Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. S
 Umur : 50 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Pekerjaan : Ibu rumah tangga
 Agama : Islam
 Suku : Jawa
 Alamat : Balung
 Tanggal MRS : 19 Maret 2020
 No. RM : 159831

ANAMNESIS
 Anamnesis didapatkan pada tanggal 19 Maret 2020
- Keluhan utama : anggota gerak kiri lemah
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RSUD Balung dengan keluhan anggota gerak kiri tidak bisa
digerakkan sama sekali. Keluhan dirasakan pasien sejak 5 jam SMRS. Awalnya, pasien
merasa badannya lemah separo setelah bangun tidur pada pagi hari. Pasien juga mengeluhkan
bahwa bicaranya pelo serta mulutnya yang menjadi perot sejak bangun tidur. Pasien tidak
mengeluhkan adanya nyeri kepala, mual maupun muntah. Sebelumnya pasien tidak pernah
mengeluhkan hal yang serupa seperti yang dialami pasien saat ini. BAK dan BAB tidak ada
keluhan.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
 Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
 Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal
 Riwayat mondok : disangkal
 Riwayat Penyakit asma : disangkal
 Riwatat hipertensi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat epilepsy : disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
 Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat epilepsy : disangkal
RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL
Pasien tinggal bersama suami dan anaknya. Pasien hanya sebagai ibu rumah tangga
dan tidak bekerja.

1
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis
 VITAL SIGN
 Nadi : 88 x/menit
 Tekanan Darah : 130/80 mmHg
 Suhu : 36,5oc
 RR : 20 x/menit
 Kepala-Leher
 Kepala : Normocepali, bentuk simetris
 Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-)
 Hidung: sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
 Leher : kaku (-), tidak ada pembesaran KGB.
 Mulut: tertarik ke sisi kanan
 Thorax-Cardiovascular
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan-kiri warna kulit normal,
penggunaan otot bantu nafas (-).
 Palpasi : pergerakan dinding dada simetris kanan-kiri.
 Perkusi : sonor pada kedua dinding thorak, batas jantung dalam batas normal.
 Auskultasi :
 Pul : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
 Cor : S1-S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-).
 Abdomen
 Inspeksi : distensi (-), peradangan pada kulit (-), warna kulit dalam batas normal
 Auskultasi : Bising Usus (+) normal
 Perkusi : Timpani pada seluruh dinding abdomen.
 Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-)
 Pemeriksaan ekstremitas
 Superior
 Inspeksi : atrofi (-), hipertrofi (-),deformitas (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), konsistensi kenyal
 Inferior :
 Inspeksi : atrofi (-), hipertrofi (-),deformitas (-), edema (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), konsistensi kenyal

2
Status Neurologis
› Kesadaran
 Kualitatif : compos mentis
 Kuantitatif : GCS E4V5M6
› Orientasi : Baik
› Jalan pikiran : Baik
› Kecerdasan : Baik
› Daya ingat kejadian
Baru : Baik
Lama : Baik
› Kemampuan bicara : artikulasi tidak jelas
› Sikap tubuh : Baik
› Cara berjalan : tidak bisa berjalan
› Gerakan abnormal : Negatif
› Saraf Otak :
N.I (OLFAKTORIUS) : daya pembau: Normoosmia

N.II (OPTIKUS) : kanan kiri


Daya penglihatan : VOD > 4/60 VOS >4/60
Pengenalan warna : Persepsi warna baik Persepsi warna baik
Medan penglihatan : DBN DBN

N.III (OKULOMOTORIUS): kanan kiri


Ptosis : Negatif Negatif
Gerakan mata ke (medial) : DBN DBN
Gerakan mata ke (atas) : DBN DBN
Gerakan mata ke (bawah) : DBN DBN
Ukuran pupil : 3 mm 3 mm
Bentuk pupil : Bulat, isokor Bulat, isokor
Reflek cahaya langsung : DBN DBN
Strabismus divergen : Negatif Negatif
Diplopia : Negatif Negatif

N.IV (TROKHLEARIS) kanan kiri


Gerak, mata kelateral bawah : DBN DBN
Strabismus konvergen : Negatif Negatif
Diplopia : Negatif Negatif

N. V (TRIGEMINUS) kanan kiri


Menggigit : DBN DBN
Membuka mulut : DBN DBN
Sensibilitas (atas) : DBN DBN
Sensibilitas (tengah) : DBN DBN
Sensibilitas (bawah) : DBN DBN

N. VI (ABDUSEN) kanan kiri


Gerakan mata ke lateral : DBN DBN
Strabismus konvergen : Negatif Negatif
Diplopia : Negatif Negatif

3
N.VII (FASIALIS) kanan kiri
Kerutan kulit dahi : Positif Positif
Kedipan mata : DBN DBN
Lipatan naso – labial : DBN DBN
Sudut mulut : DBN Tertarik kebawah
Mengerutkan dahi : DBN DBN
Menutup mata : DBN DBN
Meringis : DBN Tertatik kebawah
Mengembangkan pipi : DBN DBN
Tiks fasial : Negatif Negatif
Lakrimasi : Negatif Negatif
Daya kecap lidah 2/3 depan : DBN DBN

N. VIII (AKUSTIKUS) kanan kiri


Mendengar suara berbisik : DBN DBN
Mendengar detik arloji : DBN DBN

N. IX (GLOSOFARINGEUS) kanan kiri


Arkus farings : DBN DBN
Daya kecap lidah 1/3 belakang: - -
Reflek muntah : tidak dilakukan
Sengau : - -
Tersedak : - -

N. X (VAGUS) kanan kiri


Denyut nadi/menit : 87 kali/menit
Arkus farings : DBN DBN
Bersuara : DBN DBN
Menelan : DBN DBN

N. XI (AKSESORIUS) kanan kiri


Memalingkan kepala : DBN DBN
Sikap bahu : DBN DBN
Mengangkat bahu : DBN tidak bisa
Trofi otot bahu : Eutrofri Eutrofi

N. XII (HIPOGLOSUS) kanan kiri


Artikulasi : Disartria
Tremor lidah : Negatif Negatif
Menjulurkan lidah : Deviasi ke kiri Lemah
Kekuatan lidah : Menurun
Trofi otot lidah : Eutrofi Eutrofi
Fasikulasi lidah : DBN DBN

› BADAN
Trofi otot punggung : Eutrofi
Trofi otot dada : Eutrofi
Nyeri membungkuk badan : Negatif
Palpasi dinding perut : Supel, distensi (-), nyeri tekan (-)
Kolumna vertabralis; bentuk : DBN
Gerakan : DBN
Nyeri tekan : Negatif
Reflek dinding perut :-
Reflek kremaster :-
Alat kelamin :-

4
› ANGGOTA GERAK ATAS kanan kiri
Inspeksi; drop hand : Negatif Negatif
Claw hand : Negatif Negatif
Pitcher’s hand : Negatif Negatif
Kontraktur : Negatif
Warna kulit : Sawo Matang
Palpasi (sebut kelainannya) : Negatif

Lengan atas Lengan bawah Tangan


Gerakan: Bebas/Terbatas Bebas/Terbatas Bebas/Terbatas
Kekuatan : 5/0 5/0 5/0
Tonus : Ada/Menurun Ada/Menurun Ada/Menurun
Trofi : Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas : DBN DBN DBN
Nyeri : Negatif Negatif Negatif
Termis : Negatif Negatif Negatif
Taktil : Negatif Negatif Negatif
Diskriminasi : Negatif Negatif Negatif
Posisi : DBN DBN DBN

Biseps Triseps radius Ulna


Reflek Fisiologik : (+)/(+) (+)/(+) (+)/(+) (+)/(+)
Perluasan reflek : (-)/(-) (-)/(-) (-)/(-) (-)/(-)
Reflek silang : (-)/(-) (-)/(-) (-)/(-) (-)/(-)
Reflek patologik :kanan : Hoffner (-), Tromner (-)
kiri : Hoffner (-), Tromner (-)

› ANGGOTA GERAK BAWAH kanan kiri


Inspeksi drop foot : Negatif Negatif
Palpasi; udema : Negatif Negatif
Kontraktur : Negatif Negatif
Warna : Sawo Matang Sawo Matang

Tungkai atas Tungkai bawah Kaki


Gerakan: Bebas/Terbatas Bebas/Terbatas Bebas/Terbatas
Kekuatan: 5/0 5/0 5/0
Tonus: Normotonus Normotonus Normotonus
Trofi: Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas: DBN DBN DBNNyeri: positif
positif positif
Termis : tidak dilakukan
Taktil : Positif Positif positif
Diskriminasi : DBN
Posisi : DBN
Vibrasi: tidak dilakukan

Patela Akhiles
Reflek Fisiologik : (+)/(+) (+)/(+)
Perluasan reflek : (-)/(-) (-)/(-)
Reflek silang : (-)/(-) (-)/(-)
Reflek patologik :
Kanan kiri
Babinski : (-) (+)
Chaddock : (-) (+)
Oppenheim : (-) (+)
Gardon : (-) (+)
5
Schaeffer : (-) (-)
Rossolimo : (-) (-)
Mendel bechterew : (-) (-)
Tes Lasegue : (-) (-)
Tes Patrik : (-) (-)
Kontra Patrik : (-) (-)
Tes Brudzinski II : (-) (-)
Tes Kernig : (-) (-)
Klonus paha : (-) (-)
Klonus kaki : (-) (-)

› Koordinasi langkah dan keseimbangan


Cara berjalan : Tidak dilakukan
Tes Romberg : Tidak dilakukan
Ataksia : Tidak dilakukan
Disdiadokhokinesis : Tidak dilakukan
Rebound fenomen : Tidak dilakukan
Nistagmus : (-)
Dismetri : Tidak dilakukan
Tes telunjuk hidung : (-)
Tes hidung-telunjuk-hidung : (-)

› Gerakan abnormal
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Mioklanik : (-)
Atetose : (-)
Ballismus : (-)

Fungsi vegetatif
Miksi : DBN
Inkontinensia urine : (-)
Retensio urine : (-)
Anuria : (-)
Poliuria : (-)
Defekasi : (-)
Inkontinensia alvi : (-)
Retensio alvi : (-)

RINGKASAN PEMERIKSAAN JASMANI & NEUROLOGIK :


Keadaan umum sedang, kesadaran composmentis dengan GCS E4V5M6. Tekanan darah
130/80, denyut nadi 88x/menit dan pernapasan 20x/menit. Kepala, leher, paru-paru, jantung, hati
dan limpa dalam batas normal. Orientasi, jalan pikir, kecerdasan, daya ingat kejadian dalam batas
normal. Kemampuan bicara berkurang dan sulit dimengerti. Pemeriksaan nervus kranialis
didapatkan sudut mulut kiri tertarik ke bawah, meringis tertarik ke bawah, mengangkat bahu kiri
tidak bisa, artikulasi disartria. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan kekuatan otot untuk
anggota gerak kanan bernilai 5, anggota gerak kiri bernilai 0, tidak terdapat atrofi dan kelainan
tonus, sensibilitas dalam batas normal. Refleks fisiologis dan patologis ekstremitas atas kanan
dan kiri dalam batas normal. Refleks fisiologis ektremitas bawah kanan dan kiri dalam batas
normal. Refleks patologis ekstremitas bawah didapatkan hasil positif pada pemeriksaan babinski,
chaddock, oppenheim, dan gordon pada ekstremitas inferior sinistra.

6
GAMBAR :

PERMASALAHAN YANG TERDAPAT PADA PENDERITA :


-Parese anggota gerak sebelah kiri
-Keterbatasan gerak anggota gerak sebelah kiri
-Bicara pelo

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium

7
Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 13,6 gr/dl Lk : 13,0 – 16,0
Pr : 12,0 – 14,0
Leukosit 8,9 X 10^3 ul 5-10
Hematokrit 40,3 % Lk : 40 – 48
2. CT scan kepala
Pr : 37 – 43
tanpa
MCV 88,6 Pf 82 – 92
kontras
MCH 31,4 Pg 27 -31
MCHC 35,4 g/dl 32 – 36
Eritrosit 5,32 103ul 4,00-5,40
Trombosit 270 103ul 150 – 300
Limfosit % 27,2 % 25-40
Monosit % 7,6 % 3–9
Gran% 68,7 % 50-70
Ureum 17 10-50 Mg/dl
Creatinin 0,66 0,5-0,9 Mg/dl
GDS 150 70-150 Mg/100ml
SGOT 11 U/l < 37
SGPT 9 U/l < 42
Golongan O
Darah

Kesan : Infark Cerebri di ganglia basalis kanan

DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis: hemiparesis sinistra, paresis N.VII & N.XII sentral (UMN)
Diagnosis topis: lesi di ganglia basalis dextra
Diagnosis etiologis: Stroke infark

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
8
Ensefalitis
Bell’s palsy

RENCANA TERAPI
Medikamentosa:
IVFD RL 20 tpm
Injeksi citicolin 1 g / 12 jam
Aspilet 1 x 80 mg
O2 3 lpm
Non medikamentosa:
Bedrest
Mengubah posisi tidur setiap 2 jam
Fisioterapi

PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam

ANALISIS KASUS
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis stroke non hemoragic berdasarkan dari anamesis
didapatkan pasien mengaku badan bagian kiri lumpuh sejak 5 jam SMRS. Keluhan muncul setelah
pasien bangun tidur. Pasien juga mengeluhkan bahwa bicaranya pelo serta mulutnya yang menjadi
perot sejak bangun tidur.
Pada pemeriksaan yang dilakukan pada pasien, keadaan umum sedang, kesadaran
composmentis dengan GCS E4V5M6. Tekanan darah 130/80, denyut nadi 88x/menit dan pernapasan
20x/menit. Kemampuan bicara berkurang dan sulit dimengerti. Pemeriksaan nervus kranialis
didapatkan sudut mulut kiri tertarik ke bawah, meringis tertarik ke bawah, mengangkat bahu kiri tidak
bisa, artikulasi disartria. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan kekuatan otot untuk anggota gerak
kanan bernilai 5, anggota gerak kiri bernilai 0, tidak terdapat atrofi dan kelainan tonus, sensibilitas
dalam batas normal. Refleks fisiologis dan patologis ekstremitas atas kanan dan kiri dalam batas
normal. Refleks fisiologis ektremitas bawah kanan dan kiri dalam batas normal. Refleks patologis
ekstremitas bawah didapatkan hasil positif pada pemeriksaan babinski, chaddock, oppenheim, dan
gordon pada ekstremitas inferior sinistra.
Penatalaksanaan pada kasus ini pasien telah diberikan injeksi citicolin dimana citicolin
merupakan neuroprotektor, kemudian juga diberikan aspilet sebagai antiplatelet yang berfungsi untuk
membantu menghilangkan sumbatan pada pembuluh darah otak. Pemberian O2 juga diperlukan untuk
memberikan oksigenasi ke otak.

STROKE NON HAEMORRHAGIC


DEFINISI

9
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit
neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila
gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam
(kebanyakan 10 - 20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan iskemia otak sepintas
(transient ischemic attack TIA).
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di
Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat,
tepat, dan cermat.
Secara umum, terdapat dua jenis stroke, yaitu:
1. Stroke nonhemoragik atau stroke iskemik, dimana didapatkan penurunan aliran darah sampai
di bawah titik kritis, sehingga terjadi gangguan fungsi pada jaringan otak.
2. Stroke hemoragik, dimana salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma, mikroaneurisma,
kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek.

EPIDEMIOLOGI
Setiap tahunnya, 200 dari tiap 100.000 orang di Eropa menderita strok, dan menyebabkan
kematian 275.000 - 300.000 orang Amerika. Di pusat-pusat pelayanan neurologi di Indonesia jumlah
penderita gangguan peredaran darah otak (GPDO) selalu menempati urutan pertama dari seluruh
penderita rawat inap. Stroke nonhemoragik lebih sering didapatkan dari stroke hemoragik.
Insidensi menurut umur, bisa mengenai semua umur, tetapi secara keseluruhan mulai meningkat
pada usia dekade ke-5. Insidensi juga berbeda menurut jenis gangguan. Gangguan pembuluh darah
otak pada anak muda juga banyak didapati akibat infark karena emboli, yaitu mulai dari usia di bawah
20 tahun dan meningkat pada dekade ke 4 hingga ke 6 dari usia, lalu menurun, dan jarang dijumpai
pada usia yang lebih tua.
ETIOLOGI
Stroke sebagai diagnosa klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat dibagi
dalam:
1. Transient Ischemic Attack (TIA): Gejala neurologi yang timbul  akan hilang dalam waktu
kurang dari 24 jam
2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND) : Gejala  neurologi yang timbul  akan hilang
dalam waktu lebih 24 jam,  tetapi  tidak lebih 1 minggu
3. Stroke in evolution
4. Completed Stroke, dimana gejala sudah menetap, yang bisa dibagi lagi dalam:
 Completed stroke yang hemoragik
 Completed stroke yang non-hemoragik4
Penyebab dari strok non-hemoragik, antara lain:3
1. Infark otak Emboli (15-20%)
Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin, trombosit,
udara, tumor, metastase, bakteri, atau benda asing.3
a. Emboli kardiogenik
 Fibrilasi atrium atau aritmia lain
10
 Thrombus mural ventrikel kiri
 Penyakit katup mitral atau aorta
 Endokarditis (infeksi atau non-infeksi)
b. Emboli paradoksal (foramen ovale paten)
c. Emboli arkus aorta
2. Trombosis (75-80%)
Oklusi vaskular hampir selalu disebabkan oleh trombus, yang terdiri dari trombosit,
fibrin, sel eritrosit, dan leukosit.3
a. Penyakit ekstrakranial
 Arteri karotis interna
 Arteri vertebralis
b. Penyakit intracranial
 Arteri karotis interna
 Arteri serebri media
 Arteri basilaris
 Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)3
3. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan) (5%)
 Trombosis sinus dura
 Diseksi arteri karotis atau vertebralis
 Vaskulitis sistem saraf pusat
 Penyakit moya-moya
 Migren
 Kondisi hiperkoagulasi

PATOFISIOLOGI
Stroke iskemik
Sekitar  80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan
di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan
(trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada
trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti
jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu embolus.
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang usia lanjut,
yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi
penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis komunis bercabang
menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya aterosklerosis.
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka respon vaskuler reaktif
terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan piamater meninges.
Stroke Trombotik
         Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu subtipe stroke iskemik.
Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan
dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan
stenosis di arteri karotis interna, atau, yang lebih jarang, di pangkal arteri serebri media atau di taut

11
arteri vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria yang oklusi pembuluh
darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh darah otak cenderung memiliki
awitan bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa hari. Pola ini menyebabkan timbulnya istilah
“stroke-in-evolution”.
         Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian besar tergantung pada
fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial pada dasar otak ini dapat berfungsi normal,
maka sumbatan arteri karotis tidak akan memberikan gejala, seperti yang terjadi pada kebanyakan
penderita. Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki derajat perlindungan anastomosis yang
sama, dan penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris selalu mengakibatkan kejadian yang lebih
berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri vertebralis, boleh jadi tidak memberikan gejala.
         Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial adalah defisit
perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik. Agar
dapat melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah mungkin bergantung pada tekanan intravaskular
yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF,
iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian, hipertensi harus diterapi secara hati-hati dan cermat,
karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau
keduanya.

Stroke Embolik
          Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat, atau asal embolus. Asal stroke
embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya
menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya
serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut di bagian pembuluh
darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu jenis stroke embolik tersering,
didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi atrium atau apabila pasien baru
mengalami infark miokardium yang mendahului terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak.
Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis.
Karena biasanya adalah bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai
otak melalui arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya
bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di
percabangan arteri sebelum tersangkut.
          Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga
gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir dan menimbukan gejala-
gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki resiko yang lebih besar menderita stroke
hemoragik di kemudian hari, saat terjadi perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di jaringan
yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah proses emboli pertama. Penyebab
perdarahn tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri sebelah distal dari oklusi embolus melemah
atau rapuh karena kekurangan perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat
menyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut.
Mekanisme Kerusakan Sel-Sel Saraf pada Stroke Iskemik
Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi (infark) tempat
aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut biasanya tidak dapat pulih.
Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila CBF hanya 20% dari normal atau kurang. CBF normal
12
adalah sekitar 50ml/100g jaringan otak / menit. Mekanisme cedera sel akibat stroke adalah sebagai
berikut:
1. Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80% atau lebih (CBF
10ml/100g jaringan otak / menit) akan mengalami kerusakan ireversibel dalam beberapa
menit. Daerah ini disebut pusat iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh daerah lain jaringan
yang disebut penumbra iskemik dengan CBF antara 20% dan 50% normal (10 sampai
25ml/100g jaringan otak / menit). Sel-sel neuron di daerah ini berada dalam bahaya tetapi
belum rusak secara ireversibel. Terdapat bukti bahwa waktu untuk timbulnya penumbra pada
stroke dapat bervariasi dari 12 sampai 24 jam.
2. Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra, cedera dan
kematian sel otak berkembang sebagi berikut:
 Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan untuk
menghasilkan energi, terutama adenosin trifosfat (ATP)
 Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti berfungsi,
sehingga neuron membengkak
 Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah dengan
meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah masalah adalah proses
eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neurotransmitter eksitatorik glutamat
yang berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan
listrik di sel otak lain dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain, reseptor N-
metil-D-aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitrat
oksida sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat oksida (NO).
Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar sehingga terjadi
pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang vital. Proses ini terjadi melalui
perlemahan asam deoksiribnukleosida (DNA) neuron.
 NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan kematian neuron.
Obat yang dapat menghambat NOS atau produksi NO mungkin akan bermanfaat untuk
mengurangi kerusakan otak akibat stroke.
 Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang mencerna
protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang mencerna membran sel),
dan radikal bebas yang terbentuk akibat jejas iskemik.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat
ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Sebagian besar kasus terjadi secara
mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit.
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit neurologik secara
mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak
menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat emboli
serebri didapatkan pada usia lebih muda, terjadi mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran
dapat menurun bila emboli cukup besar.
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem vertebrobasilaris.
Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan memberikan gejala klinis tertentu.
13
A. Gangguan pada sistem karotis
Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi gejala:
 Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan dan tungkai
sesisi
 Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan dan tungkai
sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
 Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau sulit mengerti
pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
 Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapangan pandang
(hemianopsia)
 Mata selalu melirik ke satu sisi
 Kesadaran menurun
 Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya11
Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi gejala:
 Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa
 Ngompol (inkontinensia urin)
 Penurunan kesadaran
 Gangguan mengungkapkan maksud
Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat memberikan gejala:
 Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang pada satu sisi
atau separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral disebut cortical  blindness.
 Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi tubuh.
 Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau mendengar
suaranya.

B. Gangguan pada sistem vertebrobasilaris


Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan penglihatan,
pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan nervus kranialis bila
mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi, drop attack, gangguan sensorik dan
gangguan kesadaran.
Selain itu juga dapat menyebabkan:
 Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan sempoyongan
 Kehilangan keseimbangan
 Vertigo
 Nistagmus
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik kortikal, muka
dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai kejang. Bila lesi di subkortikal, akan
timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan
sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai
hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna.

14
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda serebelar,
nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi gangguan sensoris, disartri,
gangguan menelan, dan deviasi lidah.
Berikut  ini akan  dijelaskan  macam-macam faktor risiko strok nonhemoragik berulang
1. Usia
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia
hingga makin bertambah usia makin tinggi kemungkinan mendapat strok. Dalam statistik
faktor ini menjadi 2 x lipat setelah usia 55 tahun. Dari berbagai penelitian, diketahui
bahwa semakin tua usia, semakin besar pula risiko terkena strok. Hal ini berkaitan dengan
adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada
orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak 
(atherosklerosis).
2. Kelainan Jantung
 Infark miokardial
Antara 3‐4% penderita infark miokardial di kemudian hari mengalami strok
embolik. Risiko terbesar berada dalam satu bulan setelah terjadi infark miokardial.
Aterosklerosis mendasari terjadinya infark miokardial maupun strok iskemik.
Infark miokardial akan menimbulkan kerusakan pada dinding jantung ataupun
fibrilasi atrium yang menetap; keduanya memudahkan terjadinya trombus yang
pada suatu saat dapat terlepas atau pecah dan berubah menjadi emboli untuk
kemudian masuk ke dalam aliran darah otak.
 Fibrilasi atrial
Seorang penderita yang mengalami fibrilasi atrial memiliki risiko 3‐5 kali lipat
untuk mengalami strok. Secara keseluruhan, 15% kasus strok iskemik disebabkan
oleh fibrilasi atrial. Denyut jantung yang tidak efektif karena adanya fibrilasi atrial
akan menyebabkan darah mengumpul di dinding jantung; hal demikian ini akan
memudahkan terbentuknya trombus dan pada suatu saat trombus ini dapat terlepas
dari dinding jantung dan berubah menjadi emboli untuk kemudian masuk ke
dalam aliran darah otak.
3. Hipertensi
Stroke berulang sering terjadi pada pasien yang kurang kontrol tekanan darah. Makin
tinggi tensi darah makin tinggi kemungkinan terjadinya strok, baik strok nonhemoragik
maupun strok hemoragik. Hipertensi merupakan faktor risiko strok yang paling penting,
meningkatkan risiko strok 2‐4 kali lipat, tidak tergantung pada faktor risiko lainnya.
Peningkatan tekanan sistolik maupun diastolik berkaitan dengan risiko yang lebih tinggi.
Untuk setiap kenaikan tekanan diastolik sebesar 7,5 mmHg maka risiko strok meningkat 2
kali lipat. Apabila hipertensi dapat dikendalikan dengan baik maka risiko strok turun
sebanyak 28‐38%.
4. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok sebanyak 1‐3 kali lipat dibandingkan
dengan orang yang tidak mengalami diabetes mellitus. Diabetes mellitus meningkatkan
risiko strok melalui beberapa mekanisme yang saling berkaitan, yang bermuara pada
terbentuknya plaque aterosklerotik. Plaque pada diabetes mellitus banyak dijumpai di
15
cabang‐cabang arteri serebral yang kecil. Plaque tersebut akan menyempitkan diameter
pembuluh darah kecil yang kemudian dapat menimbulkan stroke.
Pada penderita diabetes mellitus, terjadi hiperviskositas darah, kerusakan kronik aliran
darah otak dan autoregulasi, deformabilitas sel darah merah dan putih yang menurun,
disfungsi sel endotel, hiperkoagulabilitas, terganggunya sintesa prostasiklin yang
menyebabkan meningkatnya agregasi trombosit dan kemungkinan disfungsi otot polos
arterioler kortikal dan endotelium yang penting untuk kolateral.
5. Dislipidemia
Hiperlipidemia menunjukkan adanya kadar kolesterol total lebih dari 240 mg%.
Hiperlipidemia bukan merupakan faktor risiko strok secara langsung. Hal ini berbeda
dengan penyakit koroner yang jelas berhubungan dengan hiperlipidemia. Namun demikian,
dari berbagai penelitian terungkap bahwa dengan menurunkan kadar kolesterol total maka
risiko untuk terjadinya strok juga menurun.
Sehubungan dengan penyakit serebrovaskular secara spesifik, meningginya kadar
kolesterol total dan low density lipoprotein (LDL) berkaitan erat dengan terjadinya
aterosklerosis karotis; sementara itu peningkatan kadar high density lipoprotein (HDL)
menimbulkan dampak sebaliknya.
Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa tak ada hubungan bermakna antara
kolesterol plasma dan risiko strok, hanya The Copenhagen City Heart Study mengatakan
bahwa kolesterol berhubungan dengan risiko strok non hemoragik, bila kolesterol lebih dari
8 mmol/l (310 mg persen).
HDL Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa terdapat  hubungan terbalik antara
HDL kolesterol dari risiko strok. Hanya Framingham study mengatakan tak ada efek
protektif  dan HDL kolesterol yang tinggi untuk strok iskemik.
LDL Kolesterol: LDL kolesterol adalah faktor risiko yang  penting untuk timbulnya 
aterosklerosis dan secara tak langsung mempengaruhi strok iskemik Trigliserida: Terdapat
pertentangan pendapat, penyelidikan terbaru mengatakan bahwa trigliserida postprandial
yang tinggi hubungan dengan aterosklerosis dari arteria karotis eksterna.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, gula darah sewaktu, fungsi ginjal (ureum,
kreatinin, dan asam urat), fungsi hati (GOT/GPT), protein darah (albumin, globulin), profil lipid
(kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida), analisa gas darah, dan elektrolit. Pada pungsi lumbal,
ditemukan likuor serebrospinalis jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500.

Radiologis
Pemeriksaan rontgen dada untuk melihat ada atau tidaknya infeksi paru maupun kelainan jantung.
Sedangkan pada pemeriksaan CT Scan Kepala: dapat dilihat adanya daerah hipodens yang
menunjukkan infark/iskemik dan edema.
Pemeriksaaan penunjang lainnya:
 EKG
 Echocardiography
16
 Transcranial Doppler
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan gejala-gejala yang
sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah
pendarahan pembuluh darah otak tertentu.
Anamnesis:
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset, nyeri
kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan pertama atau berulang. Juga
bisa didapatkan informasi mengenai faktor resiko stroke. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
adalah usia, jenis kelamin, ras, dan genetik. Sementara faktor resiko yang dapat diubah adalah
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya, merokok, kolesterol
tinggi dalam darah, dan obesitas.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital. Pemeriksaan neurologis dapat
dilakukan untuk melihat apakah ada deficit neurologis, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda
peningkatan TIK, ataupun tanda-tanda ransang meninges.
Alat bantu skoring: Skor Hasanuddin.
Penggunaan skor Hasanuddin turut dilakukan dalam membantu mendiagnosa stroke pada
sebelum atau tanpa adanya CT scan. Bagi stroke iskemik skornya kurang atau sama dengan.
Skor Hasanuddin
Kesadaran menurun
Menit – 1 jam                            = 10
1 jam – 24 jam                           = 7,5
Sesaat tapi pulih kembali           = 6
>= 24 jam                                  = 1
Tidak ada                                   = 0

Waktu serangan
Sedang beraktifitas                    = 6,5
Tidak beraktifitas                      = 1

Sakit kepala
Sangat hebat                              = 10
Hebat                                         = 7,5
Ringan                                       = 1
Tidak ada                                   = 0

Muntah proyektil                               
Menit – 1 jam                            = 10
1 jam - 24 jam                            = 7,5
>24 jam                                      = 1
Tidak ada                                   = 0

17
Tekanan darah saat serangan
> 220/110                                  = 7,5
< 220/110                                  = 1

Pemeriksaan penunjang:
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang terjadi. Pada stroke
non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam parenkim otak. Sedangkan dengan
pemeriksaan MRI menunjukkan area hipointens.
Menurut perjalanan penyakitnya, diagnosis dapat dibedakan menjadi:
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak yang akan menghilang dalam waktu 24 jam. Diagnosa T.I.A berimplikasi bahwa lesi
vascular yang terjadi bersifat reversible dan disebabkan embolisasi.
2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND).
Gejala neurologik yeng timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam,
tapi tidak lebih dari seminggu. Ini menggambarkan gejala yang beransur-ansur dan
bertahap. RIND ini pula berimplikasi bahwa lesi intravaskular yang sedang menyumbat
arteri serebral berupa timbunan oleh fibrin dan trombosit.
3. Stroke in evolution
Gejala klinis semakin lama semakin berat. Ini dikarenakan gangguan aliran darah yang
makin berat.
4. Completed Stroke
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana sudah
memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak
terganggu.

PENATALAKSANAAN
Stroke adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang perubahan
metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi setelah terhentinya aliran darah
kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan
intervensi secara cepat. Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik
akul, fokal, dan nonkonvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau iskemia-infark.
Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi untuk pembentukan trombus
dapat memicu perdarahan pada stroke hemoragik. Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga
tujuan: (1) mencegah cedera otak akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik noninfark, (2)
membalikkan cedera saraf sedapat mungkin, (3) mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan
melindungi sel dari daerah penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat.
Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut. Adapun penatalaksanaannya
sebagai berikut:
1. Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)
Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera
jaringan neuron dapat dipulihkan. Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa
yang disebut sebagai strategi neuroprotektif.
18
Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai  mati dan
agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu / mengancam fungsi otak.
Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup,
tidak justru berkurang. Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu:
a. Breathing
Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup
baik. Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.

b. Brain
Posisi kepala diangkat 20-30 derajat. Udem otak dan kejang harus dihindari.
Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan penderta yang mengantuk, adanya
bradikardi, atau dengan pemeriksaan funduskopi.
c. Blood
 Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG.
 Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai
menurunkan perfusi otak.
 Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak
 Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis,
lebih-lebih pada penderita dengan diabetes mellitus lama.
 Keseimbangan elektrolit dijaga.
d. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan
setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar,
dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
e. Bladder
Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter
intermiten steril atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai
latihan buli-buli.
Penatalaksanaan komplikasi:
 Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang ada,
lalu diturunkan perlahan.
 Ulkus stres: diatasi dengan antagonis reseptor H2
 Peneumoni: tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum luas
 Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol bolus:
1 g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg BB setiap
6 jam selama maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara rutin.
Penatalaksanaan keadaan khusus:
 Hipertensi
Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di
bawah ini:
 Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
 Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit

19
 Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali pengukuran
selang 30 menit
 Penurunan tekanan darah maksimal 20%
 Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan
antagonis kalsium.
 Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati
penyebabnya.
 Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin subkutan
selama 2-3 hari pertama.
 Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan
penyebabnya diobati,
 Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.
Penatalaksanaan spesifik:
 Pada fase akut dapat diberikan:
 Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis 8mg/kgbb/hari
 Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset
 Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin, nimodipin.
2. Fase Pasca Akut
Pada fase paska akut dapat diberikan:
 Pentoksifilin tablet: 2 x 400 mg
 ASA dosis rendah 80-325 mg/hari
 Neuroprotektor
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka paling penting
pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan
fisioterapi, ‘terapi wicara’ dan psikoterapi. Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah, denyut
nadi, dan pernafasan penderita stabil.
Tujuan rehabilitasi ialah:
1. Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu
2. Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan interpersonal menjadi
normal
3. Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari9

Prinsip dasar rehabilitasi:


1. Mulai sedini mungkin
2. Sistematis
3. Ditingkatkan secara bertahap
4. Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada9
Terapi preventif

20
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini dapat dicapai
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor risiko stroke:
1. Pengobatan hipertensi
2. Mengobati diabetes mellitus
3. Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
4. Berolahraga teratur.

PENCEGAHAN
A. Pencegahan primer
1. Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program pencegahan penyakit
vaskular lainnya
2. Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke:
a. Menghindari: rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam
berlebihan, obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya
b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan
c. Mengendalikan: hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit
vaskular aterosklerotik lainnya.
d. Menganjurkan: konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur
B. Pencegahan sekunder
1. Modifikasi gaya hidup beresiko strok dan faktor resiko lainnya
2. Hipertensi: diet, obat antihipertensi yang sesuai
3. Diabetes melitus: diet, OHO/insulin
4. Dislipidemia: diet rendah lemak dan obat antidilipidemia
5. Berhenti merokok
6. Hindari alkohol, kegemukan, dan kurang gerak
7. Hiperurisemia: diet, antihiperurisemia

PROGNOSIS
Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan komplikasi yang
timbul. Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status neurologik setelah
dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi otak. Sekitar 10% pasien dengan stroke iskemik
akan membaik dengan fungsi normal. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan kegagalan jantung
kongestif dan penyakit jantung koroner.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan peredaran
darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press; 2005. h.81-82.
2. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds. Mardjono M, Sidharta P.
Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h. 274-8.
3. Anonim. Strok. Dalam: ed. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Standar pelayanan medik. Makassar: Bagian
Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo; 2010. h.2-4.
4. Anonim. Stroke. Dalam: eds.Misbach J, Hamid A. Standar pelayanan medis dan standar
prosedur operasional 2006. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2006.
h.19-23.
5. Anonim. Tanda-tanda dini gpdo. Dalam: eds.Harsono. Buku ajar neurologi klinis. Edisi
ketiga. Yogyakarta: Gadjah mada university press; 2005. h.67-70.
6. Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi konsep klinis
proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2005.h.1105-30.
7. Lisal, JI. Vaskularisasi SSP. Dalam: Kumpulan slide kuliah anatomi sistem neuropsikiatri.
Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2007.
8. Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar patologi. Volume 2.
Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002. h.474-510.

22

Anda mungkin juga menyukai