Anda di halaman 1dari 19

Laporan Pendahuluan

A. Definisi
Overdosis merupakan keracunan pada penggunaan obat baik yang tidak
disengaja maupun disengaja dengan maksud bunuh diri.
Overdosis merupakan keadaan dimana seseorang mengalami gejala terjadinya
keracunan yang mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat yang melebihi dosis
yang bisa diterima oleh tubuh.Overdosis obat sering disangkutkan dengan
terjadinya heroin digunakan bersama alcohol.
Overdosis/intoksikasi adalah kondisi fisik dan perilaku abnormal akibat
penggunaan zat yg dosisnya melebihi batas toleransi tubuh.
Overdosis atau kelebihan dosis terjadi akibat tubuh mengalami keracunan
akibat obat. OD sering terjadi bila menggunakan narkoba dalam jumlah banyak
dengan rentang waktu terlalu singkat, biasanya digunakan secara bersamaan
antara putaw, pil, heroin digunakan bersama alkohol. Atau menelan obat tidur
seperti golongan barbiturat (luminal) atau obat penenang (valium, xanax,
mogadon/BK)

B. Etiologi
1. Keadaan ini sering terjadi dan faktor penyebabnya adalah :
a. Usia. Lansia sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga sering
terjadi kesalahan dosis karena lansia minum lagi
b. Merek dagang. Banyaknya merek dagang untuk obat yang sama, sehingga
pasien bingung, misalnya furosemide (antidiuretik) dikenal sebagai lasix,
uremia dan unex.
c. Penyakit. Penyakit yang menurunkan metabolisme obat dihati atau sekresi
obat melalui ginjal akan meracuni darah.

1
d. Gangguan emosi dan mental. Menyebabkan ketagihan penggunaan obat
untuk terapi penyakit (habituasi) misalnya barbiturate, antidepresan dan
tranquilizer.
e. Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya mengkonsumsi
putau hamper bersamaan dengan alcohol atau obat tidur seperti valium,
megadom/ BK, dll.
f. Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya, misalnya
jika seseorang memakai narkoba walaupun hanya seminggu, tetapi
apabilah dia memakai lagi dengan takaran yang sama seperti biasanya
kemungkinan besar terjadi OD.
g. Kualitas barang dikonsumsi berbeda.
2. Faktor ketidakpatuhan terhadap pengobatan :
a. Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan itu
b. Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan
pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya
c. Sukarnya memperoleh obat itu diluar rumah sakit
d. Mahalnya harga obat
e. Kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga, yang mungkin bertanggung
jawab atas pembelian atau pemberian obat itu kepada pasien
f. Efek samping dapat timbul akibat menaikan dosis obat yang biasanya
tidak bereaksi, mengganti cara pemberian obat, atau memakai obat dengan
merek dagang lain.

Keracunan obat dapat terjadi, baik pada penggunaan untuk maksud terapi
maupun pada penyalahgunaan obat.Keracunan pada penggunaan obat untuk
maksud terapi dapat terjadi karena dosis yang berlebih (overdosis) baik yang
tidak disengaja maupun disengaja dengan maksud bunuh diri, karena efek
samping obat yang tidak diharapkan dan sebagai akibat interaksi beberapa
obat yang digunakan secara bersama-sama.Kematian akibat penggunaan obat
jarang terjadi. Hal yang dapat menimbulkan reaksi dan mungkin
mengakibatkan kematian, terutama pada penggunaan obat secara IV,
penggunaan obat golongan depresan, penisilin dan turunannya, golongan anti
koagulan, obat jantung, k-klorida golongan diuretik dan insulin.

C. Patofisiologis
IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetikolinesterase
tubuh (KhE).Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis
arakhnoid(AKH) dengan jalan mengikat Akh – KhE yang bersifat inaktif.Bila
konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan IFO- KhE lebih banyak terjadi.
Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga
timbul gejala gejala ransangan Akh yang berlebihan,yang akan menimbulkan
efek muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi
SSP ) Pada keracunan IFO,ikatan Ikatan IFO – KhE bersifat menetap
(ireversibel),sedangkan keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara
(reversible).Secara farmakologis efek Akh dapat dibagi 3 golongan :
1. Muskarini,terutama pada saluran pencernaan,kelenjar ludah dan
keringat,pupil,bronkus dan jantung.
2. Nikotinik,terutama pada otot-otot skeletal,bola mata,lidah,kelopak mata dan
otot pernafasan.
3. SSP, menimbulkan nyeri kepala,perubahan emosi,kejang-kejang(Konvulsi)
sampai koma.

D. Manifestasi klinis
Yang paling menonjol adalah kelainan visus, hiperaktifitas kelenjar
ludah,keringat dan gangguan saluran pencernaan,serta kesukaran bernafas. Gejala
ringan meliputi : Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah,rasa takut, tremor pada
lidah,kelopak mata,pupil miosis.
Keracunan sedang : nausea, muntah-muntah, kejang atau kram perut,
hipersaliva, hiperhidrosis,fasikulasi otot dan bradikardi.
Keracunan berat : diare, pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif,sesak nafas,
sianosis, edema paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi,koma, blokade
jantung akhirnya meningeal.

E. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorik.
Pengukuran kadar KhE dengan sel darah merah dan plasma, penting
untuk memastikan diagnosis keracunan IFO akut maupun kronik (Menurun
sekian % dari harga normal ).
Kercunan akut :
a. Ringan : 40 - 70 %
b. Sedang : 20 - 40 %
c. Berat : < 20 %
Keracunan kronik bila kadar KhE menurun sampai 25 - 50 % setiap individu
yang berhubungan dengan insektisida ini harus segara disingkirkan dan baru
diizinkan bekerja kemballi kadar KhE telah meningkat > 75 % N 2.
2. Patologi Anatomi ( PA ). Pada keracunan acut,hasil pemeriksaan patologi
biasanya tidak khas.sering hanya ditemukan edema paru,dilatsi
kapiler,hiperemi paru,otak dan organ-oragan lainnya.

F. Penatalaksanaan
1. Tindakan emergensi
a. Airway: Bebask an jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
b. Breathing: Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas
spontanatau pernapasan tidak adekuat.
c. Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki
perfusi jaringan.
2. Identifikasi penyebab keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya
usahamencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha
penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.
3. Eliminasi racun.
Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara:
a. Rangsang muntah akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam
pertama sesudah menelanbahan beracun, bila sudah lebih dari 1 jam tidak
perlu dilakukan rangsangmuntah kecuali bila bahan beracun tersebut
mempunyai efek yang menghambatmotilitas (memperpanjang
pengosongan) lambung. Rangsang muntah dapat dilakukan secara
mekanis dengan merangsang palatum mole atau dinding belakang
faring,atau dapat dilakukan dengan pemberian obat- obatan :
1) Sirup Ipecac, diberikan sesuai dosis yang telah ditetapkan.
2) Apomorphine
Sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir 100%,dapat
menyebabkanmuntah dalam 2 - 5 menit. Dapat diberikan dengan dosis
0,07 mg/kg BB secara subkutan.
Kontraindikasi rangsang muntah :
1) Keracunan hidrokarbon, kecuali bila hidrokarbon tersebut
mengandungbahan-bahan yang berbahaya seperti camphor, produk-
produk yang mengandunghalogenat atau aromatik, logam berat dan
pestisida. Keracunan bahan korossif Keracunan bahan - bahan
perangsang CNS ( CNS stimulant, seperti strichnin)
2) Penderita kejang
3) Penderita dengan gangguan kesadaran
b. Kumbah Lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam sesudah
menelan bahan beracun, kecuali bila menelan bahan yang dapat
menghambat pengosonganl ambung. Kumbah lambung seperti pada
rangsang muntah tidak boleh dilakukan pada :
1) Keracunan bahan korosif
2) Keracunan hidrokarbon
3) Kejang pada penderita dengan gangguan kesadaran atau penderita-
penderita dengan resiko aspirasi jalan nafas harus dilindungi dengan
cara pemasangan pipa endotracheal.
Penderita diletakkan dalam posisi trendelenburg dan miring kekiri,
kemudian di masukkan pipa orogastrik dengan ukuran yang sesuai dengan
pasien, pencucian lambung dilakukan dengan cairan garam fisiologis
( normal saline/ PZ ) atau ½ normal saline 100 ml atau kurang berulang-
ulang sampai bersih
c. Pemberian Norit ( activated charcoal )Jangan diberikan bersama obat
muntah, pemberian norit harus menunggu paling tidak 30 - 60 menit
sesudah emesis.
Indikasi pemberian norit untuk keracunan :
1) Obat-obat analgesic/ anti inflamasi: acetamenophone, salisilat, anti
inflamasi non steroid, morphine, propoxyphene.
2) Anticonvulsants/ sedative: barbiturate, carbamazepine,
chlordiazepoxide, diazepam phenytoin, sodium valproate.
3) Lain-lain: amphetamine, chlorpheniramine, cocaine, digitalis, quinine,
theophylline, cyclic anti-depressantsNorittidakefektifpadakeracunan
Fe, lithium, cyanida, asambasakuatdanalkohol.
4) CatharsisEfektivitasnya masih dipertanyakan. Jangan diberikan bila
ada gagal ginjal,diare yang berat ( severe diarrhea ), ileus paralitik
atau trauma abdomen.
5) Diuretika paksa ( Forced diuretic )Diberikan pada keracunan salisilat
dan phenobarbital ( alkalinisasi urine ).Tujuan adalah untuk
mendapatkan produksi urine 5,0 ml/kg/jam,hati-hatijangan sampai
terjadi overload cairan. Harus dilakukan monitor dari elektrolit serum
pada pemberian diuresis paksa.Kontraindikasi : udema otak dan gagal
ginjal
d. Pemberan antidotum kalau mungkin
Pengobatan SupportifPemberian cairan dan elektrolitPerhatikan nutrisi
penderitaPengobatan simtomatik (kejang, hipoglikemia, kelainan
elektrolitdsb.)
Asuhan keperawatan

A. Pengkajian
1. Primary survey
Sebelum penyalahgunaan terjadi biasanya dalam bentuk pendidikan,
penyebaran informasi mengenai bahaya narkoba, pendekatan melalui
kekuarga, dan lain-lain. Instansi pemerintah seperti halnya BKKBN, lebih
banyak berperan pada tahap intervensi ini, Kegiatan yang dilakukan seputar
pemberian informasi melalui berbagai bentuk materi KTE yang di tunjukkan
kepada remaja langsung dan keluarga.
B1 : Breath, kaji pernapasana klien. Apakah klien mengalami gangguan dalam
bernapas
B2 : Blood, kaji apakah terjadi perdarahan yang menyumbat jalan napas dan
cek tekanan darah pasien.
B3 : Brain, kaji apakah klien mengalami gangguan pada proses berfikir.
B4 : Bladder, kaji apakah ada terjadi kerusakan pada daerah ginjal yang
dikarenakan overdosis karna keasaman obat tersebut.
B5 : Bowel, kaji intake dan output pasien
a. Airway support
Pada klien dengan overdosis yang perlu diperhatikan adalah ada tidaknya
sumbatan pada jalan napas seperti lidah. Lidah merupakan penyebab
utama tertutupnya jalan napas pada klien tidak sadar karena pada kondisi
ini lidah klien akan terjatuh ke belakang rongga mulut. Hal ini akan
mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai jalan napas. Sebelum diberikan
bantuan pernapasan, jalan napas harus terbuka. Teknik yg dapat digunakan
adalah cross finger (silang jari). Jika terdapat sumbatan bersihkan dengan
teknik finger sweep (sapuan jari).
Adapun Teknik untuk membuka jalan napas :
1) Head tilt / chin lift, Teknik ini dapat digunakan jika penderita tidak
mengalami cedera kepala, leher dan tulang belakang
2) Jaw trust
b. Breathing support
Setelah dipastikan bahwa jalan napas aman, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan penilaian status pernapasan klien, apakah masih
bernapas atau tidak. Teknik yg digunakan adalah LOOK, LISTEN and
FEEL (LLF). LLF dilakukan tidak lebih dari 10 menit, jika klien masih
bernapas, tindakan yg dilakukan adalah pertahankan jalan napas agar tetap
terbuka, jika klien tidak bernapas, berikan 2 x bantuan pernapasan dgn
volume yg cukup.
c. Circulation support
Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada
luar yang diberikan pada klien yang mengalami henti jantung. Selain itu
untuk mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem
jantung paru agar dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut
(advance life support).
d. Disability
Pemantauan status neurologis secara cepat meliputi tingkatan kesadaran
dan GCS, dan ukur reaksi pupil serta tanda-tanda vital.
e. Exposure, Lakukan pengkajian head to toe.
f. Folley kateter, Pemasangan kateter pada klien overdosis biasanya
dilakukan untuk melakukan perhitungan balance cairan.
g. Gastric tube
Salah satu Penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah kumbah lambung
yang bertujuan untuk membersihkan lambung serta menghilangkan racun
dari dalam lambung.
h. Heart monitor
Lakukan pemantauan peningkatan detak jantung, peningkatan tekanan
darah dan kerusakan sistem kardiovaskuler. Setelah primary survey dan
intervensi krisis selesai, perawat harus mengkaji riwayat pasien
A: Allergies ( jika pasien tidak dapat memberikan informasi perawat bisa
menanyakan keluarga atau teman dekat tentang riwayat alergi pasien )
M : Medication ( overdosis obat : ekstasi )
P : Past medical history ( riwayat medis lalu seperti masalah
kardiovaskuler atau pernapasan
L : Last oral intake ( obat terakhir yang dikonsumsi : ekstasi)
E : Even ( kejadian overdosisnya obat, dekskripsi gejala, keluhan utama,
dan mekanisme overdosis)
2. Secondary survey
Pada saat penggunaan sesudah terjadi dan diperlukan upaya
penyembuhan (treatmen). Fase ini meliputi : fase penerimaan awal
(intialintek) antara 1-3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental
dan fase detoksifikasi dan terapi komplikasi medic, antara 1-3 minggu untuk
melakukan pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap.
Tindakan yang harus dilakukan adalah melakukan tindakan keperawatan head
to toe.
B. Diagnose keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d intoksikasi
2. Pola napas tidak efektif b.d depresi susunan syaraf pusat
3. Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
dalam darah
4. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif (konsumsi psikotropika
yang berlebihan secara terus menerus)
5. Resiko distress pernapasan b.d asidosis metabolik
C. Intervensi keperawatan
Tujuan dan
N Diagnose Kriteria intervensi
o
hasil
1 Bersihan Setelah dilakukan 1. Kaji frekuensi,
tindakan keperawatan kedalaman dan
jalan napas tidak
selama 2x24 jam, pasien upaya pernapasan
efektif
menunjukkan 2. Pengisapan jalan
b.d intoksikasi
kemudahan bernapas, napas :
pergerakan sumbatan mengeluarkan
keluar dari jalan napas sekret dari jalan
dengan tujuan : pasien napas dengan
menunjukkan bersihan memasukkan
jalan napas yang efektif sebuah kateter
pengisap ke dalam
jalan napas oral
dan/atau trakea
3. Auskultasi
bagian dada
anterior dan
posterior untuk
mengetahui
penurunan atau
ketiadaan
ventilasi dan
adanya suara
napas tambahan
4. Ajarkan pasien
dan keluarga
tentang makna
perubahan pada
sputum, seperti
warna, karakter
jumlah dan bau
5. Konsultasikan
dengan
Tujuan dan
N Diagnose Kriteria intervensi
o
hasil
tim medis
dalam pemerian
oksigen,
jika perlu
2 Pola napas tidak Setelah dilakukan 1. Pantau kecepatan,
efektif b.d tindakan keperawatan irama, kedalaman
depresi susunan selama 1x24 jam, pasien dan upaya
syaraf pusat menunjukkan status pernapasan
pernapasan : status 2. Pantau
ventilasi dan pola
pernapasan yang tidak pernapas
terganggu, kedalaman an
inspirasi dan 3. Auskultasi suara
kemudahan bernapas napas, perhatikan
area
penurunan/tidak
adanya ventilasi
dan adanya suara
napas tambahan
4. Informasikan
kepada pasien dan
keluarga tentang
teknik relaksasi
untuk
memperbaiki pola
pernapasan
3 Gangguan Tujuan : keadekuatan 1. Kaji terhadap
aliran darah melalui sirkulasi perifer
pembuluh darah pasien (nadi
perfusi jaringan kecul ekstremitas perifer, edema,
perifer b.d untuk warna, suhu dan
penurunan mempertahankan pengisisan ulang
konsentrasi fungsi jaringan. kapiler pada
hemoglobin Kriteria : Setelah ekstremitas)
dalam darah
Tujuan dan
N Diagnose Kriteria interve
o nsi
hasil
dilakukan tindakan 2. Manajemen
keperawatan 1x24 sensasi perifer
jam suhu, hidrasi, 3. Ajarkan
warna kulit, nadi perifer, pasien /
tekanan darah, dan keluarga
pengisisan kapiler baik tentang :
dan lancar dan dalam menghindari
batas normal suhu
ekstrempada
ekstremitas
4. Kolaborasi : berikan
obat
antitrombosit
atau
antikoagulan
4 Kekurangan Tujuan : 1. Pantau cairan
volume cairan pengembalian elektrolit
b.d kehilangan volume cairan klien pasien
cairan Kriteria : setelah (intake/outpu
aktif dilakukan tindakan t)
keperawatan 1x24 jam 2. Manajemen cairan
(konsumsi
hidrasi adekuat dan (timbang berat
psikotropika
status nutrisi adekuat badan, ttv,
yang berlebihan
maupun keseimbangan intake/output)
secara
cairan pasien dalam 3. Anjurkan pasien
terus menerus)
batas normal untuk
menginformasik
an perawat bila
haus
4. Kolaborasi :
laporkan dan catat
haluaran
kurang/lebih dari
batas normal dan
berikan terapi IV
sesuai program
5 Resiko Tujuan :Pasien 1. Pantau

distress frekuensi,
Tujuan dan
N Diagnose Kriteria intervensi
o
hasil
pernapasan mempertahankan irama, kedalaman
pernapasannya pernapasan
b.d asidosis
secara efektif . 2. Angkat kepala
metabolik
Kriteria : Setelah tempat tidur sesuai
dilakukan tindakan aturannya
keperawatan selama 1 x (semi/fowler)
24 jam, pasien 3. Anjurkan
pasien
bebas dari sianosis
melakukan latihan
dan tanda – tanda
napas dalam
syok
4. Kolaborasi:
pemberian oksigen
(non rebirthing)
Daftar Pustaka
Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info
Media

Anda mungkin juga menyukai