Anda di halaman 1dari 9

Bell’s Palsy Dextra pada Pria 45 Tahun

Abstrak

Bell’s palsy, yang turut dikenali sebagai paralisis fasial idiopatik merupakan paralisis
nervus fasialis (N VII) yang bersifat akut, unilateral, perifer dan mempengaruhi lower
motor neuron.Bell’s palsy ini dapat menyebabkan kelemahan atau paralisis satu sisi
wajah, seterusnya mengakibatkan wajah asimetris dan menganggu fungsi normalnya
seperti menutup mata dan makan. Awitan Bell’s palsy biasanya mendadak. Bell’s
palsy ini termasuk dalam salah satu kelainan neurologik nervus kranial tersering di
dunia. Bell’s palsy dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti herpes, mumps dan
HIV serta infeksi bakteri seperti penyakit Lyme atau tuberkulosis karena dapat
menyebabkan inflamasi dan pembengkakan saraf fasialis.

Kata kunci: Bell’s palsy, paralisis nervus fasialis, paralisis satu sisi wajah

Abstract

Bell's palsy, which is recognized as facial idiopathic paralysis is a paralysis of the


facial nerve (N VII) that functions acutely, unilaterally, peripherally and affects lower
motor neurons. Bell's palsy can cause weakness or paralysis of one side of the face,
then make the face comes out asymmetrical and disrupts normal functions such as
closing the eyes and eating. Bell's palsy onset is usually sudden. Bell's palsy is one of
the most common neurological disorders in the world. Bell's palsy can be caused by
viral infections such as herpes, mumps, HIV and bacterial infections such as Lyme or
tuberculosis because it can cause inflammation and swelling of the facial nerve.

Keywords: Bell’s palsy,paralysis of the facial nerve, paralysis of one side of the face

Pendahuluan

Bell’s palsy, yang turut dikenali sebagai paralisis fasial idiopatik (idiopathic
facial paralysis) merupakan paralisis nervus fasialis (N. VII) yang bersifat akut,
unilateral, perifer dan mempengaruhi lower motor neuron. 1 Bell’s palsy ini dapat
menyebabkan kelemahan atau paralisis satu sisi wajah, seterusnya mengakibatkan

1
wajah asimetris dan menganggu fungsi normalnya seperti menutup mata dan makan.
Awitan Bell’s palsy biasanya mendadak. Setelah bangun dari tidur, penderita akan
mendapati salah satu wajahnya asimetris beserta dengan gejala awalnya berupa
kesemutan di sekitar bibir atau mata kering biasanya cepat menjadi berat dalam waktu
48 jam atau kurang.2 Bell’s palsy ini termasuk dalam salah satu kelainan neurologik
nervus kranial tersering di dunia. Kelainan ini sering ditemukan pada orang dewasa,
penderita diabetes melitus, pasien imunokompromais dan perempuan hamil. 1 Bell’s
palsy dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti herpes, mumps dan HIV serta infeksi
bakteri seperti penyakit Lyme atau tuberkulosis karena dapat menyebabkan inflamasi
dan pembengkakan saraf fasialis.2 Dalam makalah ini, akan dibahas dengan lebih
lanjut mengenai Bell’s palsy tentang etiologi, epidemiologi, cara mendiagnosanya dan
tatalaksananya.

Pemeriksaan Fisik

 Pemeriksaan Motorik
 Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja.
 Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat.
 Memejamkan mata dengan kuat : pada sisi yang sakit kelompak mata tidak dapat
menutupi bola mata dan berputarnya bola mata
ke atas dapat dilihat. Hal tersebut dikenal Fenomena Bell. Selain itu dapat dilihat juga
bahwa gerakan kelopak mata yang sakit lebih lambat dibandingkan dengan gerakan
kelopak mata yang sehat, hal ini dikenal sebagai Lagoftalmus.
 Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat dikembungkan.
 Pasien disuruh utnuk memperlihatkan gigi geliginya atau disuruh meringis
menyeringai : sudut mulut sisi yang lumpuh tidak dapat diangkat sehingga mulut
tampaknya mencong ke arah sehat. Dan juga sulcus nasolabialis pada sisi wajah yang
sakit mendatar.3

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan Radiologis yang dapat dilakukan untuk Bell’s Palsy antara lain adalah
MRI (Magnetic Resonance Imaging) dimana pada pasien dengan Bell Palsy dapat
timbul gambaran kelainan pada nervus fasialis. Selain itu pemeriksaan MRI juga

2
berguna apabila penderita mengalami kelumpuhan wajah yang berulang, agar dapat
dipastikan apakah kelainan itu hanya merupakan gangguan pada nervus fasialis
ataupun terdapat tumor.3

 Elektromiografi (EMG)

Untuk penilaian fungsi saraf wajah, dapat dilakukan uji kecepatan hantar saraf dan
elektromiografi (EMG). Pada pemeriksaan EMG, elektroda diletakkan di wajah
pasien. EMG merupakan satu mesin mengukur aktivitas listrik saraf dan aktivitas
listrik otot sebagai respons terhadap stimulasi. Tes ini dapat menentukan tingkat
kerusakaan saraf dan lokasinya.3

Struktur Anatomi

Otot-otot wajah diinervasi oleh nervus fasialis. Selain memberikan inervasi


motorik, nervus fasialis juga mempunyai komponen sensoris dan parasimpatik.
Nervus fasialis bertanggung jawab untuk gerakan volunteer dan mimik otot-otot
wajah, pengecapan pada dua pertiga anterior lidah, dan sekresi kelenjar saliva dan
lakrimal.4 Nervus fasialis juga memberikan percabangan untuk sensoris cavum
timpani dan ke muskulus stapedius. Hal inilah yang menyebabkan gejala Bell’s
palsy tidak terbatas pada kelemahan otot saja.5
Nervus fasialis mempunyai komponen intrakranial, intratemporal, dan
ekstratemporal. Badan sel nervus fasialis terletak di medulla oblongata dengan radiks
berada di angulus pontocerebelaris. Nervus fasialis kemudian berjalan bersama nervus
vectibulo-cochlearis dan masuk ke dalam meatus akustikus internus pada pars petrosa
os temporalis menuju ventrolateral. Saraf ini kemudian memasuki kanalis facialis
pada dasar meatus dan berbelok ke dorsolateral menuju dinding medial cavum
timpani dan membentuk sudut di atas promontorium (ganglion geniculatum). Saraf
kemudian bersilangan dengan chorda timpani dan berjalan turun pada dinding dorsal
cavum timpani untuk kemudian keluar melalui foramen stylomastoideus.5
Saraf kemudian berjalan menembus kelenjar parotis dan memberikan 5
percabangan nervus fasialis (cabang cervical, mandibular, buccal, zygomatic, dan
temporal) untuk menginervasi otot wajah. Kelima cabang terminal adalah cabang
motorik yang bertanggung jawab terhadap semua ekspresi wajah dan tugas-tugas
fungsional otot, seperti penutupan kelopak mata dan mulut serta patensi hidung ketika
inspirasi (Gambar 1).5

3
Gambar 1. Anatomi Nervus Fasialis (Sumber www.google.com)

Working Diagnosis

 Bell’s Palsy

Merupakan suatu penyakit lower motor neuron yang mengenai nervus fasialis
(N.VII). Diagnosis Bell’s palsy dapat ditegakkan secara klinis. Untuk diagnosis
Bell’s palsy, kriteria minimumnya adalah paralisis atau paresis semua kelompok otot
di salah satu sisi wajah, awitan akut dan ketiadaan penyakit sistem saraf pusat. MRI
pons dan tulang temporal perlu dipertimbangkan apabila temuan klinis meragukan
atau paralisis berlangsung lebih dari 6-8 minggu. Untuk menentukan letak lesi dan
derajat kerusakan saraf fasialis perifer, dilakukan pemeriksaan Elekromiografi (EMG)
otot wajah (Gambar 2).9

Gambar 2. Bell’s Palsy (Sumber www.google.com)

Diagnosis Banding

 Stroke Iskemik

4
Merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang
disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah
dan oksigen di otak. Ini disebabkan adanya gumpalan atau penyumbatan dalam arteri
menuju ke otak yang sebelumnya sudah mengalami proses aterosklerosis. Iskemik
stroke terdiri dari embolic stroke, thrombotic stroke dan hipoperfusi stroke.3
 Tumor Otak

Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun
ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intrakranial) atau
di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Merupakan pertumbuhan sel yang
abnormal. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor
otak primer, sedangkan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker
paru, kanker payudara, prostat, dll, disebut tumor otak sekunder.2

 Ramsay Hunt Syndrome

Sindrom Ramsay Hunt (herpes zoster oticus) terjadi ketika wabah herpes
zoster memengaruhi saraf wajah di dekat salah satu telinga. Selain ruam herpes zoster
yang menyakitkan, sindrom Ramsay Hunt dapat menyebabkan kelumpuhan wajah dan
gangguan pendengaran pada telinga yang terkena.7,8

Etiologi

Penyebab tersering Bell’s palsy adalah HSV 1 (Herpes Simpleks Virus).


Penyebab lain yang dapat menyebabkan kelainan ini termasuk infeksi virus lain.
Trauma yang dapat menyebabkan Bell’s palsy seperti fraktur basal tengkorak, luka di
telinga tengah dan menyelam manakala kelainan metabolik pula seperti hamil,
diabetes melitus, hipertiroidisme dan hipertensi.1,2

Epidemiologi

Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama.
Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada
laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur,
namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga
dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bell’s Palsy lebih tinggi,
bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.10

5
Patofisiologi

Proses inflamasi pada nervus fasialis yang meyebabkan peningkatan diameter


nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang
temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis
fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit
pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik terseb
ut, adanya  inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari
konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat
gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infra nuklear. Lesi supranuklear bisa
terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaraskortikobulbar ataupun di
lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks
motorik primer. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi
dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya
Bell’s  palsy.  Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis (Gambar 3).10

Gambar 3. Patofisiologi Bell’s Palsy (Sumber www.google.com)

Manifestasi Klinis
 Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi yang sehat
 Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagophthalmus)
 Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke atas
bila memejamkan mata (Bell’s sign)
 Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh
dan mencong pada sisi yang sehat

6
Tatalaksana

Untuk terapi nonfarmakologi, pasien diharapkan agar mendapatkan istirahat


yang cukup karena merupakan bagian terapi yang amat penting. Untuk menjaga mata
agar tetap lembap saat bekerja, pemakaian kaca mata dengan lensa berwarna atau
kaca mata hitam diperlukan. Kompres hangat juga dapat membantu untuk melegakan
rasa nyeri atau tidak nyaman.

Untuk terapi farmakologi, dapat diberikan prednison dan antiviral dalam kadar
segera agar dapat menghilangkan penekanan. Window of opportunity untuk memulai
pengobatan adalah 7 hari sejak awitan. Apabila terdapat tanda-tanda radang, dapat
diberikan prednison. Gabapentin dapat diberikan untuk menghilangkan nyeri. Pada
orang dewasa, dosis prednison adalah 1 mg/kg selama 7 hari. Dosis prednison pada
anak-anak adalah 1 mg/kg selama 6 hari. Pemakaian prednison dikontraindikasikan
pada pasien dengan hipersensitivitas, diabetes berat yang tidak terkontrol, infeksi
jamur, ulkus peptikum, TBC dan osteoporosis.

Terapi antiviral dapat digunakan dalam kondisi tertentu walaupun tidak


memiliki bukti yang kuat terutama bila dicurigai terdapat etiologi viral. Obat antiviral
yang dapat diberikan adalah Asiklovir yang dapat menghambat kerja HSV-1, HSV-2
dan VZV. Untuk dosis antiviral pada orang dewasa adalah 400 mg 5 kali/hari selama
10 hari, manakala dosis anak atas 2 tahun adalah 20 mg/kg selama 10 hari. Dosis
antiviral pada anak bawah 2 tahun belum dapat dipastikan.11

Komplikasi

Kira-kira 30% pasien Bell’s palsy yang sembuh dengan gejala sisa seperti
fungsi motorik dan sensorik yang tidak sempurna, serta kelemahan saraf  parasimpatik
.

Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau ageusia, spasme


nervus fasialis yang kronik dan kelemahan saraf parasimpatik yang
menyebabkan kelenjar lakrimalis tidak berfungsi dengan baik sehingga tampak seperti
air mata buaya.1

Prognosis

7
Pasien biasanya memiliki prognosis yang baik dengan hampir 80-90% pasien
sembuh tanpa kelainan. Pasien yang berusia 60 tahun atau lebih memiliki
kemungkinan 40% untuk sembuh dan 60% mengalami sekuel. Pada 10-15% pasien
dapat mengalami rekuren. Faktor risiko yang berhubungan dengan prognosis buruk
adalah usia lebih dari 60 tahun, paralisis lengkap dan penurun rasa kecap atau air liur
mengalir ke sisi yang lumpuh. Nyeri di bagian telinga posterior dan penurunan sekresi
air mata juga merupakan faktor lain yang berhubungan dengan prognosis buruk. 1,2

Kesimpulan

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan, pasien diduga mengalami Bell’s


Palsy. Dilihat dari kondisi facial pasien yang mengalami flaccid di satu sisi
merupakan ciri khas dari Bells’ Palsy ini sendiri. Penanganan yang tepat dan cepat
harus di lakukan guna menjaga prognosis tetap baik. Prognosis baik ini akan
memperbesar keungkinana pasien untuk sembuh total tanpa kelainan.

Daftar Pustaka

1. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Ed. 4.


Jakarta: Media Aesculapius; 2014
2. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Diagnosis & tatalaksana penyakit
saraf. Jakarta; EGC; 2009
3. Gleadle J. At a glance : anamnesis dan pemeriksaan fisik. Erlangga pub; 2007
4. Lumbantobing SM. Neurologi klinik: Pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: Balai
penerbit FKUI; 2006

5. Rahmawati.s. 2009. Buku ajar patofiologi bell’s spalsy. Salemba medika. Di unduh
pada hari Isnin, 24 Disember 2018.

6. Sweeney CJ, Gilden DH. Ramsay Hunt Syndrome. Journal neurol neurosurg
psychiatry. 2001
7. Muengtaweepongsa S. Ramsay Hunt Syndrome. 2018. Diunduh dari,
https://emedicine.medscape.com/article/1166804-overview, 25 Disember 2018
8. Maharyati R, Ekorini HM. Sindroma Ramsay Hunt. Jurnal THT-KL Sept-Desember.
5(3): 159-169

8
9. Sheikh Y, Gaillard F. Facial nerve schwannoma. Diunduh dari
https://radiopaedia.org/articles/facial-nerve-schwannoma, 28 Desember 2018
10. Nordqvist C. What are the causes of Bell’s
palsy?.https://www.medicalnewstoday.com/articles/158863.php, 24 Desember 2018

11. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnosis dan
tatalaksana penyakit araf. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC; 2007. Hal 140

Anda mungkin juga menyukai