Oleh:
dr. Melissa Arinie Raharjo
Pembimbing:
dr. Alberti Shintya Sari
dr. Rizka Oktavia Arianti
2017
LAPORAN KASUS
BAB II
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Datang seorang anak perempuan diantar oleh orang tuanya ke RS
wonolangan, pasien atas nama An.Y dengan usia 11tahun alamat di tegalsiwalan.
Masuk Rumah Sakit pada tanggal 5 April 2015 di ruang anak dengan nomor
rekam medis 57xxxxx.
Nama ayah Tn, S usia 35 tahun pekerjaan swasta. Ibu. Ny.E usia 31 tahun
pekerjaan swasta.
ANAMNESIS
Pasien An.Y datang ke RS Wonolangan dengan keluhan utama kedua kaki
bengkak. Ibu pasien mengatakan bengkak di kedua kaki sejak ±2 minggu yang
lalu sebelum masuk rumah sakit. Bengkak juga dikeluhkan pada kedua kelopak
mata, sehingga mata pasien terlihat sembab. Pasien mengatakan tidak sesak nafas
saat tidak beraktivitas, maupun saat beraktivitas, seperti berjalan >10 meter, naik
tangga, dan berlari. Pasien mengeluh batuk sejak 3 hari ini tidak berdahak, tidak
disertai demam. BAB sejak 1 hari ini (-), BAK biasanya sehari 2 kali sedikit,
warna seperti the, BAK berwarna merah disangkal. Makan sehari 3 kali, terdiri
dari nasi, sayur, tahu, tempe, telur, dan kadang-kadang daging. Minum air putih
dalam sehari 1 gelas (300cc), minum – minuman kemasan serbuk, setiap hari >2
kali sejak pasien usia 9 tahun. Ibu pasien mengatakan, bahwa sejak 2 minggu
terakhir putrinya terlihat lebih gemuk dari sebelumnya. Penurunan berat badan
selama 2 bulan berturut-turut,disangkal. Nafsu makan pasien, tidak menurun.
Munculnya bercak merah pada kulit, kedua Tangan Dan kaki,dan wajah,
disangkal oleh ibu pasien. Sariawan pada rongga mulut juga disangkal. Tidak
didapatkan kejang, nyeri otot, dan kelemahan otot. Nyeri, kaku, bengkak, dan
kemerahan pada sendi jari tangan dan kaki juga disangkal. Nyeri perut, yang
sangat, disangkal.
3
Riwayat penyakit dahulu, ibu pasien menyangkal bahwa anaknya pernah
mengalami bengkak pada kaki dan, kelopak mata sebelumnya. Riwayat masuk
rumah sakit juga disangkal. Ibu pasien mengatakan anaknya tidak pernah
memiliki alergi makanan, ataupun alergi obat. Ibu pasien mengatakan bahwa
selama ini anaknya belum pernah mengalami sakit berat sehingga harus dirawat di
rumah sakit. Riwayat konsumsi obat-obatan secara terus menerus juga disangkal.
Riwayat batuk lama, disangkal. Riwayat kontak dengan penderita batuk lama,
juga disangkal.
Riwayat penyakit keluarga, ibu pasien mengatakan tidak ada anggota
keluarga yang pernah mengalami penyakit serupa, diabetes mellitus, dan penyakit
jantung.
Pasien merupakan anak kedua dari ibu berusia 45 tahun dan tidak ada riwayat
keguguran sebelumnya. Saat hamil ibu tidak ada keluhan ,kehamilan ibu adalah
kehamilan yang diinginkan dan ibu rutin memeriksakan kandungannya ke bidan
desa setiap bulan. Ketika mengandung ibu berusia 34 tahun, selama hamil tidak
pernah demam, minum obat-obatan tertentuminum-minuman beralkohol,merokok,
tidak pernah mengalami trauma fisik selama hamil, tekanan darah tinggi, muntah
berlebihan, keputihan yang berbau, tidak mengalami perdarahan melalui jalan
lahir, tidak mengkonsumsi jamu, ibu hanya mendapat tablet besi dan kalsium.
Pasien lahir normal, spontan dibantu oleh bidan desa Kepanjen Kidul pada
usia kehamilan 39 minggu, lahir langsung menangis, warna ketuban jernih. Berat
badan lahir 3200 gram, panjang badan 52 cm, bayi tunggal, presentasi kepala,
tidak ada kelainan.
Tali pusat dirawat dengan baik, ASI keluar dan langsung bisa menyusui
setelah melahirkan, tidak terjadi pendarahan pasca melahirkan, bayi tidak kuning,
tidak infeksi intra partum. Anak tidak pernah sakit setelah lahir seperti asfiksia,
trauma lahir dan lain-lain.
Dari riwayat makan, pasien diberikan ASI eksklusif mulai usia 0 bulan
sampai usia 6 bulan. Saat usia 6 bulan sampai 11 bulan pasien diberikan ASI +
susu formula + bubur halus. Saat usia 12 bulan, pasien mulai diberikan bubur tim
kasar dengan lauk, seperti makanna keluarga.
4
Riwayat imunisasi ibu sudah pernah diimunisasi TT (+) sebelum menikah.
Sedangkan anak imunisasi lengkap sesuai dengan PPI yaitu hepatitis B diberikan
1 kali, saat usia 0 bulan. BCG diberikan 1 kali, saat usia 1 bulan. Polio diberikan 4
kali, saat usia 1, 6 bulan, 7 bulan, dan 10 bulan. Campak diberikan 1 kali saat usia
10 bulan, sedangkan DPT diberikan 3 kali saat usia usia 5 bulan, 6 bulan dan 7
bulan.
Riwayat perkembangan anak yaitu pertama kali anak mengalami tumbuh gigi
mulai usia 6 bulan. Pertama kali anak bisa membalikkan badan saat usia 4 bulan.
Pertama kali anak bisa tengkurap saat anak berusia 4 bulan. Pertama kali anak
bisa duduk saat anak berusia 5 bulan. Pertama kali anak bisa merangkak saat anak
berusia 6 bulan. Pertama kali anak bisa berdiri saat anak berusia 10 bulan.
Pertama kali anak bisa berjalan saat anak berusia 12 bulan. Pertama kali anak bisa
tertawa saat anak berusia 4 bulan. Pertama kali anak bisa berceloteh saat anak
berusia 5 bulan. Pertama kali anak bisa memanggil mama/papa saat anak berusia 8
bulan.
Riwayat kebiasaan pasien ,setiap hari sebelum berangkat sekolah, pasien
selalu sarapan, komposisi makanan, nasi, dan lauk, jarang sayur. Biasanya saat
pagi pasien sarapan dengan mi instan, dan telur. Selama di sekolah, pasien juga
membeli jajanan yang dijual disekolahnya (berupa makanan ringan), selama
disekolah pasien jarang minum air putih, biasanya pasien membeli minuman
sachet yang dilarutkan dalam air putih. Saat pulang sekolah, pasien makan siang
di rumah, dengan komposisi makanan, nasi lauk pauk, kadang daging, disertai
sayur. Selama dirumah, pasien minum air putih 2 gelas kecil sehari, tapi kadang
dalam sehari pasien bisa tidak minum air putih sama sekali. Selama dirumah
pasien juga sering mengkonsumsi minuman serbuk. Sejak .Di keluarga tidak ada
yang merokok.
PEMERIKSAAN FISIK
Dari pemeriksaan fisik pada tanggal 5 Februari 2015, keadaan umum pasien
tampak baik. Kesadaran composmentis. Tanda Vital didapatkan antara lain :
frekuensi nadi radialis : 94 x/menit, teratur, kuat angkat. Frekuensi pernapasan :
21 x/menit ,teratur. Suhu axilla : 36,8 0C. Waktu Pengisian Kapiler : < 2 detik.
5
Pemeriksaan antropometri An.Y pada tanggal 5 Februari 2015 antara lain
Berat Badan anak : 50 kg. Panjang Badan 148 cm. Lingkar Lengan Atas : 26 cm..
Status gizi berdasarkan WHO Child Growth Standart (kurva CDC anak
perempuan 2-20th) grafik antara lain BB/U menunjukkan di titik antara mean 10
SD (Lihat lampiran 1). PB/U menunjukkan di titik antara mean 75 SD. Sedangkan
BBI berada pada titik 41kg yang menunjukkan berat badan ideal. Apabila di
rasiokan pada BB/BBI :
6
Pemeriksaan fisik daerah dada menunjukkan bentuk simetris, tidak ada
retraksi di intercostal, subcostal dan xypoid. Pemeriksaan organ paru secara
inspeksi menunjukkan gerakan dinding dada simetris kiri = kanan. Secara palpasi
menunjukkan stem fremitus kiri = kanan. Pemeriksaan auskultasi paru-paru
menunjukkan suara pernafasan vesikuler +/+, didapatkan adanya ronkhi -/- dan
wheezing -/-. Pemeriksaan jantung secara inspeksi menunjukkan iktus tidak
tampak. Secara palpasi menunjukkan ictus cordis kuat angkat. Secara perkusi
tidak dilakukan. Sedangkan dengan auskultasi menunjukkan frekuensi denyut
jantung 94x/menit, tidak ada bising.
Pemeriksaan fisik daerah abdomen secara inspeksi terlihat datar. Secara
auskultasi terdengat bising usus (+) terdengar 4 kali per menit. Pemeriksaan
secara palpasi menujukkan hepar, ginjal dan lien tidak teraba, tidak ditemukan
massa di bagian abdomen. Secara perkusi terdengar timpani di seluruh permukaan
abdomen kecuali di daerah hati dan limpa. Di daerah hati terdengar suara pekak
hati dan menunjukkan tidak ada perbesaran pada hati. Tidak ditemukan asites
pada abdomen.
Pemeriksaan daerah genitalia menunjukkan gentalia wanita tidak ditemukan
perbesaran atau edema labia.
Pemeriksaan anggota gerak CRT < 2 detik, akral hangat dan ditemukan
pitting edema di kedua ekstermitas inferior, kulit mengkilat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjuang berupa darah lengkap yang dilakukan pada tanggal
4 Maret 2015 menunjukkan hasil sebagai berikut (Lihat Tabel 3):
Tabel 3. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan Hasil Ket. Unit Nilai Normal
Hematologi
Hb 15,5 N g/dl 11,5-16
leukosit 9.570 N /cmm 4.000-11.000
LED 65-115 ↑ /jam 0-20
Trombosit 392.000 N ul 150.000-450.000
Eritrosit 6.230.000 N Juta/ 3,0-6,0
Hematokrit 47,2 N ul 35-47
%
Index
MCV 75,7 N Fl 70-84
MCH 25,0 N Pg 23-30
MCHC 33,0 N % 31-37
7
Kreatinin 0,60 N mg/dl 0,5-1,2
BUN 6 N 4,7-23,4
Asam urat 4,8 N 2,5-6,0
Ureum 13 N 15-45
Kolesterol 313 ↑ mg/dl <240
Trigliserida 665 ↑ mg/dl <150
Albumin 1,32 ↓ g% 3,8-5,1
8
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum : tampak baik, Heart Rate:
84 x/menit, Respiration Rate : 21 x/menit, temperatur : 36,80C edema palpebra
(+), edema pitting (+) ekstremitas inferior.
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan hiperkolesterolemi (313),
peningkatan trigliserida (665), disertai hipoalbuminemi. Dari pemeriksaan urine
lengkap didapatkan hasil,warna urine kuning tua, albuminuria (+3),disertai
dengan adanya Kristal urine
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Anak perempuan 11 tahun, BB 50 kg, PB 148 cm
2. Edema palpebra (+)
3. Albuminuria (+3) Memenuhi 4 Kriteria
4. Hiperkolesterolemi (313) Sindroma Nefrotik
5. Hipoalbuminemi (1,32)
6. pitting ekstremitas inferior (+)
7. Hiper Trigliserida(665)
8. Kristal urine (+)
DIAGNOSA
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatkan diagnosa kerja berupa Nefrotik Syndrome Idiopatik.
PENATALAKSANAAN
Dari diagnosa kerja dapat dilakukan penatalaksanaan holistik berupa
penatalaksanaan non farmakoterapi dan farmakoterapi.
Diperlukan diet makanan rendah garam (1-2g/hari), protein cukup
(1,5-2g/kgBB/hari) kebutuhan protein dalam satu hari adalah 2g x 41kg = 82
g/hari.
Pemberian oral kortikosteroid yaitu prednisone dengan dosis 2mg/kgBB/hari
(maksimal 80mg/hari) yaitu 2mg x 41kg = 82 mg/hari (pembulatan menjadi 80
mg). Sediaan prednisone tablet 5mg, yang berarti dalam 1 hari diberikan 16 tablet
prednisone/hari selama 4 minggu, dibagi dalam 3 kali pemberian yaitu 6 tablet
pagi hari, 5 tablet siang hari, dan 5 tablet malam hari.
9
Sedangkan penatalaksanaan farmakoterapi untuk NS diberikan transfuse
albumin dengan menggunakan rumus transfuse albumin yaitu:
Persentase albumin
PROGNOSIS
Prognosis pada An. M yaitu : Quo ad Vitam (hidup) pada pasien ini
dinyatakan dubia ad bonam. Untuk prognosis Quo ad Functionam (fungsi) pada
pasien ini dinyatakan dubia ad bonam. Sedangkan prognosis Quo ad Sanationam
pada pasien ini dinyatakan dubia ad bonam.
FOLLOW UP
Nama : An. Y/ Perempuan / 10 tahun / 50 kg
Tabel 6. Follow Up
No Tanggal S O A P
1. 6/9/2017 Bengkak di KU: Tampak baik Wdx : Planning Terapi:
Jam 14.00 kedua kaki dan Kesadaran: compos mentis Sindroma
kelopak mata, N: 92x/menit, kuat angkat Nefrotik -Transfusi albumin
episode 439cc
BAK (+) sehari RR : 22 x/menit, reguler
pertama - inj.furosemid
> 3 kali warna Suhu 36,80C 40mg(post tansfusi)
kuning jernih Edema palpebra +/+ -Prednison tablet
Pulmo : Suara pernafasan 5mg
bronkovesikuler kasar, ronkhi (-/-) Pagi :6 tab
, wheezing (-/-) Siang : 5 tab
Malam: 5 tab
Cor : S1S2 tunggal regular, suara
tambahan (-) Pdx : DL,UL dan
Abdomen : Datar, soefl, BU albumin
(4x/mnt) ,hepar lien tidak teraba ,
nyeri tekan (-)
Extremitas : Akral hangat, edema
non pitting tungkai(+/+), CRT <
2”
10
Albumin : 1,64 g/dl
2. 7/9/2017 Bengkak di KU: Tampak baik Wdx : Planning Terapi:
kedua kaki (+) Kesadaran: compos mentis Sindroma
bengkak di N: 100x/menit, kuat angkat nefrotik -Transfusi albumin
439cc
kelopak mata RR : 20 x/menit, reguler
- inj.furosemid
(+), BAK Suhu 36,40C 40mg(post tansfusi)
sehari >4 kali Edema palpebra +/+ -Prednison tablet
warna bening Extremitas : Akral hangat, edema 5mg
jernih, BAB (-) non pitting tungkai ↓ (+/+)CRT < Pagi :6 tab
2” Siang : 5 tab
Malam: 5 tab
Albumin urine : +3 Pdx : DL,UL dan
Albumin : 1,56 albumin
3. 8/9/2017 Bengkak kaki KU : tampak sakit Wdx : Planning Terapi:
(+), bengkak Kesadaran : compos mentis Sindroma
kelopak mata N = 118 x/menit nefrotik -Transfusi albumin
episode 439cc
(-), BAK (+) RR = 28 x/menit
relaps - inj.furosemid
Tax = 36,5oC 40mg(post tansfusi)
Edema palpebra -/- -Prednison tablet
Extremitas :,edema non pitting 5mg
tungkai ↓ (+/+) Pagi :6 tab
Siang : 5 tab
Albumin : 1,05 Malam: 5 tab
Albumin urine : +3
Pdx : DL,UL dan
Produksi urine albumin
(1400ml/24jam)
4. 9/9/2017 Bengkak kaki (- Kesadaran : compos mentis Wdx : Planning Terapi:
+), bengkak N = 80x/menit Sindroma
kelopak mata RR = 24 x/menit nefrotik -Transfusi albumin
episode 439cc
(-), BAK (+) Tax = 35,5oC
relaps - inj.furosemid
Extremitas : Edema non pitting 40mg(post tansfusi)
tungkai (-/-) -Prednison tablet
5mg
Albumin urine : +3 Pagi :6 tab
Silinder: cast leukosit (+) Siang : 5 tab
Albumin : 1,45 Malam: 5 tab
Produksi urine
(1500ml/24jam)
5. 10/9/2017 BAK (+) >5 Kesadaran : compos mentis Wdx : Planning Terapi:
kali sehari N = 80x/menit Sindroma
warna kuning RR = 24 x/menit nefrotik -Transfusi albumin
episode 439cc
jernih Tax = 35,5oC
relaps - inj.furosemid
Extremitas : Akral hangat, edema 40mg(post tansfusi)
non pitting tungkai (-/-)CRT < 2” -Prednison tablet
5mg
Pagi :6 tab
Siang : 5 tab
Malam: 5 tab
Pdx: DL,albumin
11
6. 11/9/2017 Tidak ada N = 80x/menit Wdx : Planning Terapi:
keluhan . RR = 24 x/menit Sindroma
Tax = 35,5oC nefrotik -Transfusi albumin
episode 439cc
relaps - inj.furosemid
Albumin : 1,93 40mg(post tansfusi)
-Prednison tablet
5mg
Pagi :6 tab
Siang : 5 tab
Malam: 5 tab
12
LAPORAN KASUS
BAB III
PEMBAHASAN
13
, merupakan teori klasik tentang pembentukan edema, yang disebabkan oleh
menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan merembes
masuk ke ruang interstisial.
Kelainan glomerulus
Albuminuria
Hipoalbuminemia
Volume plasma
Edema
Retensi Na renal
sekunder
14
ditemukannya Kristal triple phospat. Dari pemeriksaan pada pasien, didapatkan
kesesuaian dengan studi literatur yang mengarah pada sindroma nefrotik.
Pada pasien terjadi proteinuria massif, hal ini terjadi karena adanya
peningkatan klirens protein bermuatan negative seperti albumin, yang disebabkan
oleh hilangnya proteoglikan sulfat heparin dan heparitinase ( merupakan
penyebab timbulnya muatan negative pada lamina rara interna dan eksterna yang
merupakan sawar utama penghambat keluarnya molekul negatif seperti albumin )
sehingga mengakibatkan hilangnya sawar negative selektif,dan menyebabkan
timbulnya albuminuria (proteinuria). Apabila ekskresi protein ≥ 40 mg/jam/m2
luas permukaan badan disebut dengan protenuria berat. Hal ini digunakan untuk
membedakan dengan protenuria pada pasien bukan sindrom nefrotik. 11
Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik adalah, Hipoalbuminemi
apabila kadar albumin kurang dari 2,5g/dL. Hipoalbuminemi merupakan
manifestasi dari hilangnya protein dalam dalam urine yang berlebihan dan
peningkatan katabolisme albumin. Dalam keadaan normal kehilangan albumin,
akan dikompensasi dengan meningkatnya laju metabolisme albumin setidaknya
tiga kali lipat, namun hal ini tidak terjadi pada sindrom nefrotik. Dalam suatu
penelitian disebutkan laju sintesis albumin pada nefrotik sindrom tetap tidak
meningkat walaupun diberikan diet protein yang adekuat. Hilangnya albumin
disebabkan oleh kenaikan permeabilitas membrane kapiler glomerulus, karena
adanya produksi FSGS (Focal segmental Glomerulosklerosis) dan factor plasma
karena mediasi dari kompleks imun sel T, dan penipisan prosesus kaki podosit
yang luas. 11
Hiperkolesterolemi juga terjadi pada pasien, hal ini sesuai dengan teori bahwa
hampir semua kadar lemak (kolestrol, trigliserid) dan lipoprotein serum
meningkat pada sindroma nefrotik. Hal ini dapat dijelaskan dari adanya kondisi
hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati,
termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme lemak menurun karena terdapat
penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil
lemak dari plasma. 11
Working diagnose pada pasien langsung bisa ditegakkan yaitu,Sindroma
nefrotik idiopatik. Penegakan diagnose berdasar terpenuhinya 4 kriteria sindroma
15
nefrotik yaitu: 1. Edema, 2.Proteinuria, 3.Hipoalbuminemi, 4. Hiperkolesterolemi.
criteria pembagian sindrom nefrotik dibagi berdasarkan etiologi, dan berdasarkan
kepekaannya terhadap pengobatan steroid.
3) Sekunder
Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain
sebagai berikut :
16
- Lupus erimatosus sistemik (LES)
- Keganasan, seperti limfoma dan leukemia
- Vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis dengan
poliangitis), sindrom Churg-Strauss (granulomatosis eosinofilik
dengan poliangitis), poliartritis nodosa, poliangitis mikroskopik,
purpura Henoch Schonlein
- Immune complex mediated, seperti post streptococcal
(postinfectious)
- Glomerulonephritis
Pembagian kedua selain berdasarkan etiologi, respon terhadap pengobatan
steroid lebih sering dipakai untuk menentukan prognosis dibandingkan gambaran
patologi anatomi. Berdasarkan hal tersebut, saat ini klasifikasi SN lebih sering
didasarkan pada respon klinik, yaitu : 9
1. Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)
2. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)
Pada pasien didiagnose dengan Sindroma Nefrotik Idiopatik Atau
Sindroma Nefrotik Primer, berdasarkan etiologi, tidak ditemukan penyebab
sekunder atau penyakit sistemik seperti SLE, dan purpura Henoch-Schonlein.
Penatalaksanaan umum anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali,
sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan
dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan
steroid, dan edukasi orangtua. Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan berikut:11,12
17
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah Pemberian oral kortikosteroid.
yaitu prednisone dengan dosis 2mg/kgBB/hari (maksimal 80mg/hari) yaitu 2mg x
41kg = 82 mg/hari (pembulatan menjadi 80 mg). Sediaan prednisone tablet 5mg,
yang berarti dalam 1 hari diberikan 16 tablet prednisone/hari selama 4 minggu,
dibagi dalam 3 kali pemberian yaitu 6 tablet pagi hari, 5 tablet siang hari, dan 5
tablet malam hari. 9,10,11
Ada beberapa batasan yang perlu diketahui, berikut ini adalah beberapa
batasan yang dipakai pada sindrom nefrotik: 10
1) Remisi : Apabila proteinuri negatif atau trace (proteinuria < 4
mg/m2LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu, maka disebut
remisi.
2) Relaps: Apabila proteinuri ≥ 2+ ( >40 mg/m2LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg) 3 hari berturut-turut dalam
satu minggu, maka disebut relaps.
3) Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) :Sindrom nefrotik yang apabila
dengan pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu
mengalami remisi.
4) Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) : Sindrom nefrotik yang
apabila dengan pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4
minggu tidak mengalami remisi.
5) Sindrom nefrotik relaps jarang : Sindrom nefrotik yang mengalami
relaps < 2 kali dalam 6 bulan sejak respons awal atau < 4 kali dalam 1
tahun.
6) Sindrom nefrotik relaps sering :Sindrom nefrotik yang mengalami relaps
≥ 2 kali dalam 6 bulan sejak respons awal atau ≥ 4 kali dalam 1 tahun. 10
7) Sindrom nefrotik dependen steroid : Sindrom nefrotik yang mengalami
relaps dalam 14 hari setelah dosis prednison diturunkan menjadi 2/3 dosis
penuh atau dihentikan dan terjadi 2 kali berturut-turut.
18
80 mg/hari) dalam dosis terbagi. Terapi inisial diberikan dengan dosis penuh
selama 4 minggu. Apabila dalam empat minggu pertama telah terjadi remisi, dosis
prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2LPB/hari atau 1,5 mg/kgBB/hari,
diberikan selang satu hari, dan diberikan satu hari sekali setelah makan pagi.
Apabila setelah dilakukan pengobatan dosis penuh tidak juga terjadi remisi, maka
pasien dinyatakan resisten steroid. 8,10,12
Pada pasien, pemberian furosemide injeksi 1-3mg/kgBB/hari yaitu
41mg/hari. Berdasarkan teori, restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat.
Biasanya diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu
dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat
kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu
dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah. 8,10,11,12
Sedangkan penatalaksanaan farmakoterapi untuk NS diberikan transfuse
albumin dengan menggunakan rumus transfuse albumin yaitu:
Persentase albumin
19
vital stabil dan keadaan umum baik serta pemeriksaan albumin sebelum pulang
sudah mengalami kenaikan walaupun belum mencapai kadar normal. Ibu pasien
disarankan untuk kontrol poli setelah pemberian kortikosteroid oral untuk
diminum teratur dan setelah obat tersebut habis ibu pasien disarankan untuk
kontrol poli bertujuan untuk mengetahui perkembangan klinis pasien, dan
memberikan lanjutan terapi kostikosteroid oral. Prognosis umumnya baik dengan
pengawasan pada anak umumnya baik dengan pengawasan dan terapi yang
adekuat.
20
LAMPIRAN 1
Lampiran 1. CDC-NCHS 2000 : grafik berat badan dan tinggi badan anak perempuan 2-18
21
LAMPIRAN 2
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Clark AG, Barrat TM. Steroid responsive nephrotic syndrome. Dalam: Barrat TM, Avner ED,
Harmon WE, penyunting. Pediatric Nephrology, Edisi 4. Baltimore: Lippincott Williams &
Wilkins 1999. h.731-47.
2. Eddy AA, Symons JM. Nephrotic syndrome in childhood. Lancet 2003;362:629-39.
3. Wila Wirya IGN: Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis sindrom nefrotik
primer pada anak di Indonesia. Disertasi, FKUI. Jakarta 14 Oktober 1992.
4. ISKDC. The primary nephrotic syndrome in children. Identification of patients with minimal
change nephrotic syndrome from initial response to prednisone. J Pediatr 1981;98:561-4.
5. Churg J, Habib R, White RH. Pathology of the nephrotic syndrome in children. A report for
the International Study of Kidney Disease in Children. Lancet 1970;760:1299-302.
6. White RH, Glasgow EF, Mills RJ. Clinicopathological study of nephrotic syndrome in
childhood. Lancet 1970;i:1353-9.
7. Srivastava RN, Mayekar G, Anand R, Choudry VP, Ghai OP, Tandon HD. Nephrotic
syndrome in Indian children. Arch Dis Child 1975;50:626-30.
8. ISKDC. Nephrotic syndrome in children: prediction of histopathology from clinical and
laboratory characteristics at time of diagnosis. Kidney Int 1978;13:159-65.
9. Trompeter RS. Steroid resistant nephrotic syndrome. Dalam: Postlethwaite RJ, penyunting.
Clinical paediatric nephrology. Edisi kedua. Oxford: Butterworth-Heinemann,1994. h. 226-
34.
10. Vogt AB, Avner ED. Nephrotic syndrome. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia; WB
Saunders; 2007. h. 2190-5.
11. Alatas Husein, Dkk.Sindrom Nefrotik .Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi 2.IDAI 2002.
Jakarta. FKUI.H. 381-423
12. Bagga A, Menon S. Idiopathic nephrotic syndrome: initial management. Dalam: Chiu MC,
Yap HK, penyunting. Practical paediatric nephrology. An update of current practices.
Hongkong; Medcom Limited;2005. h.109-15.
23