Dosen Pengampu:
Ns. Dendy Kharisna, M.Kep.
Disusun:
Fadlun Apsari Putri (20301082)
Muhammad Rifqy (20301091)
Nadia Okviani (20301092)
Nadila Atika Putri (20301093)
Puji dan syukur kehadirat Allah Swt, karena berkat rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang ‘‘Tuberkulosis Paru’’ yang referensinya berasal
dari buku. Tujuannya adalah guna mengetahui penjelasan tentang penyakit Tuberkulosis
Paru dalam dunia keperawatan. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
mendukung dalam pembuatan makalah ini, namun tentu saja makalah ini masih kurang
sempurna. Untuk itu kami sangat mengharapkan saran-saran positif supaya makalah ini
menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan
penulis khususnya. Sekian dan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................
1. L
atar belakang
1. T
ujuan
1. D
efinisi
2.2 Etiologi.........................................................................................................
2.5 Komplikasi...................................................................................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang
prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organitation
(WHO, 2012) sepertiga populasi dunia yaitu sekitar dua milyar penduduk terinfeksi
Mycobacterium Tuberculosis. Lebih dari 8 juta populasi terkena TB aktif setiap
tahunnya dan sekitar 2 juta meninggal. Lebih dari 90% kasus TB dan kematian berasal
dari negara berkembang salah satunya Indonesia (Depkes RI, 2012)
Menurut World Health Organization sejak tahun 2010 hingga Maret 2011, di
Indonesia tercatat 430.000 penderita TB paru dengan korban meninggal sejumlah
61.000. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan kejadian tahun 2009 yang mencapai
528.063 penderita TB paru dengan 91.369 orang meninggal (WHO Tuberculosis Profile,
2012). Di Indonesia, tuberculosis merupakan masalah utama kesehatan masyarakat
dengan jumlah menempati urutan ke-3 terbanyak di dunia setelah Cina dan India,
dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah pasien tuberculosis di dunia. Diperkirakan
terdapat 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang setiap tahunnya. Jumlah
kejadian TB paru di Indonesia yang ditandai dengan adanya Basil Tahan Asam (BTA)
positif pada pasien adalah 110 per 100.000 2 penduduk (Riskesdas, 2013). Di Jawa
Tengah angka penemuan penderita TB paru dengan BTA positif tahun 2005 sebanyak
14.227 penderita, dengan rata-rata kasus atau case detection rate (CDR) sebesar 40,09%
meningkat menjadi 17.318 penderita dengan CDR 49,82% tahun 2006. Berdasarkan data
terbaru di provinsi Jawa Tengah sebesar 107/100.000 penduduk yang terdeteksi atau
case detection rate (CDR) per kabupaten capainnya dibawah rata-rata sebanyak 18
Kabupaten dengan angka terendah berada di Kabupaten Boyolali (Riskesdas, 2013).
Pengobatan TB paru dapat dilaksanakan secara tuntas dengan kerjasama yang baik
antara penderita TB Paru 3 dan tenaga kesehatan atau lembaga kesehatan, sehingga
penyembuhan pasien dapat dilakukan secara maksimal (Aditama, 2006) Penanganan TB
paru oleh tenaga dan lembaga kesehatan dilakukan menggunakan metode Direct
Observe Treatment Shortcourse (DOTS) atau observasi langsung untuk penanganan
jangka pendek. DOTS terdiri dari lima hal, yaitu komitmen politik, pemeriksaan dahak
di laboratorium, pengobatan berkesinambungan yang harus disediakan oleh negara,
pengawasan minum obat dan pencatatan laporan (Resmiyati, 2011).
Pasien tuberculosis yang menjalani tahap pengobatan di Puskesmas Jekulo pada
bulan Agustus 2015 sebanyak 39 orang. Selama pengobatan terdapat pasien yang gagal
sebanyak 16,6% yang artinya dari 39 orang penderita TB paru, lima diantara penderita
tersebut, kembali berobat setelah lost to follow up atau berhenti berobat paling sedikit 2
bulan dengan pengobatan kategori 2 (kasus kambuh atau gagal dengan BTA positif)
serta hasil pemeriksaan dahak menunjukkan BTA positif.
Dari survei dengan cara observasi dan wawancara dengan lima orang penderita TB
paru yang gagal di wilayah kerja Puskesmas Jekulo, empat dari lima orang penderita
mengatakan bahwa mereka tidak tahu tentang penyakit TB paru yang dideritanya,
penderita hanya mengatakan bahwa penyakitnya hanya batuk biasa dan biasanya
langsung sembuh sendiri. Selain itu penderita juga mengatakan tidak mengetahui tentang
apa itu TB paru, apa gejalanya, bagaimana penularanya dan bagaimana cara
pengobatannya. Penderita TB paru mengatakan tidak tahu upaya apa yang harus
dilakukan untuk menyembuhkan penyakitnya. Mereka juga tidak tahu jangka waktu
pengobatanya oleh karena itu mereka tidak disiplin dalam minum obat. Hal ini
menunjukkan bahwa pengetahuan tentang kepatuhan pengobatan penyakit TB paru
masih sangat kurang. Hasil observasi menunjukan bahwa masalah utama para penderita
adalah kurangnya perilaku hidup bersih antara lain rumah yang lembab, kurangnya
pencahayaan pada siang hari dan lingkungan rumah yang kotor.
A. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini dapat
merupakan organisme patogen maupun saprofit (Silvia A Price, 2005).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis (Smeltzer & Bare,
2001). Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri yang tahan asam (Suriadi, 2001).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Tuberculosis Paru adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis suatu basil
yang tahan asam yang menyerang parenkim paru atau bagian lain dari tubuh
manusia. Klasifikasi Tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan
kelainan klinis, radiologist dan mikrobiologis :
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberculosis
3. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
a. TB paru tersangka yang diobati ( sputum BTA negatif, tapi tanda – tanda lain
positif) TB paru tersangka yang tidak dapat diobati ( sputum BTA negatif dan
tanda – tanda lain meragukan )
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernafasan utama, paru-paru mengisi rongga
dada, terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung
beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam
mediastinum.
Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian.
Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-
paru terletak diantara kedua lapisan pleura. Bagian terluar paru-paru dilindungi oleh
membran halus dan licin yang disebut pleura yang juga meluas untuk membungkus
dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma, sedangkan pleura
viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut
spasium pleura yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan
permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.
Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus atas dan
bawah. Sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap
lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh fisurel yang
merupakan perluasan pleura. Dalam setiap lobus paru terdapat beberapa divisi-
divisi bronkus. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan pada paru
kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (sepuluh pada paru kanan
dan delapan pada paru kiri). Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi
bronkus sub segmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki
arteri, limfotik dan syaraf. Bronkus subsegmental membantu percabangan menjadi
bronkiolus. Bronkiolus membantu kelenjar submukosa yang memproduksi lendir
yang membentuk selimut tidak terputus untuk laposan bagian dalam jalan nafas.
Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh silia
dan berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru-paru
menuju laring. Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus
terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis
kemudian menjadi saluran transisional antara kalan udara konduksi dan jalan udara
pertukaran gas. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus
alveolus dan jakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan
karbondioksida terjadi di dalam alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli.
Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar, yaitu tipe I adalah sel membentuk dinding
alveolar. Sel-sel alveolar tipe II adalah sel-sel yang aktif secara metabolik,
mensekresi sufraktan, suatu fostolipid yang melapisi permukaan dalam dan
mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang
merupakan sel-sel fagosit besar yang memakan benda asing, seperti lendir dan
bakteri, bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting (Smeltzer & Bare,
2002).
2.2.Etiologi
Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh
micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan
ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru
merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal
lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu
melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes
RI, 2002).
1.1.Manifestasi klinik
Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam
(2006) dapat bermacam-macam antara lain :
1. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis
yang masuk.
2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk darah
haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat. Kebanyakan batuk
darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura,
sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang ditemukan.
5. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri
otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul
secara tidak teratur.
1.2.Komplikasi
Menurut Suriadi (2006) kompliki dari TB Paru antara lain :
1. Meningitisas
2. Spondilitis
3. Pleuritis
4. Bronkopneumoni
5. Atelektasi
1.4.Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian tergantung pada tahap penyakit dan derajat yang terkena
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelelahan umum dan kelemahan, mimpi buruk, nafas pendek
karena kerja, kesulitan tidur pada malam hari, menggigil atau
berkeringat.
Tanda : takikardia. takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri
dan sesak (tahap lanjut).
2. Integritas EGO Gejala : adanya faktor stress lama, masalah keuangan
rumah, perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan. Populasi
budaya/etnik, missal orang Amerika asli atau imigran dari Asia
Tenggara/benua lain. Tanda : menyangkal (khususnya selama tahap
dini) ansietas ketakutan, mudah terangsang.
3. Makanan/cairan Gejala : kehilangan nafsu makan. tidak dapat mencerna
penurunan berat badan. Tanda : turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik,
kehilangan otot/hilang lemak subkutan.
4. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
5. Pernafasan
Gejala : batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat
tuberculosis terpajan pada individu terinfeksi.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru pleura) pengembangan pernafasan tidak simetri (effuse
pleura) perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau
penebalan pleural bunyi nafas menurun/tidak ada secara bilateral atau
unilateral efusi pleural/pneumotorak) bunyi nafas tubuler dan bisikan
pectoral di atas lesi luas, krekels tercabut di atas aspek paru selama
inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekes posttussic) karakteristik
sputum: hijau, puluren, muloid kuning atau bercak darah deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
6. Keamanan
Gejala : adanya kondisi penekanan imun. contoh: AIDS, kanker. Tes 111V
positif. Tanda : demam rendah atau sedikit panas akut.
7. Interaksi sosial Gejala : perasaan isolasi/penolakan karena penyakit
menular, perubahan bisa dalam tanggungjawab/perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran.
8. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada pasien tuberculosis
paru yaitu:
a. Kultur sputum: positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap
akhir penyakit.
b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
c. Tes kulit (mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area indurasi 10
mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara
berarti menunjukkan penyakit aktif.
d. Elisa/Wostern Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
e. Foto thorak: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas
simpangan kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan.
f. Histologi atau kultur jaringan paru: positif untuk mycobacterium
tuberculosis,
g. Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granulana Tb, adanya sel
raksasa menunjukkan nekrosis,
h. Nektrolit: dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi.
i. GDA: dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
j. Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang
mati, peningkatan rasio udara dan kapasitas paru total dan penurunan
saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan
jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan upaya batuk buruk
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuk
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
efek paru. Kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kevtal dan tebal
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksia.
6. Gangguan pada istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat
oksigenasi untuk aktivitas
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan tindakan dan pencegahan
berhubungan dengan jalan interpretasi inibrasi, keterbatasan kognitif
9. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran berhubungan dengan pertahan
primer adekuat, kerusakan jaringan penakanan proses inflamasi, malnutrisi.
C. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan upaya batuk buruk
a. Tujuan : bersihan jalan nafas efektif
b. KH : pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan sekret
tanpa bantuan
c. Intervensi
1) Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kelemahan
dan penggunaan otot bantu. Rasional : Peningkatan bunyi nafas dapat
menunjukkan atelektasis, ronchi, mengi menunjukkan akumulasi
sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat
menimbulkan penggunaan otot akseseri pernafasan dan peningkatan kerja
pernafasan.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat karakter,
jumlah sputum, adanya hemoptisis Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret
sangat tebal sputum berdarah kental/darah cerah (misal efek infeksi, atau tidak
kuatnya hidrasi).
3) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan
upaya pernafasan.
c. Intervensi
1) Kaji kualitas dan kedalaman pernafasan penggunaan otot aksesoris, catat
setiap perubahan
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadi peningkatan kerja
nafas, kedalaman pernafasan dan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
2) Kaji kualitas sputum, warna, bau dan konsistensi
Rasional : Adanya sputum yang tebal, kental, berdarah dan purulen diduga
terjadi sebagai masalah sekunder.
3) Baringkan klien untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler)
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal upaya batuk
untuk memobilisasi dan membuang sekret.
A. Analisa Kasus
Data fokus Etiologi Masalah Keperawatan
Ds: ps mengatakan sesak Hambatan upaya nafas Gangguan pola nafas
nafas
Do:
- Penggunaan otot
bantu nafas
- Pengembangan dada
tidak asimetris
- Perkusi dada
terdapat dullnes
- Frekuensi nafas 32x
Ds: ps mengatakan batuk Terdapat secret Bersihan jalan nafas tidak
berdahak berwarna kuning, efektif
kadang kemerahaan
Do:
- Batuk berwarna
kuning pekat,
disertai bercak
merah
- Suara nafas
terdengar ronchi
Ds: ps mengatakan susah Gangguan tidur Gangguan pola tidur
tidur karena batuk makin
kuat pada malam hari
Do:
- Ps tampak lemas
- Ps tampak
kesusahan tidur
Ds: Anoreksia Gangguan pemenuhan
- ps tidak nafsu nutrisi
makan
- Ps merasa baju yg
dikenakan terasa
longgar
Do:
- Ps tampak tidak
nafsu makan
- Ps tampak
mengalami
penurunan berat
badan
Ds: ps mengatakan demam Proses penyakit Hipertermi
yg hilang timbul
Do:
- S: 37,5
- Ps tampak demam
pada saat malam
hari
B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pola nafas b.d hambatan upaya nafas
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan secret
3. Gangguan pola tidur b.d gangguan tidur
4. Gangguan pemenuhan nutrisi b.d anoreksia
5. Hipertermi b.d proses penyakit
C. Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan
Gangguan pola nafas Tujuan: PEMANTAUAN RESPIRASI
b.d hambatan upaya Setelah dilakukan (I.01014)
nafas tindakan keperawatan
selama 3x24 jam Observasi
diharapkan inspirasi dan - Monitor frekuensi, irama,
ekspirasi membaik kedalaman, dan upaya napas
Kriteria Hasil: - Monitor pola napas (seperti
- Tidak bradipnea, takipnea,
terdapatnya hiperventilasi, Kussmaul ,
dispnea Cheyne-Stokes, Biot, ataksik
- Tidak - Monitor kemampuan batuk
terdapatnya efektif
penggunaan otot - Pantau adanya produksi
nafas sputum
- Frekuensi nafas - Monitor adanya sumbatan
membaik jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
- Auskultasi bunyi napas
- Pantau saturasi oksigen
- Pantau nilai AGD
- Pantau hasil x-ray toraks
Terapeutik
- Atur interval waktu
Pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
Pemantauan
Pendidikan
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil
Pemantauan, jika perlu
Bersihan jalan nafas Tujuan: Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)
tidak efektif b.d Setelah dilakukan
penumpukan secret tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam - Monitor pola napas
diharapkan oksigenasi (frekuensi, kedalaman, usaha
membaik, batuk napas)
berkurang - Monitor bunyi napas
Kriteria hasil: tambahan (mis. Gurgling,
- Batuk efektif mengi, weezing, ronkhi
berkurang kering)
- Produksi sputum - Monitor sputum (jumlah,
berkurang warna, aroma)
- Tidak Terapeutik
terdapatnya - Pertahankan kepatenan jalan
sianosis napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma cervical)
- Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
- Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum
- Penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
Gangguan pola tidur Tujuan Dukungan tidur
b.d Gangguan tidur Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan - Identifikasi pola aktivitas dan
selama 3x24 jam tidur
diharapkan pola tidur - Identifikasi faktor penganggu
membaik tidur
Kriteria hasil: - Identifikasi penggunaan obat
- Pola tidur tidur
membaik Terapeutik
- Tidak ada - Modifikasi lingkungan
gangguan pola - Batasi waktu tidur siang jika
tidur
perlu
- Jam tidur
- Fasilitasi menghilangkan
membaik
stress sebelum tidur
- Sesuaikan jadwal pengunaan
obat
Edukasi
- Jelaskan pentingnya tidur
selama sakit
- Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
Gangguan Tujuan: 1. MANAJEMEN
pemenuhan nutrisi b.d Setelah dilakukan NUTRISI (I. 03119)
anoreksia tindakan keperawatan 1. Observasi
selama 3x24 jam o Identifikasi
diharapkan manajemen status nutrisi
o Identifikasi
nutrisi membaik alergi dan
Kriteria hasil: intoleransi
makanan
- Porsi makan o Identifikasi
membaik makanan
yang disukai
- Berat badan naik
o Identifikasi
- Nafsu makan kebutuhan
membaik kalori dan
jenis nutrient
o Identifikasi
perlunya
penggunaan
selang
nasogastrik
o Monitor
asupan
makanan
o Monitor berat
badan
o Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
2. Terapeutik
o Lakukan oral
hygiene
sebelum
makan, jika
perlu
o Fasilitasi
menentukan
pedoman diet
(mis.
Piramida
makanan)
o Sajikan
makanan
secara
menarik dan
suhu yang
sesuai
o Berikan
makan tinggi
serat untuk
mencegah
konstipasi
o Berikan
makanan
tinggi kalori
dan tinggi
protein
o Berikan
suplemen
makanan, jika
perlu
o Hentikan
pemberian
makan
melalui
selang
nasigastrik
jika asupan
oral dapat
ditoleransi
3. Edukasi
o Anjurkan
posisi duduk,
jika mampu
o Ajarkan diet
yang
diprogramkan
4. Kolaborasi
o Kolaborasi
pemberian
medikasi
sebelum
makan (mis.
Pereda nyeri,
antiemetik),
jika perlu
o Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan,
jika perlu
Edukasi
Kolaborasi
1. Jurnal 1
Judul jurnal: potensi penularan tuberculosis paru pada Anggota keluarga penderita
Hasil penelitian: Seluruh responden terduga TBC paru memiliki intensitas kontak
dengan penderita TBC paru BTA positif setiap harinya lebih dari 8 jam. Sebanyak 3
orang terduga TBC paru memiliki intensitas kontak 12 jam/hari, sedangkan 2 orang lagi
memiliki intensitas kontak masing-masing 11 jam/hari dan 10 jam/hari. Hal ini karena
terduga TBC paru melakukan kegiatan sehari-hari secara bersama-sama dengan
penderita TBC paru. Diantaranya ada terduga TBC paru yang masih berusia 2 tahun
yang selalu tidur sekamar dengan penderita TBC paru. Ditemukan juga terduga TBC
paru yang berusia dewasa akhir masih masak bersama penderita (ibunya) karena
memiliki usaha catering. Terduga TBC paru yang menginjak usia lansia akhir masih
tidur, makan dan berinteraksi bersama suaminya sebagai penderita TBC paru BTA
positif. Semakin sering kontak dengan penderita TBC paru BTA positif semakin besar
peluang terpapar M. tuberkulosis karena kuman TBC mudah menyebar melalui udara
pada orang yang berada di sekitar penderita terutama pada anak-anak [16] dan kontak
penderita BTA positif kemungkinan lebih efektif daripada kontak penderita BTA
negatif [17]. Ada hubungan intensitas kontak dengan keberadaan tersangka
tuberkulosis paru
2. Jurnal 2
Judul jurnal: faktor faktor yang berhubungan dengan tuberkolosis paru relaps pada
pasien di rumah sakit khusus paru provinsi sumatera selatan pada tahun 2015-2016.
3. Jurnal 3:
Judul jurnal: faktor faktor yang berhubungan dengan penyakit Tuberkulosis paru di
wilayah kerja puskesmas Serang kota pada tahun 2019
Metode penelitian: Studi observasional dengan jenis desain case control dilaksanakan
di wilayah kerja Puskesmas Serang Kota pada bulan April-Mei tahun 2019.
23Kelompok kasus adalah penderita yang terdiagnosis disertai hasil uji laboratorium
BTA+ dan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Serang kota pada bulan
Oktober tahun 2018 sampai dengan Maret tahun 2019 yakni berjumlah 37 kasus.
Jumlah kontrol diambil sama dengan jumlah kasus. Pengambilan sampel untuk
kelompok kasus dan kontrol diambil secara acak dengan memenuhi kriteria inklusi.
Variabel penelitian ini adalah kepadatan hunian, jenis lantai, suhu, riwayat kontak dan
kebiasaan merokok. Pengumpulan data primer diperoleh dari survei, observasi dan
pengukuran terhadap rumah responden dan data sekunder dari penulusuran buku-buku,
karya ilmiah, penelitian terdahulu, laporan dari Dinas Kesehatan Kota Serang dan
Puskesmas Serang Kota tahun 2018-2019. Alat penelitian yang digunakan adalah
kuesioner, meteran untuk mengukur kepadatan hunian, lembar observasi dan
thermometer untuk mengukur jenis lantai dan suhu. Analisis data meliputi analisis
univariat dan bivariat. Analisis univariat yaitu secara deskriptif dengan menggunakan
tabel distribusi frekuensi. Analisis bivariat yaitu secara analitik untuk mengetahui
hubungan antara dua variabel dengan uji chi square.
Hasil penelitian: Proporsi kepadatan hunian kamar tidak memenuhi syarat kesehatan
lebih tinggi pada kelompok kasus dibandingkan kelompok control. Begitu pula pada
jenis lantai rumah, suhu, dan riwayat kontak serumah. Namun berbeda pada kebiasaan
merokok proporsinya lebih tinggi pada kelompok control dibandingkan kasus. Terdapat
hubungan antara kepadatan hunian dan riwayat kontak serumah dengan kejadian
penyakit tuberkulosis paru di Wilayah Kerja Puskemas Serang Kota tahun 2019.
Sedangkan jenis lantai, suhu, dan kebiasaan merokok tidak ada hubungan yang
signifikan dengan kejadian penyakit tuberkulosis paru di Wilayah Kerja Puskemas
Serang Kota tahun 2019