Anda di halaman 1dari 6

Dejerine dan roussy pada tahun 1903 dan 1907, mengenalkan sebuah penyakit

yang disebut sindrom thalamus.


Ditandai dengan :
1. Gangguan kontralateral dari rasa perifer, dan bahkan gangguan yang lebih berat
dari rasa dalam
2. Astereognosis dan hemiataksia
3. Nyeri berat, menetap, spontan dalam sisi hemiplegic, tidak membaik dengan
analgesic.
4. Hemiplegia ringan, sementara, tanpa kontraksi spastic, dan berkurang dengan
cepat.
5. Gerakan koreoatetosis pada anggota gerak pada sisi lumpuh
Definisi tersebut disertai dengan keluhan yang menonjol pada hemiplegia yang
kemudian membaik, namun fenomena densori biasanya bertahan sampai akhir.
Gejala sindrom thalamus muncul beberapa bulan atau 1 tahun setelah hemiplegic,
chorea mungkin muncul namun bukan hemichorea, tetapi gerakan kecil pada jari
dan tangan. Tampak Hemiataksia ringan , yang ternyata tidak berhubungan dengan
intensitas gangguan sensori, kecemasan, dan keragu-raguan. kadang reflek dapat
sedikit berlebihan, namun kadang normal. Reflek kutan , dan babinski plantar
reflek bereaksi pada beberapa kasus,walaupun degenerasi pyramidal terkadang
ada. Gangguan sensorisgejala yang menonjol adalah :
1. Sensasi objektif superficial , termasuk sentuhan, nyeri dan suhu, tidak selalu
harus muncul, sering terjadi di distal, dan keluhan pada anggota tubuh dan
wajah mulai menyamar pada garis 1-2cm. sensasi yang dalam seolah-lah
muncul, sensitivitas tulang, hilangnya sensasi otot,sensasi berat, sensasi
posisi, stereognosis selalu muncul.
2. Sensasi nyeri subyektif pada sisi hemiplegic, beerasal dari central, nyeri
akan berlanjut beberapa bulan kemudian, disertai dengan kekambuhan yang
hebat, sehingga menyebabkan pasien menangis, sulit tidur,ditimbulkan oleh
adanya sentuhan, tusukan, kontak dengan dingin, panas, dan tekanan, juga
tidak membaik dengan
analgesic, keadaan ini dapat menyebabkan
penderitaan tak terthankan.
Patologi anatomi berdasar pada 3 spesimen yaitu :
A. Disimpulkan ketika lesi terletak pada nucleus eksternal (eksternal, dan
posterior) yang menanjang melewati nucleus media dan interna dari
thalamus, mempengaruhi hanya bagian dari serabut posterior, dari
kapsula interna,
References

1.

Dejerine J, Roussy G. Le syndrome thalamique. Rev Neurol (Paris)


1906;14:521 32.
2. Wilkins RH, Brody IA. The thalamic syndrome. Arch Neurol 1969;20:55962.
3. Foix C, Masson A. Le syndrome de I'artere cerebrale posterieure. Presse
Med 1923;31:361-65.
Syndrom nyeri thalamus kronis (dejerine- roussy), divandai dengan allodynia yang
kuat dan dysaethesia yang terjadi pada ekstremitas, tubuh, dan wajah segera setelah
serangan stroke. Nyeri biasanya sangat berat pada sentuhan ringan avau tekanan,
bahkan kadang dengn hembusan udara, dapat memicu nyeri yang menyiksa.
Pengobatan dengan analgesic dan antiepilepsi dapat sedikit menurunkan nyeri,
namun penyakit ini dapat menyebabkan keluhan permanen, dan tidak dapat
diobati. Peneliti membuktikan bahwa tipe lain dari nyeri kronik, seperti nyeri
phantom, dan nyeri RSD (tipe 1 nyeri regional kompleks), merupakan hasil dari
reorganisasi central dari jalur thalamus, dan jalur cortical terhadap responnya pada
deafferenisasi. Hemisfer kiri cenderung pada ketidaksesuaian input sensori untuk
member
It was suggested (Ramachandran, 1995) that the left hemisphere
tends to smooth over discrepancies in sensory input
to confer stability on behaviour, whereas the right hemisphere
alerts one to discrepancies allowing reorientation.
Speculating farther on these possibilities Harris (1999) suggested
that pain may be, fundamentally, the organisms
response to a discrepancy a departure from the status quo.
Thalamic pain might represent a pathological amplification
of the thalamic/posterior insular response to pain signaled by
discrepant sensory input. Given the substantial vestibular

DEFINISI
Sindrom Weber adalah suatu sindrom yang terdiri dari paralysis okulomotor pada
sisi yang sama dengan lesi, yang mengakibatkan ptosis, strabismus, dan hilangnya
refleks cahaya serta akomodasi, juga hemiplegi spastik pada sisi yang berlawanan
dengan lesi dengan peningkatan refleks-refleks serta hilangnya refleks superfisial.
(2)

Sindrom Weber disebut juga Alternating oculomotor hemiplegia atau Webers


paralysis atau hemiparesis alternans nervus okulomotorius. (1,2)
ETIOLOGI
Sindrom

Weber

dapat

disebabkan

oleh

hal

sebagai

berikut:

1. Penyumbatan pembuluh darah cabang samping yang berinduk pada ramus


perforantes

medialis

arteria

basilaris.

2. Insufisiensi peredarah darah yang mengakibatkan lesi pada batang otak.


3. Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik sebagai akibat invasi dari
thalamus atau serebelum. Lesi neoplasmatik sukar sekali memperlihatkan
keseragaman oleh karena prosesnya berupa pinealoma, glioblastoma dan
spongioblastoma
4.

Lesi

5.

Stroke

dari

yang

merusak

(perdarahan

6.

bagian
atau

serebelum.
medial

infark)

di

pedunkulus

serebri.

pedunkulus

serebri.

Hematoma

epiduralis.

7. Tumor lobus temporalis. (1,3,4)


MANIFESTASI

KLINIS

Manifestasi yang ditimbulkan dapat dengan mudah dimengerti oleh karena setiap
gejala dan tanda mencerminkan disfungsi sistema sarafi yang terlibat dalam lesi
tertentu.
Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik dapat merusak bangunanbangunan mesensefalon sebagai akibat invasi dari thalamus atau serebelum. Oleh
karena proses tersebut berupa pinealoma, glioblastoma dan spongioblastoma dari
serebelum, maka tiap corakan kerusakan dapat terjadi, sehingga lesi neoplasmatik
sukar

sekali

memperlihatkan

suatu

keseragaman.

Lesi unilateral di mesensefalon mengakibatkan timbulnya hemiparesis atau

hemiparesis

kontralateral

Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri akan menimbulkan


hemiparsis yang disertai paresis nervus okulomotorius ipsilateral. Kombinasi
kedua jenis kelumpuhan ini dikenal dengan nama hemiparesis alternans nervus
okulomotorius

atau

Sindroma

dari

weber.

Lesi pada daerah fasikulus longitudinalis medialis akan mengakibatkan timbulnya


hemiparesis alternans nervus okulomotorius yang diiringi juga dengan gejala yang
dinamakan oftalmoplegia interneklearis. (1,3,4,5)
DIAGNOSIS
Diagnosis sindroma dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis tentang
riwayat penyakit, termasuk juga riwayat keluhan, berapa lama keluhan sudah
timbul

dan

apakah

unilateral

ataukah

bilateral.

Pemeriksaan saraf biasanya dapat dilakukan dan dapat sangat membantu untuk
menentukan

adanya

sindroma

weber.

Pemeriksaan nervus okulomotorius biasanya dilakukan bersama-sama dengan


pemeriksaan nervus troklearis dan nervus abdusen, pemeriksaan tersebut terdiri
atas:
1.

Celah

kelopak

mata

Pasien disuruh memandang lurus ke depan kemudian dinilai kedudukan kelopak


mata
2.

terhadap

pupil

dan

iris
Pupil

Yang perlu diperiksa adalah (1) ukuran: apakah normal (diameter 4-5 mm), miosis,
midriasis atau pin pont pupil, (2) bentuk: apakah normal, isokor atau anisokor, (3)
posisi: apakah central atau eksentrik, (4) refleks pupil: refleks cahaya langsung
cahaya diarahkan pada satu pupil reaksi yang tampak untuk kontraksi pupil

homolateral, refleks cahaya tidak langsung (konsensual /crossed light refleks)


selain kontraksi homolateral juga akan tampak kontraksi kontralateral, refleks
akomodasi-konvergensi pasien diminta melihat jauh kemudian melihat ketangan
pemeriksa yang diletakkan 30 cm di depan hidung pasien. Pada saat melihat tangan
pemeriksa, kedua bola mata pasien bergerak secara konvergensi (kearah nasal) dan
tampak pupil mengecil. Refleks ini negatif pada kerusakan saraf simpatikus leher,
refleks siliospinal refleks nyeri ini dilakukan dalam ruangan dengan penerangan
samar-samar. Caranya ialah merangsang nyeri pada daerah leher dan sebagai reaksi
pupil akan melebar pada sisi ipsilateral. Refleks ini terjadi bila ada benda asing
pada kornea atau intraokuler, atau pada cedera mata atau pelipis, refleks
okulosensorik refleks nyeri ini adalah konstriksi atau dilatasi disusul konstriksi,
sebagai

respons

3.

rangsang

nyeri

di

Gerakan

daerah

mata

bola

atau

sekitarnya.
mata

Fungsi otot-otot ekstrinsik bola mata dinilai dengan gerakan bola mata keenam
arah yaitu lateral, medial, lateral atas, medial atas, medial atas dan medial bawah,
cara: pasien menghadap ke depan dan bola mata digerakkan menurut perintah atau
mengikuti
Kelainan-kelainan

arah
yang

objeck.
dapat

terjadi:

1. Kelemahan otot-otot bola mata (opthalmoparese/opthalmoplegi) berupa:(1)


gerakan terbatas, (2) kontraksi skunder dari anta-gonisnya, (3) strabismus, (4)
diplopia
2. Nistagmus (gerakan bolak-balik bola mata yang involunter) dapat terlihat saat
melihat ke samping, atas, bawah. (4,5,6)

Anda mungkin juga menyukai