Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bell’s palsy merupakan kasus terbanyak dari kelumpuhan akut perifer wajah unilateral di
dunia. Insidensinya adalah sebesar 20-30 kasus dari 100.000 orang. Bell’s palsy menempati
porsi sebesar 60-70% dari seluruh kasus kelumpuhan perifer wajah. Baik usia dan jenis
kelamin berpengaruh sama dan dapat terjadi pada usia berapa pun, namun usia rata-rata adalah
40 tahun.Kasus Bell’s Palsy paling rendah di bawah 10 tahun dan tertinggi pada orang di atas
usia 70 tahun. Wajah antara sisi kiri dan kanan sama-sama terpengaruh. Kelumpuhan wajah
idiopatik bilateral lebih jarang terjadi daripada ideopatik unilateral.Sekitar 7% pasien dengan
riwayat Bell's palsy dapat mengalami kekambuhan.Interval rata-rata untuk frekurensi pertama
dilaporkan 9,8 tahun setelah penyakit pertama.

Mekanisme pasti yang terjadi akibat infeksi ini yang menyebabkan penyakit belum
diketahui. Kebanyakan kasus adalah idiopatik. Inflamasi dan edema diduga muncul akibat
inveksi virus atau akibat penyakit lainnya seperti diabetes dan aterosklerosis. Saraf yang
terkena dalam Bell’s Palsy adalah saraf fasialis atau saraf ke tujuh yang mempersarafi bagian
wajah antara bawah mata bagian dagu dan atas mata. Saraf fasialis memiliki akar saraf
motorik yang melayani otot-otot mimic wajah ( facial expression), salivasi dan akar sensorik
khusus (nervus intermedius).

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari Bell’s Palsy?

2. Apa saja penyebab Bell’s Palsy?

3. Bagaimana tanda-tanda klinis penyakit Bell’s Palsy?

4. Bagaimana perjalanan penyakit Bell’s Palsy?

5. Bagaimana prognosa/komplikasi Bell’s Palsy?

6. Bagaimana tindakan akupunktur dalam menangani Bell’s Palsy?

1
7. Bagaimana Anatomi Fisiologi Akupunktur dalam Bell’s Palsy?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Bell’s Palsy

2. Untuk mengetahui penyebab Bell’s Palsy.

3. Untuk mengetahui tanda-tanda klinis penyakit Bell’s Palsy.

4. Untuk mengetahui perjalanan penyakit Bell’s Palsy.

5. Untuk mengetahui prognosa/komplikasi Bell’s Palsy.

6. Untuk mengetahui tindakan akupunktur dalam menangani Bell’s Palsy

7. Untuk mengetahui Anatomi Fisiologi Akupunktur dalam Bell’s Palsy.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Bell’s Palsy

Bell’s Palsy adalah neuropati kranial umum yang menyebabkan kelumpuhan pada
otot wajah pada salah satu sisi wajah hingga tampak melorot. Kondisi ini dapat muncul
secara tiba-tiba, namun biasanya tidak bersifat permanen. Banyak orang menganggap
Bell’s Palsy sebagai stroke karena gejalanya serupa, yaitu kelumpuhan.

2.2. Penyebab Bell’s Palsy

Mekanisme kekebalan, infektif dan kekurangan suplai darah ke semua kontributor


potensial untuk pengembangan Bell’s Palsy, tetapi penyebab yang tepat tetap tidak
jelas.Beberapa keadaan lain juga dapat menyebabkan kelumpuhan fasialis, misalnya
tumor otak, stroke, myasthenia gravis, dan penyakit Lyme. Namun, jika tidak ada
penyebab khusus yang dapat diidentifikasi, kondisi ini dikenal sebagai Bell’s palsy yang
disebabkan akibat pembengkakan dan tekanan saraf pada foramen stylomastoid dan
menyebabkan penghambatan atau kerusakan saraf. Seringkali mata di sisi yang terkena
tidak dapat ditutup, lipatan nasolabial dan garis dahi menghilang. Kortikosteroid
ditemukan untuk memperbaiki hasil ketika digunakan lebih awal, sementara obat
anti-virus belum. Banyak yang menunjukkan tanda perbaikan 10 hari setelah onset,
bahkan tanpa pengobatan. Tingkat keparahannya syaraf menentukan proses
penyembuhan Bell’s palsy. Kemajuan dalam pemahaman molekul sinyal intra-axonal dan
mekanisme molekuler yang mendasari degenerasi Wallerian lebih lanjut dapat
menggambarkan patogenesis bersama dengan studi secara in vitro virus-axon interaksi.

Penyebab lain dari Bell’s Palsy adalah Sindrom Ramsey Hunt, yang merupakan
komplikasi dari infeksi virus Varicella-Zoster. Sindrom Ramsay Hunt adalah sekelompok
gejala akibat komplikasi infeksi virus yang disebut herpes zoster atau cacar api. Selain
itu, sindrom Ramsay Hunt juga dapat menyebabkan kelumpuhan otot wajah dan

3
kehilangan pendengaran di telinga yang terinfeksi.Nama lain untuk sindrom ini adalah
zoster geniculate, herpes zoster oticus, dan herpes geniculate gnaglionitis.

2.3. Tanda-tanda Klinis Bell’s Palsy

1) Rasa sakit dan adanya bintil merah dibagian yang melepuh.

2) Ruam di sekitar telinga.

3) Kehilangan pendengaran.

4) Kelumpuhan wajah di satu sisi.

5) Nyeri wajah dengan sakit kepala.

6) Kelopak mata terlihat menurun.

7) Hilangnya lipatan nasolabial (Lipatan samping hidung).

8) Sudut mulut terkulai.

2.4. Patogenesis Bell's palsy

Saraf fasialis keluar dari otak di angulus ponto-cerebelaris memasuki meatus


akustikus internus. Saraf selanjutnya berada di dalam kanalis fasialis memberikan cabang
untuk ganglion pterygopalatina sedangkan cabang kecilnya kemuskulus stapedius dan
bergabung dengan korda timpani. Pada bagian awal dari kanalis fasialis, segmen labirin

4
merupakan bagian yang tersempit yang dilewati saraf fasialis. Foramen meatal pada
segmen ini hanya memiliki diameter sebesar 0,66 mm (Lowis & Gaharu, 2012).

Otot-otot wajah diinervasi saraf fasialis. Kerusakan pada saraf fasialis di meatus
akustikus internus (karena tumor), di telinga tengah (karena infeksi atau operasi), di
kanalis fasialis (perineuritis, Bell’s palsy) atau di kelenjar parotis (karena tumor) akan
menyebabkan distorsi wajah, dengan penurunan kelopak mata bawah dan sudut mulut
pada sisi wajah yang terkena. Ini terjadi pada lesi lower motor neuron (LMN). Lesi upper
motor neuron (UMN) akan menunjukkan bagian atas wajah tetap normal karena saraf
yang menginnervasi bagian ini menerima serat kortikobulbar dari kedua korteks serebral
(Snell, 2012).

Murakami, dkk menggunakan teknik reaksi rantai polimerase untuk mengamplifikasi


sekuens genom virus,dikenal sebagai HSV tipe 1 di dalam cairan endoneural sekeliling
saraf ketujuh pada 11 sampel dari 14 kasus Bell’spalsy yang dilakukan dekompresi
pembedahan pada kasus yang berat. Murakami, dkk menginokulasi HSV dalam telinga
dan lidah tikus yang menyebabkan paralisis pada wajah tikus tersebut. Antigen virus
tersebut kemudian ditemukan pada saraf fasialis dan ganglion genikulatum. Dengan
adanya temuan ini, istilah paralisis fasialis herpes simpleks atau herpetika dapat diadopsi.
Gambaran patologi dan mikroskopis menunjukkan proses demielinisasi, edema, dan
gangguan vaskular saraf (Lowis & Gaharu, 2012).

2.5. Prognosa dan Komplikasi Bell’s Palsy

1. Prognosa Bell’s Palsy


Fase penyembuhan Bell’s palsy bervariasi dari perbaikan komplit dini sampai
cedera saraf substansial dengan sekuele permanen. Sekitar 80-90% pasien dengan
Bell’s palsy sembuh total dalam 6 bulan, bahkan pada 50-60% kasus membaik dalam
3 minggu. Sekitar 10% mengalami asimetri muskulus fasialis persisten, dan 5%
mengalami sekuele yang berat, serta 8% kasus dapat rekuren (Lowis & Gaharu, 2012).

Faktor yang dapat mengarah ke prognosis buruk adalah palsi komplit (risiko
sekuele berat), riwayat rekurensi, diabetes, adanya nyeri hebat post-aurikular,
gangguan pengecapan, refleks stapedius, wanita hamil dengan Bell’s palsy, bukti

5
denervasi mulai setelah 10 hari (penyembuhan lambat), dan kasus dengan penyengatan
kontras yang jelas (Lowis & Gaharu, 2012).

Faktor yang dapat mendukung ke prognosis baik adalah paralisis parsial inkomplit
pada fase akut (penyembuhan total), pemberian kortikosteroid dini, penyembuhan
awal dan/atau perbaikan fungsi pengecapan dalam minggu pertama (Lowis & Gaharu,
2012).

Sekitar sepertiga dari pasien mungkin memiliki pemulihan yang tidak lengkap dan
efek residual. Di antara efek residu termasuk kejang hemifacial pasca-paralitik, otot
kontraksi, sinkinesis, berkeringat saat makan atau selama aktivitas fisik. Dua pola
regenerasi abnormal yang paling umum adalah: banyaknya sedikitnya produksi air mata
(lakrimasi mata), ipsilateral selama mengunyah dan 'rahang-kedip' - penutupan kelopak
mata ipsilateral ketika rahang terbuka.

2. Komplikasi Bell’s Palsy


Sekitar 5% pasien setelah menderita Bell’s palsy mengalami sekuele berat yang tidak
dapat diterima. Beberapa komplikasi yang sering terjadi akibat Bell’s palsy, adalah
sebagai berikut:
 Regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi suboptimalyang menyebabkan paresis
seluruh atau beberapa muskulus fasialis.
 Regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan disgeusia (gangguan pengecapan),
ageusia (hilang pengecapan), dan disestesia (gangguan sensasi atau sensasi yang tidak
sama dengan stimuli normal)
 Reinervasi yang salah dari saraffasialis (Lowis & Gaharu, 2012).
Reinervasi yang salah dari saraf fasialis dapat menyebabkan beberapa kondisisebagai
berikut:
o Sinkinesis yaitu gerakan involunter yang mengikuti gerakan volunter,contohnya
timbul gerakan elevasi involunter dari sudut mata,kontraksi platysma, atau
pengerutan dahi saat memejamkan mata.
o Crocodile tearphenomenon, yang timbul beberapa bulan setelah paresisakibat
regenerasi yang salahdari serabut otonom, contohnyaairmata pasien keluar pada
saat mengkonsumsi makanan,

6
o Clonic facial spasm (hemifacialspasm), yaitu timbul kedutan secara tiba-tiba
(shock-like) pada wajah yang dapatterjadi pada satu sisi wajah saja pada stadium
awal, kemudian mengenai sisi lainnya(lesi bilateral tidak terjadi bersamaan)
(Lowis & Gaharu,2012).

2.6 Tindakan akupunktur dalam menangani Beel’s Palsy


Mekanisme Bell's palsy adalah proses inflamasi saraf wajah yang mengarah ke
kompresinya di sepanjang segmen kanal kanalfallopi yang sempit ini. Uji klinis telah
menemukan bahwa akupunktur sama efektifnya dengan kortikosteroid dalam mengobati
Bell'spalsy, dan bahwa perawatan eletroakupuntur pada titik akupuntur ST 4, ST 6, ST 7,
GB 14, LI 4 dan ST 36. Percobaan pada tikus dapat mengembalikan keseimbangan ke sel
helper Th1 / Th2 / Th17 / Treg T tanggapan dengan merangsang hipotalamus untuk
meningkatkan produksi ACTH.

Mengapa di ambil titik titik accupoint diatas, karena pada titik tersebut merupakan
titik utama yang di ambil mengenai kasus Bell's Palsy, cara kerja dari titik tersebut yakni
dengan merperbaiki tendon yang mengalami gangguan atau kelumpuhan, serta masih
banyak lagi beberapa fungsi lain dari titik tsb.Jadi konsep dari wajah juga merupakan
keseimbangan, apabila terjadi bell'spalsy pada wajah semisal pada bagian sinistra, maka
sisi wajah yang dilakukan tindakan akupunktur adalah di bagian dextra, begitu pula
sebaliknya.

Ini penting karena hipotalamus dianggap sebagai pengatur utama berbagai proses
fisiologis dan patofisiologis termasuk emosi, aktivitas otonom, dan rasa sakit.
β-endorphin adalah opioid penting di otak, dan stimulasi electroacupuncture dapat
berfungsi sebagai fungsi analgesik dengan mengaktifkan ACTH dan / atau pelepasan
beta-endorphin oleh otak sehingga menghasilkan peningkatan pelepasan hormon.

Dalam hal ini, ACTH dan ST 36 poin dapat digunakan untuk mengurangi
peradangan,berfungsi seperti steroid. Meskipun, etiologi BP tidak diketahui tetapi infeksi
virus, iskemia vaskular, atau penyakit autoimun telah didalilkan sebagai patomekanisme
yang mungkin, untuk alasan ini lebih disukai untuk menggunakan point Interferone dan
Omega diutama untuk mengobati infeksi virus dan merangsang sistem kekebalan tubuh.

7
Untuk mengurangi rasa sakit pasien digunakan point Anti agressi dan Anti depresi.
Dan diperkirakan bahwa level endomorphin-1, beta endorphin, encephalin, dan serotonin
meningkat dalam plasma dan jaringan otak melalui terapi akupunktur. Peningkatan
endomorphin-1, beta en¬dorphin, encephalin, serotonin, dan dopamin menyebabkan
analgesia, sedasi, dan pemulihan fungsi motorik.

Dan mereka juga memiliki efek imunomodulator pada sistem kekebalan tubuh.
Accupoint pada wajah lebih disukai di dekat lokasi titik akupuntur, terutama area yang
terganggu. Karena, kumpulan komponen saraf dan neuroaktif yang diaktifkan yang
didistribusikan di kulit, otot, dan jaringan ikat di sekitar jarum yang dimasukkan sebagai
unit akupunktur saraf (NAU).

Komponen neuroaktif adalah sel mast, pembuluh darah simpatis yang kaya saraf,
dan pembuluh limfatik kecil. Selain sel mast yang melepaskan banyak mediator
neuroaktif, histamin juga substansi P (SP), dan faktor imun lainnya melalui mekanisme
degranulasi sebagai respons terhadap stimulasi akupunktur, sel non-urononal, termasuk
makrofag, fibroblast, limfosit, trombosit , dan keratinosit terlibat dalam modulasi sinyal
lokal dan aferen NAU.

Sel-sel ini melepaskan berbagai pemancar, modulator, serta faktor peradangan dan
kekebalan, yang secara langsung atau tidak langsung bertindak pada reseptor yang sesuai
dengan permukaan serat aferen perifer. Untuk menstimulasi unit akupunktur saraf ini
secara efektif, kita bisa menggunakan elektrostimulator. Aplikasi ini adalah, kemanjuran
klinis yang signifikan pada kelumpuhan wajah periferal dan tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam kemanjuran di antara berbagai bentuk gelombang.

Hal ini berlaku untuk otot-otot di bawah kontraksi tonik secara berkepanjangan.
Penghambatan tonus otot oleh stimulasi akupunktur berkaitan dengan pemulihan
fungsional saraf wajah dan otot terkait.

Depresi pasca-stroke (PSD) juga dapat diperbaiki dengan perawatan akupuntur


elektrik dan peningkatan PSD pasien stroke dengan grade motorik yang b lebih besar
daripada pasien stroke dengan grade motorik yang kecil. Akibatnya, kita hanya
menambah rasa sakit yang diderita atau saraf tidak dapat pulih secara menyeluruh.

8
BAB III

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan

Bell’s palsy adalah kelemahan atau kelumpuhan saraf perifer wajah (nervusfasialis)
secara akut pada sisi sebelah wajah. Penyakit ini bersifat sembuh sendiri(self-limited).
Kontroversi dalam tatalaksana masih diperdebatkan, dan penyebabnya pun masih tidak
diketahui dengan pasti. Hipotesis penyebabnya antaralain iskemik, vaskular, virus,
bakteri, herediter, dan imunologi. Terapi yang dilakukan selama ini adalah untuk
meningkatkan fungsi saraf wajah dan proses penyembuhan. Modalitas terapi Bell’s palsy
yaitu dengan kortikosteroid danantiviral, latihan fasial, elektrostimulasi, fisioterapi dan
operasi dekompresi. Sekitar 80-90% pasien dengan Bell’s palsy sembuh total dalam 6
bulan,

9
DAFTAR PUSTAKA

Murthy J, Saxena AB. Bell's palsy: Treatment guidelines. Ann Indian Acad Neurol.

Nurkholbiah, Chintami.Terapi Untuk Bell’s Palsy Berdasarkan Tingkat


Keparahan.Farmaka Suplemen Volume 14 nomor 2.Fakultas Farmasi Padjadjaran.

Sari, Endang P.2014.Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Bell’s Palsy


Sinistra.Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Mahardani, Olivia.2019.Bell’s Palsy.Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Fakultas


Kedokteran Universitas Hang Tuah.

Mujardiah, Nur.2017.Tinjauan Anatomi Klinik Bell’s Palsy.Qanun Medikan Vol. 1 No.


2.Fakultas Kedokteran UMS.

Fahimi, Jahan.2014.Potensial Mis Diagnosis of Bell’s Palsy In The Emergency


Departement.Nasional Institute of Health.

Alexandria.2014.Bell’s Palsy : Data a study of 70 cases.Jurnal of Medicine and life Volume


7 special issue 2.

Dhruvashree Somasundara dkk.2017.Management of Bell’s palsy.Gordon F Cheesbrough


research chair, Director of UTOPIAN FMTU

Irene Patterson, Victoria Adams.2014.Bell’s palsy treatment and recovery.The


Pharamaceutical Journal

Pingping Li dkk.2015.Efficacy of Acupuncture for Bell’s Palsy: A Systematic Review and


Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials.Publish online of Plos
One:htttp://ncbi.nlm.nih.gov

10
Sukhwinder Singh.2016. Acupuncture treatment for 18 cases of facial paralysis (Bells
palsy).Guru Kirpa Acupuncture and Holistic Care Center, India

Martha Lucas, PhD, LAc.2015.How Do You Treat Bell`s Palsy in Your Practice?.Medical
Acupuncture Vol.24 Number 3.Marry Ann Liebert,Inc.

Carlson, Matheo.2016.Prognostic Factors of Bell;s Palsy and Ramsay Hunt


Syndrome.Departement of neurologi China.

HealthCMi.2017.Accupuncture Found For Bell’s Palsy. https://www.healthcmi.com/


Acupuncture-Continuing-Education-News/1814-acupuncture-found-effective-for-bell-s-palsy

Olivia Mahardani Adam.2019.BELL'S PALSY.https://journal.uwks.ac.id/index.php/jikw/


article/view/526. Diakses pada tanggal 6 Agustus 2019

Timothy J Eviston,dkk.2017.Bell's palsy: aetiology, clinical features and multidisciplinary


care.https://jnnp.bmj.com/content/86/12/1356. Diakses pada tanggal 6 Agustus 2019

Nur Mujaddidah.2017.Tinjauan Anatomi Klinik dan Manajemen Bell's


Palsy.http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/qanunmedika/article/view/634. Diakses pada
tanggal 6 Agustus 2019

Anthony Zandian,dkk.2014. The neurologist’s dilemma: A comprehensive clinical review of


Bell’s palsy, with emphasis on current management trends.https://www.ncbi.nlm.nih.
gov/pmc/articles/PMC3907546. Diakses pada tanggal 6 Agustus 2019

MidlinePlus.com.2017.Bell`s Palsy.https://medlineplus.gov/bellspalsy.html.diakses pada 7


Agustus 2019

Chen N, Zhou M, He L, Zhou D, Li N.2014.Acupuncture for Bell`s Palsy


https://www.cochrane.org/CD002914/NEUROMUSC_acupuncture-for-bells-palsy.Diakses
pada 7 Agustus 2019

Seunggu Han, MD.2017.Bell’s Palsy: What Causes It and How Is It Treated?.


https://www.healthline.com/health/bells-palsy.diakses pada 7 agustus 2019

11
12

Anda mungkin juga menyukai