Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

STROKE NON HEMORRAGIC

Pembimbing:
1. dr. Sartono
2. dr. Tatit Eka Atmaja

Penanggung Jawab:
dr. Ahmad Yani, Sp. S

Disusun Oleh :
dr. Riko Saputra

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RSUD dr. Soediran MS Wonogiri
2017

0
BERITA ACARA PRESENTASI LAPORAN KASUS

Pada hari ini tanggal Desember 2017 telah dipresentasikan laporan kasus oleh :

Nama peserta : dr. Riko Saputra

Dengan topik : Stroke non hemoragik

Nama pembimbing : dr. Sartono, dr. Tatit Eka Atmaja

Nama wahana : RSUD dr. Soediran MS Wonogiri

No Nama peserta presentasi Tanda tangan

1 dr. Andri Fadmawati

2 dr. Christina Agustine

3 dr. Elita Rahmi

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Dokter Penanggung Jawab Dokter Pembimbing

dr. Ahmad Yani, Sp. S dr. Sartono dr. Tatit Eka Atmaja

LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN

1
 Nama : Ny. S
 Umur : 50 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Pekerjaan : Ibu rumah tangga
 Agama : Islam
 Suku : Jawa
 Alamat : Nayah 03/01, Tirtomoyo, Wonogiri
 Tanggal MRS : 15 Oktober 2017
 No. RM : 59.33.xx

ANAMNESIS
 Anamnesis didapatkan pada tanggal 15 Oktober 2017
- Keluhan utama : anggota gerak kiri lemah
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso pada
hari Minggu (15 Oktober 2017) dengan keluhan anggota gerak kiri tidak
bisa digerakkan sama sekali. Keluhan dirasakan pasien sejak 5 jam SMRS.
Awalnya, pasien merasa badannya lemah separo setelah bangun tidur pada
pagi hari. Pasien juga mengeluhkan bahwa bicaranya pelo serta mulutnya
yang menjadi perot sejak bangun tidur. Pasien tidak mengeluhkan adanya
nyeri kepala, mual maupun muntah. Sebelumnya pasien tidak pernah
mengeluhkan hal yang serupa seperti yang dialami pasien saat ini. BAK
dan BAB tidak ada keluhan.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
 Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
 Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal
 Riwayat mondok : disangkal
 Riwayat Penyakit asma : disangkal
 Riwatat hipertensi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat epilepsy : disangkal

2
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
 Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat epilepsy : disangkal
RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL
Pasien tinggal bersama suami dan anaknya. Pasien hanya sebagai
ibu rumah tangga dan tidak bekerja.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis
 VITAL SIGN
 Nadi : 88 x/menit
 Tekanan Darah : 130/80 mmHg
 Suhu : 36,5oc
 RR : 20 x/menit
 Kepala-Leher
 Kepala : Normocepali, bentuk simetris
 Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-)
 Hidung: sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
 Leher : kaku (-), tidak ada pembesaran KGB.
 Mulut: tertarik ke sisi kanan
 Thorax-Cardiovascular
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan-kiri warna kulit
normal, penggunaan otot bantu nafas (-).
 Palpasi : pergerakan dinding dada simetris kanan-kiri.
 Perkusi : sonor pada kedua dinding thorak, batas jantung dalam
batas normal.

3
 Auskultasi :
 Pul : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
 Cor : S1-S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-).
 Abdomen
 Inspeksi : distensi (-), peradangan pada kulit (-), warna kulit dalam
batas normal
 Auskultasi : Bising Usus (+) normal
 Perkusi : Timpani pada seluruh dinding abdomen.
 Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-)
 Pemeriksaan ekstremitas
 Superior
 Inspeksi : atrofi (-), hipertrofi (-),deformitas (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), konsistensi kenyal
 Inferior :
 Inspeksi : atrofi (-), hipertrofi (-),deformitas (-), edema (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), konsistensi kenyal
Status Neurologis
› Kesadaran
 Kualitatif : compos mentis
 Kuantitatif : GCS E4V5M6
› Orientasi : Baik
› Jalan pikiran : Baik
› Kecerdasan : Baik
› Daya ingat kejadian
Baru : Baik
Lama : Baik
› Kemampuan bicara : artikulasi tidak jelas
› Sikap tubuh : Baik
› Cara berjalan : tidak bisa berjalan
› Gerakan abnormal : Negatif
› Saraf Otak :
N.I (OLFAKTORIUS): daya pembau: Normoosmia

4
N.II (OPTIKUS) : kanan kiri
Daya penglihatan : VOD > 4/60 VOS >4/60
Pengenalan warna : Persepsi warna baik Persepsi warna baik
Medan penglihatan : DBN DBN

N.III (OKULOMOTORIUS): kanan kiri


Ptosis : Negatif
Negatif
Gerakan mata ke (medial) : DBN DBN
Gerakan mata ke (atas) : DBN DBN
Gerakan mata ke (bawah) : DBN DBN
Ukuran pupil : 3 mm 3 mm
Bentuk pupil : Bulat, isokor Bulat, isokor
Reflek cahaya langsung : DBN DBN
Strabismus divergen : Negatif
Negatif
Diplopia : Negatif
Negatif

N.IV (TROKHLEARIS) kanan kiri


Gerak, mata kelateral bawah : DBN DBN
Strabismus konvergen : Negatif
Negatif
Diplopia : Negatif
Negatif

N. V (TRIGEMINUS) kanan kiri


Menggigit : DBN DBN
Membuka mulut : DBN DBN
Sensibilitas (atas) : DBN DBN
Sensibilitas (tengah) : DBN DBN
Sensibilitas (bawah) : DBN DBN

N. VI (ABDUSEN) kanan kiri


Gerakan mata ke lateral : DBN DBN
Strabismus konvergen : Negatif
Negatif
Diplopia : Negatif
Negatif

5
N.VII (FASIALIS) kanan kiri
Kerutan kulit dahi : Positif Positif
Kedipan mata : DBN DBN
Lipatan naso – labial : DBN DBN
Sudut mulut : DBN Tertarik kebawah
Mengerutkan dahi : DBN DBN
Menutup mata : DBN DBN
Meringis : DBN Tertatik kebawah
Mengembangkan pipi : DBN DBN
Tiks fasial : Negatif Negatif
Lakrimasi : Negatif
Negatif
Daya kecap lidah 2/3 depan : DBN DBN

N. VIII (AKUSTIKUS) kanan kiri


Mendengar suara berbisik : DBN DBN
Mendengar detik arloji : DBN DBN

N. IX (GLOSOFARINGEUS) kanan kiri


Arkus farings : DBN DBN
Daya kecap lidah 1/3 belakang: - -
Reflek muntah : tidak dilakukan
Sengau : - -
Tersedak : - -

N. X (VAGUS) kanan kiri


Denyut nadi/menit : 87 kali/menit
Arkus farings : DBN DBN
Bersuara : DBN DBN
Menelan : DBN DBN

N. XI (AKSESORIUS) kanan kiri


Memalingkan kepala : DBN DBN
Sikap bahu : DBN DBN
Mengangkat bahu : DBN tidak bisa
Trofi otot bahu : Eutrofri Eutrofi

N. XII (HIPOGLOSUS) kanan kiri


Artikulasi : Disartria

6
Tremor lidah : Negatif
Negatif
Menjulurkan lidah : Deviasi ke kiri Lemah
Kekuatan lidah : Menurun
Trofi otot lidah : Eutrofi Eutrofi
Fasikulasi lidah : DBN DBN

› BADAN
Trofi otot punggung : Eutrofi
Trofi otot dada : Eutrofi
Nyeri membungkuk badan : Negatif
Palpasi dinding perut : Supel, distensi (-), nyeri tekan (-)
Kolumna vertabralis; bentuk : DBN
Gerakan : DBN
Nyeri tekan : Negatif
Reflek dinding perut :-
Reflek kremaster :-
Alat kelamin :-

› ANGGOTA GERAK ATAS kanan kiri


Inspeksi; drop hand : Negatif
Negatif
Claw hand : Negatif
Negatif
Pitcher’s hand : Negatif
Negatif
Kontraktur : Negatif
Warna kulit : Sawo Matang
Palpasi (sebut kelainannya) : Negatif

Lengan atas Lengan bawah Tangan

Gerakan: Bebas/Terbatas Bebas/Terbatas Bebas/Terbatas


Kekuatan : 5/0 5/0 5/0
Tonus : Ada/Menurun Ada/Menurun Ada/Menurun
Trofi : Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas : DBN DBN DBN
Nyeri : Negatif Negatif Negatif
Termis : Negatif Negatif Negatif

7
Taktil : Negatif Negatif Negatif
Diskriminasi : Negatif Negatif Negatif
Posisi : DBN DBN DBN

Biseps Triseps radius Ulna


Reflek Fisiologik : (+)/(+) (+)/(+) (+)/(+) (+)/(+)
Perluasan reflek : (-)/(-) (-)/(-) (-)/(-) (-)/(-)
Reflek silang : (-)/(-) (-)/(-) (-)/(-) (-)/(-)
Reflek patologik :kanan : Hoffner (-), Tromner (-)
kiri : Hoffner (-), Tromner (-)

› ANGGOTA GERAK BAWAH kanan kiri


Inspeksi drop foot : Negatif
Negatif
Palpasi; udema : Negatif
Negatif
Kontraktur : Negatif
Negatif
Warna : Sawo Matang Sawo Matang

Tungkai atas Tungkai bawah Kaki


Gerakan: Bebas/Terbatas Bebas/Terbatas Bebas/Terbatas
Kekuatan: 5/0 5/0 5/0
Tonus: Normotonus Normotonus Normotonus
Trofi: Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas: DBN DBN DBNNyeri:
positif positif positif
Termis : tidak dilakukan
Taktil : Positif Positif positif
Diskriminasi : DBN
Posisi : DBN
Vibrasi: tidak dilakukan

Patela Akhiles
Reflek Fisiologik : (+)/(+) (+)/(+)
Perluasan reflek : (-)/(-) (-)/(-)
Reflek silang : (-)/(-) (-)/(-)
Reflek patologik :
Kanan kiri

8
Babinski : (-) (+)
Chaddock : (-) (+)
Oppenheim : (-) (+)
Gardon : (-)
(+)
Schaeffer : (-) (-)
Rossolimo : (-) (-)
Mendel bechterew : (-) (-)
Tes Lasegue : (-) (-)
Tes Patrik : (-) (-)
Kontra Patrik : (-) (-)
Tes Brudzinski II : (-) (-)
Tes Kernig : (-) (-)
Klonus paha : (-) (-)
Klonus kaki : (-) (-)

› Koordinasi langkah dan keseimbangan


Cara berjalan : Tidak dilakukan
Tes Romberg : Tidak dilakukan
Ataksia : Tidak dilakukan
Disdiadokhokinesis : Tidak dilakukan
Rebound fenomen : Tidak dilakukan
Nistagmus : (-)
Dismetri : Tidak dilakukan
Tes telunjuk hidung : (-)
Tes hidung-telunjuk-hidung : (-)

› Gerakan abnormal
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Mioklanik : (-)
Atetose : (-)
Ballismus : (-)

Fungsi vegetatif
Miksi : DBN
Inkontinensia urine : (-)
Retensio urine : (-)
Anuria : (-)
Poliuria : (-)

9
Defekasi : (-)
Inkontinensia alvi : (-)
Retensio alvi : (-)

RINGKASAN PEMERIKSAAN JASMANI & NEUROLOGIK :


Keadaan umum sedang, kesadaran composmentis dengan GCS E4V5M6.
Tekanan darah 130/80, denyut nadi 88x/menit dan pernapasan 20x/menit.
Kepala, leher, paru-paru, jantung, hati dan limpa dalam batas normal.
Orientasi, jalan pikir, kecerdasan, daya ingat kejadian dalam batas normal.
Kemampuan bicara berkurang dan sulit dimengerti. Pemeriksaan nervus
kranialis didapatkan sudut mulut kiri tertarik ke bawah, meringis tertarik ke
bawah, mengangkat bahu kiri tidak bisa, artikulasi disartria. Pada
pemeriksaan ekstremitas didapatkan kekuatan otot untuk anggota gerak kanan
bernilai 5, anggota gerak kiri bernilai 0, tidak terdapat atrofi dan kelainan
tonus, sensibilitas dalam batas normal. Refleks fisiologis dan patologis
ekstremitas atas kanan dan kiri dalam batas normal. Refleks fisiologis
ektremitas bawah kanan dan kiri dalam batas normal. Refleks patologis
ekstremitas bawah didapatkan hasil positif pada pemeriksaan babinski,
chaddock, oppenheim, dan gordon pada ekstremitas inferior sinistra.

GAMBAR :

10
PERMASALAHAN YANG TERDAPAT PADA PENDERITA :
-Parese anggota gerak sebelah kiri
-Keterbatasan gerak anggota gerak sebelah kiri
-Bicara pelo

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium

11
Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 13,6 gr/dl Lk : 13,0 – 16,0
Pr : 12,0 – 14,0
Leukosit 8,9 X 10^3 ul 5-10
Hematokrit 40,3 % Lk : 40 – 48
Pr : 37 – 43
MCV 88,6 Pf 82 – 92
MCH 31,4 Pg 27 -31
MCHC 35,4 g/dl 32 – 36
Eritrosit 5,32 103ul 4,00-5,40
Trombosit 270 103ul 150 – 300
Limfosit % 27,2 % 25-40
Monosit % 7,6 % 3–9
Gran% 68,7 % 50-70
Ureum 17 10-50 Mg/dl
Creatinin 0,66 0,5-0,9 Mg/dl
GDS 150 70-150 Mg/100ml
SGOT 11 U/l < 37
SGPT 9 U/l < 42
Golongan O
Darah

2. CT scan kepala tanpa kontras

12
Kesan : Infark Cerebri di ganglia basalis kanan

DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis: hemiparesis sinistra, paresis N.VII & N.XII sentral (UMN)
Diagnosis topis: lesi di ganglia basalis dextra
Diagnosis etiologis: Stroke infark

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Ensefalitis
Bell’s palsy

RENCANA TERAPI
Medikamentosa:
IVFD RL 20 tpm
Injeksi citicolin 1 g / 12 jam
Aspilet 1 x 80 mg
O2 3 lpm
Non medikamentosa:

13
Bedrest
Mengubah posisi tidur setiap 2 jam
Fisioterapi

PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam

ANALISIS KASUS

14
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis stroke non hemoragic berdasarkan
dari anamesis didapatkan pasien mengaku badan bagian kiri lumpuh sejak 5 jam
SMRS. Keluhan muncul setelah pasien bangun tidur. Pasien juga mengeluhkan
bahwa bicaranya pelo serta mulutnya yang menjadi perot sejak bangun tidur.
Pada pemeriksaan yang dilakukan pada pasien, keadaan umum sedang,
kesadaran composmentis dengan GCS E4V5M6. Tekanan darah 130/80, denyut
nadi 88x/menit dan pernapasan 20x/menit. Kemampuan bicara berkurang dan sulit
dimengerti. Pemeriksaan nervus kranialis didapatkan sudut mulut kiri tertarik ke
bawah, meringis tertarik ke bawah, mengangkat bahu kiri tidak bisa, artikulasi
disartria. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan kekuatan otot untuk anggota
gerak kanan bernilai 5, anggota gerak kiri bernilai 0, tidak terdapat atrofi dan
kelainan tonus, sensibilitas dalam batas normal. Refleks fisiologis dan patologis
ekstremitas atas kanan dan kiri dalam batas normal. Refleks fisiologis ektremitas
bawah kanan dan kiri dalam batas normal. Refleks patologis ekstremitas bawah
didapatkan hasil positif pada pemeriksaan babinski, chaddock, oppenheim, dan
gordon pada ekstremitas inferior sinistra.
Penatalaksanaan pada kasus ini pasien telah diberikan injeksi citicolin
dimana citicolin merupakan neuroprotektor, kemudian juga diberikan aspilet
sebagai antiplatelet yang berfungsi untuk membantu menghilangkan sumbatan
pada pembuluh darah otak. Pemberian O2 juga diperlukan untuk memberikan
oksigenasi ke otak.

STROKE NON HAEMORRHAGIC

15
DEFINISI
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan peredaran
darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam
(kebanyakan 10 - 20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan
iskemia otak sepintas (transient ischemic attack TIA).
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis
yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis
yang harus ditangani secara cepat, tepat, dan cermat.
Secara umum, terdapat dua jenis stroke, yaitu:
1. Stroke nonhemoragik atau stroke iskemik, dimana didapatkan penurunan
aliran darah sampai di bawah titik kritis, sehingga terjadi gangguan fungsi
pada jaringan otak.
2. Stroke hemoragik, dimana salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,
mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek.

EPIDEMIOLOGI
Setiap tahunnya, 200 dari tiap 100.000 orang di Eropa menderita strok, dan
menyebabkan kematian 275.000 - 300.000 orang Amerika. Di pusat-pusat
pelayanan neurologi di Indonesia jumlah penderita gangguan peredaran darah otak
(GPDO) selalu menempati urutan pertama dari seluruh penderita rawat inap.
Stroke nonhemoragik lebih sering didapatkan dari stroke hemoragik.
Insidensi menurut umur, bisa mengenai semua umur, tetapi secara keseluruhan
mulai meningkat pada usia dekade ke-5. Insidensi juga berbeda menurut jenis
gangguan. Gangguan pembuluh darah otak pada anak muda juga banyak didapati
akibat infark karena emboli, yaitu mulai dari usia di bawah 20 tahun dan
meningkat pada dekade ke 4 hingga ke 6 dari usia, lalu menurun, dan jarang
dijumpai pada usia yang lebih tua.

16
ETIOLOGI
Stroke sebagai diagnosa klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular
serebral, dapat dibagi dalam:
1. Transient Ischemic Attack (TIA): Gejala neurologi yang timbul  akan
hilang dalam waktu kurang dari 24 jam
2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND) : Gejala  neurologi yang
timbul  akan hilang dalam waktu lebih 24 jam,  tetapi  tidak lebih 1
minggu
3. Stroke in evolution
4. Completed Stroke, dimana gejala sudah menetap, yang bisa dibagi lagi
dalam:
 Completed stroke yang hemoragik
 Completed stroke yang non-hemoragik4
Penyebab dari strok non-hemoragik, antara lain:3
1. Infark otak Emboli (15-20%)
Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak,
fibrin, trombosit, udara, tumor, metastase, bakteri, atau benda asing.3
a. Emboli kardiogenik
 Fibrilasi atrium atau aritmia lain
 Thrombus mural ventrikel kiri
 Penyakit katup mitral atau aorta
 Endokarditis (infeksi atau non-infeksi)
b. Emboli paradoksal (foramen ovale paten)
c. Emboli arkus aorta
2. Trombosis (75-80%)
Oklusi vaskular hampir selalu disebabkan oleh trombus, yang
terdiri dari trombosit, fibrin, sel eritrosit, dan leukosit.3
a. Penyakit ekstrakranial
 Arteri karotis interna
 Arteri vertebralis

17
b. Penyakit intracranial
 Arteri karotis interna
 Arteri serebri media
 Arteri basilaris
 Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)3
3. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan) (5%)
 Trombosis sinus dura
 Diseksi arteri karotis atau vertebralis
 Vaskulitis sistem saraf pusat
 Penyakit moya-moya
 Migren
 Kondisi hiperkoagulasi

PATOFISIOLOGI
Stroke iskemik
Sekitar  80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu
pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal,
bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti
jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu
embolus.
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke
pada orang usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di
pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis
interna (tempat arteri karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan
eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya aterosklerosis.
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka
respon vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan
araknoid dan piamater meninges.

18
Stroke Trombotik
         Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu
subtipe stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat
pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini
sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan stenosis di arteri
karotis interna, atau, yang lebih jarang, di pangkal arteri serebri media atau di taut
arteri vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria yang
oklusi pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis
pembuluh darah otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang
dalam beberapa hari. Pola ini menyebabkan timbulnya istilah “stroke-in-
evolution”.
         Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian
besar tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial
pada dasar otak ini dapat berfungsi normal, maka sumbatan arteri karotis tidak
akan memberikan gejala, seperti yang terjadi pada kebanyakan penderita.
Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki derajat perlindungan anastomosis
yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris selalu
mengakibatkan kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri
vertebralis, boleh jadi tidak memberikan gejala.
         Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis
parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah
jantung atau tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri,
aliran darah mungkin bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi.
Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan penurunan
generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian, hipertensi harus
diterapi secara hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah
dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.
Stroke Embolik
          Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat, atau asal
embolus. Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang
terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak

19
dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat
pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut di bagian pembuluh
darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu jenis stroke embolik
tersering, didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi
atrium atau apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului
terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan
trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena
biasanya adalah bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung
mencapai otak melalui arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala
klinis yang ditimbulkannya bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang
tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum
tersangkut.
          Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh
darah sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di
sebelah hilir dan menimbukan gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki resiko yang lebih besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari, saat terjadi perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di
jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah proses
emboli pertama. Penyebab perdarahn tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri
sebelah distal dari oklusi embolus melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi.
Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan perdarahan
arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut.

Mekanisme Kerusakan Sel-Sel Saraf pada Stroke Iskemik


Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat
lesi (infark) tempat aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel
tersebut biasanya tidak dapat pulih. Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila
CBF hanya 20% dari normal atau kurang. CBF normal adalah sekitar 50ml/100g
jaringan otak / menit. Mekanisme cedera sel akibat stroke adalah sebagai berikut:
1. Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia
80% atau lebih (CBF 10ml/100g jaringan otak / menit) akan mengalami

20
kerusakan ireversibel dalam beberapa menit. Daerah ini disebut pusat
iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh daerah lain jaringan yang disebut
penumbra iskemik dengan CBF antara 20% dan 50% normal (10 sampai
25ml/100g jaringan otak / menit). Sel-sel neuron di daerah ini berada
dalam bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel. Terdapat bukti bahwa
waktu untuk timbulnya penumbra pada stroke dapat bervariasi dari 12
sampai 24 jam.
2. Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah
penumbra, cedera dan kematian sel otak berkembang sebagi berikut:
 Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan
kemampuan untuk menghasilkan energi, terutama adenosin
trifosfat (ATP)
 Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel
berhenti berfungsi, sehingga neuron membengkak
 Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini
adalah dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang
memperparah masalah adalah proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel
otak melepaskan neurotransmitter eksitatorik glutamat yang
berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini merangsang aktivitas
kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan melekat ke suatu
molekul di neuron lain, reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA).
Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitrat oksida
sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat oksida
(NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah
besar sehingga terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur
yang vital. Proses ini terjadi melalui perlemahan asam
deoksiribnukleosida (DNA) neuron.
 NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan
kematian neuron. Obat yang dapat menghambat NOS atau
produksi NO mungkin akan bermanfaat untuk mengurangi
kerusakan otak akibat stroke.

21
 Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim
yang mencerna protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase
(enzim yang mencerna membran sel), dan radikal bebas yang
terbentuk akibat jejas iskemik.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya.
Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit.
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya
defisit neurologik secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau
bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia
lebih dari 50 tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat emboli serebri didapatkan
pada usia lebih muda, terjadi mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran
dapat menurun bila emboli cukup besar.
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan
memberikan gejala klinis tertentu.

A. Gangguan pada sistem karotis


Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi
gejala:
 Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di
lengan dan tungkai sesisi
 Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada
lengan dan tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
 Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau
sulit mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
 Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh
lapangan pandang (hemianopsia)

22
 Mata selalu melirik ke satu sisi
 Kesadaran menurun
 Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya11
Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi
gejala:
 Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa
 Ngompol (inkontinensia urin)
 Penurunan kesadaran
 Gangguan mengungkapkan maksud
Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat
memberikan gejala:
 Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan
pandang pada satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata.
Bila bilateral disebut cortical  blindness.
 Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh
sisi tubuh.
 Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika
meraba atau mendengar suaranya.

B. Gangguan pada sistem vertebrobasilaris


Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan
penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital,
gangguan nervus kranialis bila mengenai batang otak, gangguan motorik,
gangguan koordinasi, drop attack, gangguan sensorik dan gangguan kesadaran.
Selain itu juga dapat menyebabkan:
 Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan
sempoyongan
 Kehilangan keseimbangan
 Vertigo
 Nistagmus

23
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan
sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang
disertai kejang. Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan
dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan
raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai
hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna.
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans,
tanda-tanda serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga
dapat terjadi gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah.
Berikut  ini akan  dijelaskan  macam-macam faktor risiko strok
nonhemoragik berulang
1. Usia
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan
bertambahnya usia hingga makin bertambah usia makin tinggi
kemungkinan mendapat strok. Dalam statistik faktor ini menjadi 2 x
lipat setelah usia 55 tahun. Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa
semakin tua usia, semakin besar pula risiko terkena strok. Hal ini
berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi
secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh
darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak  (atherosklerosis).
2. Kelainan Jantung
 Infark miokardial
Antara 3‐4% penderita infark miokardial di kemudian hari
mengalami strok embolik. Risiko terbesar berada dalam satu
bulan setelah terjadi infark miokardial. Aterosklerosis
mendasari terjadinya infark miokardial maupun strok iskemik.
Infark miokardial akan menimbulkan kerusakan pada dinding
jantung ataupun fibrilasi atrium yang menetap; keduanya
memudahkan terjadinya trombus yang pada suatu saat dapat

24
terlepas atau pecah dan berubah menjadi emboli untuk
kemudian masuk ke dalam aliran darah otak.
 Fibrilasi atrial
Seorang penderita yang mengalami fibrilasi atrial memiliki
risiko 3‐5 kali lipat untuk mengalami strok. Secara
keseluruhan, 15% kasus strok iskemik disebabkan oleh
fibrilasi atrial. Denyut jantung yang tidak efektif karena
adanya fibrilasi atrial akan menyebabkan darah mengumpul di
dinding jantung; hal demikian ini akan memudahkan
terbentuknya trombus dan pada suatu saat trombus ini dapat
terlepas dari dinding jantung dan berubah menjadi emboli
untuk kemudian masuk ke dalam aliran darah otak.
3. Hipertensi
Stroke berulang sering terjadi pada pasien yang kurang kontrol
tekanan darah. Makin tinggi tensi darah makin tinggi kemungkinan
terjadinya strok, baik strok nonhemoragik maupun strok hemoragik.
Hipertensi merupakan faktor risiko strok yang paling penting,
meningkatkan risiko strok 2‐4 kali lipat, tidak tergantung pada faktor
risiko lainnya. Peningkatan tekanan sistolik maupun diastolik berkaitan
dengan risiko yang lebih tinggi. Untuk setiap kenaikan tekanan
diastolik sebesar 7,5 mmHg maka risiko strok meningkat 2 kali lipat.
Apabila hipertensi dapat dikendalikan dengan baik maka risiko strok
turun sebanyak 28‐38%.
4. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok sebanyak 1‐3 kali lipat
dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami diabetes mellitus.
Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok melalui beberapa
mekanisme yang saling berkaitan, yang bermuara pada terbentuknya
plaque aterosklerotik. Plaque pada diabetes mellitus banyak dijumpai di
cabang‐cabang arteri serebral yang kecil. Plaque tersebut akan

25
menyempitkan diameter pembuluh darah kecil yang kemudian dapat
menimbulkan stroke.
Pada penderita diabetes mellitus, terjadi hiperviskositas darah,
kerusakan kronik aliran darah otak dan autoregulasi, deformabilitas sel
darah merah dan putih yang menurun, disfungsi sel endotel,
hiperkoagulabilitas, terganggunya sintesa prostasiklin yang
menyebabkan meningkatnya agregasi trombosit dan kemungkinan
disfungsi otot polos arterioler kortikal dan endotelium yang penting
untuk kolateral.
5. Dislipidemia
Hiperlipidemia menunjukkan adanya kadar kolesterol total lebih
dari 240 mg%. Hiperlipidemia bukan merupakan faktor risiko strok
secara langsung. Hal ini berbeda dengan penyakit koroner yang jelas
berhubungan dengan hiperlipidemia. Namun demikian, dari berbagai
penelitian terungkap bahwa dengan menurunkan kadar kolesterol total
maka risiko untuk terjadinya strok juga menurun.
Sehubungan dengan penyakit serebrovaskular secara spesifik,
meningginya kadar kolesterol total dan low density lipoprotein (LDL)
berkaitan erat dengan terjadinya aterosklerosis karotis; sementara itu
peningkatan kadar high density lipoprotein (HDL) menimbulkan
dampak sebaliknya.
Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa tak ada hubungan
bermakna antara kolesterol plasma dan risiko strok, hanya The
Copenhagen City Heart Study mengatakan bahwa kolesterol
berhubungan dengan risiko strok non hemoragik, bila kolesterol lebih
dari 8 mmol/l (310 mg persen).
HDL Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa terdapat 
hubungan terbalik antara HDL kolesterol dari risiko strok. Hanya
Framingham study mengatakan tak ada efek protektif  dan HDL
kolesterol yang tinggi untuk strok iskemik.

26
LDL Kolesterol: LDL kolesterol adalah faktor risiko yang  penting
untuk timbulnya  aterosklerosis dan secara tak langsung mempengaruhi
strok iskemik Trigliserida: Terdapat pertentangan pendapat,
penyelidikan terbaru mengatakan bahwa trigliserida postprandial yang
tinggi hubungan dengan aterosklerosis dari arteria karotis eksterna.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, gula darah sewaktu, fungsi
ginjal (ureum, kreatinin, dan asam urat), fungsi hati (GOT/GPT), protein darah
(albumin, globulin), profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida), analisa
gas darah, dan elektrolit. Pada pungsi lumbal, ditemukan likuor serebrospinalis
jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500.

Radiologis
Pemeriksaan rontgen dada untuk melihat ada atau tidaknya infeksi paru
maupun kelainan jantung. Sedangkan pada pemeriksaan CT Scan Kepala: dapat
dilihat adanya daerah hipodens yang menunjukkan infark/iskemik dan edema.
Pemeriksaaan penunjang lainnya:
 EKG
 Echocardiography
 Transcranial Doppler

PENEGAKAN DIAGNOSIS
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan
gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta
tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.

Anamnesis:

27
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat,
onset, nyeri kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun,
serangan pertama atau berulang. Juga bisa didapatkan informasi mengenai faktor
resiko stroke. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis
kelamin, ras, dan genetik. Sementara faktor resiko yang dapat diubah adalah
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya,
merokok, kolesterol tinggi dalam darah, dan obesitas.

Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital.
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada deficit
neurologis, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda peningkatan TIK, ataupun tanda-
tanda ransang meninges.
Alat bantu skoring: Skor Hasanuddin.
Penggunaan skor Hasanuddin turut dilakukan dalam membantu
mendiagnosa stroke pada sebelum atau tanpa adanya CT scan. Bagi stroke
iskemik skornya kurang atau sama dengan.

Skor Hasanuddin
Kesadaran menurun
Menit – 1 jam                            = 10
1 jam – 24 jam                           = 7,5
Sesaat tapi pulih kembali           = 6
>= 24 jam                                  = 1
Tidak ada                                   = 0

Waktu serangan
Sedang beraktifitas                    = 6,5
Tidak beraktifitas                      = 1

Sakit kepala

28
Sangat hebat                              = 10
Hebat                                         = 7,5
Ringan                                       = 1
Tidak ada                                   = 0

Muntah proyektil                               
Menit – 1 jam                            = 10
1 jam - 24 jam                            = 7,5
>24 jam                                      = 1
Tidak ada                                   = 0

Tekanan darah saat serangan


> 220/110                                  = 7,5
< 220/110                                  = 1

Pemeriksaan penunjang:
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang
terjadi. Pada stroke non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam
parenkim otak. Sedangkan dengan pemeriksaan MRI menunjukkan area
hipointens.
Menurut perjalanan penyakitnya, diagnosis dapat dibedakan menjadi:
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak yang akan menghilang dalam waktu 24 jam.
Diagnosa T.I.A berimplikasi bahwa lesi vascular yang terjadi bersifat
reversible dan disebabkan embolisasi.
2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND).
Gejala neurologik yeng timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. Ini menggambarkan
gejala yang beransur-ansur dan bertahap. RIND ini pula berimplikasi

29
bahwa lesi intravaskular yang sedang menyumbat arteri serebral berupa
timbunan oleh fibrin dan trombosit.
3. Stroke in evolution
Gejala klinis semakin lama semakin berat. Ini dikarenakan
gangguan aliran darah yang makin berat.
4. Completed Stroke
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah
hemiplegi dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada
progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu.

PENATALAKSANAAN
Stroke adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang
perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi
setelah terhentinya aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat.
Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik akul,
fokal, dan nonkonvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau
iskemia-infark. Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena
terapi untuk pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke
hemoragik. Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan: (1) mencegah
cedera otak akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik noninfark, (2)
membalikkan cedera saraf sedapat mungkin, (3) mencegah cedera neurologik
lebih lanjut dengan melindungi sel dari daerah penumbra iskemik dari kerusakan
lebih lanjut oleh jenjang glutamat.
Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut. Adapun
penatalaksanaannya sebagai berikut:
1. Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)
Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu
sebagian besar cedera jaringan neuron dapat dipulihkan.
Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut
sebagai strategi neuroprotektif.

30
Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai  mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai
tidak mengganggu / mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang
diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak
justru berkurang. Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu:
a. Breathing
Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa
fungsi paru-paru cukup baik. Pemberian oksigen hanya perlu
bila kadar oksigen darah berkurang.
b. Brain
Posisi kepala diangkat 20-30 derajat. Udem otak dan kejang
harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari
keadaan penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau
dengan pemeriksaan funduskopi.
c. Blood
 Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG.
 Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal,
dipantau jangan sampai menurunkan perfusi otak.
 Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme
otak
 Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan
dengan drastis, lebih-lebih pada penderita dengan
diabetes mellitus lama.
 Keseimbangan elektrolit dijaga.
d. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral
hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
Bila tidak baik atau pasien tidak sadar, dianjurkan melalui pipa
nasogastrik.
e. Bladder

31
Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan
dengan kateter intermiten steril atau kateter tetap yang steril,
maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan buli-buli.
Penatalaksanaan komplikasi:
 Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai
protokol yang ada, lalu diturunkan perlahan.
 Ulkus stres: diatasi dengan antagonis reseptor H2
 Peneumoni: tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik
spektrum luas
 Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan
pemberian Mannitol bolus: 1 g/kg BB dalam 20-30 menit
kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg BB setiap 6 jam
selama maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara rutin.
Penatalaksanaan keadaan khusus:
 Hipertensi
Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila
terdapat salah satu di bawah ini:
 Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran
selang 30 menit
 Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali
pengukuran selang 30 menit
 Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada
dua kali pengukuran selang 30 menit
 Penurunan tekanan darah maksimal 20%
 Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker,
ACE inhibitor, dan antagonis kalsium.
 Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips
dan diobati penyebabnya.
 Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg%
dengan insulin subkutan selama 2-3 hari pertama.

32
 Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai
normal dan penyebabnya diobati,
 Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.
Penatalaksanaan spesifik:
 Pada fase akut dapat diberikan:
 Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis
8mg/kgbb/hari
 Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama
setelah onset
 Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin,
nimodipin.
2. Fase Pasca Akut
Pada fase paska akut dapat diberikan:
 Pentoksifilin tablet: 2 x 400 mg
 ASA dosis rendah 80-325 mg/hari
 Neuroprotektor
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada
tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka paling penting pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, ‘terapi wicara’ dan
psikoterapi. Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah, denyut nadi, dan
pernafasan penderita stabil.
Tujuan rehabilitasi ialah:
1. Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu
2. Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan
interpersonal menjadi normal
3. Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari9

33
Prinsip dasar rehabilitasi:
1. Mulai sedini mungkin
2. Sistematis
3. Ditingkatkan secara bertahap
4. Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada9

Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini
dapat dicapai dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor
risiko stroke:
1. Pengobatan hipertensi
2. Mengobati diabetes mellitus
3. Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
4. Berolahraga teratur.

PENCEGAHAN
A. Pencegahan primer
1. Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program
pencegahan penyakit vaskular lainnya
2. Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke:
a. Menghindari: rokok, stres mental, alkohol, kegemukan,
konsumsi garam berlebihan, obat golongan amfetamin,
kokain dan sejenisnya
b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan
c. Mengendalikan: hipertensi, diabetes melitus, penyakit
jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.
d. Menganjurkan: konsumsi gizi seimbang dan olahraga
teratur
B. Pencegahan sekunder
1. Modifikasi gaya hidup beresiko strok dan faktor resiko lainnya
2. Hipertensi: diet, obat antihipertensi yang sesuai

34
3. Diabetes melitus: diet, OHO/insulin
4. Dislipidemia: diet rendah lemak dan obat antidilipidemia
5. Berhenti merokok
6. Hindari alkohol, kegemukan, dan kurang gerak
7. Hiperurisemia: diet, antihiperurisemia

PROGNOSIS
Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke
dan komplikasi yang timbul. Sepertiga penderita dengan infark otak akan
mengalami kemunduran status neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan
edema otak dan iskemi otak. Sekitar 10% pasien dengan stroke iskemik akan
membaik dengan fungsi normal. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan
kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung koroner.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta
Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005.
h.81-82.
2. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds.
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat; 2004. h. 274-8.
3. Anonim. Strok. Dalam: ed. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Standar pelayanan medik. Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo;
2010. h.2-4.
4. Anonim. Stroke. Dalam: eds.Misbach J, Hamid A. Standar pelayanan
medis dan standar prosedur operasional 2006. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2006. h.19-23.
5. Anonim. Tanda-tanda dini gpdo. Dalam: eds.Harsono. Buku ajar neurologi
klinis. Edisi ketiga. Yogyakarta: Gadjah mada university press; 2005.
h.67-70.
6. Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2005.h.1105-30.
7. Lisal, JI. Vaskularisasi SSP. Dalam: Kumpulan slide kuliah anatomi
sistem neuropsikiatri. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin; 2007.
8. Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar
patologi. Volume 2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC;
2002. h.474-510.

36

Anda mungkin juga menyukai