Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus

2.1.1 Definisi

Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak

menghasilkan cukup insulin (hoormon yang mngatur gula darah), atau ketika tubuh tidak

dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan (WHO, 2018).

2.1.2 Etiologi

Etiologi dari Diabetes Mellitus menurut Hasdaniah (2018) antara lain :

1) Pola Makan

Makan secara berlebihan dan melibihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh

tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus.

2) Obesitas (kegemukan)

Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki peluang lebih

besar untuk terkena penyakit diabetes.

3) Faktor Genetik

Diabetes Mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak menyebabkan

diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes

mellitus.

4) Bahan-bahan kimia dan obat-obatan


Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas,

radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak

ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin.

5) Penyakit dan infeksi pada pankreas

Infeksi mikrooorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang

pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga ada

sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin.

6) Pola Hidup

Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes mellitus. Jika orang

malas berolahraga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes

mellitus karena olahraga berfungsi untuk membakar kalori yang berlebihan dalam

tubuh. Kalori yang tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab

diabetes mellitus selain disfungsi pankreas.

7) Kadar kortikosteroid yang tinggi

8) Kehamilan diabetes gestasional, akan hilang setelah melahirkan

9) Obat-obatan yang dapat merusak pankreas

10) Racun yang mempengatuhi pembentukan atau efek dari insulin

2.1.3 Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus

Menurut DiGuilio, Jackson, dan Keogh (2017) manifestasi klinis DM, antara lain :

1) Serangan lambat karena sedikit insulin di produksi

2) Haus meningkat (polydipsia) karena tubuh berusaha membuang glukosa

3) Urinasi meningkat (polyuria) karena tubuh berusaha membuang glukosa


4) Infeksi kandida karena bakteri hidup dari kelebihan glukosa

5) Penyembuhan tertunda atau lama karena naiknya kadar glukosa di dalam darah

menghalangi proses penyembuhan.

2.1.4 Komplikasi

Komplikasi dari diabetes mellitus menurut Ernawati (2018) sebagai berikut :

1) Komplikasi Akut

Gangguan keseimbangan kadar gula darah dalam jangka waktu pendek meliputi

hipoglikemia, ketoasidosis diabetik dan syndrome HHNK (koma hiperglikemik

hiperosmolar nonketotik) atau hiperosmolar nonkeotik (HONK).

a) Hipoglikemia

Komplikasi hipoglikemia merupakan keadaan gawat darurat yang dapat

terjadi pada perjalanan penyakit DM. Glukosa merupakan bahan bakar utama

untuk melakukan metabolisme di otak. Sehingga kadar glukosa darah harus

selalu dipertahankan diatas kadar kritis, yang merupakan salah satu fungsi

penting sistem pengatur glukosa darah.

Hipoglikemia merupakan keadaan dimana kadar gula darah abnormal yang

rendah yaitu dibawah 50-60mg/dl (2,7-3,3 mmol/L). Seseorang juga dikatakan

hipoglikemia jika kadar glukosa darah < 80mg/dL dengan gejala klinis, respon

regulasi non-pankreas terhadap hipoglikemia dimulai pada kadar glukosa

darah 63-65mg% (3,5-3,6 mmol/L), sehingga sering diagnosa hipoglikemia

ditegakkan bila kadar glukosa darah ≤ 63mg% (3,5 mmol/L).

b) Ketoasidosis diabetik
Ketoasisodosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan

metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis,

terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. Keadaan

komplikasi akut ini memerlukan penanganan yang tepat karena maerupakan

ancaman kematian bagi penderita DM.

2) Komplikasi Kronik

Komplikasi kronik DM dibagi menjadi dua, antara lain :

a) Komplikasi Makrovaskuler

(1) Penyakit arteri koroner

Penyakit arteri koroner yang menyebabkan penyakit jantung koroner

merupakan salah satu komplikasi makrovaskuler yang sering terjadi

pada penderita DM tipe I maupun DM tipe II.

(2) Penyakit serebrovaskuler

Penyakit serebrovaskuler pasien DM memiliki kesamaan dengan pasien

non DM, namun pasien DM memiliki kemungkinan dua kali lipat

mengalami penyakit kardiovaskuler. Pasien mengalami perubahan

aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau pembentukan emboli

ditempat lain dalam sistem pembuluh darah sering terbawa aliran darah

dan terkadang terjepit dalam pembuluh darah serebral.

(3) Penyakit vaskuler perifer

Pasien DM beresiko mengalami penyakit oklusif arteri perifer dua

hingga tiga kali lipat dibandingkan pasien non DM. Hal ini disebabkan
pasien DM cenderung mengalami perubahan arterosklerotik dalam

pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah. Pasien dengan gangguan

pada vaskuler perifer akan mengalami berkurangnya denyut nadi perifer

dan klaudikasio intermiten (nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan).

Penyakit oklusif arteri yang parah pada ekstremitas bawah merupakan

penyebab utama terjadinya ganggren yang dapat berakibat amputasi

pada pasien DM.

b) Komplikasi Mikrovaskuler

(1) Retinopati diabetik

Retina merupakan bagian mata yang berfungsi menerima bayangan dan

mengirimkan informasi bayangan ke otak. Retina mempunyai banyak

pembuluh darah seperti pembuluh darah arteri, vena kecil, arteriol, venula,

dan kapiler. Retinopati diabetik merupakan kelainan patologis mata yang

disebabkan perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina mata.

(2) Nefropati diabetik

Nefropati diabetik merypakan sindrom klinis pada pasien DM yang

ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam) pada minimal

dua kali pemeriksaan dalam waktu tiga hingga enam bulan. Penyandang

DM tipe I sering memperlihatkan tanda-tanda penyakit renal setelah 15

hingga 20 tahun kemudian, sedangkan penderita DM tipe II dapat

menderita penyakit renal setelah menderita 10 tahun kemudian.

(3) Neuropati diabetik


Neuropati diabetik adalah istilah deskriptif yang menunjukkan adanya

gangguan klinis maupun subklinis yang terjadi pada penderita DM tanpa

penyebab neuropati perifer yang lain.

2.1.5 Patofisiologi

Bermacam - macam penyebab diabetes mellitus yang berbeda - beda, akhirnya akan

mengarah kepada defisiensi insulin. Diabetes Mellitus mengalami defisiensi insulin,

menyebabkan glikogen meningkat, sehingga terjadi proses pemecahan gula baru

(glukoneugenesis) yang menyebabkan metabolisme lemak meningkat. Kemudian terjadi

proses pembentukan keton (ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton didalam plasma

akan menyebabkan ketonuria (keton dalam urin) dan kadar natrium menurun serta pH

serum menurun yang menyebabkan asidosis. Defisiensi insulin menyebabkan

penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun, sehingga kadar gula dalam plasma tinggi

(Hiperglikemia). Jika hiperglikemia ini parah dan melebihi ambang ginjal maka akan

timbul Glukosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan diuresis osmotik yang

meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi) sehingga

terjadi dehidrasi. Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin menyebabkan

kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga menimbulkan rasa lapar

yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi terhadap kebutuhan energi. Penderita

akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan

energi tersebut. Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil

sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang, yang akan
menyebabkan luka tidak cepat sembuh, karena suplai makanan dan oksigen tidak adekuat

akan menyebabkan terjadinya infeksi dan terjadinya gangguan (Ernawati, 2018).

Gangguan pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke retina menurun, sehingga

suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang, akibatnya pandangan menjadi kabur.

Salah satu akibat utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur

dan fungsi ginjal, sehingga terjadi nefropati. Diabetes mempengaruhi syaraf – syaraf

perifer, sistem syaraf otonom dan sistem syaraf pusat sehingga mengakibatkan gangguan

pada saraf/neuropati (Hanum, 2019).


3 Pathway Faktr usia, gaya hidup, obesitas
Kerusakan sel
Ketidakseimbangan produksi insulin resistensi insulin
Hiperglikemia Ketidakstabilan kadar gua darah

Perubahan viskositas darah Sel kekurangan glukosa

Trombosis dan plak Simpanan kalori


menurun
aterosklerosis
BB menurun
makrovaskuler mikrovaskuler
Rasa lapar,
Insufisiensi vaskuler perifer polifagia
sensorik motorik otonom
Sirkulasi perifer tidak efektif Seerabut Hipertrofi Kelenjar Defisit nutrisi
mielin rusak otot intrinsik keringat
Muncul luka
Sensasi nyeri Perubahan tekanan Elastisitas
Penyembuhan luka lambat
menurun pada kaki menurun
gangren
neuropati kalus Kulit kering
Pasien khawatir
Gangguan integritas proses komplikasi
dan pengobatan luka
kulit/jaringan
Luka merangsang
ansietas Nyeri akut
serabut syaraf nyeri

Sumber: (Yasmara,2017; Rumahorbo,2019, Pradipta,2019, Kowalak, 2017)


2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Smelzer dan Bare (2018), pemeriksaan penunjang untuk

penderita diabetes melitus antara lain :

1) Pemeriksaan fisik

a) Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi

keringatnya (menurun atau tidak), kemudian bulu pada jempol

kaki berkurang (-).

b) Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah-pecah , pucat, kering

yang tidak normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau bisa

juga teraba lembek.

2) Pemeriksaan Vaskuler

Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya

benda asing, osteomelietus.

3) Pemeriksaan Laboratorium

a) Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah Sewaktu), GDP (Gula

Darah Puasa)

b) Pemeriksaan urine, dimana urine diperiksa ada atau tidaknya kandungan

glukosa pada urine tersebut.

2.1.7 Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis menurut Esther (2019) adalah:

a) Terapi Trombolitik
Trombolitik juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus

diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat

menyebabkan perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah

streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase.

b) Terapi Antikoagulansia

Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan

digunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk

membeku. Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin.

c) Terapi Antitrombosit

Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi

trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus

yang sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan

ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol,

clopidogrel.

d) Terapi Suportif

Terapi suportif merupakan psikoterapi yang ditunjukan untuk pasien baik

secara individu maupun secara kelompok yang ingin mengevaluasi diri.

2) Penatalaksanaan Keperawatan

Beberapa hal yang berperan besar dalam menjaga agar TIK tidak meningkat,

menurut Hisam (2018) adalah:

a) Mengatur posisi kepala sekitar 30º - 45º, dengan tujuan memperbaiki

aliran balik jantung


b) Mengusahakan tekanan darah yang optimal, tekanan darah yang sangat

tinggi dapat menyebabkan edema serebril, sebaliknya tekanan darah

terlalu rendah akan mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya juga akan

menyebabkan edema dan peningkatan TIK

c) Mencegah dan mengatasi kejang

d) Menghilangkan rasa cemas, agitasi dan nyeri

e) Menjaga suhu tubuh normal 360 C - 37,50 C

f) Hindari kondisi hiperglikemia

2.2 Ansietas

1) Definisi

Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan

perasaan tidak pasti dan tidak percaya diri. Keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang

spesifik. Ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal.

Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap

sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut.

Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas

yang berat tidak sejalan dengan kehidupan. (Smeltzer, 2017). Istilah kecemasan dalam

bahasa inggris yaitu Anxiety yang berasal dari Bahasa latin angustus yang memiliki arti

kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik (Indrawati, 2016). Kecemasan adalah

perasaan tidak santai atau samar-samar yang terjadi karena ketidaknyamanan dan rasa

takut disertai suatu respon. Perasaan takut dan tidak menentu sebagai siinya yang

menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan datang dan memperkuat individu
mengambil suatu tindakan dalam menghadapi ancaman (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati,

2019). Ansietas merupakan kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap

objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu

melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.

2) Klasifikasi

Klasifikasi ansietas menurut Asmadi (2018) yaitu :

(1)Ansietas ringan (1+)

(1)Respon fisik : ketegangan otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit

gelisah, penuh perhatian.

(2)Respon kognitif : lapang persepsi luas, terlihat tenang, perasaan gagal sedikit,

waspada dan memperhatikan banyak hal, memperhatikan informasi, tingkat

pembelajaran optimal.

(3)Respon emosional: perilaku otomatis, sedikit tidak sadar, aktivitas menyendiri,

terstimulasi.

b) Ansietas sedang (2+)

(1) Respon fisik: ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital meningkat, pupil dilatasi,

mulai berkeringat, sering mondar-mandir, suara berubah: bergetar, nada suara

tinggi, kewaspadaan dan ketegangan meningkat, sering berkemih, sakit kepala,

pola tidur berubah, sering nyeri punggung.

(2) Respon kognitif: lapang persepsi menurun, tidak perhatian secara selektif, fokus

terhadap stimulus meningkat, rentang perhatian menurun, penyelesaian masalah

menurun, pembelajaran terjadi dengan memfokuskan.


(3) Respon emosional: tidak nyaman, mudah tersinggung, kepercayaan diri goyah,

tidak sabar, gembira.

c) Ansietas berat (3+)

(2) Respon fisik: ketegangan otot berat, hiperventilasi, kontak mata buruk,

pengeluaran keringat meningkat, bicara cepat, nada suara tinggi, tindakan tanpa

tujuan dan serampangan, rahang menegang, menggertakan gigi, kebutuhan ruang

gerak meningkat, mondarmandir, berteriak, meremas tangan, gemetar.

(3) Respon kognitif: lapang persepsi terbatas, proses berfikir terpecah pecah, sulit

berfikir, penyelesaian masalah buruk, tidak mampu mempertimbangkan

informasi, hanya memperhatikan ancaman.

(4)Respon emosional: sangat cemas, agitasi, takut, bingung, merasa tidak adekuat,

menarik diri, penyangkalan, ingin bebas.

d) Ansietas panik (4+)

(1)Respon fisik: flight, fight, atau freeze ketegangan otot yang sangat berat, agitasi

motorik kasar, pupil dilatasi, TTV meningkat kemudian menurun, tidak dapat

tidur, hormon stres dan neurotransmitter berkurang, wajah menyeringai, mulut

ternganga.

(2)Respon kognitif: persepsi yang sempit, pikiran tidak logis, terganggu, kepribadian

kacau, tidak dapat menyelesaikan masalah, fokus pada pikiran sendiri, tidak

rasional, sulit memahami stimulus eksternal, halusinasi, waham, ilusi terjadi.

(3)Respon emosional: merasa terbebani, merasa tidak mampu/ tidak berdaya, lepas

kendali, mengamuk, putus asa, marah, mengharapkan hasil yang buruk, kaget,

takut, lelah.
3) Rentang respon ansietas

Rentang respon ansietas berfluktuasi, antara respon adaptif dan maladaptife, (Sutejo,

2019). Rentang respon yang adaptif adalah, antisipasi dimana individu siap siaga

beradaptasi dengan cemas yang mungkin muncul. Sedangkan rentang respon yang paling

mal adaptif adalah panik, dimana individu sudah tidak mampu lagi berespon terhadap

cemas yang dihadapi, sehingga mengalami gangguan fisik, prilaku maupun kognitif

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Adaptasi ringan Ringan sedang Panik Berat

Skema 2.1 Rentang Respon Ansietas


(Sumber : Stuart, 2013 dalam Sutejo, 2019)

4) Etiologi

Berbagai teori yang telah dikembangkan oleh para ahli untuk mengetahui dari penyebab

anstietas, menurut Stuart & Sundden (2018) menjelaskan ansietas disebabkan oleh :

1) Faktor Predisposisi :

a) Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi

antara dua elemen kepribadian : id dan superego. Id mewakili dorongan instring

dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan

dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau Aku, berfungsi menengahi tuntutan
dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi ansietas adalah

meningkatkan ego bahwa ada bahaya.

b) Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap

ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan

perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan

kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama rentan mengalami

ansietas yang berat.

c) Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala

sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang

diinginkan. Ahli teori perilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu dorongan

yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari

kepedihan. Ahli teori pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa sejak

kecil dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan

ansietas pada kehidupan selanjutnya. Ahli teori konflik memandang ansietas

sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Mereka meyakini

adanya hubungan timbal balik antara konflik dan ansietas : konflik menimbulkan

ansietas, dan ansietas menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada gilirannya

meningkatkan konflik yang dirasakan.

d) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi dalam

keluarga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara gangguan ansietas

dengan depresi.

e) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk

benzodiazepine, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam


gama-aminobutirat (GABA) yang berperan dalam mekanisme biologis yang

berhubungan dengan ansietas.

2) Faktor Presipitasi

Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal. Stresor pencetus

dapat dikelompokkan dalam dua kategori (Hanum, 2019) :

a) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang akan terjadi

atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

b) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi

sosial yang terintegrasi pada individu.

5) Manifestas Klinis

Keluhan (keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas), antara

lain sebagai berikut (Le Mone, 2015):

1) Cemas, khawatir, firasat, buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.

2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

3) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang .

4) Gangguan pola tidur, mimpi (mimpi yang menegangkan).

5) Gangguan konsentrasi dan daya ingat.

6) Keluhan (keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran

berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak napas, gangguan pencernaan, gangguan

perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.


6) Penatalaksanaan

Menurut Hawari (2018) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahaan dan terapi

memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik

(somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti

pada uraian berikut :

1) Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :

a) Makan makan yang bergizi dan seimbang.

b) Tidur yang cukup.

c) Cukup olahraga.

d) Tidak merokok.

e) Tidak meminum minuman keras.

2) Terapi psikofarmak

Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-

obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal

penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka

yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam,

clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.

3) Terapi somatic

Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat

dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik

(fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang

bersangkutan.
4) Psikoterapi

Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :

a) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar

pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta

percaya diri.

b) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai

bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.

c) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-

konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.

d) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan

untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.

e) Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika

kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi

stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.

f) Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor

keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan

sebagai faktor pendukung.

5) Terapi psikoreligius

Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan

dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan

stressor psikososial.
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian pada pasien diabetes mellitus dengan ulkus diabetic menurut Wijaya & Putri

(2019, hlm.218-219) yaitu:

1) Identitas pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status

perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa

medis.

2) Keluhan utama

Adanya rasa cemas dikarenakan penyakit diabetes mellitus karena takut tidak dapat

disembuhkan dan adanya luka sampai dengan perasaan cemas jika di amputasi

3) Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah

dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

4) Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya dengan

defisiensi insulin misalnya penyakit pancreas. Adanya riwayat penyakit jantung,

obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-

obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

5) Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga

menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya

defisiensi insulin missal hipertensi, jantung.


6) Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita

sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit

penderita.

7) Pemeriksaan fisik

a) Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan

dan tanda-tanda vital.

b) Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga

kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa

tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan

berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.

c) Sistem integumen

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,

kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada

kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

d) Sistem pernafasan

Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah

terjadi infeksi.

e) Sistem kardiovaskuler

Perfusi jaringan menurun, nadi periifer lemah atau berkurang, takikardi /

bradikardi, hipertensi atau hipotensi, aritmia, kardiomegali.


f) Sistem gastrointestinal

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi,

perubahan berat badan, peningkatann lingkar abdomen, obesitas.

g) Sistem urinari

Poliuri retensi urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.

h) Sistem muskuloskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah,

lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstremitas.

i) Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek

lambat, kacau mental, disorientasi.

8) Pengkajian pola gordon

a) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan

Pasien dengan ulkus diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup

sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak dari ulkus diabetik

sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan

kecenderungan untuk tidak mematuhi pengobatan dan perawatan yang lama

untuk itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.

b) Pola nutrisi metabolik

Pasien diabetes mellitus akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya

defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertehankan sehingga

menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat

badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan


terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status

kesehatan penderita.

c) Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang

menyebabkan pasien sering kencing (poliuria) dan pengeluaran glukosa pada

urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi telatif tidak ada gangguan.

d) Pola aktivitas dan latihan

Adanya ulkus diabetik dan kelemahan otot-otot pada tungkai bawah

menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara

maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.

e) Pola istirahat tidur

Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai

akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan

waktu tidur penderita mengalami perubahan.

f) Pola persepsi kognitif

Pasien dengan ulkus diabetik, ganggren cenderung mengalami neuropati atau

mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri, kesemutan pada

ekstremitas, penglihatan kabur atau gangguan penglihatan.

g) Pola persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita

mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sulit sembuh, lamanya

perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien

mengalami kecemasan dan gangguan peran dan keluarga.


h) Pola peran dan hubungan

Ulkus diabetik yang sulit sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan

menarik diri dari pergaulan, apakah terdapat gangguan atau peran yang belum

dapat diselesaikan pada pasien sebelum dan selama sakit.

i) Pola seksual dan reproduksi

G dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga

menyebabkan gangguan potensi seks, gangguan kualitas maupun ereksi, serta

memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.

j) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress

Lama waktu perawatan, perjalanan penyakit kronik, perasaan tidak berdaya

karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis, bagaimana cara pasien

mengatasi masalah yang dialami. Adakah faktor pendukung bagi pasien untuk

membuat mekanisme kopingnya.

2.3.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul yaitu :

1) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (D.0080)

Definisi menurut (SDKI, 2019 ) Ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman

subyektif terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang

memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.

Gejala tanda mayor : Merasa bingung, tampak gelisah, tampak tegang, merasa

khawatir dengan akibat dari kondisinya, sulit berkonsentrasi


Gejala tanda minor : Mengeluh pusing, anoreksia, diaphoresis, suara bergetar, sering

berkemih, kontak mata buruk

2.3.3 Intervensi keperawatan

Diagnosa Luaran Intervensi Rasional


Keperawatan Keeperawatan
Ansietas Setelah dilakukan Intervensi utama : a) Untuk
berhubungan tindakan reduksi ansietas mengetahui
dengan krisis keperawatan (I.09314) tingkat
situasional diharapkan tingkat Observasi ansietas
(D.0080) ansietas menurun, a. identifikasi saat klien dan
dengan tingkat ansietas mengetahui
Luaran utama : berubah tindakan
tingkat ansietas b. monitor tanda-tanda selanjutnya
(L.09093) ansietas sesuai
Ekspektasi : Terapeutik dengan
menurun a. ciptakan suasana tingkat
kriteria hasil : terapeutik untuk ansietas
a. perilaku gelisah, menumbuhkan klien.
sedang (3) kepercayaan b) Tanda tanda
menurun (5) b. pahami situasi yng ansietas
b. verbalisasi menyebabkan biasanya
khawatir aibt ansietas sering
kondisi, sedang c. diskusikan muncul
(3) menurun (5) perencanaan realistis sesuai
- tentang peristiwa tingkat
yang akan datang ansietas
Edukasi klien
a. informasikan secara c) Untuk
aktual mengenai menyusun
diagnosis rencana
pengobatan dan intervensi
prognosis yang
b. latih kegiatan realistis
pengalihan untuk terhadap
megurangi tingkat
ketegangan ansietas
c. latih teknik relaksasi klien
Kolaborasi d) Untuk
- kolaborasi memberikan
pengobatan ansietas, informasi
jika perlu yang sesuai
dengan
kondisi
pasien saat
ini
e) Pengalihan
kegiatan
sangat
berfungsi
untuk
mengurangi
ketegangan
akibat
ansietas
klien

2.3.4 Implementasi Keperawatan

a. Mengkakaji masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien yang

mengalami ansietas.

b. Menjelaskan pengertian, penyebab, tanda dan gejala, dan proses terjadinya

ansietas serta mengambil keputusan merawat klien.

c. Melatih keluarga cara merawat dan membimbing klien mengatasi ansietas sesuai

dengan arahan keperawatan yang telah diberikan kepada klien.

d. Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung

perawatan keluarga.

e. Mendiskusikan tanda dan gejala ansietas yang memerlukan rujukan segera

menganjurkan tindak lanjut ke fasilitaor pelayanan kesehatan secara teratur.

2.3.5 Evaluasi

1. Keberhasilan pemberian asuhan keperawatan ditandai dengan peningkatan

ansietas, seperti pasien mampu mengurangi penyebab kecemasan,


mempertahankan konsentrasi, pasien tidak lagi gelisah, pasien tidak lagi

ketakutan, tidak insomnia, pasien bisa melaporkan pengurangan cemas.

2. Evaluasi kemampuan keluarga

Ansietas berhasil apa bila keluarga dapat mengetahui masalah yang dirasakan

dalam merawat klien yang mengalami ansietas (pengertian, penyebab, tanda dan

gejala, dan proses terjadinya ansietas), keluarga mengetahui cara merawat dan

membimbing klien mengatasi ansietas, keluarga bisa memciptakan suasana

keluarga dan lingkungan yang mendukung perawatan keluarga, follow up ke

puskesmas mengenai tanda kambuh dan rujukan ansietas (Djanuar, 2017).


DAFTAR PUSTAKA

Ahern, R.N. & Wilkinson, J.M. (2016). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 9. Jakarta:
EGC.
Asmadi, Haryanti. (2018). Kumpulan Diagnosa Keperawatn Medikal Bedah. Jakarta:
NuhaMedika
Digiulio, M., Jackson, D., & Keogh, J. (2018). Keperawatan medikal bedah. Yogyakarta :
Rapha Publsihing
Ester Chang. (2019). Patofisiologi Aplikasi Pada Praktek Keperawatan. Jakarta: EGC
Ernawati. (2018). Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Mellitus Mellitus Terpadu
Hanum. (2019). Patofisiologi DM. Jakarta: EGC
Hasdianah. (2018). Mengenal diabetes mellitus pada orang dewasa dan anak-anak dengan
solusi herbal. Yogyakarta : Nuha Medika
Hawari, D. (2018). Manajemen stres, cemas, dan depresi (edisi2, cetakan ke 2). Jakarta:
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia
Hisam. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Hidayat,A.A & Uliyah,M. (2006). Buku ajar kebutuhan dasar manusia. Surabaya: Health
Books Publishing.
Indrawati, et al. (2016). Keperawatan Medical Bedah Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Selemba Medika
LeMone, P. B. (2015). Buku Ajarkeperawatan Medikal Bedah.
Mahmuda, Iin. (2019). Pencegahan Dan Tatalaksana Dekubitus Pada Geriatri. Biomedika,11(1),
pp. 11-17
Rohma,. (2019). Proses keperawatan teori & aplikasi. Jakarta: Ar-Ruzz Media.
Sutejo. (2019). Keperawatan Jiwa konsep dan praktik asuhan keperawatan kesehatan jiwa dan
psikososial. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol.2.Jakarta:
EGC
Stuart & Sudden (2018). Diagnostik Topik Neurologis, Anatomi, Fisiologi, Tanda Gejala.
Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnose Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Indicator Diagnostik Edisi 1 Cetakan III. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Tindakan Diagnostik Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Ppni
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia
Yasmara, D. N. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah: Diagnosis nanda-1
2015-2017 Intervensi hasil NIC Hasil NOC. Afiyanti, Y., & Iman. (2014). Metedologi
Penelitian Kualitatif dalam Riset Keperawatan. Jakarta: Rajawali Pers
Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, (2019), Asuhan Keperawatan Klien Stroke Non Hemoragik
Dengan Hambatan Mobilitas Fisik Di Rs Pku Muhammadiyah Gombong, Stikes
Muhammadiyah Gombong Program Studi DIII Keperawatan Tahun Akademik
WHO, (2018). WHO. WHO STEPS Prevalensi Diabetes mellitus

Anda mungkin juga menyukai