < 150.000/pl Pasien yang dicurigai menderita DBD dengan hasil Hb, Ht dan trombosit dalam batas nomal dapat dipulangkan dengan anjuran kembali kontrol ke poliklinik Rumah Sakit dalam waktu 24 jam berikutnya atau bila keadaan pasien mmemburuk agar segera kembali ke Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan. Sedangkan pada kasus yang meragukan indikasi rawatnya, maka untuk sementara pasien tetap diobservasi di Puskesmas dengan anjuran minum yang banyak, serta diberikan infus ringer

laktat sebanyak 500cc dalam empat jam. Setelah itu dilakukan pemeriksaan ulang Hb, Ht dan trombosit. Pasien dipulangkan apabila didapatkan nilai Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit lebih dari 100.000/pl dandalam waktu 24 jam kemudian diminta kontrol ke Puskesmas/poliklinik atau kembali ke IGD apabila keadaan menjadi memburuk. Apabila masih meragukan, pasien tetap diobservasi dan tetap diberikan infus ringer laktat 500cc dalam waktu empat jam berikutnya. Setelah itu dilakukan pemeriksaan ulang Hb. Ht danjumlah trombosit. Pasien dirawat bila didapatkan hasil laboratorium sebagai berikut. 1. Nilai Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000/ul 2. Nilai Hb, Ht tetap/meningkat dibanding nilai sebelumnya dengan jumlah trombosit normal atau menurun Selama diobservasi perlu dimonitor tekanan darah, frekwensi nadi danpernafasan serta jumlah urin minimal setiap 4 jam.

Bagan 1. Protokol 1 Tersangka Demam Berdarah Dengue : Observasi & Pemberian Cairan di ruang Observasi

Catatan :

1. Tatalaksana pasien dengan syok lihat Protokol 5 2. Observasi monitor keadaan umum, nadi, pernafasan,diuresis, minimal tiap 4 jam 3. Indikasi pulang: a. Bila hemodinamik baik b. Bila keadaan memburuk segera kembali ke puskesmas / RS c. Kontrol ke poliklinik dalam waktu 1 x 24 jam (periksa darah perifer lengkap )

Protokol 2 -- DBD Tanpa perdarahan masif dan syok Pada pasien DBD dewasa tanpa perdarahan masif (uji tourniquet positif petekie, purpura, epistaksis ringan, perdarahan gusi ringan) dan tanpa syok di ruang rawat ; pemberian cairan Ringer laktat merupakan pilihan pertama. Cairan lain yang dapat dipergunakan antara lain cairan dekstrosa 5% dalam ringer laktat atau ringer asetat, dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45%, dekstrosa 5% dalam larutan garam atau NaCl 0,9%. Jumlah cairan yang diberikan dengan perkiraan selama 24 jam, pasien mengalami dehidrasi sedang, maka pada pasien dengan berat badan sekitar 50-70 kg diberikan ringer laktat per infus sebanyak 3.000 cc dalam waktu 24 jam. Pasien dengan berat badan kurang dari 50 kg pemberian cairan infuse dapat dikurangi dan diberikan 2.000 cc/24 jam, sedangkan pasien dengan berat badan lebih dari 79 kg dapat diberikan cairan infus sampai dengan 4.000 cc/ 24 jam. Jumlah cairan infus yang diberikan harus diperhitungkan kembali pada pasien DBD dewasa dengan kehamilan terutama pada usia kehamilan 28-32 minggu atau pada pasien dengan kelainan jantung/ginjal atau pada pasien lanjut usia lanjut serta pada pasien dengan riwayat epilepsi. Pada pasien dengan usia

40 tahun atau lebih pemeriksaan elektrokardiografi merupakan salah satu standar prosedur operasional yang harus dilakukan. Selama fase akut jumlah cairan infus diberikan pada hari berikutnya setiap harinya tetap sama dan pada saat mulai didapatkan tanda-tanda penyembuhan yaitu suhu tubuh mulai turun, pasien dapat minum dalam jumlah cukup banyak (sekitar dua liter dalam 24 jam) dan tidak didapatkannya tanda-tanda hemokonsentrasi serta jumlah trombosit mulai meningkat lebih dari 50.000/pi, maka jumlah cairan infus selanjutnya dapat mulai dikurangi. Mengingat jumlah pemberian cairan infus pada pasien DBD dewasa tanpa perdarahan masif dan tanda renjatan tersebut sudah memadai, maka pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit dilakukannya setiap 12 jam untuk pasien dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000/pl, sedangkan untuk pasien DBD dewasa dengan jumlah trombosit berkisar 100.000 150.000/pl,pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit dilakukan setiap 24 jam. Pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi dan pernafasan, dan jumlah urin dilakukan setiap 6 jam, kecuali bila keadaan pasien semakin memburuk dengan didapatkannya tanda-tanda syok, maka pemeriksaan tandatanda vital tersebut harus lebih diperketat. Mengenai tanda-tanda syok sedini mungkin sangat diperlukan, karena penanganan pasien DSS lebih sulit, dandisertai dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Tanda-tanda syok dini yang harus segera dicurigai apabila pasien tampak gelisah, atau adanya penurunan kesadaran, akral teraba lebih dingin dan tampak pucat, serta jumlah urin yang menurun kurang dari 0,5ml/kgBB/jam. Gejala-gejala diatas merupakan tanda-tanda berkurangnya aliran/perfusi darah ke organ vital tersebut. Tanda-tanda lain syok dini adalah tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg, tekanan nadi kurang dari 20 mmHg, nadi cepat dankecil. Apabila didapatkan tanda-tanda tersebut pengobatan syok harus segera diberikan.

Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan massif (perdarahan dengan jumlah darah 4-5 ml/kgBB/jam) dengan jumlah trombosit < 100.000/pl, dengan atau tanpa

koagulasi intravaskular disseminata (KID). Pasien DBD dengan trombositopenia tanpa perdarahan masif tidak diberikan transfusi suspensi trombosit. Pasien dapat dipulangkan apabila 1. Keadaan umum /kesadaran danhemodinamik baik, serta tidak demam 2. Pada umumnya Hb, Ht danjumlah trombosit dalam batas normal serta stabil dalam 24 jam, tetapi dalam beberapa keadaan, walaupun jumlah trombosit belum mencapai normal (diatas 50.000) pasien sudah dapat dipulangkan. Apabila pasien dipulangkan sebelum hari ketujuh sejak masa sakitnya atau trombosit belum dalam batas normal, maka diminta kontrol ke poiliklinik dalam waktu 1x24 jam atau bila kemudian keadaan umum kembali memburuk agar segera dibawa ke UGD kembali.

Bagan 2. Protokol 2 DBD Dewasa Tanpa Perdarahan & Tanpa syok Observasi dan Pemberian Cairan di Ruang Rawat

Catatan : 1. Indikasi Pulang a. Bila pasien tidak demam, hemodinamik baik b. Bila keadaan pasien memburuk harus segera kembali keperawatan c. Kontrol poliklinik 1 x 24 jam kemudian ( periksa darah parefer lengkap ) 2. 1 (satu) kolf Ringer laktat (RL) = 500 ml 3. RL 4 jam / kolf = 40 tetes/menit

Protokol 3 penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20% Meningkatnya Ht>20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami deficit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan pemberian cairan infuse kristaloid sebanyak 6-7 ml/kgBB/jam. Bila dalam perkembangannya keadaan pasien terus membaik, bahkan setelah jumlah cairan infuse dikurangi sampai 3 ml/kgBB/jam, maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian. Namun dilain pihak bila perkembangan kondisi pasien memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka psien ditangani sesuai dengan protocol tatalaksana sindrom renjatan dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.

Bagan 3. Protokol 3 penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20% Protokol 4 -- DBD dengan perdarahan spontan dan masif, tanpa syok Perdarahan spontan dan masif pada pasien DBD dewasa misalnya perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberi tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak dan perdarahan tersembunyi, dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan ringer laktat tetap seperti keadaan DBD tanpa renjatan lainnya 500 ml setiap 4 jam. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan terhadap tanda-tanda syok sedini mungkin. Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit serta hemostase harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.

Heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda KID. Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. Fresh Frozen Plasma (FFP) diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan PTT yang memanjang), Packed Red Cell (PRC) diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g%. Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan spontan dan massif dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000 /pl disertai atau tanpa KID. Pada kasus dengan KID pemeriksaan hemostase diulang 24 jam kemudian, sedangkan pada kasus tanpa KID pemeriksaan hemostase dikerjakan bila masih ada perdarahan. Penderita DBD dengan gejaia-gejala tersebut diatas, apabila dijumpai di Puskesmas perlu dirujuk dengan infus. Idealnya menggunakan plasma expander (dextran) 1-1,5 liter/24jam. Bila tidak tersedia, dapat digunakan cairan kristaloid.

Bagan 4 Protokol 4 DBD dengan Perdarahan Spontan /Masif, tanpa syok Observasi dan Pemberian Cairan di ruang Rawat

Protokol 5 -- Tatalaksana Sindroma Syok Dengue DBD dengan syok dan perdarahan spontan Kewaspadaan terhadap tanda syok dini pada semua kasus DBD sangat penting, karena angka kematian pada SSD sepuluh kali lipat dibandingkan pasien DBD tanpa syok. SSD dapat terjadi

karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda syok dini, dan pengobatan SSD yang tidak adekuat. Pada kasus SSD, ringer laktat adalah cairan kristaloid pilihan pertama yang sebaiknya diberikan karena mengandung Na laktat sebagai korektor basa. Pilihan lainya adalah NaCl 0,9%. Selaian resustasi cairan, pasien juga diberi oksigen 2-4 liter/menit, dan pemeriksaan yang harus dilakukan adalah elektrolit natrium, kalium, klorida serta ureum dan kreatinin . Pada fase awal ringer laktat diberikan sebanyak 20 ml/kgBB/jam (infuse cepat/guyur) dapat dilakukan dengan memakai jarum infus yang besar/nomor 12), dievaluasi selama 30-120 menit. Syok sebaiknya dapat diatasi segera/secepat mungkin dalam waktu 30 menit pertama. Syok dinyatakan teratasi bila keadaan umum pasien membaik, kesadaran/keadaan sistem saraf pusat baik, tekanan sistolik 100 mmHg atau lebih dengan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100/menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat dan kulit tidak pucat, serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam. Apabila syok sudah dapat diatasi pemberian ringer laktat selanjutnya dapat dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam dan evaluasi selama 60-120 menit berikutnya. Bila keadaan klinis stabil, maka pemberian cairan ringer selanjutnya sebanyak 500 cc setiap 4 jam. Pengawasan dini kemungkinan terjadi syok berulang harus dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadinya syok, oleh karena selain proses patogenesis penyakit masih berlangsung, juga sifat cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam dari saat pemberiannya. Oleh karena itu apabila hemodinamik masih belum stabil dengan nilai Ht lebih dari 30% dianjurkan untuk memakai kombinasi kristaloid dan koloid dengan perbandingan 4:1 atau 3:1, sedangkan bila nilai Ht kurang dari 30 vol % hendaknya diberikan transfusi sel darah merah (packed red cells) Apabila pasien SSD sejak awal pertolongan cairan diberikan kristaloid dan ternyata syok masih tetap belum dapat diatasi, maka sebaiknya segera diberikan cairan koloid. Bila hematokrit kurang dari 30% dianjurkan diberikan juga sel darah merah. Cairan koloid diberikan dalam tetesan

cepat 10-20 ml/kgBB/jam dan sebaiknya yang tidak mempengaruhi/menggangu mekanisme pembekuan darah. Gangguan mekanisme pembekuan darah ini dapat disebabkan terutama karena pemberian dalam jumlah besar, selain itu karena jenis koloid itu sendiri. Oleh sebab itu koloid dibatasi maksimal sebanyak 1000-1500 ml dalam 24 jam. Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai keunggulan dan kekurangannya, yaitu 1. Dekstran 2. Gelatin 3. Hydroxy ethyl starch (HES) Dekstran Larutan 10% dekstran 40 dan larutan 6% dekstran 70 mempunyai sifat isotonik dan hiperonkotik, maka pemberian dengan larutan tersebut akan menambah volume intravaskular oleh karena akan menarik cairan ekstravaskular. Efek volume 6% De kstran 70 dipertahankan selama 6-8 jam, sedangkan efek volume 10% Dekstran 40 dipertahankan selama 3-5 jam. Kedua larutan tersebut dapat menggangu mekanisme pembekuan darah dengan cara menggangu fungsi trombosit dan menurunkan jumlah fibrinogen serta faktor VIII, terutama bila diberikan lebih dari 1000 ml/24 jam. Pemberian dekstran tidak baleh diberikan pada pasien dengan KID. Gelatin Haemasel dan gelafundin merupakan larutan gelatin yang mempunyai sifat isotonik dan isoonkotik. Efek volume larutan gelatin menetap sekitar 2-3 jam dan tidak mengganggu mekanism pembekuan darah.

Hydroxy ethyl starch (HES) 6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES 450/0,7 adalah larutan isotonic dan isonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5 adalah larutan isotonik dan hiponkotik. Efek volume 6%/10% HES

200/0,5 menetap dalam 4-8 jam, sedangkan larutan 6% HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama 8-12 jam. Gangguan mekanisme pembekuan tidak akan terjadi bila diberikan kurang dari 1500cc/24 jam, dan efek ini terjadi karena pengenceran dengan penurunan hitung trombosit sementara, perpanjangan waktu protrombin dan waktu tromboplastin parsial, serta penurunan kekuatan bekuan. Pada kasus SSD apabila setelah pemberian cairan koloid syok dapat diatasi, maka penatalaksanaan selanjutnya dapat diberikan ringer laktat dengan kecepatan sekitar 4-6 jam setiap 500cc. Bila syok belum dapat diatasi, selain ringer laktatjuga dapat diberikan obat-obatan vasopresor seperti dopamin, dobutamin, atau epinephrin. Bila dari pemeriksaan hemostasis disimpulkan ada KID maka heparin. Bila dari pemeriksaan hemostasis disimpulkan ada KID, maka heparin dan transfusi komponen darah diberikan sesuai dengan indikasi seperti tersebut diatas. Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit dilakukan setiap 4-6 jam. Pemeriksaan hemostasis ulangan pada kasus dengan KID dilakukan 24 jam kemudian sejak dimulainya pemberian heparin, sedangkan pada kasus tanpa KID; pemeriksaan hemostasis ulangan hanya dilakukan bila masih terdapat perdarahan. Pemberian antibiotik perlu dipertimbangkan pada SSD mengingat kemungkinan infeksi sekunder dengan adanya translokasi bakteri dari saluran cerna. Indikasi lain pemakaian antibiotik pada DBD, bila didapatkannya infeksi sekunder di tempat/organ lainnya, dan antibiotik yang digunakan hendaknya yang tidak mempunyai efek terhadap sistem pembekuan.

Bagan 5. Protokol 5 Penatalaksanaan DBD Dewasa Dengan Syok dan Perdarahan Spontan

Pada prinsipnya pelaksanaan protokol 5 ini sama dengan protokol syok dengan perdarahan hanya pemeriksaan secara klinis maupun laboratorium (Hb, Ht, trombosit) perlu dilakukan secara teliti dan seksama untuk menentukan kemungkinan adanya perdarahan yang tersembuyi disertai dengan KID, maka pemberian heparin dapat diberikan seperti pada protokol syok dengan perdarahan. Tetapi bila tidak didapatkan tanda-tanda perdarahan, walaupun hasil pemeriksaan hemostasis menunjukkan adanya KID, maka heparin tidak diberikan, kecuali bila ada perkembangan kearah perdarahan.

Bagan 5. Protokol 5 Penatalaksanaan DBD Dewasa Dengan Syok Tanpa Perdarahan

BAB XIII UPAYA PEMBERANTASAN

Sejak tahun 1968 sampai dengan tahun 1974 upaya pemberantasan penyakit Demam darah Dengue belum diprogramkan dan upaya pemberantasan dimasukan dalam program pemberantasan penyakit lain. Kegiatan pokok pemberantasan meliputi penemuan dan pengobatan penderita serta penyemprotan dilokasi Demam Berdarah Dengue yang ditemukan. Mulai tahun 1975 s/d 1979 dibentuk Subdit Arbovirosis pada Direktorat Jenderal PPMPLP. Kegiatan pemberantasannya mulai diprogramkan yang meliputi pengamatan, pengobatan penderita, dan penyemprotan disekitar lokasi penderita (Foging Fokus) dengan radius 100 m. Selaras dengan itu dibentuk unit-unit pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue di Tingkat Dati I dan Dati II. Kemudian mulai tahun 1985 s/d 1989 abatisasi massal dipertajam sasarannya melalui stratifikasi desa endemis dan non endemis. Untuk desa endemis dilakukan abatisasi selektif (abatisasi terhadap tempat-tempat penampungan air yang ditemukan jentik nyamuk Aedes Aegypti), Foging massal dan Pemberantan Sarang Nyamuk (PSN). Mulai tahun 1990 s/d sekarang dikembangkan program pemberantasan intensif Demam Berdarah Dengue di desa/Kelurahan endemis Demam Berdarah Dengue dengan kegiatan penanggulangan fokus, foging massal sebelum musim penularan, abatisasi selektif serta penyuluhan don penggerakkan PSN melalui kerjasama lintas program dan sektor. Kemudian stratifikasi desa disempurnakan menjadi 3 strata yaitu : endemis, sporsdis dan bebas/potensial.

Kebijaksanaan. Mengingat obat dan vaksin pencegah penyakit Demam Berdarah Dengue hingga dewasa ini belum tersedia, maka upaya pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue dititik beratkan pada pemberantasan nyamuk penularnya (Aedes Aegypti) disamping kewaspadaan dini terhadap kasus Demam Berdarah Dengue untuk membatasi angka kematian. Pemberantasan nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menyemprotkan insektisida. Namun selama jentiknya masih

dibiarkan hidup, maka akan timbul lagi nyamuk yang baru yang selanjutnya dapat menularkan penyakit ini kembali. Oleh karena itu dalam program P2 Demam Berdarah Dengue penyemprotan insektisida dilakukan terbatas dilokasi yang mempunyai potensi untuk berjangkit kejadian luar biasa alan wabah, untuk segera membatasi penyebaran dan penularan penyakit Demam Berdarah Dengue. Atas dasar itu maka dalam pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue yang penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk penular ditempat perundukan dengan melakukan "3M" yaitu : 1. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate kedalamnya. 2. Menutup rapat-rapat tmpat penampungan air. 3. Mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti: kaleng-kaleng bekas, plastik dan lain-lain. Jika kegiatan "3M" yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) ini dilakukan secara teratur oleh keluarga di rumah dan lingkungannya masing-masing maka penyakit ini akan dapat diberantas.

Mengingat semua wilayah mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit Demam Berdarah Dengue, sangat luas maka upaya pemberantasan perlu dilaksanakan secara menyeluruh dan meliputi semua wilayah. Namun mengingat keterbatasan sumber daya, upaya pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue dewasa ini diprioritaskan pada wilayah kecamatan yang endemis Demam Berdarah Dengue, yaitu kecamatan yang dalam 3 tahun takhir mempunyai desa/kelurahan yang setiap tahunnya ada kasus Demam Berdarah Dengue. Strategi. Strategi program Demam Berdarah Dengue, meliputi : (1) Kewaspadaan Dini penyakit Demam Berdarah Dengue, guna mencegah membatasi terjangkitnya KLB/Wabah penyakit Demam Berdarah Dengue, (2) Pemberantasan intensif penyakit Demam Berdarah di Desa kelurahan endemis Demam Berdarad Dengue, melalui pelaksanaan:

a). Penyemprotan massal di desa /kelurahan endemis sebelum musim penularan disertai abatisasi selektif b). Penggerakkan masyarakat dalam PSN Demam Berdarah Dengue melalui penyuluhan dan motivasi dengan memanfaatkan berbagai jalur komunikasi dan informasi yang ada, melalui kerja sama lintas program dan sektor dan dikoordinasikan oleh Kepala daerah/wilayah.

BAB XIV KESIMPULAN

Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai lekopeni, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue: - Hipotesis infeksi sekunder ( secondary heterologous infection theory) - Hipotesis immune enhancement Patogenesis utama yang membedakan demam dengue dengan DBD adalah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, serta diatesis hemoragik. Dasar penatalaksanaan DSS yang utama adalah penggantian volume plasma secepat mungkin untuk memperbaiki kehilangan volume plasma. Dengan memahami patogenesis DBD yang baik dan adanya keterampilan yang baik untuk menegakkan diagnosis secara dini dan pengambilan keputusan yang tepat, akan menentukan keberhasilan pengobatan DBD.

DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K,Pohan TH. DEMAM BERDARAH DENGUE. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III, edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007 : 1709-1713
2. Demam Berdarah. http://www.scribd.com/doc/56569352/referat-pd#archive 3. Mansjoer A,Triyanti K,Savitri Rakhmi, Wardhani IW, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001 : 428 433. 4. Siregar AF,DR. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Indonesia. FK Kesehatan Masyarakat USU, 2004. 5. Compendium of Indonesian Medicine. 2009. IPDs CIM 1st edition Panduan Demam Berdarah Dengue. PT Medinfocomm Indonesia.

6. Komplikasi dan pencegahan demam berdarah dengue. http://www.berbagimanfaat.com/2011/04/komplikasi-dan-pencegahan-demam.html

Anda mungkin juga menyukai