Disusun oleh :
Gilbert Richard Sulivan Tapilatu
0761050176
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
II.
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
B.Pemeriksaan Khusus
Kulit pasien berwarna sawo matang, memiliki turgor kulit baik, tidak
tampak ikterus, dan tidak ada petechiae. Bentuk kepala normal, rambut hitam,
tidak mudah dicabut. Mata bentuk normal, palpebra superior dan inferior tidak
cekung, kedudukan bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva anemis,
sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat isokor diameter 3 mm, refleks
cahaya positif. Telinga bentuk normal, simetris kanan dan kiri, CAE lapang,
dan tidak tampak serumen. Bentuk hidung simetris, deviasi septum tidak ada,
sekret tidak ada. Mulut bentuk tidak ada kelainan, bibir merah tidak kering,
sianosis tidak ada, tidak ada tremor, tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis, gigi
geligi tidak ada karies. Leher tidak ada kelainan, kelenjar getah bening tidak
teraba membesar, trakea di tengah, tidak ada kaku kuduk.
Pada pemeriksaan thorax, didapatkan inspeksi bentuk dada normal,
simetris keadaan stasis dan dinamis. Pada palpasi ditemukan fremitus vokal
dan taktil simetris kanan dan kiri, tidak krepitasi (-), fraktur (-), massa (-).
Pada perkusi terdengar sonor pada kedua lapang paru. Sedangkan pada
auskultasi suara napas terdengar vesikuler tanpa ronki maupun wheezing.
Pada pemeriksaan Jantung, didapatkan inspeksi tidak tampak pulsasi ictus
cordis. Pada palpasi teraba pulsasi ictus cordis. Pada perkusi terdengar redup,
6
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 27 Februari 2011
didapatkan kadar Leukosit 16.000 l, Limfosit 6500, Monosit 210 l,
Granulosit 1200 l, Hamoglobin l0,8 g/dl, Hematokrit 33,8 %, MCV 69,9
hm3 , MCH 22,6
Hpg, MCHC
31 mg/dl
Pada pemeriksaan urin lengkap tanggal 28 Februari 2011 didapatkan
warna kuning,PH 6, berat jenis 1,020, nitrit (-). Protein (+1), glaukosa (-),
keton (+1), bilirubin (+1), urobilinogen (+1). Pada pemeriksaan sedimen
urin didapatkan leukosit (+5-6), eritrosit (+3-4), epitel (+4-5), tidak ada
Kristal dan silinder.
V.
RESUME
Pasien
perempuan
berusia
10
tahun
datang
ke
RSUD
MCH
VI.
DIAGNOSIS KERJA
Diagnose kerja pada pasien ini adalah Infeksi saluran kemih, Gizi Kurang,
Anemia e.c susp. Defisiensi FE dan hipoglikemi.
VII.
DIAGNOSIS BANDING
Demam Typhoid.
A. Rencana Pemeriksaan
8
IX.
PROGNOSIS
Prognosis pada pasien ini pada quo ad vitam adalah ad bonam,
prognosis quo ad fungtionam adalah ad bonam, dan prognosis quo ad
sanationam adalah ad bonam.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
saluran
kemih
(ISK)
adalah
keadaan
klinis
akibat
10
setelah masa bayi, anak perempuan lebih sering mengalami infeksi saluran kemih
dibandingkan laki laki yaitu dengan rasio L/P 1 : 4 untuk infeksi yang
simtomatis dan 1 : 25 untuk infeksi yang asimtomatis pada anak usia sekolah,
diduga faktor uretra yang lebih pendek pada perempuan yang berperan dalam hal
ini.
Data prevalensi rumah sakit RSCM Jakarta dalam periode 3 tahun (19931995) didapatkan 212 kasus ISK, dengan rata-rata 70 kasus baru per tahun. Data
studi kolaboratif pada 7 rumah sakit pusat pendidikan dokter di Indonesia dalam
kurun 5 tahun (1984-1989) dilaporkan angka kejadian kasus baru ISK pada anak
berkisar antara 0,1- 1,9% dari seluruh kasus pediatric yang dirawat . Jumlah ISK
kompleks di Jakarta lebih sedikit dari ISK simpleks yaitu 22,2% dari 42 kasus
ISK. Meskipun lebih sedikit perlu mendapat perhatian khusus karena dapat
bersifat progresif. 3
Angka kekambuhan cukup tinggi yaitu pada anak perempuan 30% pada
tahun pertama dan 50% dalam 5 tahun kedepan. Sedangkan pada anak laki-laki
angka kekambuhan sekitar 15-20% pada tahun pertama dan setelah umur 1 tahun
jarang ditemukan kekambuhan. ISK yang terjadi nosokomial di rumah sakit
pernah dilaporkan sebanyak 14,2% per 1000 penderita anak, hal ini terjadi
biasanya karena pemakaian kateter urin jangka panjang.3
Etiologi
Kuman penyebab infeksi saluran kemih yang tersering adalah E. Coli yaitu
sekitar 80% 90% kasus kasus ISK dan kuman patogen lainnya meliputi
Klebsiella-Enterobacter spp., Proteus spp., Enterococcus faecalis, dan stafilokokus
koagulase-negatif. Pada infeksi saluran kemih kronis sering kali berkaitan dengan
Pseudomonas spp., Proteus spp., enterokokus atau Candida spp 2.
Patogenesis
11
diabetes,
obstruksi
saluran
kemih,
dan
penyakit
12
13
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya ISK3
-
Anak perempuan
Disfungsi miksi
Obstipasi kronik
Instrumentasi uretra
Mandi busa
Uropati Obstruktif
Adhesi labia
Manifestasi klinis
Infeksi saluran kemih dapat simtomatik maupun asimtomatik. Pada bayi
baru lahir gejala dapat berupa demam, malas minum, ikterus, hambatan
pertumbuhan, atau tanda-tanda sepsis. Pada masa bayi gejala sering berupa panas
yang
tidak
diketahu
penyebabnya,
nafsu
makan
berkurang,
gangguan
pertumbuhan berkurang, kadang kadang diare atau kencing sangat berbau. Pada
usia prasekolah berupa sakit perut, muntah, demam, sering kencing, dan
mengompol. Pada usia sekolah gejala spesifik makin nyata berupa mengompol,
sering kencing sakit waktu kencing, atau sakit pinggang 4.
Demam dan sakit pinggang merupakan gejala ISK bagian atas (ureter,
pielum, dan ginjal) sedangkan gejala ISK bagian bawah ( kandung kemih dan
uretra) biasanya lebih ringan, umumnya berupa disuria, polakisuria, atau kencing
mengedan, tanpa demam.
15
Pada infeksi kronis atau berulang dapat terjadi tanda tanda gagal ginjal
menahun atau hipertensi serta ganguan pertumbuhan.
Secara umum gejala klinis dari infeksi saluran kemih berbeda beda yaitu
tergantung dari umurnya, berikut uraiannya :
Umur 0 1 bulan :
pertumbuhan, anoreksia, muntah, diare, kejang, koma, kolik (anak menjerit keras),
air kemih berbau / berubah warna, kadang kadang disertai nyeri perut /pinggang.
Umur 2 6 tahun :
menahan kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah
warna, diare, muntah, gangguan pertumbuhan serta anoreksia.
Umur 6 18 tahun :
tidak dapat menahan kencing, polikisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan
berubah warna.
Diagnosis 1
Pada Infeksi saluran kemih yang simptomatis, diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala klinis yang ditemukan dan dengan adanya jumlah bakteri yang
bermakna dalam urin yang seharusnya steril dengan atau tanpa disertai piuria. Bila
ditekan silinder leukosit, maka kemungkinan pielonefritis perlu dipertimbangkan.
Pemeriksaan laboratorium yang terpenting untuk menegakkan diagnosis
Infeksi saluran kemih adalah biakan urine dan pemeriksaan urine lengkap.
1. Biakan urin
penanpungan urin untuk pembiakan dapat dilakukan dengan 3 cara :
16
17
18
19
dan memberikan kebersihan perineum meskipun usaha-usaha ini kadangkadang tidak selalu berhasil.10
2.
Pengobatan khusus
20
akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya setiap 3 bulan selama 2 tahun.
Setiap infeksi berulang harus diobati seperti pengobatan pada fase akut. Bila
relaps atau reinfeksi terjadi lebih ari 2 kali, maka pengobatan dilanjutkan dengan
pengobatan profilaksis, dengan obat-obat anti septis urin, yaitu nitrofurantion,
kontrimoksazol, sefaleksin atau metenamin mandelat. Pada umumnya diberikan
seperempat dosis normal, satu kali sehari pada malam hari slama 3 bulan. Bila
infeksi traktus urinarus disertai dengan kelainan anatomis (disebut ISK kompleks
atau complicated urinary infection), maka hasil pengobatan biasanya kurang
memuaskan. Pemberian obat disesuaikan dengan hasil uji resistensi dan dilakukan
dengan terapi profilaksis selama 6 bulan dan bila perlu sampai 2 tahun.10
3. Koreksi pembedahan
Bila pada pemeriksaan radioogis ditemukan obtruksi, maka perlu dilakukan
koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks tergantung dari derajat stadiumnya.
Refluks stadium I sampai III biasanya akan menghilang dengan pengobatan
terhadap infeksinya. Pada stadium IV perlu dilakukan koreksi bedah yaitu dengan
reimplantasi ureter pada kandung kemih (ureteroneosistostomi). Pada keadaankeadaan tertentu misalnya pada pionefritis atrofik kronik, tindakan nefrektomi
kadang-kadang perlu dilakukan.8
Antibiotika 5
* Neonatus
ampisilina : 50-100 mg/kg BB/24 jam IM/1V , dibagi 3-4 dosis
-
21
Kotimoksazol
Ampisilina
dosis
-
Amoksilina
Safaleksin
dosis
-
Asam nalikdisat
Nitrofurantoin
Pemantauan
Dalam 2 x 24 jam setelah pengobatan fase akut dimulai gejala ISK
umumnya menghilang. Bila gejala belum menghilang, dipikirkan untuk
mengganti antibiotik yang lain sesuai dengan uji kepekaan antibiotik. Dilakukan
pemeriksaan kultur dan uji resistensi urin ulang 3 hari setelah pengobatan fase
akut dihentikan, dan bila memungkinkan setelah 1 bulan dan setiap 3 bulan. Jika
ada ISK berikan antibiotik sesuai hasil uji kepekaan.8
Bila ditemukan ada kelainan anatomik maupun fungsional yang
menyebabkan obstruksi, maka setelah pengobatan fase akut selesai dilanjutkan
dengan antibiotik profilaksis (lihat lampiran). Antibiotik profilaksis juga diberikan
pada ISK berulang, ISK pada neonatus, dan pielonefritis akut.10
Komplikasi
Pielonefritis berulang dapat mengakibatkan hipertensi, parut ginjal, dan
gagal ginjal kronik (Pielonefritis berulang timbul karena adanya faktor
predisposisi).7
22
Prognosis
ISK tanpa kelainan anatomis menpunyai prognosis lebih baik bila
dilakukan pengobatan pada fase akut yang andekuat dan disertai pengawasan
terhadap kemungkinan infeksi berulang. Pognosis jangka panjang pada sebagian
besar penderita dengan kelainan anatomis umumnya kurang memuaskan
meskipun telah diberikan pengobatan yang andekuat dan dilakukan koreksi bedah
, hal ini terjadi terutama pada penderita dengan nefropati refluks. Deteksi dini
terhadap adanya kelainan anatomis, pengobatan yang segera pada fase akut,
kerjasama yang baik antara dokter, ahli bedah urologi dan orang tua penderita
sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya perburukan yang mengarah ke fase
gagal ginjal kronis 1.
Obat
Dosis
mg/kgBB/hari
(A) Parenteral
tiap 12 jam (bayi < 1 minggu)
Ampisilin
100
150
23
Gentamisin
Seftriakson
75
sekali sehari
Seftazidim
150
Sefazolin
50
Tobramisin
Ticarsilin
100
(B) Oral
24
20-40 mg/Kg/hari
q8h
Ampisilin
50-100
q6h
mg/Kg/hari
Amoksisilin-asam
50 mg/Kg/hari
q8h
Sefaleksin
50 mg/Kg/hari
q6-8h
Sefiksim
4 mg/kg
q12h
Nitrofurantoin*
6-7 mg/kg
q6h
Sulfisoksazole*
120-150
q6-8h
Trimetoprim*
6-12 mg/kg
q6h
klafulanat
25
Sulfametoksazole
*
30-60 mg/kg
q6-8h
1 -2 mg/kg
Sulfisoksazole*
50 mg/Kg
(1x malam hari)
Trimetoprim*
2mg/Kg
Sulfametoksazole
30-60 mg/kg
26
BAB IV
PEMBAHASAN
Infeksi
saluran
kemih
(ISK)
adalah
keadaan
klinis
akibat
27
28
BAB V
KESIMPULAN
Anak dengan diagnosis ISK dievaluasi secara sistematik. Jenis
pemeriksaan bergabung kepada umur dan manifestasi klinik. Bayi dan anak
dibawah 2 tahun perlu dilakukan pemeriksaan USG dan MSU. Pencitraan skan
DMSA merupakan pemeriksaan yang sensitif untuk melihat pielonefritis dan parut
ginjal.
Terapi antibiotik idealnya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan resistensi
kuman. Pada anak dengan gejala penyakit yang berat antibiotik dapat diberikan
segera, tetapi sebelumnya diambil urin untuk pemeriksaan biakan. Anak dengan
gejala ISK yang ringan cukup diberi terapi antibiotik oral selama 7 hari. Pada
anak dengan pielonefritis akut lama pengobatan 10-14 hari. Bila ditemukan gejala
toksik atau disertai muntah muntah anak perlu perlu dirawat dan diberikan
antibiotik parenteral. Neonatus dengan ISK harus dirawat dan diberikan antibiotik
parenteral selama 14 hari.
Pengobatan antibiotik pada bakteriuria asimtomatik tidak perlu diberikan.
Pengobatan antibiotik profilaksis diberikan pada anak dengan ISK berulang > 3x
atau pada yang disertai RVU. Pencegahan ISK dapat dilakukan dengan menjaga
hygiene saluran kemih, berkemih secara teratur serta sirkumsisi pada anak lakilaki.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief Abdul, Napitupulu Partogi,et al.,1985, Ilmu Kesehatan Anak
2,Infomedika, Jakarta.
29
30
31