PENDAHULUAN
Bell’s palsy merupakan kelemahan wajah dengan tipe lower motor neuron yang
disebabkan oleh keterlibatan saraf fasialis idiopatik di luar sistem saraf pusat, tanpa
adanya penyakit neurologik lainnya. Sindrom ini pertama kali dideskripsikan pada
tahun 1821 oleh seorang anatomis dan dokter bedah bernama Sir Charles Bell (Lowis,
Seokori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997
per 100.000 orang. Enam puluh tiga persen mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s
Palsyrata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi.Data yang dikumpulkan dari empat
rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s Palsy sebesar 19.55% dari seluruh
kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21-50 tahun, peluang untuk terjadinya pada
Bell’s Palsy pada laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun yang lebih sering terjadi pada umur
20-50 tahun (Harsono, 1996).Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih
rentan terkena Bell’s Palsydari pada laki-laki dengan kelompok umur yang sama.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun yang lebih sering terjadi pada umur
20-50 tahun (Harsono, 1996).Bell’s Palsy Indonesia, sulit ditentukan. Tidak ditemukan
perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita
ditemukan adanya riwayat terkena udara dingin atau angin berlebihan. Biasanya
mengenai salah satu sisi saja (unilateral), jarang bilateral dan dapat berulang (Silva,
2010).
Dengan modalitas yang akan digunakan oleh penulis untuk mengatasi kasus
pada kondisi Bell’s Palsy berupa Infrared (IR), Electrical Stimulation, Massage, Mirror
exercise
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut asal katanya yaitu “Bell” diambil dari nama belakang Sir Charles
Bell ( 1833 ) yang telah membuktikan bahwa otot wajah disarafi oleh nervus
facialis perifer akibat proses non –supratif, non neo –plastic, non degeneratif
primer namun sangat mungkin akibat oedema jinak pada bagian nervus facialis di
mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (Sidharta, 19)
Bell’s palsy adalah kelainan dan ganguan neurologi pada nervus cranialis
Paralyse Bell ini hampir selalu terjadi unilateral, namun demikian dalam jarak
satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat
akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau
sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat sembuh
1. Serabut somato motorik, yang mensyarafi otot –otot wajah kecuali m.levator
2. Sistem somatosensori adalah sistem kompleks neuron sensorik dan jalur yang
saraf aferen ) neuron sensorik terhubung dengan, atau merespons, berbagai sel
reseptor.
superior.Serabut saraf ini mengurus glandula dan mucosa faring, palatum, rongga
4. Serabut visero –sensorik yang rasa nyeri dari sebagian daerah kulit dan mukosa
yang disarafi oleh nervus irigeminus. Daerah overlapping ( disarafi oleh lebih dari
satu saraf ) initerdapat di lidah, palatum, meatus, akustikus eksterna dan bagian
a. Otot-otot wajah
Gambar 1.1
Otot –otot wajah tertanam pada facia superficialis, dan hampir semua berorigo
orbita, cavum nasi, dan cavum oris, dilindungi oleh palpebrae, nares, dan labia
3struktur tersebut. Fungsi lain otot wajah adalah untuk mengubah ekspresi wajah.
Otot wajah berkembang dari arcus pharyngeus kedua dan disarafi nervus facialis (
Richard, 1997 ).Otot –otot wajah bagian atas wajah mendapat persarafan dari dua
sentral dan perifer. Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat
persarafan dari dua sisi tidak lumpuh, yang lumpuh ialah bagian bawah dari
wajah. Pada cabang saraf yang mengatur pengecapan dan sekresi ludah yang
upper motor neuron dari nervus facialis ( lesi traktus piramidalis atau korteks
sedangkan bagian atasnya tidak. Lesi supranuklir ( upper motor neuron ) nervus
facialis sering merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada
stroke. Pada lesi lower motor neuron,semua gerakan otot wajah, baik yang
a. Nervus Facialis
Secara anatomis, bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar
sebagai saraf terpisah, namun pada umumnya saraf intermedius ini di anggap
2/3 bagian depan lidah di hantar melalui saraf lingual ke korda timpani dan
berakhir pada desendens dan inti akar desendens dari saraf trigeminus (nV).
pons bagian bawah. Pada tegmentum pons, akson pertama motorik berjalan dari
kelenjar parotis.
3. Etiologi
yaitu iskemik vaskular, virus, bakteri, herediter, dan imunologi. Teori virus lebih
Teori ini sangat popular, dan banyak yang menerimanya sebagai penyebab dari
bell’s palsy. Menurut teori ini terjadi gangguan regulasi sirkulasi darah ke N. VII.
kemudian diikuti oleh dilatasi kapiler dan permeabilitas kapiler yang meningkat,
dengan akibat terjadi transudasi. Cairan transudat yang keluar akan menekan
cairan lagi dan akan lebih menekan kapiler dan vena dalam kanalis fasialis
sehingga terjadi iskemik. Dengan demikian akan terjadi keadaan circulus vitiosus.
Pada kasus-kasus berat, hal ini dapat menyebabkan saraf mengalami nekrosis dan
Menurut teori ini bell’s palsy disebabkan oleh virus, dengan bukti secara tidak
langsung adanya riwayat penyakit virus yang terjadi sebelum bell’s palsy. Juga
perifer lainnya. Walaupun etiologi dari Bell’s palsy tidak diketahui, penyakit ini
Adalah mungkin bahwa beberapa kasus bell’s palsy disebabkan oleh infeksi
proses reaktivasi dari virus herpes. Sesudah suatu infeksi akut primer, virus herpes
simpleks tipe I dalam jangka waktu cukup lama dapat berdiam di dalam ganglion
sensoris. Reaktivasi ini dpat terjadi juka daya tahan tubuh menurun, sehingga
lokasi nyeri dapat terjadi di sepanjang kanalis fasialis. Sebaliknya sebagian ahli
berpendapat bahwa lokasi primer dari edema N. VII pada bell’s palsy adalah
cairan endoneural sekeliling saraf ketujuh pada 11 sampel dari 14 kasus Bell’s
palsy yang dilakukan dekompresi pembedahan pada kasus yang berat. Murakami
et al. menginokulasi HSV dalam telinga dan lidah tikus yang menyebabkan
paralisis pada wajah tikus tersebut. Antigen virus tersebut kemudian ditemukan
pada saraf fasialis dan ganglion genikulatum. Dengan adanya temuan ini, istilah
membuktikan peranan infeksi virus sebagai seriologi bell’s palsy adalah negative,
3. Teori herediter
Willbrand, 1974, mendapatkan 6% penderita bell’s palsy yang kausanya
herediter yaitu autosomal dominan. Ini mungkin karena kanalis falopii yang
4. Teori imunologi
Dikatakan bahwa BP terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang
timbul sebelumnya atau setelah pemberian imunisasi. Berdasarkan teori ini maka
mengurangi inflamasi dan edema di dalam kanalis fasialis falopii dan juga sebagai
immunosupressor .
4. Patofisiologi
Lesi dipons yang terletak di daerah sekitar inti nervusabdusens dan fasikulus
kelumpuhan muskulus rektus lateralis ataugerakan melirik ke arah lesi. Selain itu,
reaktivasi virus herpes(HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerangsaraf
kranialis. Terutama virus herpes zoster karenavirus ini menyebar ke saraf melalui
Proses akhir yang dianggap bertanggung jawab atas gejala klinik bell’s palsy
sebagai suatu sindroma kompresi saraf fasialis atau sebagai suatu “entrapment
syndrome”.
Hingga kini belum ada persesuaian pendapat tentang pathogenesis Bell’s palsy,
1. Tipe 1:
Pada tipe ini mengalami paresis ringan dan sebagian besar mengalami
yang baik, blok konduksi saraf yang reversibel (neuropraksis) adalah akibat dari
kompresi yang mendadak oleh karena edema di sekitar saraf dan disebabkan oleh
adanya spasme pembuluh darah, namun teori ini belum dapat dibuktikan.
Teori lain menjelaskan adanya kerusakan endotel kapiler oleh radang virus yang
Bila cairan ini terkumpul di dalam endoneurium maka konduksi saraf menjadi
terhambat.
2. Tipe 2:
Pada tipe ini ditandai dengan timbulnya sinkenesis dan gejala sisa lain yang
mungkin akibat degenerasi saraf sinkenesis ini terjadi karena impuls dari satu
akson dapat menyebar ke akson yang berdekatan dan berakibat kontraksi otot-otot
lain. George A. Gates menjelaskan akan terjadi penjalaran listrik pada waktu
kerusakan myelin sehingga terjadi konduksi pada dua saraf dan kontraksi dua otot
3. Tipe 3:
Pada tipe ini penyebabnya dimulai dengan degenerasi Wallerian yang terjadi
akibat cedera akson dalam segmen labirint dari nervus fasialis, ini terjadi akibat
kerusakan yang ditimbulkan oleh virus zooster dalam ganglion genikulatum dan
korda timpani, saraf akustik dan vestibuler dan menyebabkan hambatan pengantar
Menurut Adour dkk, yang dikenal dengan konsep teori virusnya, menerangkan
virus akan mempengaruhi saraf pada sel schwan lalu menyebabkan peradangan
dan virus menyebabkan bertumpuknya lapisan protein dari sel saraf, melalui
5. Gambaran Klinis
Manifestasi klinis motorik yang dijumpai pada pasien Bell’s palsy yaitu adanya
kelemahan otot pada satu sisi wajah yang dapat dilihat saat pasien kesulitan
melakukan gerakan volunter seperti (saat gerakan aktif maupun pasif) tidak dapat
mengangkat alis dan menutup mata, sudut mulut tertarik ke sisi wajah yang sehat
gangguan pengecap rasa manis, asam dan asin pada 2/3 lidah bagian anterior,
Tanda dan gejala klinis pada Bell’s Palsy menurut Chasid (1990) dan Djamil
(2000) adalah:
berikut : mulut tertarik ke sisi mulut yang sehat, makanan terkumpul di antara gigi
dan gusi, sensasi dalam pada wajah menghilang, tidak ada lipatan dahi dan apabila
mata pada sisi lesi tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar
terus menerus.
b) Lesi di canalis fasialis dan mengenai nervus korda timpani. Tanda dan
pengecapan lidah 2/3 bagian anterior dan salivasi di sisi lesi berkurang. Hilangnya
stapedius. Tanda dan gejala seperti penjelasan pada kedua poin di atas, ditambah
penjelasan ketiga poin diatas disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang
kerusakan pada ganglion genikulatum, hanya saja disertai dengan timbulnya tuli
f) Lesi di tempat keluarnya nervus facialis dari pons. Tanda dan gejala
sama seperti di atas disertai tanda dan gejala terlibatnya nervus trigeminus, nervus
Manuall muscle testing adalah suatu usaha untuk menentukan atau mengetahui
Untuk pemeriksaan MMT ini dengan sistem manual yaitu dengan cara terapis
memberikan tahanan kepada pasien dan pasien disuruh melawan tahanan dari
terapis dan saatitu terapis menilai sesuai dengan kriteria nilai kekuatan otot
Untuk melakukan test kekuatan otot wajah, mimik wwajah pasien tergambar pada
ekspresi wajahnya dan digambarkan kedalam penulilsan nilai otot wajah. Dalam
melakukan test ini, tentunya ada tigkatan-tingkatan yang digunakan ketika akan
wajah menurut Nancy Berryman Resse dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
yang terjadi
sedikit
Adapun gerakan-gerakan pada otot wajah yang akan ditest untuk menilai kekuatan
b. M.Corrugator Supercili
c. M.Orbicularis Oculi
d. M.Nasalis
e. M.Zygomaticum Major
f. M.Orbicularis Oris
Ugo Fish Scale bertujuan untuk pemeriksaan fungsi motoeik dan megevaluasi
kemajuan motorik otot wajah pada penderita Bells Palsy. Penilaian dilakukan
peda 5 posisi, yaitu saat istirahat, mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum
dan bersiul.
5) bersiul : 10 point
Terapi infra red adalah radiasi dari panjang gelombang yang lebih
microwave , dari 770 nm menjadi sekitar 12500 nm. Infra red sangat bermanfaat
edema. Aplikasi infra red menghasilkan vasodilatasi local dari bagian yang
diradiasi dan karena pasien mendapatkan sirkulasi yang lebih baik yang
tulang dan secara teoritis dapat mencapai saluran wajah saat diterapkan secara
transkutan. Infra red juga aman untuk diterapkan secara transcranial. Aplikasi
sinar infra red dengan tingkat 250 mW/cm2 tidak berbahaya. Ini menghasilkan
panas yang tidak berarti dan tidak ada kerusakan fisik (Ng & Chu, 2014).
b) Massage
sensoris jaringan pada kulit (Prentice, 2012). Pemberian massage diawali dengan
c) Mirror exercise
berfokus pada menggerakkan anggota tubuh yang tidak rusak. Ini adalah bentuk
kedua sisi wajah menggunakan cermin untuk meningkatkan simetris dan umpan
balik (biofeedback).
Jika ada gerakan yang abnormal yang dihasilkan, pasien diminta untuk
bersantai atau tenang dan mencoba lagi dengan sedikit usaha. Latihan yang
PROSES FISIOTERAPI
Nama : Tn.M
Umur : 66 th
Agama : islam
Alamat : maros
Pekerjaan : petani
B. Anamnesis Khusus
bengkak di telinga dan seperti ada air yang keluar, kemudian pasien periksa ke
dokter saraf lalu pasien dirujuk ke dokter THT dan hasil yang keluar semuanya
normal setelah beberapa hari pasien m,erasakan ada perubahan pada wajah dengan
bengkak pada telinga mempengaruhi sarah pada wajah sehingga pasien di rujuk
- pernapasan : 22x/menit
- suhu : 36oC
C. Inspeksi/Observasi
Mengangkatalis mata
Mengerutkandahi/kening
kiri
Menutup mata
Hasil : Pasiensulitmelakukannya
Menyuruh tersenyum
Menggembungkan pipi
Hasil : Pasiensulitmelakukannya
Interpretasi : Kelemahan M. Bucinator kiri
Bersiul
Hasil : Pasiensulitmelakukannya
- suhu : normal
Tes sensorik
TesTajamTumpul
Instrumen : Peniti
Hasil : Pasienmampumembedakan
Instrumen : Kapas
4. Tersenyum : 30 x 30% =9
5. Mencucu : 10 x 30% =3
palsy
a) Impartment
b) Activity limitation
c) Participation restriction
1. INFRA RED
Tujuan : Memperlancar aliran darah, merileksasikan otot, meningkatkan
Prosedur Pelaksanaan :
Pasien tidur terlentang di atas bed lalu tutup mata pasien menggunakan tissu lalu
Dosis : F : 2x perminggu
I : 15-30cm
T : Lominous
T : 10 menit
2. MASSAGE
I : Toleransi pasien
T : Manual Kontak
T : 10 menit
3. PNF WAJAH
I : 30 kali pengulangan
T : Manual Kontak
T : 10 menit
4. Evaluasi Fisioterapi
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.ums.ac.id/36613/4/BAB%20I.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56135/Chapter%20I.pdf?sequen
ce=5&isAllowed=y
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/48697/Chapter%20II.pdf?seque
nce=3&isAllowed=y