KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ANAK
RUMAH SAKIT FMC
Nama
NIM
: 11-2014-326
TandaTangan
IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap: An. SA
Tanggal Lahir: 9 Februari 2013
Usia: 3 Tahun 6bulan
Hubungan Dengan Orang Tua: Anak Kandung
Alamat: Kp kebon Kelapa RT 007/004
: Tn. R
Nama Ibu
: Ny. H
Umur
: 32 tahun
Umur
: 29 tahun
Pendidikan
: SMA
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Buruh
Pekerjaan
: IRT
A. ANAMNESIS
Diambil dari: Alloanamnesis: Ibu pada tanggal 1 Agustus 2016
1
Perawatan antenatal
: Tidak teratur
Tempat kelahiran
: Rumah bersalin
Ditolong oleh
: Bidan
Cara persalinan
: Spontan
Penyakit kehamilan
: Tidak ada
Masa gestasi
: 2850 gram
: 46cm
Sianosis
: Tidak ada
Ikterus
: Tidak ada
Langsung menangis
: Langsung menangis
Silsilah Keluarga
Ayah pasien
Ibu pasien
Pasien
Riwayat Imunisasi
6 1 tahun
1 tahun Sekarang
6 bulan
Psikomotor
Tengkurap
4 bulan
Duduk
7 bulan
Berdiri
11-12 bulan
12 bulan
2 tahun
B. Pemeriksaan Jasmani
Tanggal 1 Agustus 2016
Keadaan Umum: Tampak Sakit Sedang, Kesadaran Compos Mentis
Tanda-Tanda Vital:
4
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Suhu
: 36.9oC
: 102 x/menit
Antropometri:
Tinggi Badan
: 93 cm
Berat Badan
: 13 kg
BB/U
: SD -2 s/d 0
TB/U
: SD -2 s/d 0
BB/TB
: SD -1 s/d 0
Mata
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, reflek cahaya pupil kanan-kiri
postif dan isokor,kelopak mata kanan-kiri normal,kelopakmatacekungtidakada
Telinga
: Normotia, tidak ada sekret, membran timpani kanan-kiri utuh, refleks cahaya
kanan-kiri(+), tidak ada radang pada telinga, nyeri tekan tragus tidak ada.
Hidung
: Tidak ada septum deviasi, sekret +/+ bening, nyeri tekan sinus tidak
ada,napas cuping hidungtidak ada
Gigi-Mulut
dentis,
tidak
tampak
atrofi
lidah,
tidakterdapat
hyperplasia
maupunhiperemispadaginggiva
Tenggorokan : Faring tidaktampak hiperemis, tonsil (T1-T1),tidak tampak kripta, detritus,
atau eksudat.
Leher
Thorax
Paru-Paru :
Inspeksi
Kiri
Depan
Belakang
Statis dan dinamis simetris, Statis dan dinamis simetris
retraksi (-)
5
Palpasi
Kanan
Kiri
retraksi (-)
Sela iga tidak melebar
Massa (-)
Sela iga tidak melebar
Massa (-)
Sela iga tidak melebar
Massa (-)
Sonor dalam batas normal
Sonor dalam batas normal
Suara
napas
Massa (-)
Sonor dalam batas normal
Sonor dalam batas normal
Suara
napas
bronkovesikuler
bronkovesikuler
Kanan
Perkusi
Kiri
Kanan
Kiri
Auskultasi
Kanan
Ronkhi (+)
Suara
Ronkhi (+)
napas Suara
bronkovesikuler
bronkovesikuler
Ronkhi (+)
Ronkhi (+)
napas
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Batas kanan
Batas kiri
Batas atas
Auskultasi
Abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Dinding Perut
Turgor Kulit
: Kembali cepat
Hati
Permukaanhalus,nyeritekan (-).
6
Limpa
Ginjal
: Tidak teraba
Lain-lain
Perkusi
Movement
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
12.8
g/dL
10.7-14.7
Lekosit
7.100
/mm3
5500-15500
Hematokrit
38.9
32-47
Eritrosit
4.9
Juta/mm3
3.7-5.7
MCV
79
fl
72-88
MCH
26
pg
24-30
MCHC
32
g/dL
32-36
263.000
ribu/uL
150.000-450.000
Basofil
0-1
Eosinofil
0-3
Netrofil Batang
2-6
Netrofil Segmen
48
50-70
Lymfosit
33
20-40
Monosit
2-8
LED 1 jam
20
mm/jam
<15
Index Eritrosit
Trombosit
Hitung Jenis (Manual)
Non-medikamentosa
Tirah baring
Memberikan makansedikit demi sedikit tapi sering
H. Prognosis
- Ad vitam
- Ad fungsionam
- Ad sanationam
:
:
:
dubia ad bonam
dubia ad bonam
dubia ad malam
Follow Up
2 Agustus 2016
S: sakit hari ke 5, Sesak (-), Batuk (+)berkurang, Demam (+) turun, Mual (-), Muntah (-),
BAB normal. BAK normal.Makan dan minum sulit
O :TSS CM
Nadi 98 kali per menit, suhu 37.8oC, Nafas 24 kali/ menit
Mata : CA -, SI
Hidung : sekret +/+ bening
Mulut : T1-T1 tidak hipermis
Leher : KGB tidak membesar
Pulmo : suara nafas bronkovaesikuler, rh +/+, wh -/9
3 Agustus 2016
S: sakit hari ke 6, Sesak (-), Batuk (+) berkurang, Demam (+) turun, Mual (-), Muntah (-),
BAB normal. BAK normal.Makan dan minum sulit
O :TSS CM
Nadi 100 kali per menit, suhu 37.7oC, Nafas 22 kali/ menit
Mata : CA -, SI
Hidung : sekret -/Mulut : T1-T1 tidak hipermis
Leher : KGB tidak membesar
Pulmo : suara nafas bronkovaesikuler, rh +/+, wh -/Cor : BJ I-II murni reguler
Abdomen : BU(+) normoperistaltik, nyeri tekan (-)
Ekstremitas ; akral hangat, edema -, CRT <2
A: Pneumonia
P :terapi lanjut
-
4 Agustus 2016
10
S: Sesak (-), Batuk (+), Demam (-) bebas demam hari I, Mual (-), Muntah (-), BAB dan BAK
normal.Makan minum sudah baik, makan dan minum sudah sudah mau
O :TSS CM
Nadi 94 kali per menit, suhu 36,8oC, Nafas 22 kali per menit
Mata : CA -, SI
Hidung : sekret -/Mulut : T1-T1 tidak hipermis
Leher : KGB tidak membesar
Pulmo : suara nafas bronkovaesikuler, rh +/+, wh -/Cor : BJ I-II murni reguler
Abdomen : BU(+) normoperistaltik, nyeri tekan (-)
Ekstremitas ; akral hangat, edema -, CRT <2
A: Pneumonia
P : pasien dipulangkan
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. ISNBA dapat dijumpai dalam
berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia adalah peradangan
yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkioulus terminalis yang mencakup bronkioulus
respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat.1
Pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang
merupakan penyebab tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk proses
non infeksi. Bila proses infeksi teratasi, terjadi resolusi dan biasanya struktur paru kembali
11
normal. Namun pada pneumonia nekrotikans yang disebabkan antara lain oleh
Staphylococcus atau kuman gram negative terbentuk jaringan parut atau fibrosis. 1
Epidemiologi
Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita anak-anak
di seluruh dunia yang secara fundamaental berbeda dengan pneumonia pada dewasa. Di
Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian pneumonia masih tinggi,
diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada umur kurang dari 5 tahun, 1620 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun, 6-12 kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun
dan remaja.3
Di RSU dr. Soetomo Surabaya, jumlah kasus pneumonia meningkat dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2003 dirawat sebanyak 190 pasien. Tahun 2004 dirawat sebanyak 231
pasien dengan jumlah terbanyak pada anak usia kurang dari 1 tahun (69%). Pada tahun 2005,
anak berumur kurang dari 5 tahun yang dirawat sebanyak 547 kasus dengan jumlah terbanyak
pada umur 1-12 bulan sebanyak 337 orang.3
Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan tetapi
juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden pucak pada umur 1-5
tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan oleh bakteremia
oleh karena Streptococcus pneumonia dan Staphylococcus aureus, tetapi di negara
berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Dari data
mortalitas tahun 1990, pneumonia merupakan seperempat penyebab kematian pada anak di
bawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang.3
Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi RSV (Respiratory Syncitial Virus)
didapatkan sebanyak 40%. Di negara dengan 4 musim banyak terdapat pada musim dingin
sampai awal musim semi, di negara tropis pada musim hujan.3
Etiologi dan faktor risiko
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dsn
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda
dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi
Streptococcus group B dan bakteri gram negative seperti E. coli,Pseudomonas sp, atau
12
Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh
infeksi Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus,
sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga
ditemukan infeksi Mycoplasma pneumonia.4
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping
bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virus yang terbanyak ditemukan adalah Respiratory
Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus, dan virus Parainfluenza.4
Secara klinis, umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus.
Demikian juga dengan pemeriksaan radiologis dan laboratorium, biasanya tidak dapat
menentukan etiologi.5
Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi (malnutrisi), usia muda, kelengkapan
imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zn, paparan asap rokok secara
pasif dan faktor lingkungan (polusi udara) merupakan faktor risiko untuk terjadinya
pneumonia. Faktor predisposisi yang lain untuk terjadinya pneumonia adalah adanya kelainan
anatomi kongenital (contoh fistula trakeoesofagus, penyakit jantung bawaan), gangguan
fungsi imun (pengguaan sitostatika dan steroid jangka panjang, gangguan sistem imun
berkaitan penyakit tertentu seperti HIV), campak, pertusis, gangguan neuromuskular,
kontaminasi perinatal dan gangguan klierens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik,
aspirasi benda asing atau disfungsi silier.4
Tabel 1. Mikroorganisme penyebab pneumonia3,5
Umur
Lahir-20 hari
Penyebab Tersering
Bakteria:
Escherichia colli
Group B Streptococcus
Listeria monocytogenes
An aerobic organism
Group D Streptococcus
Haemophyllis influenza
Streptococcus pneumonia
Ureaplasma urealyticum
Virus:
3 minggu-3 bulan
Cytomegalovirus
Herpes Simplex virus
Bakteri:
Bakteri:
Virus:
Clamydia trachomatis
Streptococcus Pneumonia
Bordetella pertussis
Haemophillus influenza type B and
don typeable
13
4 bulan-5 tahun
Streptococcus pneumonia
Clamydia pneumonia
Mycoplasma pneumoniae
Virus:
5 tahun-remaja
Moxarella catarrhalis
Staphylococcus aureus
Ureaplasma urelyticum
Virus:
Cytomegalovirus
Bakteri:
Bakteri:
Chlamydia pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Streptococcus pneumoniae
Virus:
Bakteri:
Virus:
Adenovirus
Eipstein barr virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Respiratory syncytial virus
Varicella zoster virus
Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran langsung
kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari
viremia/bakteremia atau penyebaran dari infeksi intraabdomen. Dalam keadaan normal
saluran respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Paru
terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme termasuk barier anatomi dan barier
mekanis, juga sistem pertahanan tubuh lokal maupun sistemik. Barier anatomi dan mekanik
diantaranya adalah filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan reflex epiglottis,
ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh lapisan
14
mukosilier. Sistem pertahanan tubuh yang terlibat baik sekresi lokal immunoglobulin,
alveolar makrofag, dan cell mediated immunity.3
Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas mengalami gangguan
sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran nafas bagian bawah. Inokulasi patogen
penyebab pada saluran nafas menimbulkan respon inflamasi akut pada pejamu yang berbeda
sesuai dengan patogen penyebabnya.3
Virus akan menginvasi saluran nafas kecil dan alveoli, umumnya bersifat patchy dan
mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia epitel
dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respon inflamasi awal adalah infiltrasi sel-sel
mononuklear ke dalam submukosa dan perivascular. Sejumlah kecil sel-sel PMN akan
didapatkan dalam saluran nafas kecil. Bila proses ini meluas, dengan adanya sejumlah debris
dan mukus serta sel-sel inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas kecil maka akan
menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi ini akan diperberat
dengan adanya edema submukosa yang mungkin bisa meluas ke dinding alveoli. Respon
inflamasi di dalam alveoli ini juga seperti yang terjadi pada ruang interstisial yang terdiri dari
sel-sel mononuklear. Proses infeksi yang berat akan mengakibatkan terjadinya denudasi
(pengelupasan) epitel dan terbentuk eksudat hemoragik. Infiltrasi ke interstisial sangat jarang
menimbulkan fibrosis. Pneumonia viral pada anak merupakan predisposisi terjadinya
pneumonia bakterial oleh karena rusaknya barier mukosa.3,
Pneumonia bakterial terjadi oleh karena inhalasi atau aspirasi patogen, kadang-kadang
terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya proses pneumonia tergantung dari
interaksi antara bakteri dan ketahanan sistem imunitas pejamu. Ketika bakteri dapat mencapai
alveoli maka beberapa mekanisme pertahanan tubuh akan dikerahkan. Saat terjadi kontak
antara bakteri dengan dinding alveoli maka akan ditangkap oleh lapisan cairan epitelial yang
mengandung opsonin dan tergantung pada respon imunologis pejamu akan terbentuk
immunoglobulin G spesifik. Dari proses ini akan terjadi fagositosis oleh makrofag elveolar
(sel alveolar tipe II), sebagian kecil kuman akan dilisis melalui perantara komplemen.
Mekanisme seperti ini terutama penting pada infeksi oleh karena bakteri yang tidak berkapsul
seperti Staphylococcus pneumonia. Ketika mekanisme ini tidak dapat merusak bakteri dalam
alveolar, leukosit PMN dengan aktifitas fagositosisnya akan direkrut dengan perantaraan
sitokin sehingga akan terjadi respon inflamasi. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
kongesti vaskular dan edema yang luas, hal ini merupakan karakteristik pneumonia oleh
15
karena Pneumococcus. Kuman akan dilapisi oleh cairan edematous yang berasal dari alveolus
ke alveolus melalui pori-pori Kohn (the pores of Kohn). Area edematous ini akan membesar
secara sentrifugal dan akan membentuk area sentral yang terdiri dari eritrosit, eksudat purulen
(fibrin, sel-sel leukosit PMN) dan bakteri. Fase ini secara histopatologi dinamakan red
hepatization (hepatisasi merah).3,6
Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan fagositosis aktif oleh
leukosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri dan pneumolisin melalui degradasi
enzimatik akan meningkatkan respon inflamasi dan efek sitotoksik terhadap semua sel-sel
paru. Proses ini akan mengakibatkan kaburnya struktur seluler paru.3,6
Resolusi konsolidasi pneumonia terjadi ketika antibodi antikapsular timbul dan
leukosit PMN meneruskan aktifitas fagositosisnya, sel-sel monosit akan membersihkan
debris. Sepanjang struktur retikular paru masih intak (tidak terjadi keterlibatan interstisial),
parenkim paru akan kembali sempurna dan perbaikan epitel alveolar terjadi setelah terapi
berhasil. Pembentukan jaringan parut pada paru minimal.3,5,6
Pada infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, kerusakan jaringan
disebabkan oleh berbagai enzim dan toksin yang dihasilkan oleh kuman. Perlekatan
Staphylococcus aureus pada sel mukosa melalui teichoic acid yang terdapat di dinding sel
dan paparan di submukosa akan meningkatkan adhesi dari fibrinogen, fibronektin, kolagen,
dan protein yang lain. Strain yang berbeda dari Staphylococcus aureus akan menghasilkan
faktor-faktor virulensi yang berbeda pula. Dimana faktor virulensi tersebut mempunyai satu
atau lebih kemampuan dalam melindungi kuman dari pertahanan tubuh pejamu, melokalisir
infeksi, menyebabkan kerusakan jaringan yang local dan bertindak sebagai toksin yang
mempengaruhi jaringan yang tidak terinfeksi. Beberapa strain Staphylococcus aureus
menghasilkan kapsul polisakrida atau slime layer yang akan berinteraksi dengan
opsonofagositosis. Penyakit yang serius sering disebabkan Staphylococcus aureus yang
memproduksi koagulase. Produksi coagulase atau clumping factor akan menyebabkan
plasma menggumpal melalui interaksi dengan fibrinogen dimana hal ini berperan penting
dalam melokalisasi infeksi (contoh: pembentukan abses, pneumatosel). Beberapa strain
Staphylococcus aureus akan membentuk beberapa enzim seperti catalase (mengnonaktifkan
hydrogen peroksida, meningkatkan ketahanan intraseluler kuman) penisillinase atau
laktamase (menonaktifkan penisilin pada tingkat molecular dengan membuka cincin beta
laktam molekul penisilin) dan lipase.3
16
Pada pneumonia terjadi gangguan pada komponen volume dari ventilasi akibat
kelainan langsung di parenkim paru. Terhadap gangguan ventilasi akibat gangguan volume
ini tubuh akan berusaha mengkompensasinya dengan cara meningkatkan volume tidal dan
frekuensi nafas sehingga secara klinis terlihat takipnea dan dispneua dengan tanda-tanda
inspiratory effort. Akibat penurunan ventilasi maka rasio optimal antara ventilasi perfusi
tidak tercapai yang disebut ventilation perfusion mismatch, tubuh berusaha meningkatkannya
sehigga terjaadi usaha nafas eekstra dan pasien terlihat sesak. Selain itu dengan berkurangnya
volume paru secara fungsional karena proses inflamasi, maka akan mengganggu proses difusi
dan menyebabkan gangguan pertukaran gas yang berakibat terjadinya hipoksia. Pada keadaan
yang berat bisa terjadi gagal nafas.3
Gejala klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat.
Secara umum, pneumonia dapat menimbulkan 2 gejala, yaitu gejala infeksi umum dan
gejala respiratorik.3,5,7
a. Gejala infeksi umum meliputi demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti kembung, mual, muntah dan diare.
b. Gejala respiratorik biasa timbul setelah beberapa saat proses infeksi. meliputi
batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipneu, nafas cuping hidung, air hunger,
merintih, sianosis. Otot bantu nafas intercostal dan abdominal mungkin
digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tetapi pada neonatus bias
tanpa batuk.
Secara klinis pada anak sulit membedakan antara pneumonia bacterial dan pneumonia
viral. Namun, sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bacterial awitannya
cepat, batuk produktif, leukositosis dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.
Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus.7
Diagnosis
Diagnosis pneumonia yang terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan
pemeriksaan mikrobiologik. Upaya untuk mendapatkan spesimen atau bahan pemeriksaan
guna mencari etiologi kuman penyebab dapat meliputi pemeriksaan sputum, sekret
nasofaring bagian posterior, torakosintesis pada efusi pleura, dan biopsi paru bila diperlukan.
17
Secara umum, kuman penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi kurang dari 50% kasus.
Dengan demikian, pneumonia didiagnosis terutama berdasarkan manisfestasi klinis dibantu
pemeriksaan penunjang uang lain seperti foto polos dada.7
Tetapi tanpa pemeriksaan mikrobiologik, kesulitan yang lebih besar adalah
membedakan kuman penyebab.
1. Anamnesis
Untuk anamnesis tergantung berat ringannya penyakit. Sebagian besar
gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang, sehingga
dapat berobat jalan saja.5
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak
adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas,
gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya
penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering,
dan faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor
penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu
dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.5
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan pekak pada perkusi, suara nafas
melemah, dan terdengar adanya ronkhi. Pada neonatus dan bayi kecil, gejala
pneumonia tidak selalu jelas terlihat. Umumnya tidak ditemukan kelainan pada
perkusi dan auskultasi paru. Pernafasan tidak teratur dan hypopnea dapat ditemukan
pada bayi muda.8
WHO merekomendasikan untuk menghitung frekuensi nafas pada setiap anak
dengan batuk. Dengan adanya batuk, frekuensi nafas yang lebih cepat dari normal
serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing), WHO
menetapkannya sebagai kasus pneumonia berat di lapangan dan harus memerlukan
perawatan di rumah sakit untuk pemberian antibiotik.7
Perkusi thoraks tidak bernilai diagnostik, karena umumnya kelainan
patologinya menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi pleura.
Pada auskultasi suara nafas yang melemah seringkali ditemukan bila ada proses
peradangan subpleura dan mengeras (suara bronkial) bila ada proses konsolidasi.
Rhonki basah halus yang khas untuk pasien yang lebih besar mungkin tidak akan
terdengar untuk bayi. Pada bayi dan balita kecil karena kecilnya volume thoraks
biasanya suara nafas sering berbaur dan sulit diindentifikasi.6,8
3. Pemeriksaan Penunjang
18
corakan peribronkial.
Penebalan peribronkial, infiltrate interstisial merata, dan hiperinflasi
cenderung terlihat pada pneumonia virus.
19
b. Pneumonia persisten
6. Berdasarkan usia7
a. Bayi dan anak usia 2 bulan-5 tahun
Pneumonia berat
o Bila ada sesak nafas
o Harus dirawat dan diberikan antibiotic
Pneumonia
o Bila tidak ada sesak nafas
o Ada nafas cepat dengan laju nafas:
>50x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
>40x/menit untuk anak 1-5 tahun.
o Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.
Bukan pneumonia
o Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
o Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan
pengobatan simptomatis seperti penurun panas.
b. Bayi di bawah usia 2 tahun.
Pneumonia
- Bila ada nafas cepat (60x/menit) atau sesak nafas
- Harus dirawat dan diberikan
Bukan pneumonia
Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis
Tatalaksana
Kriteria rawat inap:7
1. Untuk bayi:
- Saturasi oksigen 92%, sianosis
- Frekuensi nafas>60 kali per menit
- Distress pernafasan, apnea intermitten, atau grunting
- Tidak mau minum atau menetek
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah.
2. Untuk anak:7
Saturasi oksigen <92%
Frekuensi nafas>50 kali permenit
Distress pernafasan
Grunting
Terdapat tanda dehidrasi
Keluarga tidak dapat merawat d rumah
Kriteria Pulang:7
a. Gejala dan tanda sudah hilang
b. Asupan oral adekuat
21
22
Sedangkan pada anak usia 5 tahun, lini pertamanya adalah golongan makrolid karena pada
anak usia 5 tahun pneumonia sering disebabkan oleh M. Pneumoniae.7
Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, pericarditis purulenta,
pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Epiema torasis
merupakan komplikasi merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bakteri.9
Ilten F dkk melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel
kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri
pneumonia anak berusi 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal
maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG,
ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.10
Pencegahan pneumonia
Pencegahan primer3
1. ASI ekslusif 6 bulan
2. Gizi cukup dan seimbang sesuai usia anak. Kecukupan gizi merupakan kunci dalam
meningkatkan system pertahanan tubuh anak, dimulai dari ASI eksklusif pada 6 bulan
pertama kehidupan. Gizi yang baik terbukti dapat mencegah pneumonia dan juga
mempercepat penyembuhan
3. Imunisasi. Imunisasi yang penting berkaitan dengan pneumonia antara lain imunisasi
DPT, campak, pneumokokus dan Hib. Imunisasi DPT dan campak merupakan
imunisasi wajib yang harus diberikan pada anak, sedangkan imunisasi pneumokokus
dan Hib merupakan imunisasi anjuran yang dapat diberikan pada anak karena
memberikan kekebalan terhadap kuman penyebab pneumonia.
4. Lingkungan bebas asap. Anak-anak harus dijauhkan dari pajanan asap rokok, asap
dapur terutama dari pembakaran kayu dan sejenisnya, serta polusi udara.
Memperbaiki hygiene lingkungan dapat dilakukan misalnya dengan menyediakan
ventilasi yang baik di dalam rumah, menjaga kebersihan, dan menggunakan masker
pelindung untuk mengurangi pajanan terhadap polusi.
5. Etiket batuk. Penularan pneumonia banyak berasal dari percikan batuk atau bersin
pasien pneumonia. Untuk menghindari penularan tersebut, sebaiknya menutup mulut
23
saat batuk atau bersin. Selain itu, penting untuk men cuci tangan setelahnya untuk
menghindari tersebarnya kuman.
Pencegahan sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang
telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan
mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan
yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya
yang dapat dilakukan antara lain:4
a.
b.
c.
Bukan Pneumonia : perawatan di rumah saja. Tidak diberikan terapi antibiotik. Bila
demam tinggi diberikan parasetamol. Bersihkan hidung pada anak yang mengalami pilek
dengan menggunakan lintingan kapas yang diolesi air garam. Jika anak mengalami nyeri
tenggorokan, beri penisilin dan dipantau selama 10 hari ke depan.
Pencegahan Tertier
Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah agar tidak munculnya
penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk kondisi balita, mengurangi kematian
serta usaha rehabilitasinya. Pada pencegahan tingkat ini dilakukan upaya untuk mencegah
proses penyakit lebih lanjut seperti perawatan dan pengobatan.4
Upaya yang dilakukan dapat berupa:4
a. Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri antibiotik selama 5 hari,
anjurkan ibu untuk tetap kontrol bila keadaan anak memburuk.
b. Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana kesehatan terdekat agar
penyakit tidak bertambah berat dan tidak menimbulkan kematian.
Prognosis5
Secara umum, prognosis dari penyakit ini adalah baik. Data Survei Kesehatan
Nasional (SKN, 2011) menunjukkan bahwa 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita
di Indonesia disebabkan oleh penyakit respiratori, terutama pneumonia. Kebanyakan kasus
pneumonia virus sembuh tanpa pengobatan, bakteri patogen umum dan organisme atipikal
cukup berespon terhadap terapi antimikroba.
24
Diagnosis Banding
Bronkhitis Akut
Bronkhitis akut adalah proses inflamasi selintas yang mengenai trakea, bronkus utama dan
menengah yang bermanifestasi sebagai batuk, serta biasanya akan membaik tanpa terapi
dalam2 minggu. Pemeriksaan auskultasi dada biasanya tidak khas pada satdium awal. Seiring
progestivitas batuk, dapat terdengar ronkhi, suara nafas berat dan kasar, wheezing maupun
kombinasi. Hasil pemeriksaan radiologis biasanya normal atau terdapat corakan bronkial.
Secara umum gejala akan menghilang dalan 10-14 hari. Jika menetap hingga 2-3 minggu
perlu dicurigai adanya proses yang kronis. Selain itu dapat juga terjadi infeksi bakteri
sekunder. 11
Analisa Kasus
Pasien perempuan usia 3 tahun 6 bulan, berat badan 13 kg, panjang badan 93 cm,
status gizi cukup dibawa ke poliklinik dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit, demam terus-menerus semakin hari semakin tinggi, menurun dengan obat
penurun panas tetapi setelah itu naik lagi. Demam tidak disertai kejang, menggigil,
berkeringat malam, mimisan, gusi berdarah maupun timbul bintik-bintik merah pada kulit.
Keluhan demam disertai dengan batuk berdahak namun sulit dikeluarkan. Batuk tidak
dipengaruhi oleh debu ataupun cuaca dingin, tidak ada mengi dan sianosis. Dua hari sebelu
masuk rumah sakit pasieh mengalami pilek berwarna bening.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit demam, batuk dan pilek masih sama dirasakan,
namun terjadi penurunan nafsu makan dan minum sehingga anak menjadi lemas namun
keluhan mual ataupun muntah tidak ditemukan.
25
Daftar Pustaka
1. Dahlan Z. Pneumonia. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Internal
publishing: Jakarta; 2009.h.2196
2. Sigalingging G. Karakteristik penderita penyakit pneumonia pada anak di ruang
merpati RSU Herna Medan. Jurnal darma agung: Medan; 2011.h.69-78. Diunduh dari
http://uda.ac.id/jurnal/files/Jurnal%2010%20-%20Ganda%20Sigalingging1.pdf.
Agustus 2016.
3. Retno AS, Landia S, Makmuri S. Pneumonia. Divisi respirologi bagian ilmu
kesehatan
anak:
Surabaya;
2006.
Diunduh
Diunduh
http://jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/Artikel
26
5. Rahajoe NN, Supriyanto B, Setyanto DB. Pneumonia. Dalam: Buku ajar respirologi
anak. Cetakan ketiga. Edisi 1. IDAI: Jakarta; 2012. h. 350-65.
6. Hassan R, Alatas H. Pneumonia. Dalam: Ilmu kesehatan anak. Cetakan 11.
Infomedika: Jakarta; 2007.h.1228-33.
7. World Health Organitation (WHO). Pneumonia. Dalam: Pelayanan kesehatan anak di
rumah sakit, pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota.
WHO: Jakarta; 2009.h. 86-93.
8. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Pneumonia. Dalam: Nelson
ilmu kesehatan anak esensial. Edisi ke-6. Elsevier; Singapura: 2014.h.527-34.
9. Mani CS, Murray DL. Acute pneumonia and its complication. In: Long SS, Pickering
LK, Prober CG, eds. Principle and practice of pediatric infection diseases. 4 th
Ed.Elsivier:Beijing: 2012.p.465-9.
10. Ilten F, Senock F, Zorlu P, Tezic T. Cardiovascular change in children with
pneumonia. Turk J pediatr. 2003: 45:306-10
11. Santoso M, Kurniadhi D, Tandean M, Oktavia E, Cuilanto M. Panduan kepaniteraan
klinik pendidikan dokter. Jakarta: FK Ukrida; 2009
27