Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam dunia kesehatan dikenal 3 pilar utama dalam meningkatkan kesehatan
masyarakat, yaitu preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Melalui upaya pencegahan penularan
dan transmisi penyakit infeksi yang berbahaya akan mengurangi morbiditas dan mortalitas
penyakit infeksi.1 Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
imunisasi merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit menular yang
merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan sebagai salah satu bentuk
nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs)
khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak dengan target menurunkan angka
kematian balita menjadi dua pertiga dari tahun 1990 ke tahun 2015.2
Menurut Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (SKDI), angka kematian balita
tahun 1998-2003 adalah 46 per 1.000 kelahiran hidup, jauh menurun dibandingkan 216 per
1.000 kelahiran hidup pada tahun 1960. Namun, di kawasan Asia Tenggara, Indonesia
memiliki angka kematian bayi tertinggi (4,6 kali dari Malaysia, 1,3 kali dari Filipina, dan 1,8
kali dari Thailand). Target tahun 2015 angka kematian bayi harus menurun menjadi 23 per
1.000 kelahiran hidup. Didalam mencapai tujuan keempat dari MDGs, program imunisasi
memberikan peranan penting dan strategis, karena melalui imunisasi dapat diupayakan untuk
mempertinggi kekebalan penjamu terhadap penyakit tertentusehingga dapat melawan
mikroorganisme penyebab penyakit tanpa harus mengalami sakit terlebih dahulu.1
Kegiatan imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Mulai tahun 1977
kegiatan imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dalam rangka
pencegahan penularan terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD3I) yaitu Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus serta Hepatitis B.
Masalah lain yang harus dihadapi adalah munculnya kembali PD3I yang sebelumnya telah
berhasil ditekan (Reemerging diseases), timbulnya penyakit-penyakit menular baru
(Emerging Infectious Diseases) serta penyakit infeksi yang betul-betul baru (new diseases).
Penyakit yang tergolong ke dalam penyakit baru yaitu penyakit yang angka kejadiannya
meningkat dalam dua dekade terakhir ini atau mempunyai kecenderungan untuk meningkat
dalam waktu dekat, penyakit yang area geografis penyebarannya meluas, dan penyakit yang
tadinya mudah dikontrol dengan obat-obatan namun kini menjadi resisten.2
1

Beberapa penyakit yang saat ini menjadi perhatian dunia dan merupakan komitmen
global yang wajib diikuti oleh semua negara adalah eradikasi polio (ERAPO), eliminasi
campak pengendalian rubella (EC-PR) dan Maternal Neonatal Tetanus Elimination
(MNTE). Di samping itu, dunia juga menaruh perhatian terhadap mutu pelayanan dengan
menetapkan standar pemberian suntikan yang aman (safe injection practices) bagi penerima
suntikan yang dikaitkan dengan pengelolaan limbah medis tajam yang aman (waste disposal
management), bagi petugas maupun lingkungan.2
Berbagai vaksin yang beredar di masyarakat sejak 10 tahun terakhir merupakan
vaksin yang mempunyai keamaanan standar internasional. Pada dasarnya vaksin dibagi
menjadi vaksin hidup yang dilemahkan (live attenuated vaccine) dan vaksin mati (killed
inactivated vaccine). Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
penyelenggaraan imunisasi terus berkembang antara lain dengan pengembangan vaksin baru
(Rotavirus, Japanese Encephalitis, Pneumococcus, Dengue Fever dan lain-lain) serta
penggabungan beberapa jenis vaksin sebagai vaksin kombinasi misalnya DPT-HB-Hib.2
Cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata di seluruh wilayah. Hal ini
bertujuan untuk menghindarkan terjadinya daerah kantong yang akan mempermudah
terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Untuk mendeteksi dini terjadinya peningkatan kasus
penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB, imunisasi perlu didukung oleh upaya
surveilans epidemiologi.2 WHO report on tuberculosis epidemics tahun 1997 memperkirakan
terdapat 7.433.000 kasus TB di dunia dan terbanyak di Asia Tenggara. 1 Dalam data jumlah
kasus TB, Indonesia merupakan tiga besar di dunia. WHO memperkirakan di Indonesia setiap
tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat TB dan terdapat 450.000 TB kasus baru setiap
tahunnya. Belum diketahui prevalens TB pada anak, namun berbagai rumah sakit di
Indonesia angka perawatan TB berat (TB milier, meningitis TB) masih berat.1
Pada tahun 2013, cakupan desa Universal Child Immunization (UCI) di Kecamatan
Lumar berjumlah 2 desa (40%) yang terdiri dari Desa Tiga Berkat dan Desa Belimbing.
Sedangkan pada tahun 2012, cakupan desa UCI di Kecamatan Lumar berjumlah 5 desa
(100%) yang terdiri dari Desa Magmagan Karya, Desa Tiga Berkat, Desa Belimbing, Desa
Seren Selimbau, dan Desa Lamolda. Jumlah bayi yang ada pada tahun 2013 adalah 127 bayi,
yang terdiri dari 66 bayi laki-laki dan 61 bayi perempuan. Cakupan imunisasi Bacillus
Calmette Guerin (BCG) berjumlah 138 bayi dengan sasaran bayi 117 bayi.3
Desa Tiga Berkat merupakan desa dengan kategori UCI pada tahun 2013, namun
cakupan tersebut menurun pada periode Januari Juni 2014 karena ada beberapa jenis
2

imunisasi yang belum memenuhi standar imunisasi. Pada tahun 2013, Desa Tiga Berkat
memiliki sasaran 42 bayi dengan 67 bayi yang dilakukan imunisasi BCG. 3 Pada periode
Januari Juni 2014, cakupan bayi yang sudah dilakukan imunisasi BCG adalah 147,62% dan
pencapaiannya 147,62%. Dari hasil yang didapatkan selama periode Januari Juni 2014 ini,
Desa Tiga Berkat sudah masuk kedalam kriteria desa UCI, namun untuk mencapai kriteria
desa UCI pada tahun 2014 ini, perlu dilakukan peningkatan mutu untuk mencapai
keberhasilan imunisasi di Desa Berkat. Keberhasilan imunisasi dapat tercermin dari kualitas
dan kuantitas vaksin yang akan diberikan, seperti cara pemberian, dosis, interval pemberian,
dan jenis vaksin yang akan diberikan. Selain itu terdapat faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kualitas dari vaksin, oleh karena itu penulis tertarik melakukan evaluasi
program imunisasi Puskesmas Lumar di Desa Tiga Berkat, khususnya imunisasi BCG.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka didapatkan perumusan masalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana cakupan dari program Imunisasi BCG Puskesmas Lumar di Desa Tiga Berkat,
Kecamatan Lumar, Kabupaten Bengkayang?
b. Bagaimana pencapaian dari program Imunisasi BCG Puskesmas Lumar di Desa Tiga
Berkat, Kecamatan Lumar, Kabupaten Bengkayang?
c. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi cakupan dan pencapaian dari program
Imuniasasi BCG Puskesmas Lumar di Desa Tiga Berkat, Kecamatan Lumar, Kabupaten
Bengkayang?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui cakupan, pencapaian, faktor-faktor yang mempengaruhi cakupan dan
pencapaian program, dan upaya pemecahan masalah dari program Imunisasi BCG Puskesmas
Lumar di Desa Tiga Berkat, Kecamatan Lumar, Kabupaten Bengkayang.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi jumlah cakupan dan pencapaian dari program Imunisasi BCG
Puskesmas Lumar di Desa Tiga Berkat, Kecamatan Lumar, Kabupaten Bengkayang.
b. Menganalisis penyebab masalah rendahnya cakupan dari program Imunisasi BCG
Puskesmas Lumar di Desa Tiga Berkat, Kecamatan Lumar, Kabupaten Bengkayang.
3

c. Mencari alternatif pemecahan masalah dari program Imunisasi BCG Puskesmas Lumar di
Desa Tiga Berkat, Kecamatan Lumar, Kabupaten Bengkayang.
d. Menentukan pemecahan masalah terpilih mengenai program Imunisasi BCG Puskesmas
Lumar di Desa Tiga Berkat, Kecamatan Lumar, Kabupaten Bengkayang.
e. Menyusun rencana kegiatan dari pemecahan masalah yang terpilih mengenai program
Imunisasi BCG Puskesmas Lumar di Desa Tiga Berkat, Kecamatan Lumar, Kabupaten
Bengkayang.
1.4. Batasan Pengkajian
1.4.1. Batasan Judul
Laporan kegiatan dengan judul Evaluasi Program Imunisasi BCG Puskesmas Lumar
di Desa Tiga Berkat Periode Januari Juni 2014
a. Evaluasi adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu sehingga
dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.
b. Program Imunisasi adalah serangkaian kegiatan perencanaan, pelaksanaan, monitoring
dan evaluasi kegiatan imunisasi.
c. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
d. BCG adalah Bacillus Calmette Guerin, suatu vaksin hidup yang dibuat dari
Mycobaterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil
yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas.
e. Puskesmas Lumar adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di Kecamatan Lumar,
Kabupaten Bengkayang.
f. Desa Tiga Berkat adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Lumar, Kabupaten
Bengkayang.
g. Periode Januari Juni 2014 adalah periode waktu yang dipakai untuk melakukan
evaluasi mengenai cakupan program Imunisasi BCG.
1.4.2. Batasan Operasional
a.

Sasaran adalah jumlah bayi baru lahir dihitung/ditentukan berdasarkan angka yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bengkayang.
4

b.

Cakupan adalah jumlah bayi yang dilakukan imunisasi BCG di Desa Tiga Berkat,
Kecamatan Lumar, Kabupaten Bengkayang.

1.4.3. Ruang Lingkup


Ruang lingkup pengkajian yang dilakukan meliputi:
a. Lingkup lokasi

: Desa Tiga Berkat, Kecamatan Lumar, Kabupaten Bengkayang

b. Lingkup waktu

: Januari Juni 2014

c. Lingkup sasaran : Jumlah bayi yang ada, yang dilakukan pemberian imuniasasi BCG
d. Lingkup metode : Wawancara, pencatatan dan pengamatan
e. Lingkup materi

: Evaluasi Program Imunisasi BCG Puskesmas Lumar di Desa Tiga


Berkat Periode Januari Juni 2014

1.5. Manfaat Kegiatan


a. Bagi Puskesmas
Mengetahui jumlah cakupan dan pencapaian program imunisasi BCG Puskesmas Lumar
di Desa Tiga Berkat untuk periode Januari Juni 2014. Memberikan pengetahuan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan imunisasi, khususnya imunisasi BCG.
Memberikan alternatif pemecahan masalah untuk mempertahankan kriteria UCI pada
program imunisasi.
b. Bagi Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya program imunisasi, khususnya imunisasi


BCG. Meningkatkan kesadaran sikap dan perilaku masyarakat untuk memberikan anak
mereka imunisasi agar mengurangi risiko berat dari penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi.
c. Bagi Penulis

Mengetahui penyebab masalah dan cara penyelesaiannya dengan pendekatan sistem.


1.6. Metodologi
Laporan ini disusun berdasarkan acuan data primer dan sekunder Puskesmas Lumar
tentang jumlah cakupan program Imunisasi BCG Puskesmas Lumar periode Januari Juni
2014. Survei dilakukan di Desa Tiga Berkat, Kecamatan Lumar, Kabupaten Bengkayang
pada tanggal 7-17 Juli 2014. Data diambil dari pengamatan bayi yang dilakukan imunisasi
BCG di Desa Tiga Berkat dan dari kuisioner yang diambil dari ibu yang memiliki bayi yang
dilakukan imunisasi di Desa Tiga Berkat. Pengambilan data primer dilaksanakan pada hari Jumat,
5

tanggal 11 Juli 2014 pukul 09.00 12.00 dengan melakukan wawancara kepada koordinator program
imunisasi di Puskesmas Lumar. Data sekunder didapatkan dari program Imunisasi BCG di

Puskesmas Lumar.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dengan metode pendekatan
sistem dan melihat fungsi manajemen dengan tujuan mengetahui permasalahan secara
menyeluruh. Kemudian dilakukan identifikasi masalah dan ditentukan prioritas masalah. Dari
prioritas masalah dilakukan analisis penyebab masalah dengan pendekatan sistem. Kemudian
analisis faktor penyebab masalah tersebut dimasukkan ke diagram Fish Bone. Penyebab
masalah diprioritaskan lalu ditentukan alternatif pemecahan masalah dengan metodologi
Kriteria Matriks (M.I.V/C). alternatif pemecahan masalah yang ditentukan kemudian
ditetapkan rencana kegiatannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Imunisasi
2.1.1

Definisi
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu

penyakit, sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit.2
6

2.1.2

Tujuan Imunisasi2

a. Tujuan Umum
Turunnya angka kesakitan, kecacatan, dan kematian bayi akibat PD3I.
b. Tujuan Khusus
1) Program Imunisasi
a) Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi

lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada
tahun 2010.
b) Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden dibawah 1 per

1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2005.


c) Eradikasi polio pada tahun 2008.

d) Tercapainya reduksi campak (RECAM) pada tahun 2005.


2) Program Imunisasi Meningitis Meningokokus
Memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit Meningitis Meningokokus tertentu,
sesuain dnegna vaksin yang diberikan pada calon Jemaah haji.
3) Program Imunisasi Demam Kuning
Memberikan kekebalan efektif bagi semua orang yang melakukan perjalanan berasal
dari atau ke Negara endemis demam kuning sehingga dapat mencegah masuknya
penyakit demam kuning di Indonesia.
4) Program Imunisasi Rabies
Menurunkan angka kematian pada kasus gigitan hewan penular rabies.

2.1.3

Sasaran Imunisasi di Indonesia

a. Program Imunisasi
Imunisasi dilakukan diseluruh kelurahan di wilayah Indonesia. Imunisasi rutin
diberikan kepada bayi dibawah umur 1 tahun, wanita usia subur, yaitu wanita berusia 1539 tahun termasuk ibu hamil dan calon pengantin. Imunisasi pada bayi disebut dengan
imunisasi dasar, sedangkan imunisasi pada anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur
disebut dengan imunisasi lanjutan.
Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin meliputi, pada bayi: hepatitis B, BCG,
polio, DPT, dan campak. Pada anak usia sekolah: DT (Difteri Tetanus), campak, dan
7

Tetanus Toksoid. Pada imunsiasi terhadap wanita usia subur diberikan Tetanus Toksoid.
Pada kejadian wabah penyakit tertentu disuatu wilayah dan waktu tertentu maka
imunisasi tambahan akan diberikan bila diperlukan. Imunisasi tambahan diberikan kepada
bayi dan anak. Imunisais tambahan sering dilakukan misalnya ketika terjadi suatu wabah
penyakit tertentu dalam wilayah dan waktu tertentu misalnya, pemberian polio pada
Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan pemberian imunisasi campak pada ank sekolah.
b. Program Imunisasi Menigitis Meningokokus
Seluruh calon Jemaah haji dan umroh, petugas Panitia Penyelenggaraan Ibadah
Haji (PPIH) di Arab Saudi, Tim Kesehatan Haji Indonesia yang bertugas menyertai
Jemaah (kloter) dan petugan kesehatan di embarkasi atau debarkasi.
c. Program Imunisasi Demam Kuning
Semua orang yang melakukan perjalanan kecuali bayi dibawah 9 bulan dan ibu
hamil trimester pertama, berasal dari negara atau ke Negara yang dinyatakan endemis
demam kuning.
d. Program Imunisasi Rabies
Sasaran vaksinasi ditujukan pada 100% kasus gigitan yang berindikasi rabies
terutama pada lokasi tertular.
2.1.4

Kebijakan dan Strategi Program Imunisasi2

1) Kebijakan

Penyelenggaraan imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat,


dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak terkait.

Mengupayakan pemerataan jangkuan pelayanan imunisasi baik terhadap sasaran


masyarakat maupun sasaran wilayah.

Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu.

Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program dan


anggaran terpadu.

Perhatian khusus diberikan pada wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB), dan
daerah-daerah sulit secara geografis.

2) Strategi

Memberikan akses kepada masyarakat.

Membangun kemitraan dan jejaring kerja.


8

Menjamin ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksi, dan alat suntik.

Menerapkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS).

Pelayanan imnusasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih.

Pelaksanaan sesuai standar.

Memanfaatkan perkembangan metoda dan teknologi yang lebih efektif.

Meningkatkan advokasi, fasilitasi dan pembinaan.


Di Indonesia, untuk pelayanan kesehatan pemerintah, vaksin yang termasuk dalam

program imunisasi dasar di erikan secara gratis, kadang-kadang dibeberapa unit pelayanan
kesehatan hanya membayar kartu masuk puskesmas atau rumah sakit tergantung pada
kebijakan daerah. Vaksin yang termasuk program imunisasi dasar adalah: Hepatitis B, BCG,
Polio, DPT, dan Campak. Untuk vaksin yang tidak termasuk program imunisasi dasar,
seperti, HiB, Pneumonia, MMR maka harus membayar vaksin yang diberikan.

2.1.5

Jadwal Imunisasi

Gambar 2.1. Jadwal Imunisasi Tahun 2014


2.1.6. Penyelenggaraan Imunisasi Wajib
a) Perencanaan
Perencanaan harus disusun secara berjenjang mulai dari puskesmas, kabupaten/kota,
provinsi dan pusat (bottom up). Perencanaan merupakan kegiatan yang sangat penting
sehingga harus dilakukan secara benar oleh petugas yang profesional. Kekurangan dalam
perencanaan akan mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan program, tidak tercapainya
target kegiatan, serta hilangnya kepercayaan masyarakat. Sebaliknya kelebihan dalam
perencanaan akan mengakibatkan pemborosan keuangan negara. Perencanaan imunisasi
wajib, meliputi:
1. Penentuan Sasaran
a. Sasaran Imunisasi Rutin
1) Bayi pada imunisasi dasar
Jumlah bayi baru lahir dihitung/ditentukan berdasarkan angka yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) atau sumber resmi yang lain. Dapat juga
dihitung dengan rumus CBR dikalikan jumlah penduduk. Sasaran ini digunakan untuk
menghitung imunisasi Hepatitis B-0, BCG dan Polio1.
Bayi = CBR X Jumlah Penduduk
Jumlah bayi yang bertahan hidup (Surviving Infant) dihitung/ditentukan
berdasarkan jumlah bayi baru lahir dikurangi dengan jumlah kematian bayi yang
didapat dari Infant Mortality Rate (IMR) dikalikan dengan jumlah bayi baru lahir.
Sasaran ini digunakan untuk menghitung imunisasi yang diberikan pada bayi usia 211 bulan. Jumlah batita dihitung/ditentukan berdasarkan jumlah Surviving infant (SI).
Surviving Infant (SI) = Jumlah bayi (IMR x Jumlah bayi)
2) Anak sekolah dasar pada imunisasi lanjutan

10

Jumlah sasaran anak sekolah didapatkan dari data yang dikeluarkan oleh
Kementerian Pendidikan dan atau Kementerian Agama (untuk siswa MI) atau
pendataan langsung pada sekolah.
3) Wanita Usia Subur (WUS) pada imunisasi lanjutan
Batasan Wanita Usia Subur WUS adalah antara 15-49 tahun. Jumlah sasaran
WUS dihitung dengan rumus 21,9% dikalikan jumlah penduduk. Wanita usia subur
terdiri dari WUS hamil dan tidak hamil.
WUS = 21,9 % X Jumlah Penduduk
b. Sasaran Imunisasi Tambahan
Sasaran imunisasi tambahan adalah kelompok resiko (golongan umur) yang paling
berisiko terkenanya kasus. Jumlah sasaran didapatkan berdasarkan pendataan langsung.
c. Sasaran Imunisasi Khusus
Sasaran imunisasi khusus ditetapkan dengan keputusan tersendiri (misalnya
jemaah haji, masyarakat yang akan pergi ke negara tertentu).
2. Perencanaan Kebutuhan Logistik
Logistik imunisasi terdiri dari vaksin, Auto Disable Syringe dan safety box. Ketiga
kebutuhan tersebut harus direncanakan secara bersamaan dalam jumlah yang berimbang
(system bundling).

3. Perencanaan Vaksin
Dalam menghitung jumlah kebutuhan vaksin, harus diperhatikan beberapa hal, yaitu
jumlah sasaran, jumlah pemberian, target cakupan dan indeks pemakaian vaksin dengan
memperhitungkan sisa vaksin (stok) sebelumnya.

Indek Pemakaian vaksin (IP) adalah pemakaian ratarata setiap kemasan vaksin. Cara
menghitung IP adalah dengan membagi jumlah cakupan dengan jumlah vaksin

11

Untuk menentukan jumlah kebutuhan vaksin ini, maka perhitungan IP vaksin harus
dilakukan pada setiap level. IP vaksin untuk kegiatan imunisasi massal (BIAS atau
kampanye) lebih besar dibandingkan dengan imunisasi rutin diharapkan sasaran berkumpul
dalam jumlah besar pada satu tempat yang sama.
4. Perencanaan Auto Disable Syringe
Alat suntik yang dipergunakan dalam pemberian imunisasi adalah alat suntik yang
akan mengalami kerusakan setelah sekali pemakaian (Auto Disable Syringe/ADS). Ukuran
ADS beserta penggunaannya terlihat seperti tabel berikut:
Tabel 2.1. Ukuran ADS dan Penggunaanya
No Ukuran ADS
Penggunaan
1 0,05 ml
Pemberian imunisasi BCG
2 0,5 ml
Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib, Campak, DT, Td, dan TT
3 5 ml
Untuk melarutkan vaksin BCG dan Campak
5. Perencanaan Safety Box
Safety box digunakan untuk menampung alat suntik bekas pelayanan untuk
menammpung 50 50 alat suntik bekas, sedangkan ukuran 5 liter menampung 100 alat
suntik bekas. Limbah imunisasi selain alat suntik bekas tidak boleh dimasukkan ke dalam
safety box.

6. Perencanaan Kebutuhan Peralatan Cold Chain


Vaksin merupakan bahan biologis yang mudah rusak sehingga harus disimpan
pada suhu tertentu (suhu 2 s/d 8 C untuk vaksin sensitif beku atau pada suhu -15 s/d -25
C untuk vaksin yang sensitif panas). Sesuai dengan tingkat administrasi, maka sarana
coldchain yang dibutuhkan adalah:
a. Provinsi
: Coldroom, freeze room, lemari es, dan freezer
b. Kabupaten/kota
: Coldroom lemari es, dan freezer
c. Puskesmas
: Lemari es
Penentuan jumlah kapasitas coldchain harus dihitung berdasasarkan volume
puncak dan kebutuhan vaksin rutin (maksimal stok) ditambah dengan kegiatan tambahan
(bila ada). Maksimal stok vaksin provinsi adalah 2 bulan kebutuhan ditambah 1 bulan
cadangan, kabupaten/kota 1 bulan kebutuhan ditambah dengan 1 bulan cadangan,
12

puskesmas 1 bulan kebutuhan ditambah dengan 1 minggu cadangan. Selain kebutuhan


lemari es dan freezer, harus direncanakan juga kebutuhan vaksin carrier untuk membawa
vaksin ke lapangan serta cool pack sebagai penahan suhu dingin dalam vaksin carrier
selama transportasi vaksin.
7. Perencanaan Pendanaan
Sumber pembiayaan untuk imunisasi berasal dari pemerintah dan donor.
Pembiayaan yang berasal dari pemerintah berbeda-beda pada tiap administrasi, yaitu
tingkat pusat bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), tingkat
provinsi berasal dari APBN (dekon) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
provinsi, tingkat kabupaten/kota bersumber dari APBN (tugas perbantuan) dan APBD
kabupaten/kota berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Pendanaan ini dialokasikan dengan menggunakan formula khusus antara lain berdasarkan
jumlah penduduk, kapasitas fiskal, jumlah masyarakat miskin, dll.
Di era desentralisasi, fungsi pemerintah pusat adalah dalam menjamin ketersediaan
vaksin dan alat suntik, bimbingan teknis, pedoman pengembangan, pemantauan dan
evaluasi, pengendalian kualitas, kegiatan TOT (training of trainer), advokasi, penelitian
operasional dan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi). Meskipun ada komitmen
yang kuat dari pemerintah pusat dalam mendukung imunisasi dalam bentuk pengadaan
vaksin dan alat suntik ke seluruh kabupaten/kota sudah terbukti dalam beberapa kasus
masih terjadi masalah dalam ketersediaan biaya operasional yang seharusnya disediakan
oleh pemerintah daerah. Situasi ini akan berdampak besar misalnya terjadinya KLB di
berbagai wilayah, khususnya di daerah rural dan miskin.
b) Pengadaan Logistik, Distribusi dan Penyimpanan
1. Pengadaan Logistik
Pengadaan vaksin untuk imunisasi wajib dilakukan oleh Pemerintah. Untuk
mengatasi keadaan tertentu (KLB, bencana alam) pengadaan vaksin dapat dilakukan
bekerja sama dengan mitra. Pemerintah daerah kabupaten/kota bertanggung jawab
terhadap pengadaan Auto Disable Syringe, safety box, peralatan, coldchain, emergency
kit, dan dokumen pencatatan status imunisasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
keuangan daerah.
2. Pendistribusian
13

Pemerintah bertanggung jawab dalam pendistribusian logistik sampai ke tingkat


provinsi. Pendistribusian selanjutnya merupakan tanggung jawab pemerintah daerah secara
berjenjang dengan mekanisme diantar oleh level yang lebih atas atau diambil oleh level
yang lebih bawah (tergantung kebijakan masing-masing daerah). Seluruh proses distribusi
vaksin dari pusat sampai ketingkat pelayanan harus mempertahankan kualitas vaksin tetap
tinggi agar mampu memberikan kekebalan optimal kepada sasaran.
a. Pusat ke Provinsi

1) Penyedia vaksin bertanggung jawab terhadap seluruh pengiriman vaksin dari


pusat sampai ke tingkat provinsi.
2) Dinas kesehatan provinsi mengajukan rencana jadwal penyerapan vaksin alokasi
provinsi yang dikirimkan kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementrian Kesehatan, tembusan kepada Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan cq. Subdit Imunisasi serta
kepada penyedia vaksin paling lambat 10 hari kerja setelah alokasi vaksin
diterima di provinsi.
3) Vaksin akan dikirimkan sesuai jadwal rencana penyerapan dan atau permintaan
yang diajukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.
4) Pengiriman vaksin (terutama BCG) dilakukan secara bertahap (minimal dalam
dua kali pengiriman) dengan interval waktu dan jumlah yang seimbang dengan
memperhatikan tanggal kadaluarsa dan kemampuan penyerapan serta kapasitas
tempat penyimpanan.
5) Vaksin untuk kegiatan BIAS dikirimkan 1 (satu) bulan sebelum pelaksanaan
kegiatan.
6) Vaksin alokasi pusat akan dikirimkan berdasarkan permintaan resmi dari Dinas
Kesehatan Provinsi yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan cq. Direktur
Surveilans, Imunisasi, Karantina, dan Kesehatan Matra dengan melampirkan
laporan monitoring vaksin pada bulan terakhir.
7) Dalam setiap pengiriman vaksin harus disertakan dokumen berupa:
a) SP (Surat Pengantar) untuk vaksin alokasi provinsi / SBBK (Surat Bukti
Barang Keluar) untuk vaksin alokasi pusat.
b) VAR (Vaccine Arrival Report) untuk setiap nomor batch vaksin.
c) Copy CoR (Certifikate of Release) untuk setiap batch vaksin.
8) Wadah pengiriman vaksin berupa cold box
yang disertai alat untuk
mempertahankan suhu dingin berupa:
a) Cool pack untuk vaksin TT, Td, DT, Hepatitis B, dan DPT-HB.
b) Cold pack untuk vaksin BCG dan Campak.
c) Dry ice dan atau cold pack untuk vaksin Polio.
14

9) Pelarut dan penetes dikemas pada suhu kamar terpisah dengan vaksin (tanpa
menggunakan pendingin).
10) Pada setiap cold box disertakan alat pemantau paparan suhu tambahan berupa:
a) Indikator paparan suhu beku untuk vaksin sensitif beku (DT, TT, Td, Hep. B,
dan DPT-HB).
b) Indikator paparan suhu panas untuk vaksin BCG.
b. Dari Provinsi ke Kabupaten/Kota
1) Merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah dengan cara diantar oleh provinsi
atau diambil oleh kabupaten/kota.
2) Dilakukan atas dasar permintaan resmi dari Dinas Kesehatan kabupaten/kota
dengan mempertimbangkan stok maksimum dan daya tampung tempat
penyimpanan.
3) Menggunakan cold box yang disertai alat penahan suhu dingin berupa:
a) Cool pack untuk vaksin TT, DT, Td, Hepatitis B PID dan DPT-HB.
b) Cold pack untuk vaksin BCG, Campak, dan Polio.
4) Apabila vaksin sensitif beku dan sensitif panas ditempatkan dalam satu wadah
maka pengepakannya menggunakan cold box yang berisi cool pack.
5) Dalam setiap pengiriman harus disertai dengan dokumen berupa:
a) VAR (Vaccine Arrival Report) yang mencantumkan seluruh vaksin
b) SBBK (Surat Bukti Barang Keluar)
6) Pengepakan vaksin sensitif beku harus dilengkapi dengan indikator pembekuan
c. Dari Kabupaten/Kota ke Puskesmas

1) Dilakukan dengan cara diantar oleh kabupaten/kota atau diambil oleh puskesmas
2) Dilakukan atas dasar permintaan resmi dari puskesmas dengan
mempertimbangkan stok maksimum dan daya tampung penyimpanan vaksin.
3) Menggunakan cold box atau vaksin carrier yang disertai dengan cool pack.
4) Disertai dengan dokumen pengiriman berupa Surat Bukti Barang Keluar (SBBK)
dan Vaccine Arrival Report (VAR)
5) Pada setiap cold box atau vaksin carrier disertai dengan indikator pembekuan.
d. Distribusi dari Puskesmas ke tempat pelayanan.
Vaksin dibawa dengan menggunakan vaksin carrier yang diisi cool pack dengan
jumlah yang sesuai.
3. Penyimpanan
Untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima sampai didistribusikan
ketingkat berikutnya (atau digunakan), vaksin harus selalu disimpan pada suhu yang
telah ditetapkan, yaitu:

15

a. Provinsi
1) Vaksin Polio disimpan pada suhu -15C s/d -25C pada freeze room atau freezer.
2) Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2C s/d 8C pada cold room atau lemari es.
b. Kabupaten/kota
1) Vaksin polio disimpan pada suhu -15C s/d -25C pada freezer.
2) Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2C s/d 8C pada coldroom atau lemari es
c. Puskesmas
1) Semua vaksin disimpan pada suhu 2C s/d 8C pada lemari es.
2) Khusus vaksin Hepatitis B, pada bidan desa disimpan pada suhu ruangan,
terlindung dari sinar matahari langsung.

VAKSIN

Tabel 2.2. Penyimpanan Vaksin


PROVINSI
KAB / KOTA
PKM / PUSTU
MASA SIMPAN VAKSIN
2 BLN + 1 BLN

POLIO
DPT-HB
DT
TT
BCG
CAMPAK
Td
Hepatitis B

1 BLN + 1 BLN

1 BLN + 1 MG

BDD / UPK
1

BLN +
1MG

-15 s/d -25 C

2 s/d 8 C
suhu ruangan

Penyimpanan pelarut vaksin pada suhu 2C s/d 8C atau pada suhu ruang terhindar dari
sinar matahari langsung. Sehari sebelum digunakan, pelarut disimpan pada suhu 2C s/d 8C.
Beberapa ketentuan yang harus selalu diperhatikan dalam pemakaian vaksin secara berurutan
adalah paparan vaksin terhadap panas, masa kadaluarsa vaksi, waktu pendistribusian/
penerimaan serta ketentuan pemakaian sisa vaksin.
a. Keterpaparan vaksin terhadap panas
Vaksin yang telah mendapatkan paparan panas lebih banyak (yang dinyatakan dengan
perubahan kondisi VVM A ke kondisi B) harus digunakan terlebih dahulu meskipun masa
kadaluarsanya masih lebih panjang. Vaksin dengan kondisi VVM C dan D tidak boleh
digunakan.
b. Masa kadaluarsa vaksin
Apabila kondisi VVM vaksin sama, maka digunakan vaksin yang lebih pendek masa
kadaluarsanya (Early Expire First Out/EEFO).
c. Waktu penerimaan vaksin (First In First Out/FIFO)

16

Vaksin yang terlebih dahulu diterima sebaiknya dikeluarkan terlebih dahulu. Hal ini
dilakukan dengan asumsi bahwa vaksin yang diterima lebih awal mempunyai jangka
waktu pemakaian yang lebih pendek.
d. Pemakaian Vaksin Sisa
Vaksin sisa pada pelayanan statis (Puskesmas, Rumah Sakit atau praktek swasta) bisa
digunakan pada pelayanan hari berikutnya. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
adalah:
1) Disimpan pada suhu 2C s/d 8C
2) VVM dalam kondisi A atau B
3) Belum kadaluarsa
4) Tidak terendam air selama penyimpanan
5) Belum melampaui masa pemakaian.
e. Monitoring vaksin dan logistik
Setiap akhir bulan atasan langsung pengelola vaksin melakukan monitoring administrasi
dan fisik vaksin serta logistik lainnya. Hasil monitoring dicatat pada kartu stok dan
dilaporkan secara berjenjang bersamaan dengan laporan cakupan imunisasi.
f. Sarana penyimpanan
1) Kamar dingin dan kamar beku
2) Lemari es dan freezer
3) Alat pembawa vaksin
4) Alat untuk mempertahankan suhu
5) Alat untuk pemeliharaan cold chain
c) Tenaga Pengelola
Untuk terselenggaranya pelayanan imunisasi dan surveilans KIPI, maka setiap
jenjang administrasi dan unit pelayanan dari Tingkat Pusat sampai Tingkat Puskesmas,
harus memiliki jumlah dan jenis ketenagaan yang sesuai dengan standar, yaitu memenuhi
persyaratan kewenangan profesi dan mendapatkan pelatihan kompetensi. Jenis dan
jumlah ketenagaan minimal yang harus tersedia di Tingkat Daerah adalah sebagai berikut:
1. Puskesmas
a. Puskesmas induk
1) 1 orang koordiantor imunisasi dan surveilans KIPI
2) 1 orang atau lebih pelaksana imunisasi (vaksinator)
3) 1 orang petugas pengelola vaksin.
b. Puskesmas Pembantu
1 orang pelaksana imunisasi
c. Polindes/Poskesdes di desa siaga
1 orang pelaksana imunisasi
2. Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, RS. Bersalin
a. 1 orang pelaksana imunisasi dan surveilans KIPI
b. 1 orang petugas cold chain yang merangkap sebagai petugas RR
c. 1 orang petugas pengelola vaksin
3. Klinik dan Praktek swasta
17

1 orang petugas yang bertanggung jawab melaksanakan imunisasi, sebagai petugas


cold chain serta melaksanakan pelaporan
4. Dinas kesehatan kabupaten/kota
a. 1 orang pengelola program imunisasi dan surveilans KIPI
b. 1 orang pengelola cold chain
c. 1 orang petugas pengelola vaksin
5. Tenaga Pengelola Program Tingkat Provinsi
a. 1 orang pengelola program dan surveilans KIPI
b. 1 orang pengelola cold chain
c. 1 orang petugas pengelola vaksin
2.2. Vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin)
2.2.1. BCG (Bacille Calmette-Guerin)
Bacille Calmette-Guerin adalah suatu vaksin hidup yang dibuat dari Mycobaterium
bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak virulen
tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksinasi BCG menimbulkan sensitivitas terhadap
tuberkulin. Masih banyak perbedaan pendapat mengenai sensitivitas terhadap tuberkulin yang
terjadi berkaitan dengan imunitas yang terjadi. Vaksin yang dipakai di Indonesia adalah
vaksin BCG buatan PT. Biofarma Bandung 1. Kemasan dalam ampul, beku kering, 1 box
berisi 10 ampul vaksin dan setiap 1 ampul vaksin dengan 4 ml pelarut. 4 Vaksin BCG berisi
suspensi M. bovis hidup yang sudah dilemahkan. Vaksinasi BCG tidak mencegah infeksi
tuberkulosis tetapi mengurangi risiko terjadi tuberkulosis berat seperti meningitis TB dan
tuberkulosis primer.1
Vaksin BCG diberikan pada umur < 2 bulan, sebaiknya pada anak dengan uji
Mantoux (tuberkulin) negatif. Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan. Efek
proteksi bervariasi antara 0-80%, berhubungan dengan beberapa faktor yaitu mutu vaksin
yang dipakai, lingkungan dengan Mycobacterium atipik atau faktor penjamu (umur, keadaan
gizi, dll). Vaksin BCG diberikan secara intradermal 0,10 ml untuk anak, 0,05 ml untuk bayi
baru lahir.1 Vaksin BCG merupakan vaksin yang sensitif terhadap panas (heat sensitive) yaitu
bila terpapar sinar matahari langsung dan sinar ultra violet (misalnya lampu neon, lampu
halogen). Vaksin harus disimpan pada suhu 2-8 C, tidak boleh beku. Vaksin BCG dapat
bertahan selama 7 hari pada ambient temperature < 34 C.1,4
2.2.2 Cara Pemberian dan Dosis
18

Cara pemberian dan dosis vaksin BCG yaitu:4


1. Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Melarutkan dengan
menggunakan alat suntik steril (ADS 5 ml).
2. Dosis pemberian 0,05 ml, sebanyak 1 kali.
3. Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (InsertioMusculus Deltoideus)
dengan menggunakan ADS 0,05 ml.
4. Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam.

Gambar 2.2. Vaksin BCG Kering dan Pelarut Vaksin BCG


2.2.3. Indikasi Pemberian Imunisasi BCG1
Indikasi Pemberian Vaksin BCG
a. BCG diberikan pada bayi < 2 bulan
b. Pada bayi yang kontak erat dengan pasien TB dengan bakteri tahan asam (BTA) +3
sebaiknya diberikan INH profilaksis dulu, apabila pasien kontak sudah tenang, bayi dapat
diberi BCG
2.2.4. Kontraindikasi Imunisasi BCG1,4
a. Reaksi uji tuberkulin > 5 mm
b. Menderita infeksi HIV dengan atau risiko tinggi infeksi HIV, imunokompromais akibat
pengobatan kortikosteroid, obat imunosupresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit
c.
d.
e.
f.
g.

keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sumsum limfe


Menderita gizi buruk
Menderita demam tinggi
Menderita infeksi kulit yang berat/menahun seperti eksim, furunkulosis, dsb.
Pernah sakit dan sedang menderita penyakit tuberkulosis
Kehamilan

2.2.5. Efek Samping Penyuntikan Imunisasi BCG


Imunisasi BCG menyebabkan reaksi yang bersifat seperti demam 1-2 minggu
kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan yang akan berubah
19

menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka.4 Penyuntikan BCG secara interdermal akan
menimbulkan ulkus lokal yang superfisial 3 minggu setelah penyuntikan. Ulkus tertutup
krusta, akan sembuh dalam 2-3 bulan dan meninggalkan jaringan parut bulat dengan diameter
4-8 mm. Apabila dosis terlalu tinggi maka ulkus yang timbul lebih besar, namun apabila
penyuntikan terlalu dalam maka parut yang terjadi tertarik ke dalam (retracted).1
Luka pasca penyuntikan imunisasi BCG tidak memerlukan pengobatan dan akan
sembuh secara spontan dan meninggalkan jaringan parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran
kelenjar getah bening di ketiak atau leher yang terasa padat, tidak nyeri, dan tidak
menimbulkan demam. Reaksi ini normal dan tidak memerlukan pengobatan, reaksi ini akan
menghilang dengan sendirinya.4
2.2.6. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Vaksinasi BCG1
a. Limfadenitis
Limfadenitis supurati di aksila atau di leher kadang dijumpai setelah penyuntikan
BCG. Hal ini tergantung pada umur anak, dosis, galur (strain) yang dipakai.
Limfadenitis akan sembuh sendiri, jadi tidak perlu diobati. Apabila limfadenitis
melekat pada kulit atau timbul fistula maka dapat dibersihkan (dilakukan damage)
dan diberikan obat anti tuberkulosis oral.
b. BCG-itis diseminasi
BCG-itis diseminasi jarang terjadi, seringkali berhubungan dengan imunidefisiensi
berat. Komplikasi lainnya adalah eritema nodusum, iritis, lupus vulgaris, dan
osteomielitis. Komplikasi ini harus diobati dengan kombinasi obat anti tuberkulosis.

20

BAB III
DATA UMUM
3.1. Keadaan Geografis dan Demografis Puskesmas Lumar
Secara geografis, Puskemas Lumar terletak pada 0 52 10 LU sampai dengan 1 02
56 LU dan 109 18 07 BT sampai dengan 109 31 10 BT. Kecamatan Lumar terbentuk
pada tahun 2004 dengan luas wilayah Puskesmas Lumar adalah 275,21 km 2 atau 5,10% dari
luas wilayah Kabupaten Bengkayang. Puskesmas Lumar memiliki 5 desa wilayah kerja, yaitu
Desa Magmagan Karya, Desa Tiga Berkat, Desa Seren Selimbau, Desa Belimbing, dan Desa
Lamolda. Secara administratif, batas wilayah Kecamatan Lumar berbatasan dengan:5
a. Sebelah Barat
: Kecamatan Lembah Bawang
b. Sebelah Timur
: Kecamatan Ledo
c. Sebelah Utara
: Kabupaten Sambas
d. Sebelah Selatan : Kecamatan Bengkayang, Kecamatan Sungai Betung
Dilihat luas per desa, luas wilayah desa yang memiliki luas wilayah desa terbesar
adalah Desa Belimbing dengan luas wilayah 78,89 km2 atau sekitar 28,67% dari total luas
Kecamatan Lumar, sedangkan luas desa yang terkecil adalah Desa Magmagan Karya dengan
luas wilayah 31,29 km2 atau sekitar 11,36% dari total luas Kecamatan Lumar.5
Tabel 3.1. Persentase Luas Wilayah Menurut Desa
No
Desa
Luas (km2)
Luas (hektar)
Persentase
1 Magmagan Karya
31,29
3,129
11,36%
2 Tiga Berkat
49,77
4,977
18,08%
3 Seren Selimbau
76,07
7,607
27,64%
4 Belimbing
78,89
7,889
28,67%
5 Lamolda
39,19
3,919
14,25%
Kecamatan
275,21
27,521
100%
Jumlah penduduk Kecamatan Lumar pada akhir tahun 2012 sebanyak 5.964 jiwa dari
1.581 Kepala Keluarga. Jika dirinci menurut jenis kelamin, jumlah pendudukan laki-laki ada
sebanyak 3.110 jiwa dan jumlah penduduk perempuan ada sebanyak 2.854 jiwa. Laju
pertumbuhan penduduk Kecamatan Lumar sebesar 1,75 (Tahun 2000 2011) dengan
21

kepadatan penduduk (population density) yang ada di Kecamatan Lumar adalah sebanyak 22
jiwa/km2. Rata-rata jumlah anggota keluarga untuk setiap keluarga di Kecamatan Lumar
adalah 4 jiwa per keluarga. Dilihat dari rasio jenis kelamin (sex ratio), secara umum di
Kecamatan Lumar adalah 109, artinya jika terdapat 109 laki-laki maka terdapat juga 100
perempuan. Dari rasio jenis kelamin tersebut, dapat disimpulkan bahwa penduduk laki-laki di
Kecamatan Lumar lebih mendominasi dibandingkan dengan penduduk perempuannya.5

Gambar 3.1. Piramida Penduduk Kecamatan Lumar


3.2. Sarana Pendidikan dan Sarana Ibadah5
3.2.1. Sarana Pendidikan
Sarana Pendidikan adalah sebagai berikut:
a. PAUD
: 2 buah
b. SDN
: 9 buah
c. SMPN
: 1 buah
d. SMAN
: 1 buah
Tabel 3.2. Sarana Pendidikan di Wilayah Puskesmas Lumar Tahun 2013
Nama
Nama
No
Nama Desa
Nama SD
SMP
SMA / SMK
SDN 08 Trans Magmagan Karya
1 Magmagan Karya
SDN04 Doyot
PAUD Matu Paitin
SDN 03 Lumar
2 Tiga Berkat
SMPN 01 Lumar SMAN 01 Lumar
SDN 07 Trans Mabak
SDN 06 Madi
3 Seren Selimbau
SDN 05 Jelatok
PAUD Buah Hati
4 Belimbing
SDN 02 Sempayuk
SDN 09 Sei Sibo
5 Lamolda
SDN 01 Bare Mada

3.2.2. Sarana Ibadah


Sarana Ibadah adalah sebagai berikut:
a. Masjid

: 4 buah
22

b. Gereja

: 14 buah

3.3. Sumber Daya Puskesmas Lumar


3.3.1. Sarana dan Fasilitas Puskesmas Lumar
Sarana dan fasilitas yang ada di Puskesmas Lumar tahun 2013 terdiri dari 1 unit
bangunan Puskesmas Induk, 1 unit bangunan Puskesmas Pembantu, 1 unit bangunan
Pondok Bersalin Desa (Polindes), 4 unit bangunan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes),
dan bangunan perumahan dokter dan paramedis yang berada dalam kondisi baik, rusak
ringan, dan rusak berat. Kecamatan Lumar juga memiliki 5 orang praktek bidan, dan 4
orang mantri kesehatan, namun demikian petugas kesehatan yang ada belum tersebar
di desa-desa yang ada, terutama di Desa Seren Selimbau.6
3.3.2. Tenaga Kesehatan Puskesmas Lumar
Secara keseluruhan jumlah tenaga kesehatan dan non kesehatan yang ada di Puskesmas
Lumar sampai dengan akhir tahun 2013 berjumlah 29 orang yang terdiri dari 23 orang
PNS, 3 orang bidan PTT, dan 3 orang tenaga magang. Adapun data jumlah tenaga
kesehatan di Puskesmas Lumar tahun 2013, antara lain:6
a. Kepala Puskesmas : 1 orang
b. Dokter Umum
:c. S1 Gizi
: 1 orang
d. D4 Kesling
: 1 orang
e. D3 Keperawatan : 6 orang
f. D3 Gizi
: 1 orang
g. D3 Kesling
: 2 orang
h. D3 Kesehatan Gigi : 1 orang
i. D3 Farmasi
: 1 orang
j. D3 Analis
: 1 orang
k. D3 Kebidanan
: 4 orang (1 orang PNS dan 3 orang Bidan PTT)
l. SPK
: 2 orang
m. Bidan
: 3 orang
n. SPAG
: 1 orang
o. Magang
: 3 orang
3.3.3. Peran Serta Masyarakat / UKBM
Peran serta masyarakat dalam menunjang program kesehatan melalui kegiatan lintas
sektoral pada umumnya dituangkan dalam kegiatan-kegiatan organisasi/lembaga.6
3.4. Desa Tiga Berkat
Desa Tiga Berkat merupakan salah satu desa di Kecamatan Lumar dengan Luas
daerah 49,77 km

dan ketinggian desa < 500 m dari permukaan laut. Desa Tiga Berkat

23

memiliki jarak 500 m ke ibukota Kecamatan Lumar. Secara administratif, batas wilayah Desa
Tiga Berkat, adalah:5
a. Sebelah Utara
b. Sebelah Selatan
c. Sebelah Timur
d. Sebelah Barat
Desa ini memiliki 4

: Desa Belimbing
: Desa Magmagan Karya
: Kecamatan Ledo
: Kecamatan Lembah Berkat
dusun (Dusun Lumar, Dusun Sebol, Dusun Mabak, dan Dusun

Madi), 11 RT, 4 RW, dan 622 Kepala Keluarga. Dilihat menurut desa di Kecamatan Lumar,
desa yang memiliki 2.420 jiwa penduduk dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi
adalah Desa Tiga Berkat, yaitu dengan kepadatan penduduk sebesar 84 jiwa/km 2. Menurut
data tahun 2012, banyaknya penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Tiga Berkat adalah
1.276 orang laki-laki, 1.144 orang perempuan, dan rasio kelamin 111.5
Desa Tiga Berkat dilalui 3 sungai, yaitu Sungai Banan, Sungai Lumar, dan Sungai
Ledo. Banyaknya sarana ibadah yaitu 1 bangunan Masjid, 2 bangunan Gereja Katolik, dan 6
bangunan Gereja Protestan. Sarana kesehatan yang ada di Desa Tiga Berkat yaitu, 1 unit
Puskesmas, 1 unit Puskemas Keliling, 2 unit Poskesdes, 5 unit Posyandu. Tenaga kesehatan
yang ada di Desa Tiga Berkat yaitu 1 orang bidan dan 4 orang perawat.5

BAB IV
ANALISIS HASIL
Data cakupan program imunisasi DPT di Desa Tiga Berkat periode Januari-Juni 2014
diperoleh dari data primer dan sekunder. Pengambilan data primer dilaksanakan pada hari
Jumat, tanggal 11 Juli 2014 pukul 09.00-12.00 dengan melakukan wawancara kepada
koordinator program imunisasi di Puskesmas Lumar. Selain itu juga dilakukan pengambilan
data sekunder dengan menggunakan kuesioner pada tanggal 7-17 Juli 2014. Responden yang
diambil adalah kepada ibu yang memiliki bayi usia 0-9 bulan di Desa Tiga Berkat. Kuesioner
dibagikan oleh dokter interensip kepada responden dan didampingi bila ada yang tidak
dimengerti.
4.1 Pencapaian Program Imunisasi BCG di Desa Tiga Berkat
Jumlah cakupan Imunisasi BCG di Desa Tiga Berkat Periode Januari-Juni 2014 adalah :
24

Cakupan Imunisasi BCG = Banyaknya bayi yang dilakukan imunisasi BCG


Sasaran bayi Januari-Juni 2014
=

x 100%

31
x 100%
(6/12) x 42

= 147,62%

Pencapaian Imunisasi BCG = Pencapaian imunisasi BCG


Target imunisasi BCG

x 100%

= 147,62 %
100 %
= 147,62%
4.2. Kuisioner Responden
4.2.1. Pengetahuan Responden
1) Apakah ibu tahu tentang program imunisasi dasar lengkap?
Yang Diharapkan
Yang Tidak Diharapkan
Tahu
Tidak Tahu
35 responden (87,5%)
5 responden (12,5%)
2) Apa saja program imunisasi dasar lengkap yang ibu ketahui?
Yang Diharapkan
Yang Tidak Diharapkan
Menjawab 5 Imunisasi Dasar
Tidak Menjawab 5 Imunisasi Dasar
0 responden (0%)
40 responden (100%)
3) Apakah ibu tahu tentang imunisasi BCG?

Yang Diharapkan
Tahu
30 responden (75%)

Yang Tidak Diharapkan


Tidak Tahu
10 responden (25%)

4) Penyakit apa yang dapat dicegah dengan imunisasi BCG?

Yang Diharapkan
Benar
16 responden (40%)

Yang Tidak Diharapkan


Salah
24 responden (60%)

5) Berapa kali imunisasi BCG diberikan?


Yang Diharapkan
Benar
30 responden (75%)

Yang Tidak Diharapkan


Salah
10 responden (25%)

6) Kapan imunisasi BCG diberikan?


Yang Diharapkan

Yang Tidak Diharapkan


25

Benar
30 responden (75%)

Salah
10 responden (25%)

7) Dimanakah ibu bisa mendapatkan imunisasi?

Yang Diharapkan
Posyandu/Puskesmas
40 responden (100%)

Yang Tidak Diharapkan


Menjawab Selain Posyandu/Puskesmas
0 responden (0%)

8) Siapa saja yang mendapatkan imunisasi dasar?

Yang Diharapkan
Benar
35 responden (87,5%)

Yang Tidak Diharapkan


Salah
5 responden (12,5%)

4.2.2. Sikap Responden


1) Apakah ibu setuju dengan adanya program imunisasi dasar lengkap?
Yang Diharapkan
Yang Tidak Diharapkan
Setuju
Tidak Setuju
40 responden (100%)
0 responden (0%)
2) Apakah ibu yakin bahwa imunisasi BCG dapat mencegah penyakit TBC?
Yang Diharapkan
Yang Tidak Diharapkan
Yakin
Tidak Yakin
26 responden (65%)
14 responden (35%)
3) Apakah ibu takut bila anak ibu diimunisasi?
Yang Diharapkan
Tidak Takut
28 responden (70%)
Bila takut, mengapa?
Menjadi Demam
28 responden (70%)

Yang Tidak Diharapkan


Takut
12 responden (30%)

Menjadi Kejang
10 responden (25%)

4) Menurut ibu perlukah imunisasi BCG diberikan?


Yang Diharapkan
Perlu
40 responden (100%)

Menjadi Lumpuh
2 responden (5%)

Yang Tidak Diharapkan


Tidak Perlu
0 responden (0%)

5) Apakah ibu bersedia membantu petugas kesehatan untuk memberi informasi mengenai
program imunisasi dasar lengkap?
Yang Diharapkan
Yang Tidak Diharapkan
Ya
Tidak
34 responden (85%)
6 responden (15%)
Bila ya bagaimana caranya?
Memberitahu Tetangga Mengajak Tetangga Untuk
Tentang Pentingnya
Mengikuti Jadwal

Memberitahu Petugas
Kesehatan Tentang
26

Imunisasi

Imunisasi

26 responden (65%)

10 responden (25%)

Keluarga Yang Belum


Mengikuti Imunisasi
4 responden (10%)

6) Apakah ibu akan tetap turut serta mengikuti program imunisasi dasar lengkap walaupun
jarak ke Puskesmas/Posyandu jauh?
Yang Diharapkan
Yang Tidak Diharapkan
Ya
Tidak
35 responden (87,5%)
5 responden (12,5%)

4.2.3. Perilaku Responden


1) Sudahkah anak ibu dilakukan imunisasi dasar?
Yang Diharapkan
Sudah
40 responden (100%)

Yang Tidak Diharapkan


Belum
0 responden (0%)

2) Pada umur berapa anak ibu mendapatkan imunisasi BCG?


Yang Diharapkan
Yang Tidak Diharapkan
Benar
Salah
35 responden (87,5%)
5 responden (12,5%)
3) Pernahkah anak ibu dibawa untuk imunisasi ketika sedang sakit?
Yang Diharapkan
Yang Tidak Diharapkan
Pernah
Tidak Pernah
24 responden (60%)
16 responden (40%)
4) Apakah ibu pernah menyarankan ibu-ibu lain untuk mengikuti program imunisasi dasar
lengkap?
Yang Diharapkan
Yang Tidak Diharapkan
Pernah
Tidak Pernah
36 responden (90%)
4 responden (10%)
5) Bagaimana tindakan ibu pada anak yang tidak mendapatkan imunisasi BCG?
Yang Diharapkan
Yang Tidak Diharapkan
Mengajak orang tuanya agar anak
Menyarankan tidak perlu imunisasi
tersebut diimunisasi BCG
bila tidak sakit
atau tidak berbuat apa-apa
38 resoponden (95%)
2 responden (5%)
6) Dimana anak ibu mendapatkan imunisasi dasar?
Yang diharapkan
Puskesmas/Posyandu
40 responden (100%)

Yang Tidak Diharapkan


Selain Puskesmas/Posyandu
0 responden (0%)

27

4.2.4. Penyuluhan
1) Apakah puskesmas memberikan penyuluhan tentang imunisasi dasar?
Yang Diharapkan
Yang Tidak Diharapkan
Ya
Tidak
16 responden (40%)
24 responden (60%)
2) Menurut ibu, apakah penyuluhan tentang imunisasi dasar di puskesmas sudah cukup
lengkap?
Yang Diharapkan
Yang Tidak Diharapkan
Ya
Tidak
30 responden (75%)
10 responden (25%)
3) Menurut ibu, apakah penyuluhan tentang imunisasi dasar di puskesmas mudah
dimengerti?
Yang Diharapkan
Yang Tidak Diharapkan
Ya
Tidak
30 responden (75%)
10 responden (25%)
4) Menurut ibu, apakah penyuluhan tentang imunisasi dasar di puskesmas cukup sering
diberikan?
Yang Diharapkan
Yang Tidak Diharapkan
Ya
Tidak
20 responden (50%)
20 responden (50%)
5) Bagaimana puskesmas memberikan penyuluhan tentang imunisasi dasar?
Diberikan Ketika Ibu
Melalui Poster dan
Datang Ke Rumah-rumah
Sedang di Puskesmas
Pengumuman
16 responden (40%)
24 responden (60%)
0 responden (0%)
6) Siapakah yang seharusnya memberikan penyuluhan tentang imunisasi dasar?
Yang Diharapkan
Yang Tidak Diharapkan
Kader Kesehatan
Selain Kader Kesehatan
39 responden (95%)
1 responden (5%)
7) Dimanakah ibu mendapatkan penyuluhan tentang imunisasi dasar?
Yang Diharapkan
Yang Tidak Diharapkan
Posyandu/Puskesmas
Selain Posyandu/Puskesmas
36 responden (90%)
4 responden (10%)
8) Apakah penyuluhan cukup mempengaruhi ibu untuk melakukan imunisasi dasar?
Yang Diharapkan
Yang Tidak Diharapkan
Ya
Tidak
34 responden (85%)
6 responden (15%)

4.3. Hasil Wawancara dengan Koordinator Program Imunisasi


28

Hasil wawancara dengan Wiwin, A.Md.Kep, Koordinator Program Imunisasi


Puskesmas Lumar, didapatkan bahwa:

4.3.1. Input
No.

Pertanyaan
MAN
a. Berapa jumlah tenaga kesehatan yang
terlibat dalam kegiatan imunisasi?

1.
b. Apakah tenaga kesehatan yang ada
sudah memadai?

2.

Jawaban
Jumlah tenaga kesehatan sebanyak
19 orang yang terdiri dari 8 perawat
dan 11 bidan. Namun, untuk
pembagian setiap dusun, terdapat 3
tenaga kesehatan yang terdiri dari
perawat, bidan, dan nutrisionis
pelaksana.
Tenaga kesehatan yang ada sudah
memadai.

c. Menurut anda, apakah pengetahuan


kader sudah cukup baik mengenai
pentingnya imunisasi?
MONEY
a. Darimana sumber dana untuk program
posyandu?

Pengetahuan kader cukup baik.

b. Apakah dana tersebut sudah memadai


untuk
berlangsungnya
kegiatan
posyandu?

Untuk semua posyandu belum


memadai karena anggaran setiap
posyandu belum merata sesuai
kebutuhan tiap posyandu yang
29

Dana berasal dari BOK (Bantuan


Operasional Kesehatan).

disebabkan oleh perbedaan jarak


tempuh posyandu.
c. Apakah ada dana
pelayanan imunisasi?

khusus

untuk

MACHINE
a. Apakah peralatan untuk imunisasi
sudah memadai? (vasin, spuit, dll)
MATERIAL
a. Apakah terdapat bangunan tetap untuk
berlangsungnya kegiatan posyandu?
4.
b. Apakah letak posyandu mudah
dijangkau oleh warga?
5.
METHODE
a. Metode apa yang digunakan oleh
tenaga kesehatan dalam pelayanan
Posyandu
untuk
meningkatkan
cakupan Imunisasi?
b. Apakah
terdapat
SOP
dalam
melakukan imunisasi?
4.3.2. Proses
No.
Pertanyaan
Perencanaan
a. Apakah terdapat penjadwalan rutin
untuk kegiatan posyandu?
b. Apakah
terdapat
jadwal
rutin
penyuluhan
tentang
program
1.
imunisasi?

Tidak terdapat dana khusus. Dana


yang digunakan tetap menggunakan
dan dari BOK.

3.

2.

3.

c. Apakah terdapat kegiatan kunjungan


rumah bagi bayi yang tidak melakukan
imunisasi dan apakah terdapat
jadwalnya?
Pelaksanaan
a. Apakah
kegiatan
yang
sudah
direncanakan sudah terlaksana semua?
Pelaksanaan
b. Apakah setiap ibu yang membawa
bayinya untuk imunisasi diberikan
edukasi
mengenai
jadwal
dan
pentingnya imunisasi?
c. Apakah dalam melakukan tindakan
imunisasi sudah sesuai dengan SOP?
Pengawasan,
Pengendalian,
dan
Penilaian
a. Bagaimana pencatatan dan pelaporan
setiap pelayanan imunisasi?

Peralatan untuk imunisasi sudah


memadai.
Sudah terdapat bangunan tetap
untuk berlangsungnya posyandu
Letak posyandu mudah dijangkau
oleh warga.
Melakukan kunjungan langsung
pada bayi yang tidak datang ke
posyandu untuk imunisasi.
Terdapat SOP untuk melakukan
imunisasi.
Jawaban
Terdapat penjadwalan rutin untuk
kegiatan posyandu.
Ada, namun untuk tahun 2014 tidak
ada karena tidak ada penjadwalan
program penyuluhan imunisasi dari
promkes.
Ada, jadwal disesuaikan dengan
tanggal pemberian imunisasi di
dusun tersebut.
Semua kegiatan sudah terlaksana.
Ya, semua ibu diberikan edukasi
mengenai jadwal dan pentingnya
imunisasi.
Ya, dalam melakukan tindakan
imunisasi sudah sesuai dengan SOP.
Sesuai dengan juknis / format yang
tersedia.

30

b. Apakah
dilakukan
penganalisaan
terhadap laporan yang dibuat?
4.3.3. Lingkungan
No.
Pertanyaan
1.
Lingkungan
Bagaimana tingkat pengetahuan dan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya
imunisasi di Desa Tiga Berkat?

Dilakukan penganalisaan laporan.

Jawaban
Tingkat pengetahuan dan kesadaran
masyarakat sudah baik karena
banyak masyarakat yang sudah
memberikan
imunisasi
untuk
anaknya.

31

Anda mungkin juga menyukai