Anda di halaman 1dari 56

PENUGASAN MANAJEMEN KASUS

STROKE NON HEMORRHAGIC

Disusun Oleh :

Winda Pramestining Tiyas

14711051

Pembimbing :

dr. Asri Damayanti, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF

RSUD DR. SOEDIRMAN / FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2018

BAB I

1
UNIVERSITAS DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
ISLAM
INDONESIA STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
FAKULTAS
KEDOKTERAN Untuk Dokter Muda
Nama Dokter Muda Winda Pramestining Tiyas Tanda Tangan
NIM 14711051
Tanggal Ujian 10 Desember 2018
Rumah sakit RSUD dr. Soedirman
Gelombang Periode 07 Januari 2019
STATUS PASIEN

IDENTITAS

Nama :Tn. P

Jenis Kelamin :Laki-laki

Umur :66 tahun

Alamat :Banyurata RT/RW 01/02

Agama :Islam

Pekerjaan :Pensiunan

Masuk Rumah Sakit :08 Desember 2018

Nomer CM :280670

ANAMNESIS TANGGAL:

(diberikan oleh O.S./Orang Tua/Keluarga/Suami/Istri/Tetangga)

KELUHAN UTAMA : Kesulitan berbicara

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

2
Pasien mengeluhkan kesulitan berbicara sejak ± 1 hari SMRS, Kesulitan
berbicara dirasakan muncul secara tiba-tiba setelah bangun tidur,
Bicara pasien menjadi pelo dan sulit dimengerti oleh keluarga pasien,
Pasien sebenarnya paham mengenai pertanyaan yang diajukan namun
untuk menjawabnya pasien kesulitan dalam berbicara, sehingga pasien
mengisyaratkan dengan anggukan kepala, ketika pasien diinstruksikan
untuk mengangkat tangan, pasien dapat mengikuti perintah dengan
baik. Pasien merupakan pasien stroke dengan kelemahan anggota
gerak sebelah kiri, keluhan kelemahan anggota gerak kiri sudah
dirasakan sejak ± 2 tahun ini.

Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala terasa nyut-nyutan. Keluhan


tidak disertai mual, muntah, telinga berdenging, kejang, wajah perot
maupun penurunan kesadaran. Pasien tidak ada keluhan sulit
menelan, gangguan penglihatan baik pandangan kabur maupun
penglihatan ganda. BAB dan BAK lancar tidak ada keluhan. Pasien
masih dapat mengingat kejadian yang baru saja dialami maupun
kejadian yang lama. Pasien mengeluhkan adanya gangguan
keseimbangan ketika pasien berjalan, pasien juga tidak dapat
membaca serta menulis. Demam (-), trauma (-), kebiasaan merokok
(-)

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

Riwayat stroke tahun 2016 (+), Hipertensi (+), DM (+),


hypercholesterolaemia (+), penyakit jantung (+), trauma (-)

RIWAYAT PENYAKIT PADA KELUARGA :

keluhan serupa (-), riwayat DM (+), riwayat hipertensi (+), penyakit


jantung (-)

RIWAYAT GIZI :

makan 3 kali sehari, rutin mengkonsumsi buah dan sayur

RIWAYAT LAIN YANG PERLU :

Penggunaan obat tertentu (+) yaitu simvastatin, irbesartan, miniaspi,


ISDN, spironolactone, furosemide, glibenclamide

3
PEMERIKSAAN

I. STATUS PRESENS

B.B - Kg Tekanan darah :165/103 mmHg

T.B - cm Denyut nadi :93x/menit

Suhu 37,1 °C Pernafasan :24x/menit

Keadaan Umum :cukup

KGB :tidak ada pembesaran

Status Gizi :-

Paru-paru :SDV (+/+)

Jantung :S1-S2 tunggal reguler

Hati :hepatomegaly (-)

Limpa :splenomegaly (-)

II. STATUS NEUROLOGIK


Kesadaran :komposmentis

Kwantitatif : GCS E4M6Vafasia

Kwalitatif : Tingkah laku normal

Perasaan hati :baik

Orientasi :baik

Jalan pikiran :normal

Kecerdasan :normal

4
Daya ingat kejadian

Baru :normal

Lama :normal

Kemampuan bicara : kesulitan

Sikap tubuh :normal

Cara berjalan :tidak dilakukan

Gerakan abnormal (-)

Kepala :

 Bentuk : normal
 Simetri : simetris
 Ukuran : normal
 Pulsasi : tidak dilakukan
 Nyeri tekan : (-)
 Bising : tidak dilakukan
Leher : Sikap : bebas

Gerakan: bebas

Kaku kuduk: (-)

Bentuk vertebra: simetris, lurus

Nyeri tekan vertebra: tidak dilakukan

Pulsasi : tidak dilakukan

Bising karotis (kanan)(kiri) tidak dilakukan

Bising subklavia (kanan)(kiri) tidak dilakukan

Tes lhermitte : tidak dilakukan

Tes nafsiger : tidak dilakukan

Tes brudzinski : tidak dilakukan

Tes valsava : tidak dilakukan

5
Saraf Otak :

N.I (OLFAKTORIUS) daya pembau: normal /normal

N.II (OPTIKUS) : kanan kiri

Daya penglihatan :normal normal

Pengenalan warna :normal normal

Medan penglihatan :normal normal

Fundus okuli :tidak dilakukan tidak dilakukan

Papil :tidak dilakukan tidak dilakukan

Retina :tidak dilakukan tidak dilakukan

Arteri/vena :tidak dilakukan tidak dilakukan

Perdarahan :tidak dilakukan tidak dilakukan

N.III (OKULOMOTORIUS) :kanan kiri

Ptosis : (-) (-)

Grk. Mata ke (medial) : bebas bebas

(atas) : bebas bebas

(bawah) :bebas bebas

Ukuran pupil :3 mm 3 mm

Bentuk pupil :bulat bulat

Kanan kiri

Reflek cahaya langsung : (+) (+)

Reflek cahaya konsensuil : (+) (+)

Reflek akomodatif : (+) (+)

Strabismus divergen : (-) (-)

6
Diplopia : (-) (-)

N.IV (TROKHLEARIS) kanan kiri

Gerak, mata kelateral bawah :normal normal

Strabismus konvergen : (-) (-)

Diplopia : (-) (-)

N. V (TRIGEMINUS) kanan kiri

Menggigit :tidak ada kelemahan tidak ada kelemahan

Membuka mulut:tidak ada kelemahan tidak ada kelemahan

Sensibilitas (atas) :normal normal

(tengah) :normal normal

(bawah) :normal normal

Reflek kornea :tidak dilakukan

Reflek bersin :tidak dilakukan

Reflek maseter :tidak dilakukan

Reflek zigomatikus :tidak dilakukan

Trimus : (-) (-)

N. VI (ABDUSEN) kanan kiri

Gerakan mata ke lateral :normal normal

Strabismus konvergen : (-) (-)

Diplopia : (-) (-)

N. VII (FASIALIS) kanan kiri

Kerutan kulit dahi :simetris simetris

7
Kedipan mata :kecepatan sama kecepatan sama

Lipatan naso – labial :normal normal

Sudut mulut :simetris simetris

Mengerutkan dahi :simetris simetris

Menutup mata :simetris simetris

Meringis :simetris simetris

Mengembangkan pipi :simetris simetris

Kanan kiri

Tiks fasial : (-) (-)

Lakrimasi : (-) (-)

Daya kecap lidah 2/3 depan : (-) (-)

Reflek fisio-palpebral : (-) (-)

Reflek glabella : (-) (-)

Reflek aurikulo-palpebral : (-) (-)

Tanda myerson : (-) (-)

Tanda chyostek : (-) (-)

Bersiul : (-) (-)

N. VIII (AKUSTIKUS) kanan kiri

Mendengar suara berbisik :normal normal

Mendengar detik arloji : tidak dilakukan tidak


dilakukan

Tes Rinne :tidak dilakukan tidak


dilakukan

8
Tes Weber :tidak dilakukan tidak
dilakukan

Tes Schwabach :tidak dilakukan tidak


dilakukan

N. IX (GLOSOFARINGEUS) kanan kiri

Arkus farings : ditengah ditengah

Daya kecap lidah 1/3 belakang :tidak dilakukan

Reflek muntah :tidak dilakukan

Tersedak :tidak ada gangguan menelan

N. X (VAGUS) kanan kiri

Denyut nadi/menit :84x/menit 84 x/menit

Arkus farings :ditengah, terangakat saat


phonasi

Bersuara :fungsi phonasi dan artikulasi


tidak normal

Menelan :kesulitan menelan tidak


dirasakan

N. XI (AKSESORIUS) kanan kiri

Memalingkan kepala :normal normal

Sikap bahu :normal normal

Mengangkat bahu :normal normal

Trofi otot bahu :normal normal

N. XII (HIPOGLOSUS) kanan kiri

Sikap lidah :lidah lurus lidah lurus

9
Artikulasi : (+) (+)

Tremor lidah :tidak didapatkan tidak


didapatkan

Menjulurkan lidah :disartria (+) disartria (+)

Kekuatan lidah :deviasi (-) deviasi (-)

Trofi otot bahu :normal normal

Fasikulasi lidah :tidak didapatkan tidak


didapatkan

BADAN

Trofi otot punggung :normal

Trofi otot dada :normal

Nyeri membungkuk badan :tidak dilakukan pemeriksaan

Palpasi dinding perut :supel

Kolumna vertabralis; bentuk :normal

Gerakan :bebas

Nyeri tekan :tidak ada

Sensibilitas (tentukan batas dan jenis kelainan pada gambar)

Kanan kiri

Reflek dinding perut :tidak dilakukan tidak


dilakukan

Reflek kremaster : tidak dilakukan tidak


dilakukan

Alat kelamin : tidak dilakukan tidak


dilakukan

10
ANGGOTA GERAK ATAS kanan kiri

Inspeksi; drop hand : (-) (-)

Claw hand : (-) (-)

Pitcher’s hand : (-) (-)

Kontraktur : (-) (-)

Warna kulit :kuning langsat

Palpasi (sebut kelainannya) :tidak didapatkan

Lengan atas Lengan bawah Tangan

Kanan kiri kanan kiri kanan kiri

Gerakan bebas terbatas bebas terbatas bebas terbatas

Kekuatan :5 2 5 2 5 2

Tonus :normal normal normal normal normal normal

Trofi : Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Sensibilitas :Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Nyeri :Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Termis : Tidak dilakukan

Taktil :Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Diskriminasi :Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Posisi :Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Vibrasi :Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Biseps Triseps Radius Ulna

Kanan kiri kanan kiri kanan kiri kanan kiri

Reflek Fisiologik :Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Reflek patologik : - /- (Hoffman Tromner)

ANGGOTA GERAK BAWAH kanan kiri

Inspeksi drop foot :tidak ada tidak ada

11
Palpasi; udema :tidak ada tidak ada

Kontraktur :tidak ada tidak ada

Warna :kuning langsat

tungkai atas tungkai bawah kaki

Kanan kiri kanan kiri kanan kiri

Gerakan:bebas terbatas bebas terbatas bebas terbatas

Kekuatan: 5 3 5 3 5 3

Tonus :Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Trofi : Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Sensibilitas: Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Nyeri :Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Termis : Tidak dilakukan

Taktil : Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Diskriminasi: Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Posisi : Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Vibrasi : Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Biseps Triseps Radius Ulna

Kanan kiri kanan kiri kanan kiri kanan kiri

Reflek Fisiologik:Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Reflek patologik: - /- (Babinski/ chaddok)

Patela Akhiles

Kanan kiri kanan kiri

Reflek Fisiologik : + + + +

Perluasan reflek : - -

Reflek silang : - -

Reflek patologik : -/ -

Kanan kiri

12
Babinski : - -

Chaddock : - -

Gonda : - -

Bing : - -

Rossolimo : - -

Mendel bechterew : - -

Oppenheim : - -

Gordon : - -

Schaeffer : - -

Klonus

Paha : - -

Kaki : - -

Koordinasi langkah dan keseimbangan

Cara berjalan : tidak dilakukan

Tes Romberg : tidak dilakukan

Tandem Walking : tidak dilakukan

Ataksia : tidak dilakukan

Disdiadokhokinesis : tidak dilakukan

Rebound fenomen : tidak dilakukan

Nistagmus : tidak dilakukan

Dismetri : tidak dilakukan

Tes telunjuk hidung : tidak dilakukan

Tes hidung-telunjuk-hidung : tidak dilakukan

Dix halpike test : tidak dilakukan

13
Fungsi Vegetatip

Miksi :

Inkontinensia urine : (-)

Retensio urine : (-)

Anuria : (-)

Poliuria : (-)

Defekasi :

Inkontinensia alvi : (-)

Retensio alvi : (-)

RINGKASAN ANAMNESIS :

Tn.P usia 66 tahun mengeluhkan kesulitan bicara sejak ± 1 hari SMRS,


Kesulitan berbicara dirasakan muncul secara tiba-tiba setelah bangun
tidur. Bicara pasien menjadi pelo dan sulit dimengerti oleh keluarga
pasien. Pasien merupakan pasien stroke dengan kelemahan anggota
gerak sebelah kiri, keluhan kelemahan anggota gerak kiri sudah
dirasakan sejak ± 2 tahun ini. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala
terasa nyut-nyutan. Mual (-), muntah (-), demam (-), trauma (-).
Riwayat stroke tahun 2016 (+), Hipertensi (+), DM (+),
hypercholesterolaemia (+), penyakit jantung (+).

RINGKASAN PEMERIKSAAN JASMANI & NEUROLOGIK :

GCS E4M6Vafasia, Tekanan darah : 165/103 mmHg, kemampuan


bicara mengalami kesulitan, pemeriksaan N.X fungsi phonasi dan
artikulasi tidak normal. Gerakan ekstremitas atas kanan dan kiri
adalah bebas dan terbatas dengan kekuatan masing-masing 5 dan 2.
Gerakan ekstremitas bawah kanan dan kiri adalah bebas dan terbatas
dengan kekuatan masing-masing 5 dan 3.

14
GAMBAR :

PERMASALAHAN YANG TERDAPAT PADA PENDERITA:

 Kesulitan berbicara

 Kelemahan anggota gerak sebelah kiri

 Tekanan darah tinggi

15
Pemeriksaan tambahan yang dikerjakan :

Skor siriraj

= (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri


kepala) + (0,1x tekanan diastolic) – (3x petanda atheroma) –
12

= (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 1) + (0,1x 103) – (3x1) – 12

= -2,7 (infark serebri)

ASGM

= Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (+), reflex Babinski (-)

= ya

= stroke perdarahan intraserebral

Diagnosis/ diagnosis banding klinik : hemiparesis sinistra dan


afasia motorik

Diagnosis/ diagnosis banding topic : hemisfer cerebri dekstra

Diagnosis/ diagnosis banding kausal : SNH dd stroke


hemorrhagic

Terapi :

 O2 4 lpm

 Inf asering 20 tpm

 Inj citicolin 2x500 mg

 Inj ranitidine 2x50 mg

16
 Inj piracetam 3x1gr

 Inj mecobalamin 2x500mg

 Irbesartan 1x150 mg

 Simvastatin 1x1

 Miniaspi 1x1

Prognosis : dubia ad bonam

Usul pemeriksaan tambahan : CT-Scan dan Ro thoraks

17
TINJAUAN PUSTAKA

Stroke Non Hemoragik

Definisi dan klasifikasi

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah

gangguan fungsional otak fokal maupun global secara akut, lebih dari 24 jam

(kecuali ada intervensi bedah atau meninggal), berasal dari gangguan aliran darah

otak. Berdasarkan proses yang mendasari terjadinya gangguan peredaran darah

otak, stroke dibedakan menjadi dua kategori yaitu :

1. Stroke Non Hemoragik

Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh

kasus stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau

penurunan aliran darah otak (Hassmann, 2013) Berdasarkan perjalanan klinis,

dikelompokkan menjadi :

A. TIA (Transient Ischemic Attack) Pada TIA gejala neurologis timbul dan

menghilang kurang dari 24 jam. Disebabkan oleh gangguan akut fungsi

fokal serebral, emboli maupun trombosis.

B. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit) Gejala neurologis pada

RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang dari 21 hari.

C. Stroke in Evolution Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari

waktu ke waktu.

D. Completed Stroke Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak

berkembang lagi.

18
Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian

otak tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik.

Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan bentuk

sel yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang

selanjutnya terjadi kematian neuron. Stroke non hemoragik dibagi lagi

berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu:

A. Stroke Non Hemoragik Embolik

Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di

tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi

kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang

menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.

Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan

pada katup mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan embolus yang

berasal dari vena pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah

jantung berkurang dan serangan biasanya muncul disaat penderita tengah

beraktivitas fisik seperti berolahraga.

B. Stroke Non Hemoragik Trombus

Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat

dibagi menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis)

merupakan 70% kasus stroke non hemoragik trombus dan stroke pembuluh

darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis

pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait

19
dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis

(Hassmann, 2013).

Faktor Risiko Stroke Non Hemoragik

Stroke non hemoragik merupakan proses yang multi kompleks dan

didasari oleh berbagai macam faktor risiko. Ada faktor yang tidak dapat

dimodifikasi, dapat dimodifikasi dan masih dalam penelitian yaitu :

1. Tidak dapat dirubah :

- Usia

- Jenis kelamin

- Ras

- Genetik

2. Dapat dirubah :

- Hipertensi - Terapi pengganti hormon

- Merokok - Anemia sel sabit

- Diabetes - Nutrisi

- Fibrilasi atrium – Obesitas

- Kelainan jantung - Aktifitas fisik

- Hiperlipidemia

3. Dalam penelitian lebih lanjut:

- Sindroma metabolik

20
- Penyalahgunaan zat

- Kontrasepsi oral

- Obstructive Sleep Apnea

- Migrain

- Hiper-homosisteinemia

- Hiperkoagulabilitas

- Inflamasi

-Infeksi (Goldstein et al., 2006).

21
Sirkulasi Darah pada Sistem Saraf Pusat

Sirkulasi darah pada sistem saraf terbagi atas sirkulasi pada otak dan

medula spinalis. Dalam keadaan fisiologik jumlah darah yang dikirim ke

otak sebagai Blood Flow Cerebraladalah 20% Cardiac Out Put atau 1100-1200

cc/menit untuk seluruh jaringan otak yang berat normalnya 2% dari berat badan

orang dewasa. Untuk mendukung tercukupinya suplai oksigen, otak mendapat

sirkulasi yang didukung oleh pembuluh darah besar, perhatikan gambar 1.1 dan

1.2 yang tertera dibawah (Duus, 2007).

Suplai Darah Otak

1. Arteri Carotis Interna kanan dan kiri

 Arteri communicans posterior, Arteri ini menghubungkan arteri carotis

interna dengan arteri cerebri posterior

 Arteri choroidea anterior, yang nantinya membentuk plexus choroideus

di dalam ventriculus lateralis

 Arteri cerebri anterrior

(Duus, 2007)

Gambar 1.1 Suplai Darah Otak

22
Bagian ke frontal disebelah atas nervus opticus diantara belahan otak kiri

dan kanan. Ia kemudian akan menuju facies medialis lobus frontalis cortex

cerebri. Daerah yang diperdarahi arteri ini adalah:

a) facies medialis lobus frontalis cortex cerebro,

b) facies medialis lobus parietalis,

c) facies convexa lobus frontalis cortex cerebri,

d) facies convexa lobus parietalis cortex cerebri,

e) Arteri cerebri media

 Arteri cerebri media

2. Arteri Vertebralis kanan dan kiri

– Arteri Cerebri Media

Berjalan lateral melalui fossa sylvii dan kemudian bercabang-cabang

untuk selanjutnya menuju daerah insula reili. Daerah yang disuplai darah oleh

arteri ini adalah Facies convexa lobus frontalis coretx cerebri mulai dari fissura

lateralis sampai kira-kira sulcus frontalis superior, facies convexa lobus

parielatis cortex cerebri mulai dari fissura lateralis sampai kira-kira sulcus

temporalis media dan facies lobus temporalis cortex cerebri pada ujung frontal.

– Arteri Vertebralis kanan dan kiri

Arteri vertebralis dipercabangkan oleh arteri sub clavia. Arteri ini berjalan ke

kranial melalui foramen transversus vertebrae ke enam sampai pertama kemudian

membelok ke lateral masuk ke dalam foramen transversus magnum menuju

cavum cranii. Arteri ini kemudian berjalan ventral dari medula oblongata dorsal

23
dari olivus, caudal dari tepi caudal pons varolii. Arteri vertabralis kanan dan kiri

akan bersatu menjadi arteri basilaris yang kemudian berjalan frontal untuk

akhirnya bercabang menjadi dua yaitu arteri cerebri posterior kanan dan kiri.

Daerah yang diperdarahi oleh arteri cerbri posterior ini adalah facies convexa

lobus temporalis cortex cerebri mulai dari tepi bawah sampai setinggi sulcus

temporalis media, facies convexa parietooccipitalis, facies medialis lobus

occipitalis cotex cerebri dan lobus temporalis cortex cerebri.

(Snell, 2007)

Gambar 1.2 Sirkulus Willisi

Anastomosis antara arteri-arteri cerebri berfungsi utnuk menjaga agar aliran

darah ke jaringan otak tetap terjaga secara continue. Sistem carotis yang berasal

24
dari arteri carotis interna dengan sistem vertebrobasilaris yang berasal dari arteri

vertebralis, dihubungkan oleh circulus arteriosus willisi membentuk Circle of

willis yang terdapat pada bagian dasar otak. Selain itu terdapat anastomosis lain

yaitu antara arteri cerebri media dengan arteri cerebri anterior, arteri cerebri

media dengan arteri cerebri posterior (Snell, 2007).

Patofisiologi Umum Iskemia Serebri

Lesi parenkim di otak disebabkan oleh gangguan suplai darah otak yang

persisten, biasanya baik oleh blockade pembuluh darah yang memberikan suplai

(arterial) atau yang lebih jarang, oleh hambatan aliran vena yang menyebabkan

stasis di otak. Sistem saraf pusat memiliki kebutuhan energy yang sangat tinggi

yang hanya dapat dipenuhi oleh suplai substrat metabolic yang terus menerus dan

tidak terputus yang semata-mata berasal dari metabolism aerob glukosa dalam

keadaan normal. Otak tidak memiliki persediaan energy untuk digunakan saat

terjadi potensi gangguan penghantaran substrat. Fungsi neuron akan menurun

dalam beberapa detik apabila tidak mendapatkan oksigen dan glukosa dalam

jumlah yang cukup (Baehr dan Frotscher, 2014).

Otak membutuhkan sejumlah energi yang berbeda agar jaringan otak tetap

hidup (intak secara struktural) dan untuk membuatnya tetap berfungsi. Kebutuhan

minimal untuk memelihara strukturnya adalah 5-8 ml per 100g per menit (pada

jam pertama iskemia), sedangkan kebutuhan aliran darah minimal untuk

berlanjutnya fungsi adalah 20 ml per 100g per menit. Karena itu, dapat terlihat

adanya defisit fungsional tanpa terjadinya kematian jaringan (infark). Apabila

aliran darah yang terancam kembali pulih dengan cepat, seperti oleh trombolisis

25
spontan atau secara terapeutik, jaringan otak tidak rusak dan berfungsi kembali

seperti sebelumnya. Hal ini merupakan rangkaian kejadian pada Transient

ischemic attack (TIA), yang secara klinis didefinisikan sebagai defisit neurologi

yangsementara dengan durasi tidak lebih dari 24 jam . Defisit neurologis akibat

iskemia kadang – kadang dapat berkurang meskipun berlangsung selama lebih

dari 24 jam. Keadan seperti ini disebut sebagai Prolonged reversible ischemic

neurologic deficit atau PRIND (Baehr dan Frotscher, 2014).

Hambatan Na+ ¿¿/ K +¿¿ -ATPase, defisiensi energy menyebabkan

penimbunan Na+¿¿ dan Ca 2+¿ ¿ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K +¿¿

ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan

penimbunan Cl−¿¿ di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel (Silbernagl

dan Lang, 2014). Kematian sel akan terjadi apabila hipoperfusi menetap lebih

lama daripada yang dapat ditoleransi oleh jaringan otak. Stroke iskemik tidak

reversible. Kematian sel dengan kolaps sawar darah-otak mengakibatkan influx

cairan kedalam jaringan otak yang infark (disertai edema serebri). Dengan

demikian infark dapat mulai membengkak dalam beberapa jam setelah kejadian

iskemik, membengkak maksimal dalam beberapa hari kemudian, dan kemudian

perlahan-lahan kembali mengecil (Baehr dan Frotscher, 2014).

26
(Silbernagl dan Lang, 2014)

Gambar 3.1 Efek dari perfusi otak yang abnormal

Perjalanan dan luasnya edema perenkim otak pada suatu saat tidak hanya

bergantung pada patensi pembuluh darah yang normalnya menyuplai region otak

yang beresiko, tetapi juga ketersediaan sirkulasi kolateral melalui jalur lain.

Secara umum, arteri – arteri otak adalah end artery fungsional: jalur kolateral

normalnya tidak dapat menyediakan darah dalam jumlah yang cukup untuk

mempertahankan jaringan otak di distal arteri yang tiba – tiba teroklusi. Kolateral

sering dapat “dibuat” oleh hipoksia jaringan ringan yang kronik hingga dapat

dapat mencukupi kebutuhan energy yang dibutuhkan jaringan bahkan jika suplai

arteri utama terhambat untuk periode yang relative lama. Akibatnya, infark dapat

terlihat lebih kecil, dan lebih sedikit neuron yang hilang, daripada yang terlhat jika

arteri yang sama tiba-tiba teroklusi dari keadaan patensi normal. Pada umumnya,

sirkulasi kolateral lebih baik di bagian perifer infark daripada di bagian

tengahnya. Jaringan yang iskemik di perifer yang berisiko mengalami kematian

27
sel (infark), tetapi karena adanya sirkulasi kolateral, belum mengalami kerusakan

yang ireversibel disebut sebagai penumbra (half-shadow) infark. Tujuan semua

bentuk terapi stroke akut, termasuk terapi trombolitik adalah menyelamatkan area

ini (Baehr dan Frotscher, 2014).

Infark Embolik

Delapan puluh persen stroke iskemik disebabkan oleh emboli. Bekuan

darah, atau serpihan debris yang lepas dari plak ateromatosa di dinding

pembuluh darah besar ekstrakranial, terbawa oleh aliran darah ke otak, dan

menjadi sumbatan di dalam lumen end artery fungsional. Oklusi embolik

proksimal pada trunkus utama arteri serebri menyebabkan infark luas ada

seluruh teritori pembuluh darah tersebut (infark territorial). Sebagian besar

emboli berasal dari lesi ateromatosa bifurkasio karotidis atau dari jantung.

Trombus emboli kadang – kadang larut secara spontan oleh aktivitas

fibrinolitik darah. Jika proses ini terjadi secara cepat, defisit neurologis pasien

dapat berkurang, dengan pemulihan sempurna dan tidak ada gejala sisa.

Namun, jika thrombus tidak larut dalam beberapa jam atau hari, terjadi

kematian sel dan defisit neurologis yang biasanya ireversibel(Baehr dan

Frotscher, 2014).

Infark Hemodinamik

Infark hemodinamik disebabkan oleh penurunan tekanan perfusi secara

kritis pada segmen arteri distas sebagai akibat stenosis arteri yang lebih

proksimal. Keadaan semacam ini biasanya terjadi pada teritori arteri perforans

profunda longus di dalam substansia alba serebri. Infark yang terjadi seperti

28
rantai di substansia alba sentrum semiovale. Infark hemodinamik jauh lebih

jarang dibandingkan dengan infark emboli. Hal ini karena area otak yang

berisiko umumnya mendapatkan suplai darah kolateral yang adekuat dari

kolateral arteri karotis interna dan arteri vertebralis, serta, selain itu hubungan

anastomosis terbuka untuk menghantarkan darah dari arteri karotis eksterna ke

cabang-cabang intracranial arteri karotis interna. Alasan utama bahwa pasien

dengan stenosis yang lebih hebat memiliki risiko stroke yang lebih besar

adalah pada pasien tersebut, embolus memiliki kemungkinan yang lebih besar

untuk terbentuk atau lepas dari plak ateromatosus di dinding karotis(Baehr dan

Frotscher, 2014).

Perbedaan karakteristik infark hemodinamik dengan infark embolik

dapat membantu penegakkan diagnosis. Infark hemodinamik menimbulka

defisit neurologis yang berfluktuasi, sesuai dengan fluktuasi aliran darah di

segmen arteri post-stenotik. Karena pada keadaan ini perfusi secara

keseluruhan perlahan-lahan menurun, mungkin ada periode waktu yang

memanjang saat jaringan otak yang berisiko mengalami kekurangan darah

yang dibutuhkannya untuk berfungsi normal, tetapi masih menerima suplai

darah yang mencukupi untuk mempertahankan metabolism strukturalnya.

Sebaliknya, pada infark emboli, aliran darah regional tiba – tiba terhenti

dibawah level yang diperlukan untuk mempertahankan struktur jaringan,

setidaknya di pusat infark. Hal ini menjelaskan mengapa defisit neurologis

akibat iskemia hemodinamik sering reversible untuk periode yang lebih lama

29
dibandingkan dengan defisit neurologis akibat stroke emboli(Baehr dan

Frotscher, 2014).

Infark Lakunar

Infark lakunar disebabkan oleh perubahan mikroangiopatik arteri-arteri

kecil dengan penyempitan lumen yang progresif dan oklusi yang

diakibatkannya. Faktor risiko terpenting adalah hipertensi arterial, yang

menyebabkan hyalinosis dinding vascular arteri kecil. Arteri lentikulostriata

perforantes yang tipis dan panjang adalah arteri yang paling sering terkena

sehingga infark lakunar umumnya terjadi di kapsula interna, basal ganglia,

substansia alba hemisfer, dan pons (Baehr dan Frotscher, 2014).

Manifestasi klinis

Stroke iskemik akut pada umumnya mengalami gangguan neurologi fokal

secara mendadak, terjadi setelah bangun tidur dengan stroke komplit. Sebagian

diantaranya menunjukkan gejala yang semakin memberat (progressing stroke atau

stroke in evolution) satu sampai dengan dua hari setelah serangan stroke, dengan

kesadaran tetap baik. Penurunan kesadaran dapat dijumpai pada beberapa pasien

dengan infark hemisfer yang sangat luas, oklusi arteria basilaris, dan infark

serebelar dengan edema yang mengakibatkan kompresi batang otak. Gejala klinis

stroke tergantung dari arteri apa yang mengalami oklusi/sumbatan, sistem anterior

atau sistem posterior. Dua pertiga dari stroke lakunar adalah asimtomatik.

Hemiparesis berat terjadi 60% kasus, menengah 20% kasus, dan minimal 20%

kasus. Afasia broka lebih sering terjadi dibandingkan afasia wernik, tetapi bila

30
arteri serebri media terserang stroke akan menyebabkan afasia

global(Bahrudin,2013).

Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan

kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)

akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya

adalah deviasi ocular akibat kerusakan area motorik penglihatan, hemianopsia,

gangguan bicara motorik dan sensorik ( area bicara broca dan wernicke dari

hemisfer dominan), gangguan persepsi sparsial, apraksia dan hemineglect (lobus

parietalis) (Silbernagl dan Lang, 2014).

Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit

sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus presentralis dan post sentralis

bagian medial), kesulitan berbicara (kerusakan area motorik tambahan) serta

apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari

hemisfer dominan korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada

arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbic

(Silbernagl dan Lang, 2014).

Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia

kontralateral parsial (korteks visual primer) dan kebutaan pada penyumbatan

bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (lobus temporalis bagian

bawah) (Silbernagl dan Lang, 2014)..

Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di

daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior sehingga ganglia

basalis (hipokinesia), kapsula interna(hemiparesis), dan traktus

31
optikus(hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada arteri komunikans

posterior di thalamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik(Silbernagl dan

Lang, 2014).

Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua

ekstremitas (tetraplegia) dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang

arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons,

dan medulla oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan

(Silbernagl dan Lang, 2014):

- Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya,

saraf vestibular)

- Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan

tetraplegia (traktus piramidal)

- Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anesthesia) di

bagian wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf

trigeminus dan traktus spinotalamikus)

- Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf

traktus salivarius), singultus (formasio retikularis)

- Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom horner,

pada kehilangan persarafan simpatis).

- Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus), paralisis otot

lidah (saraf hipoglosus) mulut yang jatuh (saraf fasial), strabismus

(saraf okulomotorik, saraf abdusens)

32
- Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh

(namun kesadaran tetap dipertahankan.

(Silbernagl dan Lang, 2014)

Penyumbatan Pembuluh darah sebagai penyebab iskemia

Stroke Iskemik Diagnosis

Dalam mendiagnosis stroke harus terlebih dahulu dipastikan apakah benar-

benar stroke ataukah penyakit lain, setelah itu kita pastikan stroke tersebut adalah

stroke iskemik atau pendarahan. Dalam penegakkan diagnosis stroke iskemik atau

pendarahan perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan jika perlu

dilakukan pemeriksaan penunjang (Bahrudin, 2013).

1. Anamnesis

Anamnesis untuk mengetahui bahwa serangan yang dialami adalah stroke

meliputi :

33
a) Menanyakan tentang permulaan serangan, akut atau mendadak,

subakut, ataukah kronis

b) Menanyakan tentang ada tidaknya defisit neurologis fokal seperti

lumpuh separuh badan, kesemutan separuh badan, gangguan

berbicara, gangguan penglihatan, dan lain-lain.

c) Menanyakan tentang banyaknya serangan yang dialami. Seperti

sebelumnya mengalami serangan dan sembuh dalam waktu kurang

dari 24 jam, kemudian muncul serangan kembali dan setiap serangan

semakin berat.

d) Menanyakan tentang faktor resiko penyakit vaskular seperti DM,

hipertensi, dyslipidemia, dll serta riwayat trauma pada pasien

Untuk memastikan termasuk stroke iskemik atau pendarahan dapat

dianamnesis sebagai berikut:

a) Menanyakan tentang riwayat stroke pendarahan yang dialami pasien.

b) Menanyakan tentang permulaan serangan ketika baru bangun tidur

(stroke iskemik) atau serangan pertama terjadi saat melakukan

aktivitas (stroke pendarahan).

c) Menanyakan tentang perjalanan gejala, semakin bertambah buruk

atau semakin berkurang.

d) Menyakan ada tidaknya mual dan muntah

e) Menayakan disertai tidaknya kejang

f) Menanyakan tentang ada tidaknya penurunan kesadaran pada pasien

34
Dari anamnesis tersebut dapat disederhanakan kedalam tabel perbandingan

antara stroke iskemik dan pendarahan oleh Chandra, 1994 :

Tabel 1.1. Tabel perbandingan stroke iskemik dan pendarahan

Gejala Stroke Pendarahan Stroke Iskemik


Permulaan Akut Subakut
Waktu serangan Aktivitas Bangun pagi
Peringatan sebelumnya - ++
Nyeri kepala ++ -
Muntah ++ -
Kejang ++ -
Penurunan kesadaran ++ +/-
Bradikardi +++ (dari hari pertama + (Hari ke-4)

muncul serangan)
Pendarahan retina ++ -
Papiledema + -
Meningeal sign ++ -
Ptosis ++ -
Lokasi Subkortikal Kortikal/subkortikal

Dalam proses diagnosis stroke iskemik dan pendarahan juga dapat

dilakukan skoring untuk menentukan apakah stroke iskemik atau

pendarahan.

a) Siriraj Skor

[(2,5 x Derajat Kesadaran) + (2 x Muntah) + (2 x Nyeri Kepala) + (0,1 x


Tekanan Darah Diastolik) – (3 x Tanda Ateroma) – 12]

Keterangan :

 Derajat kesadaran : 0 = kompos mentis

1 = somnolen

2 = stupor/koma

 Muntah : 0 = tidak ada

35
1 = ada

 Nyeri Kepala : 0 = tidak ada

1 = ada

 Ateroma : 0 = tidak ada tanda ateroma

1 = ada salah satu atau lebih tanda

atheroma (DM, Angina, Penyakit

Arteri Perifer)

Interpretasi :

Skor > 1 : Stroke Pendarahan

Skor < -1 : Stroke Iskemik

Skor -1 s/d 1 : Meragukan (Perlu dilakukan CT Scan)

b) Alogaritma Gajah Mada

Penurunan kesadaran YA

(+)
STROKE PENDARAHAN
Nyeri kepala (+)

Refleks babinsky (+)


TIDAK
Penurunan kesadaran YA

(+)
STROKE PENDARAHAN
Nyeri kepala (-)

Refleks babinsky (-)


TIDAK
Penurunan kesadaran YA

(-)
STROKE PENDARAHAN
Nyeri kepala (+)

Refleks babinsky (-)


TIDAK
Penurunan kesadaran YA STROKE ISKEMIK

36
(-)

Nyeri kepala (-)

Refleks babinsky (+)


TIDAK
Penurunan kesadaran YA

(-)
STROKE ISKEMIK
Nyeri kepala (-)

Refleks babinsky (-)

2. Pemeriksaan Fisik

Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mengetahui penyebab stroke

ekstrakranial, memisahkan stroke dengan serangan lain yang menyerupai

stroke, dan menentukan beratnya deficit neurologis yang dialami,

pemeriksaan neurologis terdiri dari (Swartz, M.H, 2002):

a) Status mental

- Tingkat kesadaran - Bicara

- Orientasi - Abstraksi

- Pertimbangan - Daya ingat

- Kosakata - Berhitung

- Respon emosional - Pengenalan benda

- Praksis (integrasi aktivitas motorik)

b) Nervus kranialis

 Nervus olfaktorius (N. I) : diperiksa tajamnya penciuman dengan

salah satu lubang hidung ditutup, sementara bahan penciuman

37
diletakkan di lubang hidung, kemudian diperintahkan untuk

membedakan bau.

 Nervus optikus (N. II) : diperiksa tajam pengelihatan dengan hitung

jari maupun oftalmoskopi.

 Nervus okulomotorius (N. III) : diperiksa reflex pupil dan

akomodasi.

 Nervus troklearis (N. IV) : dengan cara melihat pergerakan bola

mata keatas, bawah, kiri, kanan, lateral, diagonal.

 Nervus trigeminus (N. V) : melakukan pemeriksaan refleks kornea

yang normalnya pasien akan menutup mata. Pemeriksaan sensoris

pada bagian pipi, dan cabang motorik pada pipi.

 Nervus abdusen (N. VI) : pasien disuruh menggerakkan sisi mata

ke samping kiri dan kanan.

 Nervus fasialis (N. VII) : didapatkan hilangnya kemampuan

mengecap pada 2/3 anterior lidah, mulut kering, paralisis otot

wajah.

 Nervus vestibulokoklearis (N. VIII) : periksa pendengaran,

keseimbangan, dan pengetahuan tentang posisi tubuh.

 Nervus glosofaringeus (N. IX) : periksa daya pengecapan pada

sepertiga posterior lidah

 Nervus vagus (N. X) : dengan memeriksa cara menelan

38
 Nervus asesorius (N. XI) : dengan memeriksa kekuatan

sternokleidomastoideus dan pasien diminta untuk memutar kepala

sesuai tahanan yang diberikan oleh pemeriksa.

 Nervus hipoglosus (N. XII) : melihat kekuatan lidah. Pasien

diminta untuk menjulurkan lidah, apabila ada kelainan maka lidah

akan berbelok ke sisi lesi.

c) Fungsi motorik

 Massa otot dengan inspeksi

 Kekuatan otot, dengan memerintahkan pasien untuk bergerak

secara aktif melawan tahanan, dibandingkan dengan sisi yang

lain. Skala yang digunakan adalah 0 : tidak terdapat kontraksi, 1 :

hanya terdapat sedikit kontraksi tetapi gerak sendi -, 2 : gerakan

sendi + tetapi tidak dapat melawan gravitasi, 3 : dapat melawan

gravitasi dan tahanan ringan, 4 : dapat melawan gravitasi dan

tahanan cukup, 5 : normal

 Tonus otot, dengan membandingkan gerakan pasif otot tersebut

kanan dan kiri di semua sendi lower maupun upper.

d) Fungsi sensorik

 Sensasi raba

 Sensasi nyeri

 Sensasi getar

 Sensasi posisi

 Lokalisasi taktil

39
e) Refleks

Terdapat dua jenis refleks yang di periksa yaitu refleks

fisiologis dan refleks patologis. Refleks fisiologis meliputi

biceps, triceps, patella, dan achiles yang dinilai berdasarkan skala

yaitu 0 : apabila tidak terdapat respon, +1 : jika berkurang, +2 :

normal, +3 : meningkat, +4 : hiperaktif. Untuk refleks patologis

terdapat Babinski, Chaddock, Oppenheim, Schaefer, dan juga

Hoffman serta Trommer di ekstremitas atas.

f) Fungsi serebelum

 Tes jari ke hidung jika terjadi gangguan di serebelum maka akan

melewati sasaran secara terus menerus dan terkadang disertai

tremor

 Tes tumit ke lutut, pasien diminta untuk menggeserkan tumit

ekstremitas bawah lainnya dengan dimulai dari lutut

 Gerakan yang berganti-ganti dengan cepat

 Tes Romberg dengan cara meminta pasien berdiri di depan

pemeriksa dengan kaki dirapatkan sehingga kedua tumit dan

jari-jari kaki saling bersentuhan, tes positif jika pasien mulai

bergoyang-goyang dan harus memindahkan kakinya untuk

keseimbangan.

 Gaya berjalan. Pada pasien dengan hemiplegi cenderung

menyeret kakinya

40
3. Pemeriksaan Penunjang

a) CT (Computed Tomography) Scan

Pada infark hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan

biasanya tidak sensitive mengidentifikasi infark serebri karena

terlihat normal pada >50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk

mengidentifikasi pendarahan intracranial akut atau lesi lain yang

merupakan kriteria eksklusi terapi trombolitik (Grotta, J.C, 2016).

Pada infark akut (6-24 jam), perubahan CT Scan non

kontras akibat iskemia makin jelas. Hilangnya batas substansia

alba dan substansia grisea, pendangkalan sulkus srebri dll tampak

lebih jelas (Grotta, J.C, 2016).

Pada infark subakut dan kronis (1-7 hari), edema meluas

didapatkan efek massa menyebabkan pergeseran jaringan infark.

Edema dan efek massa memuncak pada hari ke -1 sampai ke -2,

kemudian berkurang. Infark kronis ditandai dengan gambaran

hipodensitas dan berkurangnya efek massa (Grotta, J.C, 2016).

b) MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan infark pada fase akut

dalam beberapa saat setelah serangan apabila dengan CT Scan

belum tampak. Akan tetapi apabila digunakan untuk stroke

pendarahan akan memerluka waktu yang lama (Feigin V, 2011).

c) Ultrasonografi dan MRA (Mganetic Resonance Angiography)

41
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi

(menggunakan gelombang suara), MRA digunakan untuk mencari

kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama,

MRA khususnya bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma

intracranial dan malformasi pembuluh darah otak (Feigin V, 2011).

d) EKG (Elektrokardiografi)

Elektrokardiografi digunakan untuk mengetahui apakah

pasien memiliki penyerta penyakit jantung yang menyebabkan

stroke ((Bahrudin, 2013).

e) Gula darah

Pemeriksaan kadar gula darah diperlukan untuk mengetahui

adakah faktor resiko diabetes mellitus pada pasien yang dapat

memperburuk prognosis (Bahrudin, 2013).

f) Elektrolit dan faal ginjal

Pemeriksaan ini berkaitan dengan terapi yang akan diberikan

yaitu kemungkinan diberikannya obat osmoterapi seperti manitol

(Bahrudin, 2013).

g) Darah lengkap

Diperlukan untuk mengetahui keadaan hematologic yang

mempengaruhi stroke iskemik seperti anemia, polisitemia vera, dan

keganasan (Bahrudin, 2013).

h) Faal hemostasis

42
Berkaitan dengan pemberian terapi berupa obat antikoagulan

dan trombolitik sehingga diperlukan mengetahui jumlah trombosit,

waktu protrombin, dan tromboplastin (aPTT) (Bahrudin, 2013).

Diagnosis Banding

a) Stroke pendarahan

b) Tumor otak

c) Abses otak

d) Pendarahan otak akibat trauma

e) Meningitis atau encephalitis

f) Migrain hemiplegik

Penatalaksanaan

Stroke adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang

perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi

setelah terhentinya aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk

mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat.

Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik akut,

fokal, dan non konvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau

iskemia-infark (Alilah dkk, 2005).

Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi

untuk pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke hemoragik.

Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan: 1) Mencegah cedera otak

akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik non infark; 2) Membalikkan

cedera saraf sedapat mungkin; dan 3) Mencegah cedera neurologik lebih lanjut

43
dengan melindungi sel dari daerah penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut

(Alilah dkk, 2005).

Stadium Hiperakut

Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan

merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar

kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2

L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau

salin dalam H2O. Dapat dilakukan pemeriksaan CT-scan otak,

elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit,

protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit);

jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat

Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan

penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang (PERDOSSI, 2007 dalam

Setyopranoto, 2011).

Stadium Akut

Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun

penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis

serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi

kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan

keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga

(PERDOSSI, 2007 dalam Setyopranoto, 2011).

Pada SNH terapi umum yang diberikan disesuaikan dengan keadaan

pasien di lapangan, yang secara umumya diabarkan sebagai berikut:

44
1. Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang.

2. Ubah posisi tidur setiap 2 jam.

3. Mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.

4. Bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil

analisis gas darah jika SpO2 < 95%. Jika perlu, dilakukan intubasi.

5. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari

penyebabnya.

6. Jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter

intermiten).

7. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000

mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa

atau salin isotonik.

8. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik. Jika

didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui

slang nasogastrik.

9. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah

sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari

pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan

gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan

harus dicari penyebabnya.

10. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan

sesuai gejala.

45
11. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit

maksimal 100 mg per hari, dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral

(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan

antikonvulsan peroral jangka panjang.

12. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus

intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena

rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30

menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan

osmolalitas (30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan

keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan

sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180

mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma

bertambah.

13. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan

labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian

dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;

kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan

intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi kepala dan dada

di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan

hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).

14. Bila terdapat, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral,

sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah

dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.

46
15. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada

pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum

berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau

serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan

tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.

16. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium

(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun

gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-

vena (arteriovenous malformation, AVM) (PERDOSSI, 2007 dalam

Setyopranoto, 2011).

Penatalaksanaan khususnya di antaranya:

1) Pengendalian Tekanan Darah

1. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik

≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure

(MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30

menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif

serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan

obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-

beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.

2. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70

mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL

selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat

diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90

47
mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah

sistolik ≥ 110 mmHg.

2) Terapi trombolitik

Pemberian terapi trombolitik bertujuan untuk melisiskan trombus yang

menyumbat aliran darah. Akan tetapi, tidak semua penderita stroke infark

dapat diberikan trombolitik, penderita tersebut harus memenuhi kriteria

inklusi dan ekslusi.

Inklusi Ekslusi
Onset <3 jam Penggunaan obat antikoagulan

oral/waktu protombin >15s (INR >1,7)


Usia 18-75 tahun Penggunaan heparin dalam 48 jam
Diagnosis didukung Trombosit <100.000/mm

dengan ct-scan
Persetujuan keluarga Stroke atau trauma kapitis 3 bulan

belakangan
Operasi besar dalam 14 hari
TDS >185 mmHg atau TDD >110

mmHg
GDS <50 mg/dl atau >400 mg/dl

3) Terapi antikoagulan

Terapi anti koagualan dapat diberikan untuk prevensi maupunterapi stroke.

Prevensi ditunjukan pada penderita pasca TIA atau pasca stroke iskemik .ang

memiliki resiko tinggi untuk emboli otak berulang yang terbukti bersumber

dari jantung maupun pembuluh darah besar. Obat yang dapat digunakan

berupa heparin, LMWH, atau warfarin.

4) Terapi antiagregasi platelet

48
Obat anti agregasi platelet berfungsi untuk mencegah terjadinya agregasi

trombosit sehingga menghambatpembentukan trombus. Pemberian

antiplatelet ini terutama beguna untuk mencegah terjadinya stroke ulang.

5) Neuroprotektan

Pemebrian neuroprotektan dapat bermanfaat dalam memperbaiki defisit

neurologi yang terjadi (PERDOSSI, 2011).

Stadium Subakut

Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan,

terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat

perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif

pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti,

memahami dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder. Terapi

fase subakut sebagai berikut:

1. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya

2. Penatalaksanaan komplikasi

3. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi

wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi

4. Prevensi sekunder

5. Edukasi keluarga dan Discharge Planning (PERDOSSI, 2007 dalam

Setyopranoto, 2011).

Pencegahan

49
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia dalam

Feigin (2011), upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:

Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko

stroke bagi individu yang belum maupun yang sudah mempunyai faktor risiko.

Pencegahan primer bagi yang belum beresiko dapat dilakukan dengan cara

melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok

terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik

perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan

adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan

informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media

elektronik dan billboard. Sedangkan bagi individu yang mempunyai faktor

risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:

1. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam

berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.

2. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.

3. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi

atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit

vascular aterosklerotik lainnya.

4. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak

sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan

junk food dan beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan

50
gula, serealia dan susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara

teratur.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita

stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke

agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:

1. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan

sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar

antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan

faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut,

kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain.

2. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi

trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra

indikasi terhadap asetosal (aspirin).

3. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi

obat antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi

obat hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan

mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti

merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan

dan kurang gerak.

Pencegahan Tertier

Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita

stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi

51
ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-

hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental

dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter,

perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional,

petugas sosial dan peran serta keluarga.

Rehabilitasi Fisik

Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat

membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu

yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan

dan sensoris penderita seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan,

koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang

kedua adalah terapi okupasional (Occupational Therapist atau OT), diberikan

untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari

seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah

terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam

menelan makanan dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi

dengan orang lain.

Rehabilitasi Mental

Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang

dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah

tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional yang

mereka alami akan mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk

menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan

52
terapi mental dengan melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahki

psikologi klinis.

Rehabilitasi Sosial

Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita

stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup,

hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas

sosial akan memberikan informasi mengenai layanan komunitas lokal dan

badan-badan bantuan sosial.

Prognosis

Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan

komplikasi yang timbul. Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami

kemunduran status neurologik setelah dirawat (Sudoyo, 2006). Sekitar 10%

pasien dengan stroke iskemik akan membaik dengan fungsi normal. Prognosis

lebih buruk pada pasien dengan kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung

coroner (Gillroy, 2000).

53
PENUTUP

Kesimpulan

Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi

sistem saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat ( dalam detik atau menit).

Gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, berasal dari

gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah

otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi.

Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan

aliran darah otak (Hassmann, 2013) Berdasarkan perjalanan klinis,

dikelompokkan menjadi :

1. TIA (Transient Ischemic Attack)

2. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)

3. Stroke in Evolution

4. Completed Stroke Kelainan

Prinsip terapi pada pasien dengan SNH adalah pembukaan pada sumbatan

arteri. Terapi umum yang dapat diberikan adalah head up position, pemberian

oksigen, pemberian obat antihipertensi, dan menjaga asupan cairan serta

nutrisi. Sedangkan terapi khususnya adalah pemberian antiplatelet atau

trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator), dan bisa

diberikan obat neuroprotektor.

54
DAFTAR PUSTAKA

Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G, 2005, Gambaran Umum tentang


Gangguan Peredaran Darah Otak dalam Kapita Selekta Neurology. 2nd
edition. Editor: Harsono. Yogyakarta: Gadjah Mada university press
American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee,
2015, Heart disease and stroke statistics 2015 update: a report from the
American Heart Association, Dallas: American Heart and Stroke Association.
Axanditya B, Kustiowati E, Partiningrum DL,2014, Hubungan Faktor Risiko Stroke Non
Hemoragik Dengan Fungsi Motorik , Semarang, Universitas Diponegoro.
Baehr M dan Frotscher M, 2014, Diagnosis Topik Neurologi, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC Bahrudin M, 2013, Neurologi Klinis, Malang:
UMM Press
Chandra B, 1994, Neurologi Klinik Bagian Ilmu Penyakit Syaraf FK UNAIR
Surabaya, Surabaya.
Cotroneo AM, Castagna A, Putignano S, Lacava R, Fantò F, Monteleone F, et al., 2013,
Effectiveness and Safety of Citicoline In Mild Vascular Cognitive Impairment: the
IDEALE study, Clin Interv Aging, Vol 8: Pp 131-7.
De Silva DA, Woon FP, Chen CL, Chang HM, Wong MC., 2009, Family History of
Vascular Disease is More Prevalent Among Ethnic South Asian Ischemic Stroke
Patients Compared to Matched Ethnic Chinese Patient, J Stroke, Vol 40(4): Pp
163-4.
Dinata CA, Safrita Y, Sastri S, 2013,Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke Pada
Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan
Periode 1 Januari 2010-31 Juni 2012. J Kes Andalas; Vol 2, Hal : 57-61.

Duus, 2012, Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC

Feigin V, 2011, Panduan Bergambar tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke,


Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer

Gilroy J, 2000, Cerebrovascular Disease. In: Gilroy J Basic Neurology, 3rd edition.
New York: McGraw Hill.

Goldstein L, Adams CR, Alberts MJ et al., , 2006, Primary Prevention of Ischemic


Stroke, Circ AHA Journal, Vol 113, Pp.873-923.

Grotta, J.C, et al, 2016, Stroke- Pathophysiology, Diagnosis, and Management


Chapter 22, China: Elsevier Inc

55
Hassmann KA, Stroke Ischemic, Available from
st
<http://emedicine.medscape.com/article/793904->, 1 December 2013. Kanyal N,
The science of ischemic stroke: Pathophysiology & Pharmacological Treatment,
Int J Pharm Res Rev. 2015, Vol 4(10): Pp 65-84.

Koton S, Schneider ALC, Rosamond WD, Shahar E, Sang Y, Gottesman RF, et al. Stroke
incidence and mortality trends in US communities, 1987 to 2011. JAMA. 2014;
312(3) : Pp 259-68.

Kulshreshtha A, Anderson LM, Goyal A, Keenan NL. Stroke in South Asia: A Systematic
Review of Epidemiologic Literature From 1980 to 2010. Neuroepidemiology,
2012; 38(3):123-9.

Mardjono M, Mekanisme Gangguan Vaskuler Susunan Saraf, Dalam: Neurologi Klinis


Dasar, Dian Rakyat, 2006, hal 270-293.

Overgaard K, The Effects of Citicoline on Acute Ischemic Stroke: a review, J Stroke


Cerebrovasc Disease, 2014; 23(7):1764- 69. 13.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2011, Guideline STROKE.


Jakarta : PERDOSSI.

Ramadany AF, Pujarini LA, Candrasari A, Hubungan diabetes melitus dengan kejadian
stroke iskemik Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2010. Biomedika, 2013;
5(2):11-6.

Setyopranoto I, 2011, Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan, CDK-185 Vol. 38(4)


Hal. 1-3.

Silbernagl S dan Lang F.2014.Teks & Atlas Berwarna


Patofisiologi.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

Snell R, Neuroanatomi Klinik, edisi kedua., EGC, Jakarta, 2007.

Sudoyo AW, 2006, Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Swartz MH, 2002, Buku Ajar Diagnostik Fisik, Jakarta: EGC

World Health Organization, 2010, Global Burden of Stroke,


<http://www.who.int/topis/globalburdenofstroke/en/>, Diakses pada 10 Juni
2015.

56

Anda mungkin juga menyukai