Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

SEORANG LAKI-LAKI 50 TAHUN DENGAN PASCA STROKE DAN


HIPERTENSI STAGE 1

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Komprehensif Kedokteran


Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Disusun oleh :

Novita Ikbar Khairunnisa


22010116220409

PRAKTEK KEDOKTERAN KLINIK KELUARGA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

SEORANG LAKI-LAKI 50 TAHUN DENGAN PASCA STROKE dan


HIPERTENSI STAGE 1

Disusun sebagai persyaratan tugas Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran


Universitas Diponegoro Semarang

Disusun oleh:
Novita Ikbar Khairunnisa
22010116220409

Telah disetujui dan disahkan:

Pembimbing:

dr. Teddy Wahyu Nugroho, M.Kes

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Saat ini umumnya masih banyak gaya hidup masyarakat yang masih belum
memahami tentang pentingnya kesehatan. Mereka pada umumnya mengkonsumsi
segala jenis makanan, seperti : makanan tinggi lemak dan kolesterol tanpa
diimbangi dengan olahraga atau aktifitas fisik untuk membakar lemak dan gaya
hidup yang salah, seperti : kebiasaan merokok dan minum - minuman keras
ataupun mengkonsumsi narkoba yang kesemuanya itu dapat menimbulkan
dampak yang buruk bagi kesehatan. Diantara masalah kesehatan tersebut akan
mengakibatkan timbulnya penyakit Diabetes Mellitus, Jantung, Hipertensi,
Stroke, Ginjal dan sebagainya.
Dari berbagai penyakit diatas diantaranya adalah Hipertensi dan Stroke.
Hipertensi merupakan masalah kesehatan dunia dimana lebih dari satu dari empat
orang dewasa di dunia mengalami hipertensi. Di Indonesia terjadi peningkatan
prevalensi hipertensi. Secara keseluruhan prevalensi hipertensi di Indonesia
berdasarkan Riskesdas tahun 2013 sebesar 26,5%. Pada tahun 2008, jumlah
penduduk Kabupaten Magelang terdata 1,17 juta. Pada tahun yang sama, jumlah
penderita hipertensi terdata 26.908 orang.1,4
Keadaan hipertensi yang berlangsung kronis dapat menyebabkan
kerusakan organ yang bersifat serius dan merupakan faktor risiko mortalitas yang
disebabkan gangguan serebrovaskular, kardiovaskular atau gagal ginjal terminal.
Pada penelitian klinis, terapi pengendalian hipertensi menunjukkan pengurangan
insiden stroke sebesar 35-40%, infark miokard 20-25% dan gagal jantung sebesar
lebih dari 50%.5
Stroke merupakan salah satu komplikasi yang paling sering dari hipertensi dan
menjadi masalah kesehatan global yang dapat menyebabkan kematian dan
kecacatan. Di Indonesia, stroke merupakan penyebab kematian sebesar 12,1%dan
88% dari seluruh kejadian stroke diakibatkan oleh stroke iskemik atau non
hemoragik.6

1
Usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi. Seiring
pertambahan usia akan terjadi penurunan elastisitas dari dinding aorta sehingga
dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi. Upaya untuk memiliki keterampilan yang
baik pada kondisi tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan
tinjauan kasus kedokteran keluarga melalui kunjungan rumah seperti yang
dilakukan dalam laporan kasus ini.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah untuk mengetahui
penatalaksanaan pada penderita Stroke dan Hipertensi.

1.3. Manfaat
Penyusunan laporan kasus ini diharapkan dapat menjadi media belajar bagi
mahasiswa agar dapat melaksanakan praktek kedokteran keluarga secara langsung
kepada penderita Stroke dan Hipertensi

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan atau diastolik 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi didefinisikan
oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure sebagai tekanan lebih dari 140/90 mmHg.5
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi
berbagai faktor risiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi
dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis
kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya
aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung
natrium dan lemak jenuh.5
Menurut the seventh Report of the Joint National Comimittee on
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII),
klasifikasi serta stratifikasi risiko untuk menentukan prognosis jangka panjang
sebagai berikut.

3
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII
Klasifikasi Tekanan Darah TekananDarah
Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 Dan <80

Prehipertensi 120-139 Atau <80-89

Hipertensi Stage 1 140-159 Atau <90-99

Hipertensi Stage 2 ≥160 Atau ≥100

Menurut The eight Report of The Joint National Committee on Prevention,


Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VIII),
klasifikasi hipertensi ditampilkan pada tabel dibawah5

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VIII

Tubuh memiliki sistem yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan


tekanan darah dalam jangka panjang melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol
yang bereaksi segera. Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan
oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ
terutama ginjal.
2.1.2 Etiologi Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang
beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui
(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah
mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak
penyebab hipertensi sekunder, endogen maupun eksogen. Bila penyebab
hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat
disembuhkan secara potensial.8,9,10,11

2.1.3 Faktor Resiko Hipertensi


Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama
karena interaksi faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong
timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah faktor risiko seperti diet dan
asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis, sistem saraf simpatis (tonus
simpatis dan variasi diurnal), keseimbangan modulator vasodilatasi dan
vasokontriksi, serta pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem
renin, angiotensin dan aldosteron. Pasien prehipertensi beresiko mengalami
peningkatan tekanan darah menjadi hipertensi, mereka yang tekanan darahnya
berkisar antara 130-139/80-89 mmHg dalam sepanjang hidupnya akan memiliki
dua kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular
daripada yang tekanan darahnya lebih rendah. Pada orang yang berumur lebih dari
50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg yang merupakan faktor risiko yang
lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada tekanan darah
diastolik. Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75
mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg. Risiko penyakit
kardiovaskular ini bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari faktor risiko
lainnya, serta individu berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami
hipertensi.8,9,10,11

2.1.4 Patofisiologi Hipertensi


1) Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan
penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses
multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk
deposit substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan berbagai
substansi lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak.
Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika intima akan memperkecil lumen
pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai
oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu.

Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu
molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi
pada kasus hipertensi primer.

2) Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I-convertingenzyme (ACE). Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama.
a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke
luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan
cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat,
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan
cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang
pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

3) Sistem saraf simpatis


Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah.

2.1.5 Gejala Klinis Hipertensi


Sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan gejala penyakit. Ada
kesalahan pemikiran yang sering terjadi pada masyarakat bahwa penderita
hipertensi selalu merasakan gejala penyakit. Kenyataannya justru sebagian besar
penderita hipertensi tidak merasakan adanya gejala penyakit. Hipertensi terkadang
menimbulkan gejala seperti sakit kepala, nafas pendek, pusing, nyeri dada,
palpitasi dan epistaksis. Gejala-gejala tersebut berbahaya jika diabaikan, tetapi
bukan merupakan tolak ukur keparahan dari penyakit hipertensi.8

2.1.6 Diagnosis Hipertensi


Pada umumnya penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Hipertensi
adalah the silent killer. Penderita baru mempunyai keluhan setelah mengalami
komplikasi. Secara sistematik anamnesa dapat dilakukan sebagai berikut:

Anamnesa meliputi:11
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
o Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal.
o Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri,
pemakaian obat-obatan analgesik dan obat/ bahan lain.
o Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi.
o Episode lemah otot dan tetani.
3. Faktor-faktor resiko
o Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga
pasien.
o Riwayat hiperlipidemiapada pasien atau keluarganya.
o Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya.
o Kebiasaan merokok
o Pola makan, kegemukan, intensitas olahraga

4. Gejala kerusakan organ


o Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,
transcients ischaemic attack, defisit sensorisatau motoris.
o Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki, tidur dengan
bantal tinggi (lebih dari 2 bantal).
o Ginjal: haus, poliuria, nokturia, hematuria, hipertensi yangdisertai
kulit anemis.
o Arteri perifer: ekstremitas dingin, klaudikasio intermitten.
5. Pengobatan anti hipertensi.
6. Faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan.

2.1.7 Komplikasi Hipertensi


Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya
sehingga menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang
berbagai target organ tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta
ginjal.
Sebagai dampak terjadinya komplikasi hipertensi, kualitas hidup penderita
menjadi rendah dan kemungkinan terburuknya adalah terjadinya kematian pada
penderita akibat komplikasi hipertensi yang dimilikinya. Hipertensi dapat
menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-
organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada
organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap
reseptor angiotensin II, stress oksidatif, down regulation, dan lain-lain. Penelitian
lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam
berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan
pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β
(TGF-β).
Umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang umum
ditemui pada pasien hipertensi adalah:
1) Jantung
- hipertrofi ventrikel kiri
- angina atau infark miokardium
- gagal jantung
2) Otak
- stroke atau transient ishemic attack
3) Penyakit ginjal kronis
4) Penyakit arteri perifer
5) Retinopati.11.12

2.1.8 Penatalaksanaan Hipertensi


Tujuan utama terapi hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan
morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi serta berkaitan dengan kerusakan
organ target (seperti kardiovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal). Target
tekanan darah adalah <140/90 mmHg untuk hipertensi tanpa komplikasi dan
<130/80 mmHg untuk pasien diabetes melitus dan gagal ginjal kronis.10
Berikut merupakan algoritma tatalaksana menurut acuan yang telah dibuat oleh
JNC VIII:
Dalam guideline JNC 8 modifikasi gaya hidup tidak dibahas secara detail
mungkin tetap mengacu pada modifikasi gaya hidup dalam JNC 7 dan beberapa
panduan lain:5,11

o Penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah sistolik 5-20


mmHg/penurunan 10 kg. Rekomendasi ukuran pinggang <94 cm untuk pria dan
<50 cm untuk wanita indeks massa tubuh 25 kg/m2. Rekomendasi penurunan
berat badan meliputi nasihat mengurangi asupan kalori dan juga meningkatkan
aktivitas fisik.

o Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) dapat


menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg. Lebih banyak makan buah sayur-
sayuran dan produk susu rendah lemak dengan kandungan lemak jenuh dan total
lebih sedikit, kaya potassium dan calcium.

2.2 Stroke Non Hemoragik


2.2.1 Definisi dan klasifikasi
Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak. Gangguan fungsi saraf tersebut timbul secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala dan
tanda yang sesuai daerah fokal otak yang terganggu. Oleh karena itu manifestasi
klinis stroke dapat berupa hemiparesis, hemiplegi, kebutaan mendadak pada satu
mata, afasia atau gejala lain sesuai daerah otak yang terganggu.15
Berdasarkan proses yang mendasari terjadinya gangguan peredaran darah
otak, stroke dibedakan menjadi dua kategori yaitu :

1. Stroke Non Hemoragik


Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh
kasus stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan
aliran darah otak.16 Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi:15
a. TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam.
Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun trombosis.
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang dari 21
hari.
c. Stroke in Evolution
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.
d. Completed Stroke
Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi. Stroke non
hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka
terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai
dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan bentuk sel yang diikuti dengan
kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang selanjutnya terjadi kematian
neuron.

2. Stroke Hemoragik
Pada stroke hemoragik terjadi keluarnya darah arteri ke dalam ruang interstitial
otak sehingga memotong jalur aliran darah di distal arteri tersebut dan
mengganggu vaskularisasi jaringan sekitarnya. Stroke hemoragik terjadi apabila
susunan pembuluh darah otak mengalami ruptur sehingga timbul perdarahan di
dalam jaringan otak atau di dalam ruang subarakhnoid.16,17

2.2.2 Tanda dan gejala stroke non hemoragik


Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat
ringannya lesi dan juga topisnya. Namun ada beberapa tanda dan gejala yang
umum dijumpai pada penderita stroke non hemoragik yaitu:16,17,18,19

1. Gangguan Motorik : tonus abnormal (hipotonus/ hipertonus),


penurunan kekuatan otot, gangguan gerak volunter, gangguan
keseimbangan , gangguan koordinasi, gangguan ketahanan.
2. Gangguan Sensorik: gangguan propioseptik, kinestetik dan
diskriminatif

3. Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi: gangguan atensi, memori,


inisiatif, daya perencanaan dan cara menyelesaikan suatu masalah.

4. Gangguan Kemampuan Fungsional: gangguan dalam beraktifitas


sehari-hari seperti mandi, makan, ke toilet dan berpakaian..

2.2.3 Faktor risiko stroke non hemoragik


Stroke non hemoragik merupakan proses yang multi kompleks dan
didasari oleh berbagai macam faktor risiko. Ada faktor yang tidak dapat
dimodifikasi, dapat dimodifikasi dan masih dalam penelitian yaitu:18
1. Tidak dapat dirubah : usia, jenis kelamin, ras , genetik.

2. Dapat dirubah : hipertensi, merokok, diabetes, fibrilasi atrium, kelainan


jantung, hiperlipidemia, terapi pengganti hormon, anemia sel sabit,
nutrisi, obesitas, aktifitas fisik

2.2.4 Patofisiologi stroke non hemoragik


Stroke iskemik adalah tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan
jaringan otak sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak, sehingga
mengganggu pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.16,17,20,21
Stroke iskemik paling sering terjadi akibat kurangnya aliran darah ke
semua atau sebagian otak, mengakibatkan neuron kekurangan glukosa dan
oksigen vital. Kekurangan ini, jika parah dan berkepanjangan, menyebabkan
terputusnya proses seluler normal dan kematian sel yang berakhir dengan dengan
pemecahan membran sel neuronal. Iskemia juga bisa diakibatkan oleh kekurangan
oksigen saja (Hypoxic-Ischaemic damage, seperti yang terjadi pada pasien yang
mengalami cardiac arrest, respiratory collapse, atau keduanya) atau pengurangan
kadar glukosa sendiri (seperti yang terjadi pada keadaan overdosis insulin pada
pasien diabetes). Tekanan darah yang sangat rendah (atau tidak) dapat
menghasilkan pola infark yang berbeda, yang biasanya merupakan daerah
jaringan infark antara wilayah arteri serebral mayor. Lebih umum lagi, stroke
iskemik hanya melibatkan sebagian otak karena oklusi arteri besar atau kecil. Ini
juga dapat berkembang dengan cepat di beberapa wilayah arteri jika terjadi emboli
ganda atau embol tunggal yang pecah saat ia melakukan perjalanan.
Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh otak, oksidanya
akan menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Secara fisiologis 90%
glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara lengkap. Hanya 10% yang
diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat melalui metabolisme anaerob.
Energi yang dihasilkan oleh metabolisme aerob melalui siklus Kreb adalah 38 mol
Adenoain trifosfat (ATP)/mol glukosa sedangkan pada glikolisis anaerob hanya
dihasilkan 2 mol Atp/mol glukosa. Adapun energi yang dibutuhkan oleh neuron-
neuron otak ini digunakan untuk keperluan:20,21

1. Menjalankan fungsi-fungsi otak dalam sintesis, penyimpanan, transport dan


pelepasan neurotransmiter, serta mempertahankan respon elektrik.

2. Mempertahankan integritas sel membran dan konsentrasi ion di dalam/di luar


sel serta membuang produk toksik siklus biokimiawi molekuler. Bila arteri
tersumbat dan otak akan kekurangan aliran darah, hampir terjadi inhibisi yang
segera terhadap fungsi alami neuron yang didarahi oleh arteri tersebut. Neuron
berhenti melakukan fungsi normal mereka, dan pasien akan mengalami gejala
yang relevan sesuai dengan area otak yang terlibat (kelemahan, mati rasa,
kehilangan penglihatan, dll.). Ada gradien aliran darah di sekitar lokasi oklusi
arteri besar. Jadi, misalnya, di pusat daerah iskemia, aliran darah bisa kurang dari
10 mL / 100 g / menit. Ini mewakili 'inti' iskemik dari daerah yang infark dan
neuron ini dapat mengalami kematian sel ireversibel dalam waktu 2 jam, jika
aliran darah tidak dipulihkan. Saat seseorang bergerak menjauh dari inti iskemik
ini, aliran darah cenderung membaik, namun masih belum dianggap cukup untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Daerah ini merupakan penumbra
iskemik. Ini adalah wilayah yang mengelilingi inti iskemik dan dianggap 'berisiko'
di wilayah otak. Sementara adanya penumbra iskemik pada setiap pasien stroke
mungkin dalam perdebatan, konsep tersebut menyatakan bahwa intervensi yang
sangat dini (recanalization arteri yang relevan dalam 1 jam) kemungkinan tidak
akan mengakibatkan stroke sama sekali sementara recanalization selanjutnya
(setelah 2 jam) dapat menyebabkan infark yang lebih kecil daripada yang
seharusnya terjadi.22,23

Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan


patofisiologi permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang mengalami
trauma, kegagalan energi, hilangnya homeostatis ion sel, asidosis, peningkatan,
kalsium intraseluler, eksitotositas dan toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan
kerusakan neumoral yang mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang
ekstraseluler, sehingga kadar kalsium intraseluler akan meningkat melalui
transpor glutamat, dan akan menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang
menembus membran.22,23

2.2.5 Diagnosis stroke non hemoragik


Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragik meliputi
hemiparese, monoparese atau quadriparese, tidak ada penurunan kesadaran, tidak
ada nyeri kepala dan reflek babinski dapat positif maupun negatif. Meskipun
gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara
bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk
menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat
membuat anamnesis menjadi sedikit sulit untuk mengetahui gejala atau onset
stroke seperti:
a. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).
b. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
c. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
d. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, perdarahan subdural, ensefalitis
dan hiponatremia.21,22,23

Pemeriksaan Penunjang
Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke non
hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah
pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke
akut yang jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan
distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).22
Teknik-teknik pencitraan berikut ini juga sering digunakan:
a. CT Angiografi
b. CT Scan Perfusion
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pungsi lumbal terkadang diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau


perdarahan subarachnoid ketika CT Scan negatif tetapi kecurigaan klinis tetap
menjadi acuan.

2.2.6 Penatalaksanaan stroke non hemoragik


Penatalaksanaan umum
1. Umum : ditujukan terhadap fungsi vital : paru-paru, jantung, ginjal,
keseimbangan elektrolit dan cairan, gizi, higiene.
2. Khusus : pencegahan dan pengobatan komplikasi, rehabilitasi
pencegahan stroke : tindakan promosi, primer dan sekunder.
Penatalaksanaan khusus
Penderita stroke non hemoragik atau stroke iskemik biasanya diberikan:

1. Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol,


cilostazol
2. Trombolitik : Alteplase (recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA))
3. Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli)
4. Neuroprotektan.

Terapi non medikamentosa


1. Operatif
2. Phlebotomi
3. Neurorestorasi (dalam fase akut) dan rehabilitasi medik
4. Low Level Laser Therpahy (ekstravena/intravena)
5. Edukasi (aktifitas sehari-hari, latihan pasca stroke, diet).27

2.2.7 Keluaran stroke


Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai
impairments, disabilitas dan handicaps. Dalam uji klinik, Indeks Barthel
merupakan skala yang sering digunakan untuk menilai keluaran dan merupakan
pengukuran yang dipercaya dapat memberikan penilaian yang lebih objektif
terhadap pemulihan fungsional setelah stroke.

Indeks Barthel telah dikembangkan sejak tahun 1965 dan kemudian dimodifikasi
oleh Grager dkk sebagai suatu teknik yang menilai pengukuran performasi pasien
dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang dikelompokkan ke dalam 2 kategori
yaitu:
a. Kategori yang berhubungan dengan self care antara lain : makan,
membersihkan diri, berpakaian, perawatan buang air besar dan buang air
kecil, penggunaan toilet.

b. Kategori yang berhubungan dengan morbiditas antara lain : berjalan,


berpindah dan menaiki tangga.

Skor maksimum dari Indeks Barthel ini adalah 100 yang menunjukkan bahwa
kemampuan fungsional penderita sangat mandiri dan dapat melakukan aktifitas
sehari-hari tanpa bantuan dari orang lain, sedangkan skor terendah adalah 0 yang
menunjukkan bahwa penderita mengalami ketergantungan total untuk dapat
melakukan aktifitas sehari-hari.23
BAB 3
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH

3.1 Identitas Pasien dan Keluarga


a. Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 50 tahun
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jl. Ksatrian Jatimulyo 11, Semarang
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tidak Bekerja

b. Identitas Anggota Keluarga


Nama : Ny.M
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 45 tahun
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jl. Ksatrian Jatimulyo 11, Semarang
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan

3.2 Resume Penyakit dan Penatalaksanaan yang Sudah Dilakukan


a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien
pada tanggal 27 Desember 2018 pukul 14.00 di rumah pasien di Jl. Ksatrian
Jatimulyo 11, Semarang.

19
 Keluhan Utama : Sering lemas
 Riwayat Penyakit sekarang :
± Tahun 2010 pasien terdiagnosa hipertensi saat mengikuti pemeriksaan
gratis di tempatnya. Pasien tidak mengeluhkan gejala pada saat itu. Kemudian
pasien diberikan obat antihipertensi namun tidak diminum oleh pasien. Pasien
mempunyai kebiasaan merokok kurang lebih 1 bungkus setiap hari dan minum
kopi setiap pagi.
± Tahun 2017 pasien mengeluh tidak bisa menggerakkan anggota tubuh
sebelah kanan secara tiba-tiba saat bangun tidur di pagi hari. Lengan dan tungkai
kanan tidak bisa diangkat, hanya bisa digeser saja. Keluhan juga disertai kesulitan
dalam berbicara, bila bicara terdengar pelo, dan nyeri kepala di seluruh area
kepala. Kemudian pasien dibawa ke rumah sakit dan didiagnosa stroke dengan
hipertensi dan dilakukan rawat inap selama 11 hari. Pasien kemudian menjalani
terapi dan fisioterapi, namun pasien berhenti melanjutkan karena lelah menjalani
terapi. Pasien hanya rutin kontrol hipertensi di klinik dekat rumahnya.
Saat ini anggota gerak tubuh kanannya tidak bisa di gerakkan dan kaku,
bicara pelo, agak sulit dalam menelan serta terdapat gerakan involunter kepala dan
leher. Tidak ada keluhan sakit kepala, kejang, sakit dada, gangguan BAK BAB.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat sakit jantung, kencing manis, dan ginjal.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien meninggal akibat penyakit kencing manis. Tidak ada keluarga
yang menderita darah tinggi, stroke, penyakit ginjal, penyakit paru, dan jantung.
 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien memiliki 1 orang istri dan 1 orang anak. Anaknya masih sekolah
SMA kelas 1. Biaya kehidupan sehari-hari didapat dari istri pasien yang bekerja
sebagai seorang pedagang. Kesan sosial ekonomi kurang. Biaya pengobatan
ditanggung dengan BPJS.

b. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 27 Desember 2018 pukul 14.30 WIB di kediaman pasien
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, pelo, dan terdapat gerakan
involunter
Kesadaran : Komposmentis
Tanda vital :
• Tekanan darah: 150/90 mmHg TB : 164 cm
• Nadi : 84 x/menit BB : 52 kg
• Suhu : 36,20 C BMI : 19.3 (normoweight)
• Pernapasan : 20 x/menit

Status Generalis
• Kepala : Normosefali
• Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
• Telinga : Discharge (-), nyeri tekan (-)
• Hidung : Nafas cuping (-), sekret (-), epistaksis (-)
• Bibir : pucat (-), sianosis (-)
• Tenggorok : T1-T1, faring hiperemis (-), nyeri telan (-)
• Leher : Trakea di tengah, pembesaran KGB (-/-)
• Thoraks :
Paru - paru
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Cor
Inspeksi : Ichtus cordis tidak tampak
Palpasi : Ichtus cordis teraba di SIC V linea, 2 cm lateral
LMCS
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)
• Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak sisi (+), pekak alih (-), area traube
timpani
Palpasi : supel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)

• Ekstremitas
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Cap. Refill <2”/<2” <2”/<2”

Status Neurologis

Kepala
Bentuk : mesosefal
Leher
Sikap : tegak
Kaku kuduk : tidak ada

N. I Olfaktorius
kanan kiri
Subjektif + +
Objektif dengan bahan tidak dilakukan tidak dilakukan

N. II Optikus
kanan kiri
Tajam penglihatan <3/60 <3/60
Reflek cahaya + +
Lapangan penglihatan Normal Normal
Melihat warna Normal Normal
Fundus okuli tidak dilakukan tidak dilakukan

N. III Okulomotor
kanan kiri
Sela mata 1 cm 1cm
Pergerakan mata bebas bebas
Strabismus - -
Eksoftalmus - -
Pupil :
-diameter 2,5 mm 2,5mm
-bentuk bulat bulat
Reflek terhadap sinar + +
Konvergensi + +
Melihat kembar + +

N. IV Trochlearis
kanan kiri
Pergerakan mata bebas bebas
Sikap bulbus sentral sentral
Melihat kembar + +

N. V Trigeminus
kanan kiri
Membuka mulut + +
Mengunyah + +
Menggigit + +
Reflek kornea + +
Sensibilitas muka + +
N. VI Abdusens
kanan kiri
Pergerakan mata ke lateral + -
Sikap bulbus sentral sentral
Melihat kembar + +

N. VII Facialis
kanan kiri
Menutup mata - +
Memperlihatkan gigi - +
Bersiul - +
Mengerutkan Dahi + +
Perasaan lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. VIII Vestibulokoklearis
kanan kiri
Detik arloji + +
Suara berbisik + +
Test rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Test weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Test swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. IX Glossofaringius
kanan kiri
Pengecapan lidah tidak dilakukan tidak dilakukan
1/3 belakang
Sensibilitas faring tidak dilakukan tidak dilakukan

N. X Vagus
Arcus faring : Simetris
Uvula : Tengah
Bicara : Jelas
Menelan : (+) Normal

N. XI Assesorius
Kanan kiri
Memalingkan wajah + +
Mengangkat bahu + +

N. XII Hyplogossus
Tremor : Tidak ada
Artikulasi : Jelas
Deviasi : (+) ke kanan

Anggota Gerak Atas


 Motorik

Kanan Kiri
Pergerakan Terbatas Normal
Kekuatan 4/4/4/4/4 5/5/5/5/5
Tonus hipertonus normotonus
Trofi Disuse atrofi Eutrofi
 Sensibilitas

Kanan Kiri
Sensibilitas taktil + +
Perasaan nyeri + +
Perasaan suhu + +
Diskriminasi 2 titik + +

 Refleks
Kanan Kiri
Refleks biceps ++ ++
Refleks triceps ++ ++
Refleks Hoffman + -
Refleks Tromner - -
AnggotaGerakBawah
 Motorik

kanan kiri
Pergerakan Terbatas Normal
Kekuatan 4/4/4/4/4 5/5/5/5/5
Tonus hipertonus Normotonus
Trofi Disuse atrofi Eutrofi

 Sensibilitas

kanan kiri
Sensibilitas taktil + ++
Perasaan nyeri + ++
Perasaan suhu tidak dilakukan tidak dilakukan

 Refleks

Kanan Kiri
Refleks Patella ++ ++
Refleks Achiles ++ ++
Refleks Babinski + -
Refleks Chaddok - -
Refleks Schaeffer - -
Refleks Gordon - -
Refleks Gonda - -
Refleks Oppenheim - -
Vegetatif:
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
c. Hasil Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

d. Diagnosis Kerja
Pasca stroke
Hipertensi stage 1

e. Rencana Penatalaksanaan
Pengobatan yang telah diberikan :
• Medikamentosa :
a. Amlodipin 10 mg x1, Candesartan 16 mgx1
b. Vitamin B complex 1x1
c. Paracetamol 500mg 3x1
• Non medikamentosa :
 Memberikan penjelasan mengenai stroke dan hipertensi, penyebab,
gejala, pengelolaan, komplikasi, obat-obatan.
 Pasien dianjurkan untuk tidak terlalu banyak mengkonsumsi
makanan-makanan yang tinggi garam.
 Memberikan penjelasan bahwa obat harus diminum teratur, jika habis
segera kembali ke klinik setempat
 Olahraga teratur tiga kali setiap minggu selama 30 menit
c. Profil Keluarga yang Tinggal Satu Rumah
No Nama Kedudukan JK Umur Pendidikan Pekerjaan Ket.
dalam (tahun)
Keluarga
1. Ny.K Ibu istri KK P 68 SD Tidak Sehat
bekerja
2. Tn.R KK L 50 SMA Tidak Sakit
bekerja
3. Ny.M Istri KK P 45 SMA Ibu rumah Sehat
tangga
4. An. R Anak L 15 SMA Pelajar Sehat
5 An. S Anak P 12 SMP Pelajar Sehat

Tabel 1. Profil Keluarga yang Tinggal Satu Rumah


Keterangan :
L : laki-laki P : perempuan

d. Pohon Keluarga

Tn. M Ny. S Tn. B


D. 1992 D. 2001 D. 1998
Hipertensi Tua Tua

Tn. M Ny. S Tn. B Tn. R Ny. M Ny. D Tn. S Tn. B


57 56 53 50 45 43 40 37
Jantung

Nn. S Tn. Z An. R An. S


20 23 15 12

Gambar 1. Pohon Keluarga


Keterangan :
: Laki-laki : tinggal satu rumah
: Perempuan
: Penderita
Keterangan :
Tanggal pembuatan genogram: 27 Desember 2018 pukul 14.15
Pemberi informasi: Ny. M
Jenis keluarga: extended family

3.2 Family Assesment


1. Family APGAR score
Tabel 3. Family APGAR Score
Hampir
Hampir Kadang- tidak
NO PERTANYAAN selalu kadang pernah
(2) (1) (0)

1 Adaptation : Saya puas dengan keluarga


saya karena masing-masing anggota
keluarga sudah menjalankan √
kewajiban sesuai dengan seharusnya
2 Partnership : Saya puas dengan keluarga
saya karena dapat membantu
memberikan solusi terhadap √
permasalahan yang saya hadapi
3 Growth : Saya puas dengan kebebasan
yang diberikan keluarga saya untuk √
mengembangkan kemampuan yang saya
miliki
4 Affection : Saya puas dengan
kehangatan/kasih sayang yang √
diberikan keluarga saya
5 Resolve : Saya puas dengan waktu yang
disediakan keluarga untuk √
menjalin kerjasama

Dari tabel di atas, bila dijumlahkan mempunyai total 10 poin yang berarti fungsi
dalam keluarga ini baik.
Total = 5  keluarga pasien disfungsi sedang
2. Family SCREEM
Tabel 4. Family SCREEM
Variabel Resource Pathology
Komunikasi pasien dengan istri dan anak
dalam keadaan yang kurang baik namun Hubungan dengan istri
masih harmonis. Pasien jarang keluar kurang harmonis,
Social
rumah dan berinteraksi dengan tetangga. pasien lebih banyak
Pasien jarang mengikuti perkumpulan di rumah saja karena
masyarakat. Pasien mempunyai kesulitan keterbatasan akibat
dalam berbicara. penyakit yang diderita
Pasien merupakan suku Jawa. Pasien
Cultural tidak cenderung dengan hal yang berbau
mistis.
Pasien, istri, ibu serta anak pasien
Religion
menganut agama Islam.
Sebelumnya pasien bekerja sebagai kuli
bangunan. Kemudian setelah sakit, pasien
sudah tidak bisa bekerja. Biaya
kebutuhan sehari-hari pasien dipenuhi
oleh istri pasien yang bekerja sebagai
pedagang. Pendapatan perbulan
Economic
bersumber dari istri pasien sejumlah
kurang lebih dua juta rupiah. Uang
tersebut dipakai untuk kebutuhan rumah
tangga pasien seperti makanan, obat-
obatan, dan keperluan lainnya. Pasien
berobat dengan menggunakan JKN PBI.
Pendidikan terkahir pasien adalah tamat Keterbatasan
SMP dalam memahami
Education mengenai penyakit
serta
penanganannya
Apabila ada keluarga yang sakit, harus
diperiksakan ke tenaga medis.
Medical
Fasilitas pelayanan medis berjarak 2 km
dari rumah.
3. Family Map

Ny.S
Ny. M
Mertua
Istri

An. R
An.S
Anak
Anak

1. Disfungsional
Hubungan antara anggota keluarga tidak erat

2. Fungsional
Hubungan antara keluarga erat

3. Enmeshed/over-involved/terlalu ikut campur


Hubungan antara keluarga yang terlalu ikut campur

4. Clear Boundaries (Batasan yang jelas)


Menolong keluarga mempertahankan otonomi dan privasi individual tanpa
mengurangi rasa saling memiliki dan interdependensi dalam keseluruhan
keluarga.
5. Rigid Boundaries (Batasan yang terlalu kaku)
Membuat anggota keluarga menjadi berjarak dan saling terisolasi. Otonomi
mungkin tetap ada namun sulit mempertukarkan keterlibatan dan afeksi satu sama
lain.

Kesimpulan
Hubungan antara pasien, istri yang tinggal serumah dalam keadaan yang
fungsional.

4. Family Life Line

Berikut garis riwayat hidup pasien ditinjau dari aspek psikologis yang
mempengaruhi kesehatan :

Tahun Usia Life Event


1968 0 Lahir di Semarang
1975 7 th Masuk SD
1980 12 th Lulus SD, masuk SLTP
1983 15 th Lulus SLTP, masuk SLTA
1986 18 th Lulus SLTA
1987 19 th Lulus kuliah pasien mulai
mencari kerja serabutan
1993 25 th Pasien menikah
1995 27 th Melahirkan anak pertama
2001 33th Ibu Meninggal karena usia tua
2003 Melahirkan anak kedua
2006 Melahirkan anak ketiga
2010 39 th Ibu mertua pasien meninggal
karena komplikasi DM
2010 44 th Terdiagnosis Hipertensi
2016 48 th Anak pertama pasien menikah
2017 49 th Terkena Stroke
2018 50 th Mengeluh anggota tubuh masih
lemas

5. Family Life Cycle

Keluarga berada pada siklus ke-6 yaitu “Families launching young adults”.
Siklus ini adalah masa pelepasan anak, saat anak-anak pasien akan meninggalkan
rumah.
INDEKS BARTHEL
Tabel 5. Indeks Barthel

DENGAN
No KETERANGAN MANDIRI SKOR PASIEN
BANTUAN

1. Makan 5 10 5

2. Tansfer Bed/Kursi 5 – 10 15 10

3. Grooming [Personal 0 5 5

toilette] : Cuci muka,

cuci rambut, gosok

gigi, becukur

4. Toiletting 5 10 5

5. Mandi 0 5 5

6. Berjalan di tempat datar 10 15 10

7. Naik dan turun tangga 5 10 5

8. Berpakaian 5 10 5

9 Kontrol BAB 5 10 10

10 Kontrol BAK 5 10 10

Keterangan :
Skor 0-20 : ketergantungan total
Skor 21-60 : ketergantungan berat
Skor 61-90 : ketergantungan sedang
Skor 91-99 : ketergantungan ringan
Skor 100 : mandiri, tetapi tidak berarti penderita dapat hidup sendiri,
penderita mungkin tidak dapat memasak, menjaga rumah, atau tidak
dapat bermasyarakat
Skor total : 70
Kesan : Ketergantungan sedang

f. Hasil Penatalaksanaan Medis


Pasien meminum obat secara teratur dan saat kunjungan rumah pada hari
Kamis, 27 Desember 2018 pasien merasa lemas dan nyeri kepala, tekanan darah
pasien 150/90 mmHg
 Faktor pendukung :
Pasien menjaga pola makan, pasien rutin meminum obat, olahraga
setiap hari dan teratur, pasien rutin kontrol ke dokter saat obat habis,
lokasi tempat tinggal pasien dekat dengan Puskesmas.
 Faktor penghambat :
Istri pasien kurang perhatian kepada pasien
 Indikator keberhasilan :
Tekanan darah normal, tidak ada keluhan

g. Diagnosis Holistik
1. Aspek I (Personal):
Keluhan : kelumpuan anggota gerak kanan, bicara pelo, sakit kepala
Kekhawatiran : pasien khawatir tidak dapat beraktivitas kembali dan kondisi
kesehatannya semakin memburuk
Harapan : dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan nyaman dan mempunyai
tubuh yang sehat

2. Aspek II (Diagnosis Kerja): Stroke, hipertensi stage 1

3. Aspek III (Faktor Internal):


Usia : 50 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Genetik : Ayah pasien menderita hipertensi
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan : Tamat SMA
Perilaku olahraga : Pasien tidak lagi dapat berolahraga
Pola makan : Frekuensi makan rata-rata 2x sehari. Penderita biasanya makan di
rumah. Variasi makanan sebagai berikut: nasi, lauk (tahu, tempe,), sayur
(sop,kangkung, bayam, dll), daging ayam, air minum berupa air putih dari gallon.
Pola istirahat : Pasien menghabiskan sebagian besar waktunya istirahat di kamar
Kebiasaan : Pasien dulunya merokok, namun saat ini sejak terkena stroke sudah
tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol.
Spiritual : Penderita beragama Islam dan taat beribadah.

4. Aspek IV (Faktor Eksternal):


Kebiasaan keluarga : Interaksi pasien dengan istri kurang, pasien dirawat oleh istri
dan anak-anaknya.
Kondisi ekonomi keluarga cukup
Edukasi dari keluarga : Jika pasien sakit, keluarga (anak pasien) akan merawat
pasien dan membawa ke fasilitas kesehatan yang terdekat.

5. Aspek V (Fungsional):
Indeks Barthel : Skor 70, ketergantungan sedang

Tabel Permasalahan Pada Pasien


No. Risiko & masalah Rencana pembinaan Sasaran Keterangan
kesehatan
1. Tekanan darah tinggi Memberi penjelasan Pasien Diharapkan
bahwa pasien harus dan tekanan
meminum obat secara keluarga darah
teratur terkontrol
2 Pasien tidak Memberi penjelasan Pasien
berolahraga bahwa pasien sebaiknya
berolahraga seperti senam
stroke
3. Dukungan dan kasih Memberi penjelasan Pasien
sayang istri kurang pada keluarga bahwa dan
kasih sayang, perhatian keluarga
sangat penting dalam
proses penyembuhan
pasien. Serta keluarga
sebagai tempat berbagi
cerita keluhan pasien.
Tabel 6. Permasalahan Pada Pasien

3.3 Identifikasi Fungsi Keluarga


• Fungsi Biologis
± Tahun 2010 pasien terdiagnosa hipertensi saat mengikuti pemeriksaan gratis
di tempatnya. Pasien tidak mengeluhkan gejala pada saat itu. Kemudian pasien
diberikan obat antihipertensi namun tidak diminum oleh pasien. Pasien
mempunyai kebiasaan merokok kurang lebih 1 bungkus setiap hari dan minum
kopi setiap pagi.
± Tahun 2017 pasien mengeluh tidak bisa menggerakkan anggota tubuh
sebelah kanan secara tiba-tiba saat bangun tidur di pagi hari. Lengan dan
tungkai kanan tidak bisa diangkat, hanya bisa digeser saja. Keluhan juga
disertai kesulitan dalam berbicara, bila bicara terdengar pelo, dan sakit kepala
di seluruh area kepala. Kemudian pasien dibawa ke rumah sakit dan didiagnosa
stroke dengan hipertensi. Pasien kemudian menjalani terapi dan fisioterapi,
namun pasien berhenti melanjutkan karena lelah menjalani terapi. Pasien hanya
rutin kontrol hipertensi di klinik dekat rumahnya.
Saat ini anggota gerak tubuh kanannya tidak bisa di gerakkan dan kaku, bicara
pelo, agak sulit dalam menelan. Tidak ada keluhan sakit kepala, kejang, sakit
dada, gangguan BAK BAB.
• Fungsi Psikologis
Penderita memiliki satu orang istri dan 3 orang anak. Hubungan pasien dengan
ibu dan anaknya baik. Hubungan pasien dengan istrinya kurang baik, istrinya
terkadang kurang memberi perhatian dan kasih sayang kepada pasien.
Penderita sudah tidak bekerja.
• Fungsi Ekonomi
Biaya kebutuhan sehari-hari pasien dipenuhi oleh istrinya. Uang tersebut
dipakai untuk kebutuhan rumah tangga seperti listrik dan makan. Pasien
menggunakan BPJS untuk biaya pengobatan.
• Fungsi Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SMA, pendidikan terakhir istri adalah
SMA.
• Fungsi Religius
Penderita dan anggota keluarga lain beragama Islam, sehari-hari menjalankan
ibadah agama secara rutin (sholat). Penerapan nilai agama dalam keluarga
baik.
• Fungsi Sosial dan Budaya
Penderita dan keluarga tinggal di daerah Karangpanas yang padat penduduk.
Penderita jarang berkomunikasi dengan tetangga sekitar. Penderita tidak
pernah mengikuti kegiatan warga, jarang mengikuti senam warga, sebagian
besar waktunya dihabiskan di kamar.

 Pola Konsumsi Makan Penderita


Frekuensi makan besar rata-rata 2-3x sehari. Penderita biasanya makan di
rumah. Jenis makanan dalam keluarga ini bervariasi. Variasi makanan sebagai
berikut : nasi, lauk (tahu, tempe, telur, daging ayam, daging sapi), sayur
(kangkung, bayam, dll), air minum (air putih, teh, kopi). Air minum berasal
dari air PAM yang dimasak sendiri hingga mendidih dan air gallon kemasan.

3.4 Identifikasi Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan


 Faktor Perilaku
Pasien segera berobat ke klinik apabila merasa tidak sehat. Penderita rutin
meminum obat dan rutin kontrol ke dokter praktek swasta bila obat habis,
terakhir kontrol awal esember. Pasien beserta istri dan anak memiliki jaminan
kesehatan BPJS.
 Faktor Lingkungan
Tinggal dalam lingkungan yang padat penduduk, dimana kebersihan di dalam
rumah cukup baik. Pencahayaan di dalam rumah cukup dan sirkulasi udara
berjalan cukup lancar. Sumber air minum berasal dari air PAM dimasak
sebelum diminum dan dari air kemasan galon. Kebiasaan buang air besar di
kamar mandi sendiri dengan jamban leher angsa yang dilengkapi septictank.
Untuk pembuangan limbah, dibuang ke got, dan sampah sebagian dibakar dan
sebagian lagi di kubur. Disekitar rumah pasien tidak ada pabrik, industry kayu,
maupun pembangkit listrik bertegangan tinggi.
• Faktor Sarana pelayanan kesehatan
Terdapat praktek dokter swasta, apotek yang berjarak 1 km.
• Faktor Keturunan
Keturunan hipertensi dari keluarga ada yaitu ayah pasien

3.5 Identifikasi Lingkungan Rumah


• Gambaran Lingkungan Rumah
Rumah pasien terletak di Jl. Ksatrian Jatimulyo 11, Semarang, dengan ukuran
rumah kurang lebih 45 m2, bentuk bangunan 1 lantai. Rumah tersebut
ditempati oleh 5 orang. Secara umum gambaran rumah terdiri dari 2 kamar, 1
ruang tamu, 1 ruang makan, 1 kamar mandi, 1 jamban, dan 1 dapur di bagian
belakang rumah. Lantainya dari ubin, dinding dari bata yang sudah disemen
dan dicat, atap dari genting dan beberapa bagian plastik
Penerangan dalam rumah dan kamar cukup sehingga rumah cukup terang dan
tidak terasa lembab. Ventilasi dan jendela cukup memadai, yaitu dengan luas
< 10 % dan sering dibuka saat pagi dan sore hari. Cahaya matahari masuk
lewat pintu dan jendela. Tata letak barang di rumah cukup rapi. Sumber air
bersih dari PAM untuk minum maupun cuci dan masak. Air minum dari PAM
yang dimasak sendiri dan dari air kemasan. Fasilitas MCK terdapat kamar
mandi yang menggunakan jamban dengan model leher angsa, bak mandi
dikuras dua minggu sekali. Kebersihan dapur cukup, tidak ada lubang asap
dapur, namun asap dapur langsung mengarah ke pintu belakang. Tempat
pembuangan sampah ditampung di tempat sampah lalu dibuang ke tempat
pembuangan sampah di depan rumah. Jalan di depan rumah lebarnya 1 meter
terbuat dari aspal namun menanjak. Kebersihan lingkungan di sekitar rumah
cukup.
DENAH RUMAH

Dapur Tempat Mencuci Pakaian

Kamar Mandi

Kamar tidur
Kamar tidur

Halaman parkir Ruang Tamu/Keluarga

Gambar 2. Denah Rumah


2.6 Diagnosis Fungsi Keluarga
a. Fungsi Biologis
 Pasien memiliki riwayat stroke
 Pasien memiliki riwayat hipertensi
 Ayah pasien memiliki riwayat hipertemsi
b. Fungsi Psikologis
 Hubungan pasien dengan istri kurang baik
 Hubungan sosial dengan tetangga dan kerabat kurang baik
c. Fungsi Sosial
Kurang dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dengan baik.
d. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Keadaan ekonomi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
e. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Kurang dapat mengkomunikasikan masalah dengan baik.
f. Faktor Perilaku
Rutin minum obat dan kontrol ke dokter praktek swasta apabila obat habis
g. Faktor Lingkungan
Secara umum keadaan rumah bersih dan sehat.
h. Faktor Sarana pelayanan kesehatan
Dapat menjangkau pelayanan kesehatan dengan baik.
i. Faktor Keturunan
Ayah pasien meninggal akibat penyakit hipertensi

2.7 Diagram Realita Yang Ada Pada Keluarga

GENETIK

STATUS
YANKES KESEHATAN LINGKUNGAN

- jarak pelayanan kesehatan


Puskesmas < 5 km
PERILAKU
- Praktik dokter swasta
- Klinik Pratama - Jarang berolahraga

Gambar 3. Diagram Realita

- Kurang dukungan
dari istri
2.8 Pembinaan Dan Hasil Kegiatan
Tabel 7. Pembinaan dan Hasil Kegiatan
Tanggal Kegiatan yang dilakukan Keluarga Hasil Kegiatan
yang
terlibat
27/12/18 Perkenalan, melakukan Pasien Mendapatkan
anamnesis pemeriksaan fisik diagnosis kerja pasien
kepada pasien di rumah
27/12/18 Memberikan penjelasan Pasien dan Pasien,suami dan
kepada pasien dan keluarga keluarga anak pasien mengerti
pasien mengenai penyakit tentang penyakit
Stroke dan hipertensi, Stroke dan hipertensi
komplikasi, pengobatan dan cara menangani
pencegahan, faktor resiko. penyakit tersebut.
27/12/18 Edukasi mengenai pola Pasien dan Pasien,suami dan
makan, dan kontrol tekanan keluarga anak pasien mengerti
darah serta olahraga yang tentang pola makan,
dapat dilakukan (senam kontrol tekanan darah
stroke) serta olahraga yang
dapat dilakukan
(senam stroke).
27/12/18 Edukasi mengenai pentingnya Pasien dan Keluarga mengerti
dukungan keluarga terhadap keluarga dan mau memberikan
kondisi pasien. Dukungan dukungan lebih pada
berupa fisik, mental, kasih pasien.
sayang, dan perhatian pada
pasien.

Kesimpulan Pembinaan Keluarga


1. Tingkat pemahaman : Pemahaman terhadap pembinaan yang dilakukan cukup
baik.
2. Faktor pendukung :
Pasien dan keluarga kooperatif serta dapat memahami dan menangkap penjelasan
yang diberikan tentang penyakit stroke dan hipertensi, dan adanya keinginan
untuk menjalani pola hidup sehat.
3. Faktor penyulit : -
4.Indikator keberhasilan : tekanan darah terkontrol, tidak ada gejala dan
komplikasi, tidak ada gejala stroke yang semakin
berat.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penatalaksanaan pasien laki-laki 48 tahun dengan Pasca Stroke dan
Hipertensi Stage 1 dengan pendekatan kedokteran keluarga adalah sebagai
berikut:
A. Terapi Medikamentosa:
Amlodipin, Candesartan
Paracetamol
Vit. B complex
B. Terapi Nonmedikamentosa:
 Memberikan penjelasan mengenai stroke dan hipertensi, penyebab,
gejala, pengelolaan, komplikasi, obat-obatan.
 Pasien dianjurkan untuk tidak terlalu banyak mengkonsumsi
makanan-makanan yang tinggi garam.
 Memberikan penjelasan bahwa obat harus diminum teratur, jika habis
segera kembali ke klinik setempat
 Olahraga teratur tiga kali setiap minggu selama 30 menit
C. Pembinaan terhadap pasien dan keluarga:
 Pola makan, dan kontrol tekanan darah serta olahraga yang dapat
dilakukan (senam stroke)
 Pentingnya dukungan keluarga terhadap kondisi pasien. Dukungan
berupa fisik, mental, kasih sayang, dan perhatian pada pasien

4.2 Saran
Untuk meningkatkan kualitas hidup pada pasien dengan Pasca Stroke dan
Hipertensi Stage 1 diperlukan pendekatan keluarga dan penatalaksanaan pasien
secara holistik, komprehensif, dan berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Riaz, K., 2012. Hypertensive Heart Disease, Wright State University.

2. Kemenkes RI. 2015. Pusat Data dan Informasi Hipertensi. Jakarta.


Kementrian Kesehatan RI

3. Tedjasukmana, P. 2012. Tatalakasana Hipertensi. Jakarta. Cermin Dunia


Kedokteran.

4. Depkes RI. 2008. Profil Kesehatan Kabupaten Magelang. Departemen


kesehatan RI.

5. Muhadi. JNC 8: Evidence-based Guideline. Penanganan Pasien


Hipertensi Dewasa. Divisi Kardiologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. RS Cipto Mangunkusumo.
CDK-236/vol. 43 no. 1, th 2016. Jakarta Indonesia

6. World Health Organization. The World Health Report 2002 – Reducing


Risks, Promoting Healthy Life.

7. Budiman Jusuf. 2013. Pedoman Standar Pelayanan Medik dan Standar


Prosedur Operasional Neurologi. Bandung : Rafika Aditama

8. Novian A. 2013. Kepatuhan Diit Pasien Hipertensi. Jurnal Kesehatan


Masyarakat Volume 1, Nomor 9, 2013.

9. Depkes RI. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit


Hipertensi. Jakarta : Depkes RI

10. Yogiantoro, M., 2009. Hipertensi Esensial. In: Sudoyo, A.W., et al eds.

11. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th ed. Jilid II. Jakarta: Interna
Publishing, 1079-1085.

12. WHO. 2013. About Cardiovascular diseases. World Health Organization.

13. Cohen, L.D., Townsend, R.R., 2008. In the Clinic Hypertension.


Available from:www.annals.org/intheclinic/ accessed on

14. Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black H.R., Cushman W.C., Green L.A.,
Izzo J.L., Jr., etal, 2003. The seventh report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: The
JNC 7 Report.JAMA;289:2560-72
15. Noerjanto. Stroke Non Hemoragis. Dalam : Hadinoto S, Setiawan,
Soetedjo, editor. Stroke, Pengelolaan Mutakhir. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, 1992: 29-45.

16. Hartwig M. Penyakit Serebrovaskular. Dalam : Sylvia Anderson Price,


Lorraine McCarty Wilson, editor. Patofisisologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta : EGC, 2005; 53: 1106-32.

17. Caplan LR. Basic Pathology, Anatomy and Patophysiology of Stroke. In :


Caplan Louis R. Caplan’s Stroke : A Clinical Approach. Philadelphia:
Saunders Elsevier, 2009; 22-63.

18. Goldstein L, Adams CR, Alberts MJ et all. 2006. Primary Prevention of


Ischemic Stroke. Circ AHA Journal. 113:873-923.

19. Sjahrir H. 2003. Stroke Iskemik. Medan: Yandira Agung; 1-3.

20. Jenie MN, Yudiarto LY. 1992. Pengelolaan Mutakhir Stroke :


Patofisiologi

21. Stroke. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

22. Warlow CP et all. 1996. Stroke, In: A Practical Guide to Management. 1st
ed. London: Blackwell Science.

23. Basha, A. 2004. Hipertensi : Faktor Resiko dan Penatalaksaan Hipertensi


DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai