Anda di halaman 1dari 49

BAB I STATUS PASIEN

1.1. IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Anak keAlamat Tanggal Masuk RS : Bayi L : Perempuan : 8 Bulan : 1 (P1A0) : Kp. Nyampai RT 003/015 : 9 Oktober 2013

Orang Tua Pasien Ibu Nama Umur Pendidikan terakhir Pekerjaan Alamat : Ny. S : 17 tahun : SMP : IRT : Kp. Nyampai RT 003/015

Ayah Nama Umur Pendidikan terakhir Pekerjaan Alamat : Tn. N : 19 Tahun : SMA : Pekerja Swasta : Kp. Nyampai RT 03/01

1.2. ANAMNESIS (Heteroanamnesis) Keluhan Utama : Sesak nafas Anamnesis Khusus : Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengeluh anaknya mengalami sesak nafas. Sesak nafasnya muncul secara mendadak, dan dirasakan terus menerus. Semakin kesini sesak nafasnya terasa semakin berat, sehingga pasien tidak mampu menyusu dan memuntahkan susu yang telah diminum. Orang tua pasien tidak mendengar suara seperti mengorok maupun mengi ketika pasien mengalami sesak nafas. Orang tua pasien juga tidak melihat pasien memainkan benda-benda kecil yang dapat dimakan oleh pasien ataupun tersedak oleh air susu sebelum sesaknya terjadi. Keluhan disertai dengan panas badan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, panas badannya ini terasa mendadak tinggi dan terus menerus, meskipun setelah pasien meminum obat dari bidan setempat pernah turun, namun tidak lama setelah itu panasnya kembali tinggi lagi. Orang tua pasien juga mengeluhkan adanya batuk dan pilek yang muncul 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Namun, keluarga pasien tidak memperhatikan warna dahaknya. Keluhan juga disertai dengan buang air besar yang mencret sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien buang air besar sekitar 10x dalam sehari dengan konsistensi lebih cair dari pada biasanya dengan jumlah sekitar 1 gelas/mencret tetapi tanpa disertai lendir, darah maupun bau amis. Keluhan juga disertai dengan pasien terlihat tampak rewel, kehausan, dan air mata yang kering ketika menangis, serta mata pasien tampak sedikit cekung, namun tanpa adanya riwayat mual dan muntah.

Ketika pasien sesak, orang tua pasien tidak mengeluhkan adanya kebiruan pada mulut terutama setelah diberi susu formula ataupun setelah menangis, dan tidak adanya pembengkakan pada wajah dan kaki. Pada saat pasien demam, ibu pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan buang air kecil seperti perubahan frekuensi dan warna, tidak adanya pendarahan dari hidung, gusi, maupun bintik kemerahan dari kulit, serta tidak ada cairan yang keluar dari telinga maupun luka pada kulit. Ibu pasien juga tidak mengeluhkan berat badan pasien yang sulit naik, adanya keringat malam, kontak dengan penderita TB, maupun benjolan abnormal pada daerah kepala dan leher. Selain itu, orang tua pasien juga mengakatan bahwa pasien tinggal di rumah yang dihuni oleh 7 orang, dan ayah pasien perokok aktif dan sering merokok di dekat pasien, ventilasi rumah yang sedikit, dan sumber air minum berasal dari air sumur dan air mineral dalam galon. Untuk mengatasi keluhannya saat ini, orang tua pasien datang ke tempat praktik dokter A dan kemudian dirujuk ke UGD RS Salamun.

Riwayat Penyakit Sebelumnya Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami sesak nafas yang

merngharuskan pasien dirawat di rumah sakit.

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga lain yang serumah mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Ibu atau ayah pasien juga tidak ada yang sering mengalami bersin-bersin pada pagi hari, maupun alergi terhadap makanan atau obat-obatan

tertentu. Pada keluarga pasien juga tidak terdapat anggota keluarga yang mempunyai riwayat batuk lama. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Selama hamil, ibu pasien tidak pernah mengalami sakit. Pasien lahir dengan cukup bulan, lahir spontan, letak kepala, dan langsung menangis. Lahir dengan berat badan 3 kg, tinggi badan 58 cm, dan ditolong oleh bidan setempat.

Riwayat Makanan Lahir 2 Minggu 2 Minggu Sekarang 6 Bulan Sekarang : ASI Ekslusif : Susu Formula : Makanan lunak

Riwayat Imunisasi Orang tua pasien mengakatan bahwa pasien belum di imunisasi DPT 3 dan Campak. Untuk imunisasi lain yang telah dilakukan pasien, orang tua pasien lupa tetapi diperkirakan sesuai dengan KMS.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sama dengan anak seusianya, yaitu :
Perkembangan Motorik Tengkuran pada bulan ke3 Duduk pada bulan ke-6 Berdiri pada bulan ke-9 Perkembangan Bahasa Bersuara pada bulan ke-3 Mengatakan bababa pada bulan ke-8 Perkembangan Sosial Melihat muka orang pada bulan ke-3 Memperhatikan orang pada bulan ke-6

1.3. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran Tanda-tanda Vital Nadi Respirasi Suhu Antropometri Umur BB PB LK : 8 Bulan : 9 Kg : 70 Cm : 43 Cm : Sakit sedang, nampak rewel dan terlihat sulit bernafas. : Compos mentis. : : 140 x/menit, regular, equal, isi cukup : 56 x/mnt : 37.2 0C

TB/U (WHO) : 0 s/d 2 SD (normal) BB/U (WHO) : 0 s/d 2 SD (normal) LK/U (WHO) : 0 s/d 2 SD (normal) BB/TB (WHO): 0 s/d 2 SD (normal)

Pemeriksaan Spesifik Kulit Otot : sianosis (-), ptekiae (-), turgor baik (<2 detik) : Atrofi (-), hipertrofi (-)

Tulang : Deformitas (-), gibbus (-) Sendi : Pembengkakan (-)

Kepala 1. Bentuk 2. Ubun-ubun 3. Rambut 4. Wajah 5. Mata : Simetris : tidak cekung : Hitam, halus, tidak mudah dicabut : Simetris, flushing (-) : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, sedikit cekung 6. Pupil 7. Hidung 8. Telinga : Bulat, isokor. : Simetris, epistaksis -/-, sekret -/: Simetris, sekret -/-, pemeriksaan membran timpani tidak dilakukan 9. Mulut : Bibir kering, mukosa mulut tidak hiperemis

Leher KGB Kelenjar Tiroid JVP : Tidak ada pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran : Tidak mengalami peningkatan

Retraksi suprasternal : (+)

Thorax Paru : Kanan Depan I P A Belakang I P A Kiri

Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi intercostal (+) Pergerakan simetris VBS kanan = kiri, wheezing -/-, crackles +/+, slamp +/+ Bentuk dan pergerakan simetris. Pergerakan simetris VBS kanan = kiri, wheezing -/-, crackles +/+, slamp +/+

Jantung Inspeksi Palpasi : Iktus kordis tidak tampak : Iktus kordis teraba di ICS IV MCS, kuat angkat, thrill (-) Auskultasi : S1-S2 murni reguler, murmur (-)

Abdomen Inspeksi: Datar, Massa abdomen (-), retraksi epigastrium (+) Palpasi: Lembut, NT (-) pada daerah epigastrik, NL (-), massa (-), Hepar dan lien tidak teraba pembesaran.

Auskultasi: BU (+) N

Ekstremitas Atas Edema -/Akral hangat Capillary refill < 2 detik Bantalan tangan tidak pucat Bawah Edema -/Akral Hangat Capillary refill < 2 detik Bantalan kaki tidak pucat

Anogenital Perianal Rash (+)

Neurologis Tidak dilakukan

1.4. RESUME KASUS Bayi L (P) berumur 8 dengan status gizi normal dan kesadaaran CM serta sedikit rewel datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumash sakit. Sesak nafasnya timbul secara mendadak, terus-menerus dan semakin kesini semakin progresif. Pada saat sesaknya terjadi tanpa disertai dengan adanya ngorok dan mengi, maupun riwayat tersedak benda maupun air susu. Pasien juga mengalami demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit yang

timbul secara mendadak tinggi, dan terus-menerus. Demamnya tersebut disertai dengan batuk pilek, yang warna dahaknya tidak diketahui. Selain sesak dan demam, pasien juga mengalami mencret 10x sehari sejak 2 hari sebelum masuk RS. Konsistensi mencretnya lebih encer, dengan jumlah sekitar 1 gelas/mencret, tanpa adanya lendir, darah, dan bau amis. Tanda-tanda gagal jantung, ginjal, maupun hepar disangkal. Pada saat pemeriksaan fisik ditemukan takipneu, crakles +/+, retraksi suprasternal dan epigastrum, dan gejala dehidrasi ringan sedang.

1.5. DIAGNOSIS BANDING Bronchopneumonia e.c. DD/ Streptococus pneumonia Hib Diare Akut non disentri e.c. DD/ Rota Virus ETEC

1.6. USULAN PEMERIKSAAN 1. Laboratorium darah 2. Feses Rutin 3. Foto Thorax

1.7. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium Darah A. Hematologi a. Hemoglobin : 12.1 (N = 11.5-15.5)

b. Jml. Leukosit c. Hematokrit d. Jml. Trombosit e. Hitung Jenis Leukosit 1) 2) 3) B. Kimia Klinik a. Glukosa sewaktu C. Elektrolit a. Natrium b. Kalium Segmen Limfosit Monosit

: 9.200 (N = 6000-12.000) : 38 (N = 35-45) : 228.000 (N = 150.000-400.000)

: 31 (N = 54-62) : 57 (N = 25-33) : 12 (N = 3-7)

: 48 (N = 50-90)

: 145 (N = 135-146 mmol/L) : 5.3 (N = 3.4-5.4 mmol/L)

2. Feses Rutin A. Makroskopis a. Warna b. Bau c. Konsistensi d. Lendir e. Darah f. Parasit B. Mikroskopis a. Leukosit b. Eritrosit : 0-2 /LPB : 1-3 /LPB : Kuning kecoklatan : Khas/Normal : Lunak berbentuk : Positif : Negatif : Negatif

10

c. T. Cacing d. Amoeba e. Sel Lemak f. Sel Sayur g. Sel Otot h. Lain-lain

: Tidak ditemukan : Tidak ditemukan : Negatif : Negatif : Negatif : Negatif

3. Foto Thorax 1. Hasil o Cor : Tidak membesar

o Sinus dan diafrgma normal o Pulmo : Hilus kanan kabur, tampak bercak lunak di perihiller parakardial kanan 2. Kesan o Bronkhopneumoni dengan post TB 3. DD o TB paru dengan reaktifasi

1.8. DIAGNOSIS KERJA Bronchopenumonia a.c. Streptococcus pneumoniae Diare Akut non disentri a.c. Rotavirus dengan Dehidrasi RinganSedang

11

1.9. USULAN PENATALAKSANAAN 1. Umum Penjelasan mengenai penyakit dan pengobatan penyakit kepada keluarga pasien Tirah baring Infus dengan kecepatan 16 tts/mnt Pemberian 02 Penggantian jenis susu formula

2. Khusus Ceftriaxone (1 x 750 mg) Ambroxol Syr (3 x cth) Zinc (2 x 1) Mycoz Salep

1.10.
Tanggal

OBSERVASI
Tanda Vital N R 36 S 36 oC Keluhan + Pemeriksaan Fisik BB 9 Kg Sesak +, batuk + Crackles +/+ Retraksi otot + Slem +/+ Rawat Inap Infus + O2 Keterangan

Kamis, 10 Oktober 2013

110

12

Jumat, 11 Oktober 2013

120

34

36 oC

BB 9 Kg Sesak , Batuk , Pilek (+) Cracles +/+ () BAB 1x, lendir +

Rawat Inap Infus O2

Sabtu, 12 Oktober 2013

120

24

35,8 0C

BB 9 Kg Sesak (-), Batuk (+) Cracles +/+ () BAB 1x, lendir (-)

Boleh pulang

13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Pneumonia 1.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah bentuk infeksi saluran pernafasan akut yang terjadi di paru-paru.

1.2.

Epidemiologi Pneumonia Pneumonia adalah penyakit pembunuh kedua terbesar di dunia pada anak-

anak. Setiap tahunnya, penyakit ini membunuh sekitar 1,2 juta anak dibawah lima tahun, atau sekitar 18% dari semua kematian anak-anak dibawah lima tahun. Prevalensi tertinggi negara yang banyak menderita pnemonia adalah di Negara Asia Selatan dan Afrika Selatan. Menurut Riskesdas tahun 2007, pneumonia juga merupakan penyebab kematian kedua setelah diare (15,5% diantara semua balita) di Indonesia.

1.3.

Etiologi Pneumonia Etiologi pneumonia disebabkan oleh sejumlah agen infeksi meliputi virus,

bakteri dan jamur, tetapi agen infeksi yang sering menyebabkan pneumonia adalah bakteri. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi, tergantung : a. Usia b. Status imunologis c. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)

14

d. Status imunisasi e. Faktor penjamu (penyakit penyerta, malnutrisi) Pada anak-anak, etiologi pneumonia dibedakan berdasarkan usia anak tersebut, yang antara lain : 1. Bayi baru lahir (neonatus 2 bulan) - Organisme saluran genital ibu : a. Streptokokus grup B, b. Echerichia coli c. kuman Gram negatif, d. Listeria monocytogens e. Sifilis congenital (pneumonia alba) - Sumber infeksi lain : pasase transplasental, aspirasi mekonium, CAP 2. Usia > 2-12 bulan Orgnisme penyebab tersering adalah : a. Streptokokus grup B b. E. Coli c. P. Aeruginosa d. Klebsiela e. S. pneumoniae f. Haemophillus influnzae tipe B Organisme penyebab yang tidak sering namun fatal : a. Staphilokokus aureus b. Streptokokus grup A

15

Organisme penyebab tersering pada imunocompromised : a. Pseudomonas spp b. Enterobacter c. Legionella pneumophilia d. Actinomyces e. Bakteri anaerob 3. Usia 1-5 tahun a. Streptokokus pneumoniae b. H. influenzae c. Streptokokus grup A d. S. Aureus e. Chlamidia pneumonia (Banyak pada usia 5-14 tahun dan disebut pneumonia atipikal) 4. Usia sekolah dan remaja a. S. pneumonie b. Streptokokus grup A c. Mycoplasma pneumonia (pneumonia atipikal) Etiologi yang memungkin pada pasien ini adalah streptococcus pneumonia, dikarenakan secara epidemiologi bakteri Streptococcus pneumonia merupakan etiologi paling sering pada kasus pneumonia anak.

1.4.

Faktor Risiko Pneumonia Ketika seorang anak sehat maka anak tersebut dapat melawan agen infeksi

dengan sistem imun pertahanan tubuhnya. Anak yang mengalami gangguan

16

sistem imun mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya pneumonia. Anak yang memiliki sistem imun yang lemah seperti malnutrisi atau gizi buruk, terutama pada bayi yang tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. Adanya penyakit sebelumnya seperti infeksi HIV, dan campak, juga meningkatkan risiko pada anak untuk terjadinya pneumonia. Faktor lingkungan juga dapat meningkatkan kerentanan pada anak untuk terjadinya pneumonia, faktor lingkungan diantaranya adalah : 1. 2. Orang tua yang perokok Polusi udara dalam ruangan yang disebabkan oleh memasak atau pemanas dengan bahan bakar biomas seperti kayu atau pupuk kandang. 3. Tempat tinggal yang padat dalam suatu rumah. Pasien ini memiliki beberapa hal yang menjadi factor risiko untuk mengidap pneumonia, yang antara lain : tidak mendapatkan ASI, orang tua yang perokok, dan tempat tinggal yang padat.

1.5.

Klasifikasi Pneumonia

1. Berdasarkan lokasi lesi di paru a. b. c. Pneumonia lobaris Pneumonia interstitialis Bronkopneumonia

2. Berdasarkan asal infeksi a. Pneumonia yang didapat dari masyarakat (CAP =community acquired pneumonia)

17

b.

Pneumonia pneumonia)

yang

didapat

dari

rumah

sakit

(hospital-based

3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab a. b. c. d. Pneumonia bakteri Pneumonia virus Pneumonia mikoplasma Pneumonia jamur

4. Berdasarkan karakteristik penyakit a. b. Pneumonia tipikal Pneumonia atipikal

5. Berdasarkan lama penyakit a. b. Pneumonia akut Pneumonia persisten

6. Klasifikasi berdasarkan MTBS a. b. c. d. Pneumonia sangat berat sianosis sentral dan tidak dapat minum Pneumonia berat tarikan dada dalam, tidak sianosis, dapat minum Pneumonia tidak ada tarikan dada dalam, nafas cepat Bukan pneumonia tidak ada tarikan dada dalam, tidak ada nafas cepat Jenis pneumonia pada pasien ini merupakan bronkopneumonia akut, yang disebabkan oleh bakteri, berasal dari masyrakat, dengan tipe tipikal, serta menurut MTBS masuk ke dalam kriteria pneumonia.

18

1.6.

Patogenesis Pada keadaan normal saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai

daerah parenkim paru adalah steril. Paru terlindungi dari infeksi bakteri oleh berbagai mekanisme perlindungan yang meliputi barier anatmi dan mekanis, serta factor imunologi local dan sistemik. Infeksi paru terjadi apabila > 1 dari mekanisme tersebut berubah atau mikroorganisme yang masuk sangat banyak dan virulen. Inhalasi mikroorganisme atau masuknya kuman flora normal saluran respiratorik atas, sebagian kecil melalui hematogen Kedalam alveoli hiperamenia, eksudasi cairan intra-alveolar, deposisi fibrin serta infiltrasi neutrofil (red hepatization) Konsolidasi eksudatif lobuler (bronkopneumonia); Konsolidasi eksudatif Lobar (Pneumonia lobaris); Konsolidasi eksudatif Interstitial Peningkatan aliran darah ke daerah terkena sehingga mengakibatkan ventilation-perfusion mismatching Hipoksemia Penurunan compliance dan kapasitas vi tal paru Desaturasi oksigen akan mengakibatkan meningkatnya kerja jantung

19

deposisi fibrin dan disintegrasi sel inflamasi makin meningkat secara progresif (gray hepatization) resolusi terjadi setelah 8-10 hari bila berlangsung digesti eksudat secara enzimatik reabsorbsi dan pengeluaran oleh mekanisme batuk.

1.7.

Kriteria Diagnosis A. Anamnesis Respiratorik Sesak nafas dan batuk Non respiratorik Demam, sakit kepala, gelisah dan rewel. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala dan nyeri abdomen. B. Pemeriksaan Fisik Takipnea Kriteria nafas cepat menurut WHO : a. b. c. < 2 bulan 2-12 bulan 12 bulan-5 tahun = 60x/menit = 50x/menit = 40x/menit

Pada bayi lebih tua : jarang ditemukan grunting. Gejala lainnya yang sering terlihat adalah batuk, panas dan dyspnea.

C. Radiologis Foto rontgen toraks PA merupakan dasar diagnosis utama pneumonia, tetapi tidak dapat membedakan antara pneumonia virus maupun bakteri.

20

Pada bayi dan anak kecil, gambaran radiologis sering tidak sesuai dengan gambaran klinis. Gambaran radiologis yang klasik dapat berupa : Konsolidasi lobar atau segmental dengan disertai air bronchogram biasanya disebabkan oleh pneumococcus spp. atau bakteri pneumonia interstitial, virus, atau mikoplasma. Gambaran pneumonia karena S. aureus biasanya menunjukan pneumotokel. D. Laboratorium Pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat membedakan antara pneumonia viral dan bacterial : - Virus Leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 ), limfosit yang predominan - Bakteri Leukosit meningkat (15.000 40.000 / mm3), dengan neutrofil predominan Diagnosa definitive pada pneumonia bacterial o Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah (pengambilan invasive dan tidak rutin diindikasikan) o o Kultur darah hanya positif pada 10-30% kasus Meskipun penyebab pneumonia sulit ditentukan, namun ada beberapa gejala dan tanda yang dapat dikenali secara klinis

21

S.Aureus : Progresivitas penyakit sangat cepat dengan gejala respiratorik sangat berat : grunting, sianosis, takipneu, dan perburukan gambaran radiologis yang sangat jelas.

Streptococcus pneumonia : Penyebab tersering faringitis, tonsilitis dengan limfadenitis coli, demam, malaise, sakit kepala, gejala pada abdomen. Sering merupakan penyakit infeksi kulit pada anak dengan vousela. Awitan penyakitb fulminan dalam 24 jam Sering diikuti dengan syok septik, empiema, dan pneumatokel yang terjadi dalam beberapa hari sampai satu minggu setelah pengobatan sindrom distres pernapasan akut (ADRS)

Kritaria Diagnosis (>3 dari lima) 1. Sesak nafas 2. PCH dan retraksi IC (+) 3. Ronchi 4. Leukositosis 5. Foto Thorax infiltrasi difus merata pada 1 lobus Pada pasien ini terdapat 3 dari 5 hal untuk menegakan diagnosis pneumonia, yaitu : sesak nafas, ronchi, dan foto thorak.

22

1.8.

Diagnosis Banding Diagnosis banding untuk pneumonia adalah o o o o o o o o o o o Infeksi perinatal/ congenital (pada neonates). Hyalin membrane disease /HMD. Aspirasi peneumonia. Edema paru. Atelektasis. Perdarahan paru. Kelainan congenital perenkim paru. Tuberkulosis. Gagal ginjal kongesif. Neoplasma. Reaksi hiersensitivitas (pneumonitis).

1.9.

Penatalaksanaan Terapi pneumonia bakterialis berdasarkan penyebab yang diduga serta

manifestasi klinis. Faktor yang perlu dipertimbangkan pemilihan terapi : 1. Kuman yang dicurigai atas dasar data klinis, etiologis, dan epidemiologis 2. Berat ringan penyakit 3. Riwayat pengobatan sebelumnya serta respon klinis 4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

23

Antibiotik o o Antibiotik yang merupakan drug of choice untuk kuman yang dicurigai. Bila tidak ada kuman yang tidak dicurigai berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia. Usia Anak Neonatus dan bayi muda (<2 bulan) Obat Ampicilin +Aminoglikosid Amoxicilin-asam klavulanat Amoxicilin+ Aminoglikosid Sefalosphorin generasi ketiga Bayi dengan usia pra sekolah (2 bulan- Beta laktam Amoxicilin 5 tahun) Amixicilin/Amoxicilin-asam klavulanat Golongan Sefalosporin Kotrimoxazole Makrolid (Eritromycin) Anak Usia sekolah (>5 tahun) Amoxicilin/makrolid (Eritromycin,

Klaritromycin, Azitromycin) Tetrasiklin (Pada anak berusia diatas 8 tahun)

Karena dasarpemberian antibiotika awal diatas adalah coba-coba (trial and eror) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan ketat, minimal tiap 24 jam sekali samapai hari ketiga.

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotika lain yang lebih tepat sesuai kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolaholah antibiotik tidak efektif)

24

Obat Gol. Penisilin Ampisilin Amoksisilin Tikarsilin Oksasilin Kloksasilin Diklosasilin Gol. Sefalosporin Sefalotin Seforoksim Sefotaksim Seftriakson Seftazidin Gol. Aminoglikosid Gentamisin Amikasin Netilmisin Gol. Makrolid Eritromisin Roksitromisin Klaritromisin Azitromisin Klindamisin

Cara pemberian

Dosis (jam)

Frekuensi

i.v/i.m/p.o p.o i.v/i.m i.v i.v i.v

100-200 25-100 300-600 150 100 25-80

4-6 8 4-6

4-6 4-6

i.v i.v i.v i.v/i.m i.v

75-150 100-150 50-200 50-100 100-150

6 6-8 6 12-24 8

i.v/i.m i.v/i.m i.v

5 15-20 4-6

8 6-8 12

p.o/i.v lambat p.o p.o p.o p.o/ i.v

30-50/40-70 5-8 5-8 10 10-30 15-40 75-100/50-75

8 12 12 24 6 6 6

Kloramfenikol

i.v/p.o

Pneumonia riangan amoxocilin ( di wilayah dengan angka resistensi penicilin yang cukup tinggi, dosis dapat dinaikan sampai 80-

90mg/kgBB/hari)

25

Pengobatan antibiotik yang digunakan pada pasien ini sudah cukup adekuat, yaitu dengan seftriakson.

Simptomatik Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan terutama pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi rekasi terhadap antibiotik awal.

Indikasi Perawatan di Rumah Sakit A. Bayi SaO2 92% Sianosis Nafas > 50x/mnt Sesak Apnea, Grunting Tidak dapat makan/minum Keluarga tidak mampu memantau anak dengan baik

B. Anak Besar SaO2 92% Sianosis Nafas > 50x/mnt Sesak Apnea, Grunting Tidak dapat makan/minum

26

Keluarga tidak mampu memantau anak dengan baik

Penatalaksanaan menurut MTBS Menurut Manajemen Terpadu Balita Sehat (MTBS) Depkes RI Periksa adanya tanda bahaya umum dan Periksa untuk batuk dan sulit bernapas Tanyakan : Apakah anak bernapas lebih lambat ? Apakah demamnya turun ? (jika sebelumnya ada demam) Apakah nafsu anak membaik ? Tindakan : Jika ada tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada ke dalam beri 1 dosis antibiotik pilihan kedua atau suntikan kloramfenikol, selanjutnya rujuk SEGERA. Jika frekuensi napas, demam, atau nafsu makan anak tidak menunjukkan perbaikan, gantilah dengan antibiotik pilihan kedua dan anjurkan ibu untuk kembali dalam 2 hari (atau rujuk, jika anak menderita campak dalam 3 bulan terakhir) Jika napas melambat, demamnya turun atau nafsu makannya membaik, Lihat bagian PENILAIAN KLASIFIKASI

lanjutkan pemberian antibiotik hingga 5 hari.

27

Menanyakan Keluhan Utama Apakah anak menderita batuk dan sukar bernapas ?
Amati & Dengar Hitung napas dalam 1 menit. Klasifikasi BATUK atau Perhatikan, adakah SUKAR BERNAPAS dinding dada ke dalam. Lihat dan dengar adanya stidor.

JIKA YA, Berapa lama

Batasan napas cepat : Umur Anak : 2 bulan 12 bulan 12 bulan 5 tahun Napas Cepat apabila : 50 kali atau lebih per menit 40 kali atau lebih per menit

Klasifikasi BATUK atau SUKAR BERNAPAS GEJALA KLASIFIKASI TINDAKAN (Tindakan penting sebelum rujukan dengan tulisan cetak tebal) Pemberian dosis pertama antibiotik yang sesuai Rujuk SEGERA

Terdapat bahaya umum (napas cepat dan vital singn buruk) atau Tarikan dinding dada ke dalam atau Stridor

PNEUMONIA BERAT atau PENYAKIT SANGAT BERAT

Nafas cepat

PNEUMONIA

Pemberian antibiotik yang sesuai Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman Menasehati ibu kapan harus kembali Kunjungan kembali setelah 2 hari Jika batuk lebih dari 30 hari, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut. Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman Menasehati ibu kapan harus kembali Kunjungan ulang setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan

Tindakan ada tanda tanda pneumonia atau penyakit sangat berat

BATUK: BUKAN PNEUMONIA

28

Sebelum memberikan obat, ditentukan dulu : o Berat ringannya penyakit o Riwayat tersebut o Adanya penyakit yang mendasarinya. Dasar pengobatan bacterial pneumonia adalah terapi antibiotik secara langsung Antibiotik awal (dalam 24-72 jam pertama) o Umur 1 2 bulan : Ampisilin + gentamisin, kalau respon baik, lanjutkan 10 14 hari. o Umur > 2 bulan : penicillin/Ampicilin + kliromfenocol, kalau pengobatan sebelumnya dan respon terhadap pengobatan

responnya baik, lanjutkan sampai 3 hari klinis (5-7 hari) o Untuk middle ill children yang tidak memerlukan perawatan di rumah Rumah sakit, Amoxicillin direkomendasikan. Kalau ada resisten penicilin, maka dosis amoxicillin ditingkatkan (80 90mg / BB/ hari) o Apabila ditemukan hipersensitif eritromisin. Antibiotik selanjutnya ditentukan atas dasar pemantauan ketat terhadap respon klinis dalam 24 72 jam pengobatan antibiotik awan. o Kalau membaik, maka antibiotik dilanjutkan 5 7 hari o Kalau memburuk, maka antibiotik initial harus di hentikan dan diganti dengan antibiotik yang tepat. Dengan catatan tidak ada penyakit penyulit yang dapat mempengaruhi pengobatab antibiotik tidak efektif, misalnya empyema, abses, dll dengan penicillin maka diganti

29

1.10. Komplikasi Penyulit dari pneumonia adalah : o Empiema (paling sering oleh S. pneumonia, S. aureus) o Perikarditis o Pneumotorax o Meningitis bakterialis o Atritis Supuratif o Osteomielitis.

1.11. Prognosis Progrosis pneumonia umumnya baik, namun dapat terjadi kefatalan pada pasien imunodefisiensi

1.12. Konsultasi o Unit rehabilitasi medik (URM) o Bedah toraks (bila diperlukan)

1.13. Pencegahan Pneumonia Pada tahun 2009, WHO dan UNICEF meluncurkan perencanaan aksi global untuk pencegahan dan pengontrolan dari pneumonia atau yang sering lebih dikenal dengan singkatan Global action plan for the prevention and control of pneumonia (GAPP). Tujuannya adalah meningkatkan pengontrolan pneumonia dengan kombinasi dari intervensi untuk proteksi, pencegahan, dan mengobati pneumonia pada anak dengan cara :

30

1.

Proteksi anak dari pneumonia melalui promosi ASI eksklusif, mencuci tangan, dan menurunkan polusi udara dalam ruangan. Pemberian nutrisi yang baik adalah kunci dari pengingkatan pertahanan tubuh anak, seperti pemberian ASI eksklusif selama enam bulan kehidupan anak tersebut lahir. Pada pasien anak yang mengalami infeksi HIV, antibiotik cotrimoxazole diberikan setiap hari untuk menurunkan risiko terjadinya pneumonia.

2.

Pencegahan pneumonia dengan imunisasi. Imunisasi melawan Hib, Pneumococcus, measle, dan pertussis sangat efektif untuk mencegah terjadinya pneumonia.

3.

Mengobati pneumonia yang di fokuskan pada setiap anak yang menderita sakit penumonia mudah untuk mengakses tenaga kesehatan, atau fasilitas kesehatan, dan bisa mendapatkan kebutuhan antibiotik dan oksigen.

2. Diare Akut 2.1. Defenisi Diare adalah buang air besar yang tidak normal dimana terjadi perubahan konsistensi tinja dengan frekuensi yang lebih dari 3 kali dalam 24 jam atau tanpa darah. Diare akut adalah diare yang terjadi dalam waktu tidak lebih dari 14 hari.

2.2. Etiologi Sebelum dekade 70-an, hanya 20% penyebab diare akut yang bisa di ketahui. Saat ini dengan bertambah majunya ilmu kedokteran, telah lebih dari 90% penyebab diare akut yang telah diidentifikasi.

31

Adapun penyebab diare akut tersebut adalah: A. Infeksi 1. Virus Beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan diare aku, antara alain Rotavirus, Norwalk virus dan Adenovirus. Rotavirus adalah penyebab utama diare pada anak usia di bawah 5 tahun, terutama usia di bawah 2 tahun. Rotavirus pertama kali di temukan oleh Bishop di Australia pada biopsi duodenum penderita diare dengan mneggunakan mikroskop elektron. Ternyata kemudian, Rotavirus di temukan di seluruh dunia sebagai penyebab diare akut yang paling sering. Di Indonesia, pada beberapa penelitian di kota-kota besar Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta angka kejadian yang disebabkan virus dan Adenovirus sering menyebabkan diare akut pada anak besar dan dewasa. 2. Bakteri a. E. coli Ada 5 subtipe E. coli yang menimbulkan diare akut. E. coli merupakan penyebab kedua diare akut setelah Rotavirus dengan frekwensi 20-30%, dan E. coli tersebut adalah: Enteropatogenic E. coli (EPEC) Enterotoxigenic E. coli (ETEC) Enteroinvasive E. coli (EIEC) dapat menimbulkan diare berdarah (dysentriform diarrhea) Enteroheamorrhagic E. coli (EHEC) Enteroadhaeren E. coli (EAEC)
32

b. Shigella Di negara sedang berkembang, di perkirakan insidens Shigella sekitar 10% dari penyebab diare akut, tapi di Indonesia hanya 1-2% saja. Ada spesies yang sering menyebabkan diare akut, misalnya: Shigella flexneri Shigella sonnei Shigella dysentriae, dan shigella boydii shigella spp menimbulkan diare berdarah c. Campylobacter yeyuni Diare akut oleh Campylobacter pertama kali dilaporkan pada tahun 1972, akan tetapi isolasi kumannya baru dapat dilakukan oleh Skirrow pada tahun 1977. Di negara berkembang insidensinya berkisar antara 5-14%. Di RS Cipto, Suharyono menemukan 5% penyebab diare akut pada tahun 1881,kemudian di Bandung oleh Myrna, dkk. 8.39%. Campylobacter juga

menyebabkan diare berdarah. d. Salmonella Di klinik Salmonella yang menyebabkan diare akut disebut sebagai non typhodial Salmonellosis, dan paling sering disebabkan oleh Salmonella paratyphi. Lima persen golongan Salmonella ini menimbulkan diare berdarah.

33

e. Yersinia Merupakan bakteri penyebab diare akut berdarah atau dysentriform, di Indonesia belum diketahui frekwensinya karena belum ada penelitian mengenai hal ini berhubung susahnya media untuk perbenihnya. f. Vibrio Vibrio sering menimbulkan kejadian luar biasa diare akut. Ada 2 tipe, yaitu tipe EI Tor dan Klasik dengan dua subtipe Ogawa dan Inaba. Insidenya berkisar 1-2% dari diare akut. 3. Parasit Entamoeba Histolytica, insidenya rendah sekali, kurang dari 1% Giardia Lamblia biasanya menyerang anak usia 1-5 tahun, terutama pada anak dengan KKP Crytosporidium, di negara berkembang frekwensinya anatar 411%. Di Indonesia angkanya masih belum diketahui. Sering terjadi pada penderita AIDS

B. Malabsorpsi Biasanya terjadi kerana malabsorpsi Karbohidrat, jarang sekali diare akut yang terjadi karena malabsorpsi lemak protein.

C. Alergi misalnya alergi terhadap susu sapi atau Cows milk protein sensitive enteropathy (CMPSE) atau alergi karena makanan lain.

34

D. Keracunan makanan Diare yang terjadi karena keracunan makan terjadi karena : Makanan tersebut mengandung zat kimia beracun. Makanan mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan toksin, misalnya: Clostridium spp. dan Staphylococcus spp.

E. Imunodefiensi Misalnya pada penderita Aquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)

F. Lain-lain Misalnya oleh karena defek anatomis, seperti malrotasi, hirschsprungs disease dan short bowel syndrome. Etiologi yang memungkinkan pada kasus diare akut pada pasien ini adalah adanya infeksi dari Rotavirus. Hal tersebut didasarkan dari tidak adanya darah dari fesesnya serta menurut epidemiologi di Indonesia untuk bayi dibawah umur 2 tahun yang mengalami diare akut, kebanyakan disebabkan oleh infeksi Rotavirus.

2.3. Patomekanisme 1. Diare Sekretorik Diare Skretorik adalah diare yang terjadi akibatnya aktifnya enzym Adenylat siklase. Enzim ini akan mengubah ATP menjadi cycli AMP. Akumulasi cAMP akan menyebabkan sekresi aktif air, ion CI, Na, K dan HCO3 ke dalam lumen usus

35

Adenylcyclase ini diaktifkan atau dirangsang oleh toksin dari mkroorganisme sebagai berikut: - Vibrio - ETEC - Shigela - Clostridium - Salmonella, dan - Campylobacter Akan tetapi, toksin yang paling kuat Adenylcyclase adalah toksin dari vibrio. aktifasinya mengaktifkan

2. Diare Invasif Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi

mikroorganisme ke dalam mukosa usus sehingga menimbulkan kerusakan pada mukosa usus tersebut. Diare invasif disebabkan oleh ; - Rotavirus (diarenya tidak berdarah) - Bakteri : Shigella Salmonella Campylobacter EIEC Yersina
-

diare berdarah

Parasit : Amoeba Khususnya pada shigella, setelah kuman melewati barier asam

lamung, kuman masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak sambil

36

mengeluarkan Etorotoksin ini akan merangsang enzim Adenylsiklase merubah ATP menjadi CAMP sehingga terjadi diare skretorik (tidak berdarah). Bakteri ini adanya peristaltik usus sampai di colon. Di colon, bakteri ini akan melakukan invasi, membentuk mikro-mikro ulkus yang disertai dengan serbuan sel-sel radang PMN dan menimbulkan gejala diare yang berlendir dan berdarah. Pada Rotavirus, setelah masuk ke dalam traktus digestivus, berkembang biak dan masuk ke dalam apikal usus halus, kemudian bagian apikal dari villu tersebut akan rusak dan diganti dengan bagian kripta yag belum matang (immatus, berbentuk kuboid atau gepeng). Karena sel ini masih immatur, sel ini tidak dapat berfungsi normal sehingga menimbulkan diare dan tidak bisa menghasilkan enzim laktase atau disakardise panas yang tidak begitu tinggi, batuk pilek,dan muntahmuntah.

3. Diare Osmotik Diare Osmotik adalah diare yang terjadi kerena tingginya tekanan osmotik di lumen usus sehingga menarik cairan dari intraseluler ke dalam lumen, sehingga menimbulkan watery diarhhea. Paling sering di sebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat.

2.4. Kriteria Diagnosis Anamnesa


-

BAB lebih cair/ encer dari biasanya, frekuensi 3x/hr

37

apakah BAB nya disertai darah (desentri) muntah +/- nyeriperut, panas badan

Pemeriksaan fisik
-

keadaan umum : tampak lemah kesadaran : komposmentis/ alert suhu tubuh tinggi nadi cepat dan lemah pernapasan agak cepat inspeksi:mata cekung , mulut dan bibir kering, berat badan menurun (tanda dan gejala dehidrasi)

perkusi : adanya distensi abdomen palpasi : turgor kulit kurang elastic auskultasi :terdengar bising normal

Laboratorium
-

feses ; dapat disertai darah atau lendir, leukosit, darah :gangguan elektrolit dan gangguan hati

Pemeriksaan penunjang
-

feses rutin lab darah

2.5. Manifestasi klinis : Manifestasi klinis penderita diare biasanya berupa kekurangan cairan atau dehidrasi. Pertama penderita harus dinilai derajat dan kemudian masalah lain yang biasanya berhubungan dengan diare. Basanya kedua langkah ini diselesaikan

38

sebelum pengobatan diberikan. Namun begitu, bila anak mengalami dehidrasi berat, membuat dan melaksanakan pemeriksaan lengkap harus ditunda sehingga tidak terlambat diberikan pertolongan.

Untuk menentukan derajat dahidrasi maka dapat dilihat berdasarkan tabel 1. Tabel 1. Penilaian Drajat Dehidrasi Penilaian 1.Lihat : keadaan umum Mata Air mata Mulut dan Lidah Rasa Haus A Baik, sadar Normal Ada Basah Minum biasa Tidak haus B *Gelisah, rewel Cekung Tidak ada Kering *Haus, ingin minum banyak C *Lesu, lunglai atau tidak sadar Sangat cekung dan kering Tidak ada Sangat kering *Malas minum atau tidak bisa minum

2.Periksa : Turgor Kulit

Kembali cepat

*Kembali lambat

*Kembali sangat lambat Dehidrasi berat

3.Derajat dehidrasi

Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/ sedang Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih tanda lain

Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih tanda lain

4. Terapi

Rencana terapi A

Rencana terapi B

Rencana terapi C

Pada pasien ini ditemukan beberapa tanda dan gejala dari dehidrasi yang diakibatkan oleh diare akut, yaitu : gelisah atau rewel, ingin minum/terlihat haus, air mata tidak ada, dan mulut kering. Didasrakan dari beberapa hal tersebut, diare

39

yang terjadi pada kasus kali ini mengakibatkan pasien masuk ke dalam kriteria dehidrasi ringan-sedang, dan penatalaksanaan pada pasien ini menggunakan Rencana Terapi B.

2.6. Penatalaksanaan A. Rehidrasi 1. Terapi A : ORALIT

2. Terapi B (dehidrasi ringan/ sedang) Oralit 75 ml/Kg BB/3 jam BB tidak diketahui : < 1 TH : 300 ml 1 - 4 TH : 600 ml 5 TH : 1200 ml 3 Jam I

setelah 3 jam pertama : n n n < 1 TAHUN : 50 - 100 ml/ MENCRET 1 - 2 TAHUN : 200 ml/ MENCRET 2 - 5 TAHUN : 400 ml/ MENCRET

3. Terapi C (dehidrasi berat) Menggunakan cairan RL Usia < 1 tahun : 1 Jam ke-1 --> 30 ml/Kg BB 5 Jam ke-2 --> 70 ml/ Kg BB Usia > 1 tahun :

40

1/2 Jam ke-1 --> 30 ml/Kg BB 2 1/2 Jam ke-2 --> 70 ml/Kg BB

A. Rencana terapi A---- Mengobati diare di rumah

Tiga cara dasar terapi di rumah adalah sebagia berikut


- Beri anak cairan lebih banyak dari biasanya, untuk mencegah dehidrasi

larutan oralit, makanan yang cair (sup, air tajin)

- Beri tablet zinc

- anak dibawah 6 bln ; 10 mg (1/2 tablet) per hari - anak diatas 6 bln : 20 mg (1 tablet) per hari - zinc diberikan selama 10-14 hari
- Beri anak makanan yang cukup bergizi, untuk mencegah kekurangan

gizi teruskan pemberian ASI,jika anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan jika usia anak < 6 bulan dan belum mendapat makanan padat dapat diberikan susu yang diencerkan dengan air yang sebanding selama 2 hari untuk anak usia 6 bulan/ lebih atau telah mendapat makanan padat
-

berikan bubur atau campuran tepung lainnya,bila mungkin dicampur dengan kacang-kacangan, sayur, daging atau ikan

berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium

41

dorong anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6x sehari

berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu

- Anak harus diberi oralit dirumah bila :

setelah mendapat rencana terapi B dan C tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan bila diare memburuk memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang datang ke petugas kesehatan merupakan kebijakan dari pemerintah
- Bawa anak ke sarana kesehatan bila diarenya tidak membaik dalam 3

hari atau timbul gejala lain yang serius, seperti : mencret makin sering muntah berulang-ulang sangat haus makan atau minum sedikit/ tidak mau sama sekali demam BAB berdarah

Tabel 2. Jumlah oralit yang di berikan sehabis buang air besar Umur <12 bulan 1-4 tahun >5 tahun Dewasa Jumlah Oralit yang diberikan tiap BAB 50-100 cc 100-200 cc 200-300 cc 300-400 cc Jumlah oralit yang disediakan di rumah 400 cc /hr (2 bungkus) 600-800 cc/hr, 3-4 bungkus 800-1000 cc/hr, 4-5 bungkus 1200-2800 cc

42

B. Rencana Terapi B

Pemberian oralit diberikan dalam 3 jam pertama : oralit yang diberikan dengan mengalikan berat badan penderita (kg) dengan 75ml. Bila berat badan anak tidak mengetahui dan atau untuk memudahkan di lapangan, berikan oralit paling sedikit sesuai tabel tabel 3 di bawah : Tabel 3. Pemberian oralit berdasarkan umur pada terapi B Umur Jumlah oralit < 1 thn 300 cc 1-5 thn 600cc >5 thn 1200 cc Dewasa 2400 cc

jika anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah dorong ibu untuk meneruskan ASI untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mend apat ASI berikan juga 100-200ml air masak selama masa ini

setelah 34 jam, nilai kembali kondisi anak,kemudian pilih rencana terapi A,B atau C untuk melanjutkan terapi bila tidak ada dehidrasi ganti ke rencana terapi A, bila dehidrasi sudah hilanganak biasanya kencing, dan lelah kemudian

mengantuk dan tidur bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulangi rencana terapi B tetapi tawarkan makanan, susu dan sari buah seperti rencana terapi A bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan rencana terapi C Beri tablet zinc - anak dibawah 6 bln ; 10 mg (1/2 tablet) per hari

43

- anak diatas 6 bln : 20 mg (1 tablet) per hari - zinc diberikan selama 10-14 hari

C. Rencana Terapi C

Pada recana terapi C diberikan cairan intravena berdasarkan usia yang terlihat pada tabel 4 Tabel 4. pemberian cairan intravena pada terapi C Umur Bayi < 12 bulan Anak > 1 tahun Pemberian I 30 ml/kg dalam 1 jam*
1

Kemudian 70 ml/kg dalam 5 jam 2 1/2 jam *

/2 jam *

Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba Nilai kembali penderita tiap1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai pecepat tetesan IV

Juga berikan oralit ( 5 ml/kg/jam ) bila penderita bisa minum; biasanya setelah3-4 jam (bayi) atau 3 jam (anak)

Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai kembali penderita menggunakan bagan penilaian. kemudian pilihlah rencana yang sesuai (A,B,atauC) untuk melanjutkan pengobatan.

Beri tablet zinc - anak dibawah 6 bln ; 10 mg (1/2 tablet) per hari - anak diatas 6 bln : 20 mg (1 tablet) per hari - zinc diberikan selama 10-14 hari

44

2. Pemberian Makan Tidak dipuasakan ASI atau makanan diteruskan Makanan porsi kecil, sering dan rendah serat Pada diare osmotik, yang menggunakan susu formula maka susunya diganti dengan susu yang rendah atau bebas laktosa.

3. Medikamentosa Banyak macam obat-obatan dan kombinasi obat dijual untuk pengobatan diare akut. Obat-obat antidiare yang meliputi : antimotilitas

misalnya (loperamid,diphenoxxylate, codein, opium; absorbent (misal norit, kaolin, attapulgit, smectie). Tidak satupun obat-obatan ini terbukti mempunyai efek yang nyata untuk diare dan beberapa malahan mempunyai efek yang membahayakan (seperti ileus paralitik dan bakteri tumbuh lampau ). Antibiotika digunakan secara selektif pada kasus: 1. Diare berdarah, sebagai obat pilihan pertama adalah kotrimoksazole dengan dosis 50mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis, selama 5 hari. 2. Kolera, dengan menggunakan tetrasiklin, dosis 50mg/kgbb/hari dibagi3-4 dosis, selama 3 hari 3. Amuba/giardia, dengan menggunakan mentronidazole, dosis 3050mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis, selama 5-7 hari.

45

4. Probiotik Akhir-akhir ini lebih berkembang penelitian tentang penggunaan probiotik dalam penatalaksanaan diare, terutama pada anak. Dengan mrmanipulasi keberadaan mikrobiota probiotik dalam usus dan memelihara ekosistem tersebut. Definisi : bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen makan yang mempunyai pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan, baik pada manusia dan binatang dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal. Jenis-jenis probiotik Lactobasili : L acidophilus, L casei, Ldelbrucki subsp bulgaris, Lbrevis, L celobious, Lcurvatus, L fermentum, L plantarum. Kokus gram positif : lactococus lactis subsp Cremoris, Streptococcus Salvarius subsp. Thermophylus, Enterococus

faecium, S diaacetylactis, S intermedius. Bifidobakteria : B bifidum, B adolescentis, B animalis, Binfatis, B longum, B thermophylum. Lactobacillus GG adalah suatu strain bakteri probiotik yang resisten terhadap asam lambung dan asam empedu, digunakan untuk pencegahan diare pada pada anak dengan resiko tinggi di negara berkembangan, secara signifikan dapat menurunkan insiden diare pada bayi yang minum susu botol, tetapi tidak banyak pengaruhnya pada kelompok yang minum ASI .

46

Mekanisme kerja probiotik pada diare antara lain : 1. Menurunkan pH usus melalui stimulasi bakteri penghasil laktat sehingga menciptakan suasana yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri patogen 2. Efek antagonis langsung terhadap bakteri patogen 3. Kompetisi perlekatan pada reseptor bakteri patogen oleh bakteri probiotik 4. Memperbaiki fungsi imun dan stimulasi sel imunnomodolator dengan cara meningkatkan produksi antibody dan memobilitasi makrofag, limofisit dan sel imun lain. 5. Kompetisi nutrien dan faktor pertumbuhan 6. Meningkatkan produksi musin mukosa usus sehingga

meningkatkan respon imun alami.

2.7. Konseling Pencegahan diare : Pemberian ASI Perbaikan makanan pedamping ASI Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum Cuci tangan Pengunaan jamban Pembuangan tinja bayi yang aman Imunisasi campak

47

Pencegahan dehidrasi : menyediakan oralit dirumah memberikan informasi bagaimana mencampur oralit memberikan informasi bagaimana memberikan oralit meneruskan pemberian ASI memberikan makanan sebelum dan sesudah diare kapan harus kembali mengenali tanda-tanda dehidrasi (untk balita, ibu disarankan untuk meraba fontanelnya apakah sudah tertutup atau belum)

2.8. Pencegahan air minum yang bersih dari sumber air yang terjaga kebersihannya dan dimasak pengolahan makanan yang dimasak dengan baik cuci tangan dengan sabun setelah BAB, sebelum makan dan sebelum menyiapkan makanan

48

DAFTAR PUSTAKA

1.

Garna Herry, Melinda Heda ed. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. RSHS. Bandung : 2005 Huather Mc.Cance. Patophysiology The Biologic Basis for Disease in adult and children. Elvesier. Philadelphia:2006 Kliegmen Robert, Behermen Richard et all. Nelson Texbook of Pediatric. Elsevier. Philadelphia : 2007 DEPKES RI. Modul pelatihan pemberantasan penyakit diare bagi supervisor tatalaksana penderita diare. Jakarta; 1994.

2.

3.

4.

5.

WHO. Pneumonia. 2012; Fact Sheets]. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/.

Available

from:

49

Anda mungkin juga menyukai