Pendahuluan
Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf diperlukan pemeriksaan
salah
telan
(disfagia).
Nervus
asesorius
mempersarafi
otot
sternokleidomastoideus dan otot trapezius yang berfungsi untuk rotasi dan fleksi
kepala serta pergerakan leher. Nervus hipoglossus menginervasi otot ekstrisik dan
intrinsik lidah, bila terjadi kelainan menyebabkan kelumpuhan otot lidah.
Memeriksa saraf kranial dapat membantu kita untuk menentukan lokasi dan
jenis penyakit. Tiap saraf kranial harus diperiksa dengan teliti, karena itu perlu
dipahami anatomi dan fungsinya, serta hubungannya dengan struktur lainnya. Lesi
dapat terjadi pada serabut atau bagian perifer (infranuklir/LMN) pada inti (nuklir)
atau hubungannya ke sentral (supranuklir/UMN). Bila inti rusak, hal ini diikuti
dengan degenerasi saraf perifernya. Saraf perifer dapat pula terganggu tersendiri.
Inti saraf kranial yang terletak di batang otak letaknya saling berdekatan dengan
struktur lain, sehingga jarang kita jumpai lesi pada satu inti saja tanpa melibatkan
bangunan lainnya. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik dan mental memegang
peranan yang sangat penting. Dari pemeriksaan fisik yang tepat kita dapat
menentukan diagnosis klinis bahkan diagnosis topis dari suatu kelainan neurologis.
II.
Tujuan
2
1.1.1
Lesi pons
Lesi pons yang melibatkan traktus piramidalis (contohnya pada tumor, iskemia
batang otak, perdarahan) menyebabkan hemiparesis kontralateral atau mungkin
bilateral. Serabut-serabut yang mempersarafi nukleus fasialis dan nukleus
hipoglosalis telah berjalan ke daerah yang lebih dorsal sebelum mencapai tingkat ini;
dengan demikian, kelumpuhan nervus hipoglosus dan nervus fasialis tipe sentral
jarang terjadi.
1.1.5
Lesi pada piramid medula dapat merusak serabut-serabut traktus piramidalis secara
terisolasi, karena serabut-serabut nonpiramidal terletak lebih ke dorsal pada tingkat
ini. Akibatnya, dapat terjadi hemiparesis flaksid kontralateral. Kelemahan tidak
bersifat total (paresis, bukan plegia), karena jaras desendenss lain tidak terganggu.
1.1.6
sering terjadi di regio torakal dan menyebabkan eritema yang nyeri pada dermatom
yang sesuai, diikuti oleh pembentukan sejumlah vesikel kulit. Gambaran klinis ini,
disebut herpes zoster, berkaitan dengan rasa sangat tidak nyaman, nyeri seperti
ditusuk-tusuk dan parestesia di area yang terkena. Infeksi dapat melewati ganglia
6
spinalia ke medula spinalis itu sendiri, tetapi, jika hal tersebut terjadi, biasanya tetap
terbatas pada area kecil di medula spinalis Keterlibatan komu anterius yang
menyebabkan paresis flaksid jarang ditemukan, hemiparesis atau paraparesis bahkan
lebih jarang lagi. Elektromiografi dapat nunjukkan defisit motorik segmental pada
hingga 2/3 kasus, tetapi karena herpes zoster biasanya ditemukan di area torakal,
defisitnya cenderung tidak bermakna secg fungsional, dan dapat luput dari perhatian
pasien. Pada beberapa kasus, tidak terdapat lesi kulit (herpes sine herpete). Herpes
zoster relatif sering, dengan insidens 3-5 kasus per 1000 orang per tahun; individu
dengan penurunan kekebalan tubuh (misal, pas AIDS, keganasan, atau dalam
imunosupresi) berisiko lebih tinggi. Terapi dengan pengobatan kulit topikal serta
asiklovir, atau agen virustatik lainnya, dianjurkan untuk diberikan. Bahkan dengan
terapi yang sesuai, neuralgia pasca-herpes di area yang terkena bukan merupakan
komplikasi yang jarang. Keadaan ini dapat diobati secara simptomatik dengan
berbagai terapi, termasuk karbamazepin dan gabapentin.
1.2.2
atas. Siring yang meluas secara progresif dapat merusak traktus medula spinalis yang
panjang, menyebabkan (para) paresis spastik, dan gangguan pada proses berkemih,
defekasi, dan fungsi seksual. Siringobulbia sering menyebabkan atrofi unilateral pada
lidah, hiperalgesia atau analgesia pada wajah, dan berbagai jenis nistagmus sesuai
dengan lokasi dan konfigurasi siring.
1.2.3
dengan tiba-tiba, misalnya, karena tumor yang tumbuh secara lambat, syok spinal
tidak terjadi. Sindrom transeksi pada kasus seperti ini biasanya parsial, dan bukan
total. Paraparesis spastik yang berat dan progresif terjadi di bawah tingkat lesi,
disertai oleh defisit sensorik, disfungsi miksi, defekasi, dan seksual, serta manifestasi
otonomik (regulasi vasomotor dan berkeringat yang abnormal, kecenderungan untuk
terjadi ulkus dekubitus).
Sindrom Transeksi Medula Spinalis pada Berbagai Tingkat:
1.2.4.1 Sindrom transeksi medula spinalis servikalis
Transeksi medula spinalis di atas vertebra servikalis III fatal, karena dapat
menghentikan pernapasan (hilangnya fungsi nervus frenikus dan nervi interkostales
secara total). Pasien tersebut hanya dapat ber-tahan jika diberikan ventilasi buatan
dalam beberapa menit setelah trauma penyebabnya, keadaan yang sangat jarang
terjadi. Transeksi pada tingkat servikal bawah menyebabkan kuadriparesis dengan
keterlibatan otot-otot interkostal; pernapasan dapat sangat terganggu. Ekstremitas atas
terkena dengan luas yang bervariasi tergantung pada tingkat lesi. Tingkat lesi dapat
ditentukan secara tepat dari defisit sensorik yang ditemukan pada pemeriksaan fisik.
1.2.4.2 Sindrom transeksi medula spinalis torasika
Transeksi medula spinalis torasika bagian atas tidak menggangu ekstremitas
atas, tetapi mengganggu pernapasan dan juga dapat menimbulkan ileus paralisis
melalui keterlibatan nervus splankhnikus. Transeksi medula spinalis torasika bagian
bawah tidak mengganggu otot-otot abdomen dan tidak mengganggu pernapasan.
1.2.4.3 Sindrom radikula
Radiks terutama sangat rentan terhadap kerusakan pada atau di dekat jalan
keluarnya melalui foramina intervertebra. Penyebab tersering meliputi proses stenosis
(penyempitan foramina, misalnya akibat pertumbuhan tulang yang berlebihan),
protrusio diskus, dan herniasi diskus yang menekan radiks yang keluar. Proses lain,
seperti penyakit infeksi pada korpus vertebrae, tumor, dan trauma, dapat juga
merusak radiks nervus spina ketika keluar dari medula spinalis. Lesi radikular
menimbulkan manifestasi karakteristik berikut:
a. Nyeri dan defisit sensorik pada dermatom yang sesuai.
b. Kerusakan sensasi nyeri lebih berat dibandingkan modalitas sensorik lainnya.
c. Penurunan kekuatan otot-otot pengindikasi-segmen dan, pada kasus yang berat
dan jarang, terjadi atrofi otot.
1.3 Neuropati
Transeksi beberapa saraf perifer menimbulkan paresis flaksid pada otot yang
dipersarafi oleh saraf tersebut, defisit sensorik pada distribusi serabut-serabut saraf
aferen yang terkena, dan defisit otonom. Ketika kesinambungan suatu akson
terganggu, degenerasi akson dan selubung mielinnya dimulai dalam beberapa jam
atau hari di lokasi cedera, kemudian berjalan ke arah distal menuruni akson tersebut,
dan biasanya selesai dalam 15-20 hari (disebut degenerasi sekunder atau degenerasi
Walleriari).
Penyebab kelumpuhan saraf perifer terisolasi yang lebih sering adalah:
kompresi saraf di titik yang rentan secara anatomis atau daerah leher botol (sindrom
skalenus, sindrom terowongan kubital, sindrom terowongan karpal, cedera n.peroneus
pada kaput fibula, sindrom terowongan tarsal); cedera traumatik (termasuk lesi
iatrogenik, misalnya cedera akibat tusukan atau injeksi); dan iskemia (misalnya, pada
sindrom kompartemen dan, yang lebih jarang, proses infeksi/ inflamasi).
1.3.1
Mononeuropati
Gangguan saraf perifer tunggal akibat trauma, khususnya akibat tekanan, atau
10
11
tangan
cakar
(claw
hand)
yang
khas
pada
lesi
kronik
memiliki
banyak
penyebab,
sehingga
diagnosis
serta
12
dan
perbaikan
kelemahan
setelah
pemberian
penghambat
b) Miopati
13
metabolik
dibandingkan
pada
miopati
kongenital.
2) Kelumpuhan
Paresis (kelemahan otot pada lengan dan tungkai) adalah kerusakan yang
menyeluruh, tetapi belum meruntuhkan semua neuron korteks piramidalis.
Hemiparase yang terjadi memberikan gambaran bahwa adanya kelainan atau lesi
sepanjang traktus piramidalis. Lesi ini dapat disebabkan oleh berkurangnya suplai
darah, kerusakan jaringan oleh trauma atau infeksi,ataupun penekanan langsung dan
tidak langsung oleh massa hematoma, abses,dan tumor. Hal tersebut selanjutnya akan
mengakibatkan adanya gangguan pada tractus kortikospinalis yang bertanggung
jawab pada otot-otot anggotagerak atas dan bawah.
Hemiparesis adalah suatu penyakit sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progesif cepat, berupa defisit neurologis yang berlangsung 24 jam atau
lebih langsung menimbulkan kematiandan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
non traumatic.
14
IV.
Cara Kerja
1. Disiapkan lembar yang berisi data pasien dan beberapa pertanyaan yang
telah dibagikan tutor
2. Dilakukan pemutaran video pemeriksaan neurologis untuk melengkapi
data sebelumnya
15
16
VI.
Kasus 1
Terlihat seorang laki- laki tidak dapat mengangkat alis sebelah kanan,
diketahui juga saat harus menutup mata dengan kuat, mata kanannya tidak menutup
dengan kuat layaknya tutupan mata sebelah kiri. Saat disuruh harus tersenyum, lakilaki itu hanya bisa menarik mulutnya dibagian sebelah kanan.
Kelainan yang ditemui :
1. Tidak dapat mengangkat alis sebelah kanan (m. frontralis)
2. Tidak dapat menutup rapat mata sebelah kanan (m. Orbicularis oculi)
3. Ketika tersenyum tidak bisa menarik mulut bagian sebelah kanan (m.
orbicularis oris)
Keterangan :
Laki- laki tersebut mengalami kelainan nervus facialis (nervus VII). Kelainan nervus
facialis dapat terbagi 2 yakni :
-
Tipe sentral
Kelumpuhan tipe sentral adalah kelumpuhan yang hanya terjadi pada bagian
wajah mulai dari bawah mata. Sedangkan bagian diatasnya masih dapat
digerakkan
Tipe perifer
Kelumpuhan tipe perifer adalah kelumpuhan yang terjadi pada bagian atas dan
bawah wajah.
Dari tipe kelainan tersebut diketahui laki- laki tersebut mengalami kelumpuhan
nervus facialis tipe perifer.
Tentang kasus :
Bells Palsy adalah kelumpuhan/paralisis Nervus Facialis Perifer (LMN), bersifat
akut yang tidak diketahui sebabnya (idiopatik) dan umumnya sesisi (unilateral).
17
Sir Charles Bell (1821) meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik,
sejak itu semua kelumpuhan nervus facialis perifer yang tidak diketahui
sebabnya disebut Bells Palsy
Sering ditemukan pada orang dewasa, jarang dibawah 2 tahun. Dewasa pria
lebih banyak dibanding wanita.
Kongenital
Anomali kongenital
Trauma lahir
Didapat
Trauma
Osteomyelitis
Proses intrakranial (Tumor, Radang,Perdarahan)
Proses di leher yang menekan daerah proccesus stylomastoideus
Infeksi (otitis media, herpes zooster)
Sindroma paralisis nervus facialis familial
Faktor-faktor yang diduga menyebabkan BP antara lain:
18
Patogenesis
Hingga kini belum ada kesesuaian pendapat. Teori yang dianut saat ini yaitu
teori vasculer. Pada BP terjadi iskemi primer nervus VII yang disebabkan
vasodilatasi pembuluh darah yang terletak antara nervus VII dan dinding
kanalis facialis. Sebab vasodilatasi ini bermacam-macam, antara lain: infeksi
virus dan proses imunologi.
19
20
Manifestasi klinis
Pada anak 73% didahului ISPA yang erat hubungannya dengan cuaca dingin
Perasaan nyeri, pegal,linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitarnya
sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot
wajah berupa:
Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi
yang sehat
Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh
(lagophtalmus)
Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata
berputar ke atas bila memejamkan mata (fenomena Bell Sign)
Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi
yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat
Diagnosis
Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan
derajat kerusakan nervus facialis sebagai berikut:
Elektromyografi (EMG)
21
Uji Schirmer
pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di belakang
kelopak mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan atas
rembesan air mata pada kertas filter, berkurang atau mengeringnya air mata
menunjukkan lesi nervus VII setinggi ganglion geniculatum
Prognosis
Penyembuhan spontan terlihat beberapa hari setelah onset penyakit dan pada
anak 90% akan mengalami penyembuhan tanpa gejala sisa.
22
Penatalaksanaan
-
Istirahat
Fisioterapi
Obat- obatan
Edukasi :
Kompres hangat, gunakan tetes mata, latihan rutin
Kasus 2
3 hal yang dapat ditemukan dari video case II ini yaitu:
1. Tidak dapat senyum pada pipi sebelah kiri
2. Pipi disebelah kiri tak dapat dikembungkan
3. Kedua mata dapat terangkat dengan normal
Pada 1, 2, dan 3 hal ini menunjukkan adanya lesi pada N. VII kiri tipe sentral.
Karena pada sentral mata disisi lesi masih diselamatkan oleh saraf yang
berasal dari hemisfer seberangnya.
4. Lidah terjulur kearah kiri.
Otot lidah dipersarafi oleh N. XII. Ketika berada di dalam mulut, persarafan
dari kedua sisi membuat otot masing-masing sisi menarik ke arahnya sehingga
lidah bertahan di tengah. Dalam keadaan lidah terjulur, otot justru mendorong
ke sisi lawannya (otot kiri mendorong lidah kearah kanan sedangkan otot
kanan mendorong lidah kearah kiri). Karena pada kasus ini lidah terjulur ke
kiri, berarti otot sebelah kirinya gagal mendorong ke arah kanan paralisis N.
XII kiri. Pada kasus ini, apabila lidahnya di dalam mulut, dia pasti cenderung
tertarik ke kanan.
Kasus 3
Pembahasan Kasus 3.Terlihat pada kasus 3 pasien sedang melakukan
pemeriksaan pergerakan bola mata, saat dilakukan gerakan konjugasi ke sebelah
kanan, kedua bola mata dapat mengikuti gerakan jari pemeriksa. Tapi saat jari
pemeriksa diarahkan ke lateral kiri, mata bagian kiri tdk dapat mengikuti gerakan jari
tersebut, mata kiri tetap lurus saat mata kanan melakukan pergerakan ke arah nasalis
(Medial)
23
24
Kasus 5
Lebar pupil bervariasi berkaitan dengan adanya cahaya. Bila cahaya terang
akan menginduksi konstriksi pupil sedangkan bila gelap menginduksi dilatasi pupil.
Bila lesi terjadi pada nervus optikus maka akan terjadi gangguan serabut
aferen lengkung refles di lokasi yang berbeda sehingga mengganggu respons pupil
terhadap penyinaran. Apabila cahaya diberikan pada sisi lesi, pupil ipsilateral maupun
kontralateral tidak akan berkonstriksi secara normal. Bila penyinaran pada sisi
kontralateral (sisi sehat) akan diikuti oleh konstriksi kedua pupil secara normal.
Sedangkan
apabila
lesi
terjadi
pada
nervus
okulomotorius
yang
mempersyarafi otot konstriksi pupil maka akan terjadi gangguan pada lengkung
eferen refleks cahaya pupil. Adapun kelainan yang ditemukan yaitu midrialis
(pelebaran pupil) ipsilateral (sisi lesi) baik dengan refleks cahaya langsung maupun
tanpa refleks cahaya
Pembahasan:
Seorang laki-laki datang kerumah sakit dengan penurunan visual aktivitas
mata kiri. Kelainan yang ditemukan pada video yaitu:
a. Saat mata kanan diberi cahaya, maka pupil kiri ikut mengecil berarti
refleks cahaya tidak langsungnya normal.
b. Saat mata kiri diberikan cahaya, pupil kiri berdilatasi berarti refleks
cahaya langsung abnormal.
Nervus yang bisa saja terganggu yaitu nervus II ( nervus optikus), sehingga terjadi
gangguan pada refleks cahaya langsung, dan nervus III (nervus okulomotorius)
sehingga gangguan yang terjadi tidak hanya ada pada refleks cahaya langsung tetapi
juga refleks cahaya tak langsung.
Pada kasus 5 yang terjadi adalah gangguan pada refleks cahaya langsung, maka
dengan demikian lesi terjadi pada nervus II (nervus optikus)
25
Kasus 6
Dasar Teori :
Saraf kranial adalah 12 pasang saraf pada manusia yang mencuat dari otak,
berbeda dari saraf spinal yang mencuat dari medulla oblongata. Saraf kranial
merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf :
-
NERVUS HIPOGLOSSUS
Saraf otak (nervus cranialis) ad`lah saraf perifer yang berpangkal pada batang
otak dan otak. Fungsinya sebagai sensorik, motorik dan khusus. Fungsi khusus adalah
fungsi yang bersifat panca indera, seperti penghidu, penglihatan, pengecapan,
pendengaran dan keseimbangan.
26
Saraf otak terdiri atas 12 pasang, saraf otak pertama langsung berhubungan
dengan otak tanpa melalui batang otak, saraf otak kedua sampai keduabelas
semuanya berasal dari batang otak. Saraf otak kedua dan ketiga berpangkal di
mesensefalon, saraf otak keempat, lima, enam dan tujuh berinduk di pons, dan saraf
otak kedelapan sampai keduabelas berasal dari medulla oblongata.
Nervus hipoglosus berinti di nukleus hipoglosus yang terletak di samping
bagian dorsal fasikulus longitudinalis medialis pada tingkat kaudal medulla
oblongata. Radiksnya melintasi substansia retikularis di samping fasikulus
longitudinalis medialis, lemniskus medialis dan bagian medial piramis. Muncul pada
permukaan ventral dan melalui kanalis hipoglosus kemudian keluar dari tengkorak.
Di leher turun ke bawah melalui tulang hioid. Membelok ke medial dan menuju ke
lidah. Dalam perjalanan melewati arteria karotis interna dan eksterna, dan terletak
dibawah otot digastrikus dan stilohiodeus.
Otot-otot lidah yang menggerakkan lidah terdiri dari muskulus stiloglosus,
hipoglosus, genioglosus, longitudinalis inferior dan longitudinalis superior. Semua
otot dipersarafi nervus hipoglosus. Kontraksi otot stiloglosus mengerakkan lidah
keatas dan ke belakang. Jika otot genioglosus berkontraksi, lidah keluar dan menuju
ke bawah. Kedua otot longitudinal memendekkan dan mengangkat lidah bagian garis
tengah. Dan otot hipoglosus menarik lidah ke belakang dan ke bawah.
Serabut saraf berasal dari medulla dan keluar dari kranial melalui kanal
hipoglossal. Hanya mengandung serabut somatomotorik yang menginervasi otot
ekstrinsik dan intrinsik lidah. Fungsi otot ekstrinsik lidah ialah menggerakkan lidah,
dan otot intrinsik mengubah ubah bentuk lidah. Inti saraf ini menerima serabut dari
korteks traktus piramidalis dari satu sisi kontralateral.
Test Nervus XII (Hypoglosus) yaitu :
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta
untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
Pada lesi LMN, maka akan tamapk adanya atrofi lidah dan fasikulasi (tanda dini
berupa perubahan pada pinggiran lidah dan hilangnya papil lidah) Pemeriksaannya
sbb :
a. Menjulurkan lidah. Pada lesi unilateral, lidah akan berdeviasi kearah lesi.
Pada Bell,s palsy (kelumpuhan saraf VII) bisa menimbulkan positif palsu.
b. Menggerakkan lidah ke lateral. Pada kelumpuhan bilateral dan berat, lidah
tidak bisa digerkkan kearah samping kanan dan kiri.
c. Tremor lidah. Diperhatikan apakah ada tremor lidah dan atropi. Pada lesi
perifer maka tremor dan atropi papil positip
d. Articulasi Diperhatikan bicara dari penderita. Bila terdapat parese maka
didapatkan dysarthria.
28
Interpretasi :
-
Normal : Deviasi
Kelainan : Deviasi +
Kasus :
Tuan C, 32 tahun, datang ke Rumah Sakit dengan slurred speech sejak 2 bulan
lalu.
Dia merasa lidahnya tidak simetris.
30
Kasus 7
31
Pada video ini terjadi kelainan akibat dari kompresi dari radiks yang mengenai
kortiko spinal lateral yang mempersarafi
berkurang akibat dari lesi yang terjadi di nervus radialis kelainan ini terjadi pada
LMN yang menyebabkan atrofia dan kelemahan tenaga otot-otot, yang berasal dari
miotoma C5 - C.7, yang menyusun otot-otot bahu (m, suprasinatus, m. Teres minor,
m.deltoideus, m. Infraspinatus, m.subskapulatis dan m.teres mayor), lalu ikut
membentuk sebagian muskulatur lengan atas (m.biseps brakii dan m.brakialis) dan
ikut menyusun juga sebagian dari otot-otot tangan, terutama yang menggerakan ibu
jari dan jari telunjuk
32
Kasus 8
Pada kasus ini terjadi kelumpuhan pada N. Radialis. Pada tangan kanan
kelumpuhannya lebih berat daripada tangan kiri, dapat dilihat dari kurangnya
kemampuan untuk meluruskan dan mengembangkan jari tangan.
Pada kelumpuhan N. Radialis, baik akibat lesi di bagian atas, maupun di
bagian bawahnya, yang paling jelas adalah kelumpuhan yang diperlihatkan oleh
tangan. Karena otot-otot ekstensor karpi radialis dan ulnaris lumpuh, maka tangan
tidak dapat melakukan gerakan dorsofleksi pada sendi pergelangan tangan. Lagi pula,
karena otot-otot ekstensor segenap jari (m. Ekstensor digitorum, m.ekstensor digiti
kuinti, m.ekstensor polisis longus/brevis dan m. Ekstensor indiksis proprius) lumpuh,
maka semua jari tangan tidak dapat diluruskan dan dikembangkan. Keadaan tangan
dan jari seperti yang dilukiskan itu dikenal sebagai drop hand dan drop fingers
(=seluruh tangan dan jari-jarinya bersikap menjulai).
Setelah fasikulus posterior memberikan cabang yang dinamakan nervus
aksilaris, maka ia melanjutkan perjalanannya ke lengan sebagai nervus radialis. Ia
33
membawakan serabut-serabut radiks dorsalis dan ventralis C5, C6, C7 dan C8. Otototot yang disarafi nervus radialis adalah m. Triseps, m. Ankoneus, m. Brakioradialis,
m. Ekstensor karpi radialis brevis, m. Supinator, m. Digitorum, m. Ekstensor digiti
kuinti, m. Ekstensor karpi ulnaris, ketiga m. Ekstensor polisis dan m. Ekstensor
indiksis.
N.radialis sering mengalami trauma pada 1/3 bagian bawahnya. Dalam hal itu
m.triseps dan m. Brakioradialis tidak terkena kelumpuhan. Sedangkan otot-otot
lainnya yang disarafi n. radialis menjadi lumpuh.
Lesi yang sering merusak bagian atas n. radialis adalah fraktur tulang
humerus, terutama bagian n. radialis yang melilit dari bagian dorsomedial tulang
humerus ke bagian ventrolateralnya. Bagian ini sering juga terkena penekanan dan
kehilangan fungsi sementara. Hal ini terjadi kalau tidur sambil duduk di kursi dengan
menempatkan ketiak pada sandaran kursi, lebih-lebih jika tertidur nyenyak karena
mabuk minuman keras. Hal ini memang sering terjadi pada orang-orang yang
berkunjung ke bar-bar pada malam minggu. Setelah banyak minum alkohol mereka
mabuk dan tertidur duduk di kursi atau bangku sambil merangkul sandarannya. Esok
harinya, mereka bangun dengan kelumpuhan pada lengan pada mana tangan menjulai
dan jari-jarinya tidak dapat dikembangkan. Gambaran penyakit tersebut dinamakan
Saturday night paralysis. Tangan yang menjulai dan tidak dapat didorsofleksikan
dikenal sebagai drop hand. Semua otot yang disarafi n. radialis tidak dapat
digerakkan, tetapi defisit sensorik yang mengiringi kelumpuhan itu hanya melanda
kulit dorsum manus selebar metakarpus pertama dan kedua.
Kasus 9
Berjalan/gait ada suatu proses kompleks yang dipengaruhi oleh sejumlah
mekanisme tubuh dan merupakan hasil dari kerjasama dari berbagai jenis refleks.
Berjalan secara normal biasanya tidak menarik perhatian. Gangguan berjalan dapat
dijumpai pada berbagai keadaan. Faktor-faktor mekanis seperti penyakit pada otot,
34
tulang, tendon, dan sendi berperan penting pada terjadinya gangguan berjalan.
Penyakit pada susunan saraf sangat sering menyebabkan gangguan berjalan, dan
kadang-kadang hanya dengan memperhatikan cara berjalan saja dapat ditentukan
adanya penyakit pada susunan saraf. Gangguan berjalan dapat merupakan akibat
gangguan sistem motorik dari berbagai tingkatan (korteks motorik dan jaras
dosendensnya, kompleks ekstra piramidal, serebelum, sel-sel kornu enterior, saraf
motorik perifer atau otot). Gangguan lain yang juga dapat menyebabkan
gangguan/perubahan cara berjalan adalah gangguan psiko motor (hiteria dan
malingering), gangguan kompleks vestibuler, gangguan pada saraf sensorik, kolumna
posterior, dan jaras averen serebeler.
Gangguan berjalan ini terdapat dalam hubungannya dengan foot drop dan
disebabkan oleh kelemahan atau paralisis dorsifleksi kaki dan/atau jari kaki. Waktu
jalan kaki bisa diseret atau diangkat tinggi untuk mengkompensasi foot drops.
Terdapat fleksi yang berlebihan pada panggul dan lutut, kaki dilemparkan kedepan
dan jari-jari turun dengan suara yang khas sebelum tumit atau bagian depan kaki
meneganai lantai. Pasen tidak dapat berdiri pada tumitnya. Gait ini bisa unilateral
atau bilateral. Penyebab yang paling sering adalah faresis tibialis anterior dan/atau
ekstensor digitorum danhallucis longus, yang disebabkan karena lesi pada nervus
peroneus komunis atau profunda, lesi pada segemen L4-S1 atau kauda ekuina. Foot
drops dan steppage gait bisa juga terdapat pada poliomyelitis, PSMA (progressive
spinal muscular attrophy), ALS, penyakit Charcot-Marie-Tooth, dan neuritis perifer.
Pembahasan:
Pada kasus ke-9 terlihat seorang pria mengangkat tinggi kaki saat berjalan,
dan juga sulit berdiri pada tumitnya. Pada baigan dorsofleksi terlihat tidak ada
pergerakan saat diminta untuk menggerakkannya. Sehingga kasus 9 pria ini
mengalami gangguan yang disebut the steppage gait.
35
Kasus 10
Gait distrofik (waddling gait)
Terdapat pada berbagai keadaan miopati dimana terdapat kelemahan pada
otot-otot gelang panggul. Paling khas terdapat pada distropi otot, tetapi dapat juga
pada miosists atau penyakit spinomuskuler. Berdiri dan berjalan dengan lordosis yang
berlebih, saat jalan terdapat goyangan yang nyata akibat kesulitan memfiksasi pelvis.
Pasien berjalan dengan langkah yang lebar dan terlihat rotasi pelvis yang berlebihan,
memutar atau melempar pelvisnya dari satu sisi ke sisi lainnya pada setiap langkah
untuk memindahkan berat badannya. Gerakan kompensasi bilateral ini terutama
disebabkan karena kelemahan otot-otot gluteal. Pasen sulit naik tangga, bila tidak
dibantu dengan tangan yang menarik keatas. Terdapat kesulitan berdiri dari posisi
berbaring atau duduk tanpa bantuan tangannya (mendaki pada dirinya sendiri).
Waddling gait ini juga terdapat pada dislokasi panggul.
Pembahasan:
Pada kasus 10, terlihat anak kecil yang berjalan jinjit, seperti bebek
(pinggulnya digoyangkan ke kanan dan ke kiri secara berlebihan). Terus dadanya
dibusungkan (lordosis berlebihan) kelainan ini disebut Myopathis gait (waddling).
Gait ini terjai karenan kelemahan otot-otot proksimal (otot gluteus), sehingga dia
tidak mampu mempertahankan posisi tegak. Kelemahan otot yang terjadi bisa karena
progressive muscular dystrophy, chronic spinal muscular atrophy. Inflammatory
myopathy, lumbar nerve root compression, atau congenital dislocation of the hips.
Pada saat berjalan normal, beban tubuh bertumpu pada kedua kaki, pinggul terfiksasi
oleh otot gluteus (terutama medius) sehingga gerakan pinggul (naiknya pinggul yang
berlawanan dengan kaki yang menapak) dapat ditekan . Pada kelemahan otot gluteus,
pinggulnya (pada kaki yang tidak menapak) tidak dapat dipertahankan, jadi menonjol
keluar berlebihan gitu, sehingga cara berjalan seperti bebek, atau biasa disebut
waddling.
36
Kasus 11
Pada kasus ini terlihat lidah tidak simetris, seperti:
-
Untuk gerakan lidah yang bertugas adalah nervus XII (hipoglossus) Jika terjadi Lesi
di nervus XII kanan maka otot lidah bagian kanan akan lemah dan tidak mampu
melawan kekuatan dari otot kiri sehingga lidahnya akan mengarah ke kanan, juga
sebaliknya. Jadi untuk kasus ini karena lidah berdeviasi ke kanan, artinya nervus XII
kanan yang mengalami kerusakan/lesi.
Kasus 12
Pergerakan bola mata dipersyarafi oleh tiga nervus, yaitu:
-
Pembahasan:
Pada kasus terlihat pasien sebagai berikut:
-
Ketika diminta melihat ke kiri, kedua mata bergerak secara simetris ke kiri
Pada kasus ini, otot yang terkena adalah musculus rectus lateralis mata kanan.
Nervus yag terkena adalah nervus VI.
37
38
VII.
Rangkuman
1. Lesi LMN pada nervus fasialis akan menyebabkan kelumpuhan wajah bagian
atas dan bawah.
2. Lesi UMN pada nervus fasialis akan menyebabkan kelumpuhan hanya pada
wajah bagian bawah saja (mulut dan pipi)
3. Paralisis musculus Rectus lateralis yang dipersarafi nervus VI akan
menimbulkan strabismus konvergens.
4. Kelainan pada nervus III akan menimbulkan beberapa gejala seperti
strabismus divergen, ptosis, dan midrialis.
5. Kelainan nervus II akan menyebabkan midrialis pada refleks cahaya langsung
sedangkan pada nervus III akan terjadi kelainan baik pada refleks cahaya
langsung maupun tidak langsung.
6. Kelainan pada nervus XII tipe LMN akan menghasilkan ipsilateral dengan
temuan klinis berupa atropi lidah sisi lesi, lidah berdeviasi ke sisi lei dan
kekuatan lidah sisi lesi berkurang.
39
VIII.
Kesimpulan:
Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum neurologi kali ini yaitu:
40
Daftar Pustaka
41