Anda di halaman 1dari 27

6.

Nervus Trigeminus (N V) Keluhan yang terjadi sebagai akibat gangguan nervus V adalah : hipertesi
atau anastesi dimuka, parastesi, rasa nyeri yang kadang-kadang dapat hebat sekali dan datang dalam
bentuk serangan (tic douloureux), gangguan mengunyah, dan mulut tidak dapat dibuka lebar (trismus).
Trismus disebabkan oleh spasme tonik otot-otot mengunyah, misalnya pada tetanus. Bila terdapat
gangguan sensibilitas yang menyeluruh pada setengah wajah, menunjukkan adanya lesi di ganglion
Gasseri atau di akar serabut sensori sebelum memasuki pons. Bila gangguan sensibilitas di wajah
merupakan bagian dari hemihipestesia (hipestesia setengah badan), maka lesi berada pada hubungan
supranuklir, dari thalamus ke korteks sensori post sentralis. Bila rasa raba saja yang terganggu,
menunjukkan adanya lesi di nucleus induk somatosensorik di pons. Bila rasa nyeri dan rasa suhu yang
terganggu, menunjukkan adanya lesi di traktus desendens (serabut yang menuju nucleus spinal) nervus
V.

________________________________________

6)Saraf Trigeminus (N. V)


Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain : Tumor pada bagian fosa
posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda
dini.
Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic douloureux yang
menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf maksilaris dan mandibularis dari
nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa penyebab tersering dari neurolgia trigeminal
dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering oleh arteri serebelaris superior yang melingkari radiks
saraf paling proksimal yang masih tak bermielin.
Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa trismus, yaitu spasme
tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang kuat pada otot ini mungkin pasien tidak
bisa membuka mulutnya.

7)Saraf Fasialis (N. VII)


Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:
Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
Lesi LMN :
Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bells palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt, dan otitis
media.
Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis multipleks, dan
keganasan parotis bilateral.
Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga tengah yang
meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang.

Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata tidak bisa
ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di bagian belakang lidah serta gangguan
pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah
satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik
kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari
sudut mulut yang turun. Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air
mata di kelopak mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.

epaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Syaraf berlangsung selama 4 minggu. Senior bilang stase ini,
stase mayor-nya minor. Kenapa dibilang mayor? Karena di sini ada jadwal jaga malamnya juga.
Seru ngets, adrenalin dipacu lagi di stase ini. Sebagian kasusnya adalah pasien - pasien dengan kelainan
syaraf pusat mauun syaraf perifer, misalnya stroke, cedera kepala ringan sampai cedera kepala berat,
sampai tumor di otak maupun tulang belakang.

Di minggu kedua stase ini, kami mendapat kesempatan lagi belajar di syaraf RS Ahmad Yani, Metro.
Kami dibimbing oleh dokter umum, dr. Ida dan dokter spesialis saraf, dr. Soeradi Soedjarwo, Sp. S.
Belum lagi atmosfer bangsal (rawat inap) dan poli saraf di Metro ini kece bangets, santun - santun.
Top dah pokoknya.

dokpribadi. Konsulen Saraf RSAY, dr. Soeradi Soedjarwo, S. S dan dr. Ida

Ada kasus menarik, namanya Bell's Palsy. Bell's Palsy adalah suatu jenis kelumpuhan saraf perifer pada
nervus VII (nervus fasialis). Nah, kelumpuhan nervus VII bisa terjadi sentral, dapat pula terjadi perifer.
Kelumpuhan nervus VII yang sentral biasanya terjadi pada pasien - pasien stroke, sedangkan
kelumpuhan nervus VII perifer tidak terjadi pada pasien stroke. Ini menjadipenting untuk dibedakan.
Bagaimana cara membedakannya? Gampang, dari anamnesis dan pemeriksaan yang cermat, ini dapat
dengan mudah dibedakan.
dok. Pribadi. Pasien Bell's Palsy

Kalau ada pasien yang kita curiga nih, lumpuh nervus VII nya, dari anamnesis :
- Tanyakan ada rasa kebas - kebas tidak pada wajah? Sebelah saja atau kedua sisi wajah?
- Tanyakan juga kalau bicara mulutnya mencong tidak?
- Kalau menutup mata bisa tutup sempurna tidak kedua kelopaknya?
- Bisa angkat alis tidak?

Kalau dari anamnesis, keluhan kelumpuhan (parese) nervus VII masih sulit kita bedakan, karena
keluhannya bisa sama antara kelumpuhan tipe sentral dan perifer. Persamaannya, pada kelumpuhan
tipe sentral dan perifer, mencong mulut bisa terjadi ke salah satu sisi.

Nah sekarang pemeriksaan fisiknya :


Mintalah pasien untuk : (lihat gambar)
1. Mengangkat atau mengernyitkan alisnya. (Gambar 1)
2. Menutup matanya (Gambar 2)
3. Tersenyum atau menunjukkan giginya (Gambar 4)

Untuk pasien stroke dengan kelumpuhan nervus VII yang tipe central, maka pasien dapat mengangkat
alisnya sama tinggi, kelopak matanya dapat menutup sempurna, dan ketika tersenyum mencong ke satu
sisi.

Sedangkan pada pasien non-stroke, dengan kelumpuhan nervus VII tipe perifer, maka ketika
mengangkat alis, salah 1 alis akan mengangkat lebih tinggi (asimetris), salah satu kelopak matanya juga
tidak menutup dengan sempurna ketika memejamkan mata disebut lagoftalmus, kemudian ketika
tersenyum mencong ke satu sisi.
M o n d a y, J a n u a r y 2 6 , 2 0 1 5

Referat Parese Nervus Fasialis (Bagian 2)


2.1 Etiologi Parese Nervus Fasialis
Kelumpuhan nervus fasialis adalah kelumpuhan otot-otot wjah sehingga wajah passion
tampak tidak simetris pada waktu berbicara dan berekspresi. Hanya merupakan gejala sehingga
harus dicari penyebab dan derajat kelumpuhannya untuk menentukan terapi dan prognosis.7
Parese nervus fasialis timbul karena berbagai etiologi dengan proses patogenesis yang
bervariasi, yaitu :6
1. Trauma
Parese nervus fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi fraktur basis cranii,
khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka tusuk, luka tembak serta penekanan
forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab. Nervus fasialis pun dapat cedera pada operasi
mastoid, operasi neuroma akusik atau neuralgia trigeminal dan operasi kelenjar parotis.
2. Tumor
Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang paling sering
ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan prostat. Juga dilaporkan bahwa
penyebaran langsung dari tumor regional dan sel schwann, kista dan tumor ganas maupun jinak
dari kelenjar parotis bisa menginvasi cabang akhir dari nervus fasialis yang berdampak sebagai
bermacam-macam tingkat kelumpuhan. Pada kasus yang sangat jarang, karena pelebaran
aneurisma arteri karotis dapat mengganggu fungsi motorik nervus fasialis secara ipsilateral.
3. Toksik
Paralisis nervus fasialis perifer telah dijelaskan dalam banyak kasus embriopati
talidomid..Larutan antiseptic kloroseksol yang banyak digunakan dalam pasta elektroda dan
berbagai krim kulit, telah dilaporkan bahwa dapat menyebabkan paralisis fasialis yang tiba-
tiba.Ingesti etilenglikol, baik dalam percobaan bunuh diri maupun mabuk, dapat mengakibatkan
kelemahan fasial tipe perifer, baik permanen ataupun temporer.
4. Kongenital
Parese nervus fasialis bilateral kadang merupakan kelainan congenital yang kemungkinan
terjadi karena adanya gangguan perkembangan nervus fasialis dan seringkali bersamaan dengan
kelemahan okular (sindrom Moibeus).
5. Idiopatik (Bells Palsy)
Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya atau tidak
menyertai penyakit lain. Karena proses yang dikenal awam sebagai masuk angin atau dalam
bahasa inggris cold nerfus facialis bisa sembab. Karena terjepit di dalam foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang disebut sebagai Bells Palsy.
6. Penyakit-penyakit tertentu
Parese fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya DM, hepertensi
berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi telinga tengah, sindrom Guillian Barre.

2.2 Gejala dan Manifestasi Klinik


Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu, terdapat
perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer. Pada gangguan sentral,
sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh ; yang lumpuh ialah
bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer (gangguan berada di inti atau di
serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga termasuk cabang saraf
yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama N. Fasialis.9
Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari
korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat persarafan
dari kedua sisi korteks motorik (bilateral) (gambar 3). Karenanya kerusakan sesisi pada upper
motor neuron dari nervus VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan
mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya tidak.
Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata (persarafan
bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut (menyeringai, memperlihatkan
gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih dapat terjadi, bila
penderita tertawa secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.9
Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter maupun yang
involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) nervus VII sering merupakan bagian
dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan lesi-butuh-ruang (space occupying
lesion) yang mengenai korteks motorik, kapsula interna, talamus, mesensefalon dan pons di atas
inti nervus VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak terganggu. Kelumpuhan
nervus VII supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis pseudobulber.9

Gejala dan manifestasi klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi:6


A. Lesi di luar foramen stilomastoideus
Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan
kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air
mata akan keluar terus menerus.
B. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah
(2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada
lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons
dan titik dimana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis.
C. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)
Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis
D. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)
Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di belakang dan didalam
liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pascaherpes di membrana timpani dan konka.
Sindrom Ramsay-Hunt adalah parese fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di
ganglion genikulatum. Lesi herpertik terlihat di membrana timpani, kanalis auditorius eksterna
dan pinna.
E. Lesi di meatus akustikus internus
Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya nervus akustikus
F. Lesi ditempat keluarnya nervus fasialis dari pons
Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlibatnya nervus
trigeminus, nervus akustikus dan kadang kadang juga nervus abdusen, nervus aksesorius dan
nervus hipoglossus.

Jadi, berdasarkan topografi letak lesi, gejala parese nervus fasialis terdiri atas: 6

Gejala kelumpuhan intratemporal tergantung dari letak lesi, dapat ditemukan kelumpuhan
otot-otot wajah/muka, lagoftalmus, ada/tidaknya air mata pada sisi lesi, gangguan pengecap,
hiperakusis, gejala neurologis pada lesi nuclear.
Gejala kelumpuhan ekstratemporal biasanya karena gangguan pada kelenjar parotis seperti
trauma, radang dan tumor.

Referat Parese Nervus Fasialis (Bagian 3)


2.1 Klasifikasi Parese Nervus Fasialis
Gambaran dari disfungsi motorik fasial ini sangat luas dan karakteristik dari parese ini sangat
sulit. Beberapa sistem telah usulkan tetapi semenjak pertengahan 1980. Sistem house-
Brackmann yang selalu atau sangat dianjurkan . pada klasifikasi ini grade 1 merupakan fungsi
yang normal dan grade 6 merupakan parese yang komplit. Pertengahan grade ini sistem berbeda
penyesuaian dari fungsi ini pada istirahat dan dengan kegiatan. Ini diringkas dalam tabel:5

Tabel 2 : Derajat kelumpuhan n.fasialis


Grade Penjelasan Karakteristik
I Normal Fungsi fasial normal
II Disfungsi ringan Kelemahan yang sedikit yang terlihat pada inspeksi dekat,
bisa ada sedikit sinkinesis.
Pada istirahat simetri dan selaras.
Pergerakan dahi sedang sampai baik
Menutup mata dengan usaha yang minimal
Terdapat sedikit asimetris pada mulut jika melakukan
pergerakan
III Disfungsi sedang Terlihat tapi tidak tampak adanya perbedaan antara kedua
sisi
Adanya sinkinesis ringan
Dapat ditemukam spasme atau kontraktur hemifasial
Pada istirahat simetris dan selaras
Pergerakan dahi ringan sampai sedang
Menutup mata dengan usaha
Mulut sedikit lemah dengan pergerakan yang maksimum
IV Disfungsi sedang Tampak kelemahan bagian wajah yang jelas dan asimetri
berat Kemampuan menggerakkan dahi tidak ada
Tidak dapat menutup mata dengan sempurna
Mulut tampak asimetris dan sulit digerakkan.

V Disfungsi berat Wajah tampak asimetris


Pergerakan wajah tidak ada dan sulit dinilai
Dahi tidak dapat digerakkan
Tidak dapat menutup mata
Mulut tidak simetris dan sulit digerakkan

VI Total parese Tidak ada pergerakkan

W e d n e s d a y, J a n u a r y 2 8 , 2 0 1 5

Referat Parese Nervus Fasialis (Bagian 4)


2.1 Uji Diagnostik
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fungsi nervus fasialis. Tujuan
pemeriksaan fungsi nervus fasialis adalah untuk menentukan letak lesi dan menentukan derajat
kelumpuhannya.1
Tujuan pemeriksaan fungsi n. fasialis ialah untuk menentukan derajat kelumpuhannya. Derajat
kelumpuhan ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan fungsi motorik yang dihitung dalam
persen (%)1
1. Pemeriksaan fungi saraf motorik
Yerdapat 10 otot- otot utama wajah yang bertanggungjawab untuk terciptanya mimic dan
ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke sepuluh otot- otot tersebut secara berurutan dari sisi
superior adalah sebagai berikut :1
M. frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis mata
M. sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis
M. piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan mengerutkan hidunmg ke atas
M. orbikularis okuli : diperiksa dengan cara memejamkan mata sekuat-kuatnya
M. zigomatikus : diperiksa dengan cara tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi.
M. relevar komunis : diperiksa dengan cara memencongkan mulut ke depan sambil
memperlihatkan gigi
M. businator : diperiksa dengan cara menggembungkan kedua pipi
M. Orbikularis oris : diperiksa dengan menyuruh penderita bersiul.
M. triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir ke bawah.
M. Mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depan.

Pada tiap gerakan dari sepuluh otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri :1
a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka satu (3)
b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka (1)
c. Diantaranya dinilai dengan angka dua (2)
d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol (0)
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai tiga puluh
(30).

2. Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap kesempurnaan
mimik/ ekspresi muka. Freyss menganggap penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan
penilaian pada setiap tingkatan kelompok otot muka, bukan pada setiap otot.1
Cawthorne mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan gambaran prognosis yang jelek.
Penilaian tonus seluruhnya berjumlah lima belas(15) yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan
dikalikan tiga untuk setiap tingkatan. Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut dikurangi
satu (-1) sampai minus dua(-2) pada setiap tingkatan tergantung dari gradasinya.1

3. Sinkinesis
Sinkinesis menentukan suatu komplikasi dari paresis fasialis yang sering kita jumpai. Cara
mengetahui ada tidaknya sinkinosis adalah sebagai berikut :1
a. Penderita diminta untuk memejamkan mata kuat- kuat kemudian kita melihat pergerakan otot-
otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau pergerakan normal pada sisi paresis lebih (hiper)
dibandingkan dengan sisi normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2) tergantung dari
gradasinya.
b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi, kemudian kita melihat
pergerakan otot- otot pada sudut mata bawah. Penilaian seperti pada (a)
c. Sinkesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan emosi) dengan
memperhatikan pergerakan otot- otot disekitar mulut. Nilai satu (1) kalau pergerakan normal.
Nilai nol (0) kalau pergerakan tidak simetris.

4. Hemispasme
Hemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai pada penyembuhan paresis
fasialis yang berat. Di periksa dengan cara penderita diminta untuk melakukan gerakan gerakan
bersahaya seperti mengedipkan mata berulang- ulang makan akan tampak jelas gerakan otot- otot
pada sudut bibir bawah atau sudut mata bawah. Pada penderita yang berat kadang- kadang otot-
otot platisma didaerah leher juga ikut bergerak. Untuk setiap gerakan hemispasme dinilai dengan
angka minus satu (-1)1
Fungsi motorik otot- otot tiap sisi wajah ornag normal seluruhnya berjumlah lima puluh (50)
atau 100 %. Gradasi paresis fasialis dibandingkan dengan nilai tersebut, dikalikan dua untuk
prosentasenya.1

5. Gustometri
Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. korda timpani, salah satu cabang n.
fasialis. Pada pemeriksaan fungsi n. korda timpani adalah perbedaan ambang rangsang antara
kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50% antara kedua sisi adalah patologis.1,2

6. Schirmer Test atau Naso- Lacrymal reflex


Dianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk mengetahui fungsi serabut pada simpatis dari n.
fasialis yang disalurkan melalui nervus petrosus superfisialis mayor setinggi ganglion
genikulatum. Cara pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar 0,5 cm,
panjang 5-10cm pada dasar konjungtiva. Freyss menyatakan bahwa kalau ada beda kanan dan
kiri lebih atau sama dengan 50% dianggap patologis.1,2

7. Refleks Stapedius
Untuk menilai reflek stapedius digunakan elektroakustik impedans meter, yaitu dengan
cara memberikan rangsang pada m. stapedius yang bertujuan untuk mengetahui fungsi N.
stapedius cabang N.VII.1

Untuk mengetahui ambang rangsang permukaan n.VII yang dikeluarkan dari foramen
stilomastoid, dilakukan pemeriksaan NET (nerve exitability test) dengan membedakan kiri dan
kanan. Perbedaan yang lebih dari 3,5 mA menandakan fungsi n. VII dalam keadaan serius.1
Pada lesi yang terletak diatas gangliom genikulatum hampir selalu diikuti oleh kelainan
audiovestibular, oleh karena itu perlu diperiksa audiovestibuler. Pemeriksaan radiologi dan
elektromiografi, dilakukan untuk melengkapi pemeriksaan. Penetapoan dan penurunan fungsi n.
VII juga dapat dilakukan dengan metode pemeriksaan menurut House- Brackman.1

8. Sinkinesis
Sinkinesis menetukan suatu komplikasi dari parese nervus fasialis yang sering kita jumpai.
Cara mengetahui ada tidaknya sinkinesis adalah sebagai berikut :1
a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian kita melihat pergerakan otot-
otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau pergerakan normal pada kedua sisi dinilai dengan angka
dua (2). Kalau pergerakan pada sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan dengan sisi normal
nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2), tergantung dari gradasinya.
b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi, kemudian kita melihat
pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah. Penilaian seperti pada (a).
c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan emosi) dengan
memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar mulut. Nilai satu (1) kalau pergerakan normal. Nilai
nol (0) kalau pergerakan tidak simetris.

9. Hemispasme
Hemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai pada penyembuhan
parese fasialis yang berat. Diperiksa dengan cara penderita diminta untuk melakukan gerakan-
gerakan bersahaya seperti mengedip-ngedipkan mata berulang-ulang maka bibir akan jelas
tampak gerakan otot-otot pada sudut bibir bawah atau sudut mata bawah. Pada penderita yang
berat kadang-kadang otot-otot platisma di daerah leher juga ikut bergerak. Untuk setiap gerakan
hemispasme dinilai dengan angka (-1).1
Fungsi motorik otot-otot tiap sisi wajah orang normal seluruhnya berjumlah lima puluh
(50) atau 100%. Gradasi paresis fasialis dibandingkan dengan nilai tersebut dikalikan dua untuk
persentasenya.1

Referat Parese Nervus Fasialis (Bagian 1)


Parese Nervus Fasialis
Haitami, A, dkk

2.1 Definisi Parese Nervus Fasialis


Parese nervus fasialis ( N VII ) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah dimana pasien
tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien tidak simetris. Hal ini
tampak sekali ketika pasien diminta untuk menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi.1

2.2 Anatomi Nervus Fasialis


Nervus fasialis merupakan saraf cranial terpanjang yang berjalan di dalam tulang. Nervus
ini terdiri dari 3 komponen, yaitu:4
a. Serabut motorik, mempersarafi m.stapedius dan venter posterior m.digastrikus, serta otot wajah,
kecuali m.levator palpebra superior.
b. Serabut sensoris, mempersarafi 2/3 anterior lidah untuk mengecap, melalui n.korda timpani.
c. Serabut parasimpatis, mempersarafi glandula lakrimalis, glandula submandibula dan glandula
lingualis.

Sebenarnya N.fasialis ini hanya terdiri dari serabut motorik saja. Namun pada
perjalanannya ke tepi, nervus intermedius bergabung dengan nervus ini. Nervus intermedius
tersebut tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan serabut yang
menghantarkan impuls pengecap dari 2/3 bagian depan lidah.4
Inti serabut motorik nervus fasialis terletak di bagian ventrolateral tegmentum pontis.
Akarnya menuju ke dorsomedial dulu, kemudian melingkari inti nervus abdusens dan setelah itu
membelok ke ventrolateral kembali untuk meninggalkan permukaan lateral pons. Di tempat itu,
N.fasialis berdampingan dengan nervus oktavus dan nervus intermedius, dan ketiganya masuk
kedalam liang os petrosum melalui meatus akustikus internus.4
Gambar 1

Nervus fasialis keluar dari os petrosum kembali dan tiba di kavum timpani. Kemudian
nervus turun dan sedikit membelok ke belakang dan keluar dari tulang tengkorak melalui
foramen stilomastoideum. Saat turun dan membelok ke belakang, di kavum timpani, nervus
bergabung dengan ganglion genikulatum. Ganglion ini merupakan sel induk dari serabut
penghantar impuls pengecap, yang dinamakan korda timpani. Juluran sel-sel tersebut yang
menuju ke batang otak disebut nervus intermedius. Di samping itu, ganglion tersebut
memberikan cabang-cabangnya ke ganglion otikum dan sfenopalatinum yang menghantarkan
impuls sekretomotorik untuk kelenjar lendir. Liang os petrosum yang mengandung nervus
fasialis dinamakan akuaduktus faloppi atau kanalis fasialis. Di kanalis tersebut, nervus fasialis
memberikan cabang untuk muskulus stapedius dan lebih jauh sedikit, menerima serabut-serabut
korda timpani. Berkas saraf ini menuju ke tepi atas gendang telinga dan membelok ke depan.
Melalui kanalikulus anterior, saraf keluar dari tengkorak dan tiba di bawah muskulus
pterigoideus eksternus. Disitu, korda timpani bergabung dengan nervus lingualis yang
merupakan cabang dari nervus mandibularis. Korda timpani menghantarkan impuls pengecap
dari dua pertiga bagian lidah.4
Jadi, anastomosis cabang-cabang nervus fasialis, antara lain:
Tabel 1

Sebagai saraf motorik, nervus fasialis keluar dari foramen stilomastoideum dan
memberikan cabag-cabang ke otot stilohioid dan venter posterior muskulus digastrikus dan otot
oksipitalis. Pangkal sisanya menuju ke glandula parotis, dan bercabang-cabang lagi untuk
mensarafi otot wajah dan platisma.4
Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, nervus fasialis dibagi dalam 3 segmen,
yaitu:6
a. Segmen labirin, terletak di antara akhir kanal akustik internus dan ganglion genikulatum.
Panjang segmen ini 2 4 mm.
b. Segmen timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion genikulatum dan
berjalan kearah posterior telinga tengah, kemudian naik kearah tingkap lonjong (fenestra ovalis)
dan stapes, lalu turun dan kemudian terletak sejajar dengan kanal semisirkularis horizontal.
Panjang segmen ini kira-kira 12 mm.
c. Segmen mastoid (segmen vertical), mulai dari dinding medialdan superior kavum timpani.
Perubahan posisi dari segmen timpani menjadi segmen mastoid disebut segmen pyramidal atau
genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling posterior dari nervus VII, sehingga mudah
terkena trauma pada saat operasi. Selanjutnya segmen ini berjalan kea rah kaudal menuju
foramen stilomastoid. Panjang segmen ini 1,5 2 mm.

Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan yang mengarahkan
gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada hubungan dengan gangglion basalis.
Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem piramidal menderita penyakit penyakit, mungkin
terdapat penurunan atau hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau amimi).8
Neuralgia Trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang. Disebut Trigeminal
neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Saraf yang
cukup besar ini terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya
fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf Trigeminal yang
diakibatkan oleh berbagai penyebab. Serangan neuralgia Trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik
sampai semenit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain
merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik. Prevalensi penyakit ini diperkirakan
sekitar 107.5 pada pria dan 200.2 pada wanita per satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan
wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan penyakit pada kelompok usia dewasa (dekade enam
sampai tujuh). Hanya 10 % kasus yang terjadi sebelum usia empat puluh tahun. Sumber lain menyebutkan, penyakit
ini lebih umum dijumpai pada mereka yang berusia di atas 50 tahun, meskipun terdapat pula penderita berusia muda
dan anak-anak. Neuralgia Trigeminal merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi sangat mengganggu
kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian obat untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya
cukup efektif. Obat ini akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya saja
banyak orang yang tidak mengetahui dan menyalahartikan Neuralgia Trigeminal sebagai nyeri yang ditimbulkan
karena kelainan pada gigi, sehingga pengobatan yang dilakukan tidaklah tuntas. ANATOMI NERVUS TRIGEMINUS
Nervus Trigeminus merupakan nervus cranialis yang terbesar dan melayani arcus branchialis pertama. Nervus ini
mengandung serat-serat branchiomotorik dan aferen somatik umum (yang terdiri atas komponen ekteroseptif dan
komponen proprioseptif), dengan nuclei sebagai berikut : a. Nucleus Motorius Nervi Trigemini Dari Nucleus ini keluar
serat-serat branchiomotorik yang berjalan langsung ke arah ventrolateral menyilang serat-serat pedunculus
cerebellaris medius (fibrae pontocerebellares) dan pada akhirnya akan melayani m. Masticatores melalui rami motori
nervi mandibularis dan m. Tensor Veli Palatini serta m. Mylohyoideus. b. Nucleus Pontius, Nervi Trigemini dan
Nucleus Spinalis Nervi Trigemini Kedua Nucleus ini menerima impuls-impuls eksteroseptif dari daerah muka dan
daerah calvaria bagian ventral sampai vertex. Di antara kedua nucleus di atas terdapat perbedaan fungsional yang
penting : di dalam nucleus Pontius berakhir serat-serat aferan N. V yang relatif kasar, yang mengantarkan impuls-
impuls rasa raba, sedangkan nucleus spinalis N. V terdiri atas sel-sel neuron kecil dan menerima serat-serat N. V
yang halus yang mengantarkan impuls-impuls eksteroseptif nyeri dan suhu. FISIOLOGI NERVUS TRIGEMINUS
Fungsi nervus Trigeminus dapat dinilai melalui pemeriksaan rasa suhu, nyeri dan raba pada daerah inervasi N. V
(daerah muka dan bagian ventral calvaria), pemeriksaan refleks kornea, dan pemeriksaan fungsi otot-otot
pengunyah. Fungsi otot pengunyah dapat diperiksa, misalnya dengan menyuruh penderita menutup kedua
rahangnya dengan rapat, sehingga gigi-gigi pada rahang bawah menekan pada gigi-gigi rahang atas, sementara m.
Masseter dan m. Temporalis dapat dipalpasi dengan mudah. Pada kerusakan unilateral neuron motor atas, mm.
Masticatores tidak mngelami gangguan fungsi, oleh karena nucleus motorius N. V menerima fibrae corticonucleares
dari kedua belah cortex cerebri. Sebagai tambahan terhadap fungsi cutaneus, cabang maxillaris dan mandibularis
penting pada kedokteran gigi. Nervus maxillaris memberikan inervasi sensorik ke gigi maxillaris, palatum, dan
gingiva. Cabang mandibularis memberikan persarafan sensorik ke gigi mandibularis, lidah, dan gingiva. Variasi
nervus yang memberikan persarafan ke gigi diteruskan ke alveolaris, ke soket di mana gigi tersebut berasal nervus
alveolaris superior ke gigi maxillaris berasal dari cabang maxillaris nervus trigeminus. Nervus alveolaris inferior ke
gigi mandibularis berasal dari cabang mandibularis nervus trigeminus. DEFINISI NEURALGIA TRIGEMINAL Secara
harfiah, Neuralgia Trigeminal berarti nyeri pada nervus Trigeminus, yang menghantarkan rasa nyeri menuju ke wajah.
Neuralgia Trigeminal adalah suatu keadaan yang memengaruhi N. V, nervus kranialis terbesar. Dicirikan dengan
suatu nyeri yang muncul mendadak, berat, seperti sengatan listrik, atau nyeri yang menusuk-nusuk, biasanya pada
satu sisi rahang atau pipi. Pada beberapa penderita, mata, telinga atau langit-langit mulut dapat pula terserang. Pada
kebanyakan penderita, nyeri berkurang saat malam hari, atau pada saat penderita berbaring. Gambaran Klinis
Neuralgia Trigeminal Serangan Trigeminal neuralgia dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit.
Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang
cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik. Penderita Trigeminal neuralgia yang berat menggambarkan
rasa sakitnya seperti ditembak, kena pukulan jab, atau ada kawat di sepanjang wajahnya. Serangan ini hilang timbul.
Bisa jadi dalam sehari tidak ada rasa sakit. Namun, bisa juga sakit menyerang setiap hari atau sepanjang Minggu.
Lalu, tidak sakit lagi selama beberapa waktu. Trigeminal neuralgia biasanya hanya terasa di satu sisi wajah, tetapi
bisa juga menyebar dengan pola yang lebih luas. Jarang sekali terasa di kedua sisi wajah dlm waktu bersamaan.
KLASIFIKASI Neuralgia Trigeminal (NT) dapat dibedakan menjadi: 1. NT Tipikal, 2. NT Atipikal, 3. NT karena
Sklerosis Multipel, 4. NT Sekunder, 5. NT Paska Trauma, dan 6. Failed Neuralgia Trigeminal. Bentuk-bentuk
neuralgia ini harus dibedakan dari nyeri wajah idiopatik (atipikal) serta kelainan lain yang menyebabkan nyeri kranio-
fasial. ETIOLOGI (PENYEBAB) Neuralgia Trigeminal Mekanisme patofisiologis yang mendasari NT belum begitu
pasti, walau sudah sangat banyak penelitian dilakukan. Kesimpulan Wilkins, semua teori tentang mekanisme harus
konsisten dengan: 1. Sifat nyeri yang paroksismal, dengan interval bebas nyeri yang lama. 2. Umumnya ada stimulus
'trigger' yang dibawa melalui aferen berdiameter besar (bukan serabut nyeri) dan sering melalui divisi saraf kelima
diluar divisi untuk nyeri. 3. Kenyataan bahwa suatu lesi kecil atau parsial pada ganglion gasserian dan/ atau akar-
akar saraf sering menghilangkan nyeri. 4. Terjadinya NT pada pasien yang mempunyai kelainan demielinasi sentral
(terjadi pada 1% pasien dengan sklerosis multipel) Kenyataan ini tampaknya memastikan bahwa etiologinya adalah
sentral dibanding saraf tepi. Paroksisme nyeri analog dengan bangkitan dan yang menarik adalah sering dapat
dikontrol dengan obat-obatan anti kejang (karbamazepin dan fenitoin). Tampaknya sangat mungkin bahwa serangan
nyeri mungkin menunjukkan suatu cetusan 'aberrant' dari aktivitas neuronal yang mungkin dimulai dengan
memasukkan input melalui saraf kelima, berasal dari sepanjang traktus sentral saraf kelima, atau pada tingkat sinaps
sentralnya. Berbagai keadaan patologis menunjukkan penyebab yang mungkin pada kelainan ini. Pada kebanyakan
pasien yang dioperasi untuk NT ditemukan adanya kompresi atas nerve root entry zone' saraf kelima pada batang
otak oleh pembuluh darah (45-95% pasien). Hal ini meningkat sesuai usia karena sekunder terhadap elongasi arteria
karena penuaan dan arteriosklerosis dan mungkin sebagai penyebab pada kebanyakan pasien. Otopsi menunjukkan
banyak kasus dengan keadaan penekanan vaskuler serupa tidak menunjukkan gejala saat hidupnya. Kompresi
nonvaskuler saraf kelima terjadi pada beberapa pasien. 1-8% pasien menunjukkan adanya tumor jinak sudut
serebelopontin (meningioma, sista epidermoid, neuroma akustik, AVM) dan kompresi oleh tulang (misal sekunder
terhadap penyakit Paget). Tidak seperti kebanyakan pasien dengan NT, pasien ini sering mempunyai gejala dan/atau
tanda defisit saraf kranial. Penyebab lain yang mungkin, termasuk cedera perifer saraf kelima (misal karena tindakan
dental) atau sklerosis multipel, dan beberapa tanpa patologi yang jelas. PATOFISIOLOGI Neuralgia Trigeminal dapat
terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan sistem persarafan trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus,
tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami
pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Lima
sampai delapan persen kasus disebabkan oleh adanya tumor benigna pada sudut serebelo-pontin seperti
meningioma, tumor epidermoid, atau neurinoma akustik. Kira-kira 2-3% kasus karena sklerosis multipel. Ada
sebagian kasus yang tidak diketahui sebabnya. Menurut Fromm, neuralgia Trigeminal bisa mempunyai penyebab
perifer maupun sentral. Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini, apapun
penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental pada nukleus/ inti saraf ini yang menimbulkan
produksi ectopic action potential pada saraf Trigeminal. Keadaan ini, yaitu discharge neuronal yang berlebihan dan
pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik yang hiperaktif. Bila tidak terbendung akhirnya akan
menimbulkan serangan nyeri. Aksi potensial antidromik ini dirasakan oleh pasien sebagai serangan nyeri trigerminal
yang paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah pencetus mengakibatkan terjadinya serangan nyeri. Efek
terapeutik yang efektif dari obat yang diketahui bekerja secara sentral membuktikan adanya mekanisme sentral dari
neuralgi. Tentang bagaimana multipel sklerosis bisa disertai nyeri Trigeminal diingatkan akan adanya demyelinating
plaques pada tempat masuknya saraf, atau pada nukleus sensorik utama nervus trigeminus. Pada nyeri Trigeminal
pasca infeksi virus, misalnya pasca herpes, dianggap bahwa lesi pada saraf akan mengaktifkan nociceptors yang
berakibat terjadinya nyeri. Tentang mengapa nyeri pasca herpes masih bertahan sampai waktu cukup lama dikatakan
karena setelah sembuh dan selama masa regenerasi masih tetap terbentuk zat pembawa nyeri hingga kurun waktu
yang berbeda. Pada orang usia muda, waktu ini relatif singkat. Akan tetapi, pada usia lanjut nyeri bisa berlangsung
sangat lama. Pemberian antiviral yang cepat dan dalam dosis yang adekuat akan sangat mempersingkat lamanya
nyeri ini. Peter Janetta menggolongkan neuralgia glossopharyngeal dan hemifacial spasm dalam kelompok
"Syndromes of Cranial Nerve Hyperactivity". Menurut dia, semua saraf yang digolongkan pada sindroma ini
mempunyai satu kesamaan: mereka semuanya terletak pada pons atau medulla oblongata serta dikelilingi oleh
banyak arteri dan vena. Pada genesis dari sindroma hiperaktif ini, terdapat dua proses yang sebenarnya merupakan
proses penuaan yang wajar: 1. Memanjang serta melingkarnya arteri pada dasar otak. 2. Dengan peningkatan usia,
karena terjadinya atrofi, maka otak akan bergeser atau jatuh ke arah caudal di dalam fossa posterior dengan akibat
makin besarnya kontak neurovaskuler yang tentunya akan memperbesar kemungkinan terjadinya penekanan pada
saraf yang terkait. Ada kemungkinan terjadi kompresi vaskuler sebagai dasar penyebab umum dari sindroma saraf
kranial ini. Kompresi pembuluh darah yang berdenyut, baik dari arteri maupun vena, adalah penyebab utamanya.
Letak kompresi berhubungan dengan gejala klinis yang timbul. Misalnya, kompresi pada bagian rostral dari nervus
trigeminus akan mengakibatkan neuralgia pada cabang oftalmicus dari nervus trigeminus, dan seterusnya. Menurut
Calvin, sekitar 90% dari neuralgia Trigeminal penyebabnya adalah adanya arteri "salah tempat" yang melingkari
serabut saraf ini pada usia lanjut. Mengapa terjadi perpanjangan dan pembelokan pembuluh darah, dikatakan bahwa
mungkin sebabnya terletak pada predisposisi genetik yang ditambah dengan beberapa faktor pola hidup, yaitu
merokok, pola diet, dan sebagainya. Pembuluh darah yang menekan tidak harus berdiameter besar. Walaupun
hanya kecil, misalnya dengan diameter 50-100 um saja, sudah bisa menimbulkan neuralgia, hemifacial spasm,
tinnitus, ataupun vertigo. Bila dilakukan microvascular decompression secara benar, keluhan akan hilang.
DIAGNOSIS Kunci diagnosis adalah riwayat. Umumnya, pemeriksaan dan test neurologis (misalnya CT scan) tak
begitu jelas. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval
bebas nyeri relatif lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang
keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi 1. Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya
pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf Trigeminal, misalnya bagian rahang atau
sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang (trigger area atau trigger zone). Trigger
zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut. Yang unik dari trigger zone ini adalah
rangsangannya harus berupa sentuhan atau tekanan pada kulit atau rambut di daerah tersebut. Rangsang dengan
cara lain, misalnya dengan menggunakan panas, walaupun menyebabkan nyeri pada tempat itu, tidak dapat
memancing terjadinya serangan neuralgi. Pemeriksaan neurologik pada neuralgi Trigeminal hampir selalu normal.
Tidak terdapat gangguan sensorik pada neuralgi Trigeminal murni. Dilaporkan adanya gangguan sensorik pada
neuralgia Trigeminal yang menyertai multiple sclerosis. Sebaliknya, sekitar 1-2% pasien dengan MS juga menderita
neuralgia Trigeminal yang dalam hal ini bisa bilateral. Suatu varian neuralgia Trigeminal yang dinamakan tic
convulsive ditandai dengan kontraksi sesisih dari otot muka yang disertai nyeri yang hebat. Keadaan ini perlu
dibedakan dengan gerak otot muka yang bisa menyertai neuralgi biasa, yang dinamakan tic douloureux. Tic
convulsive yang disertai nyeri hebat lebih sering dijumpai di daerah sekitar mata dan lebih sering dijumpai pada
wanita. Secara sistematis, anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan sebagai berikut: Anamnesis Lokalisasi nyeri,
untuk menentukan cabang nervus trigeminus yang terkena. Menentukan waktu dimulainya neuralgia Trigeminal dan
mekanisme pemicunya. Menentukan interval bebas nyeri. Menentukan lama, efek samping, dosis, dan respons
terhadap pengobatan. Menanyakan riwayat penyakit herpes. Pemeriksaan Fisik Menilai sensasi pada ketiga
cabang nervus trigeminus bilateral (termasuk refleks kornea). Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi
pterygoideus (membuka mulut, deviasi dagu). Menilai EOM. Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti CT-scan
kepala atau MRI dilakukan untuk mencari etiologi primer di daerah posterior atau sudut serebelo-pontin.
PENATALAKSANAAN Pengobatan pada dasarnya dibagi atas 3 bagian: 1. Penatalaksanaan pertama dengan
menggunakan obat. 2. Pembedahan dipertimbangkan bila obat tidak berhasil secara memuaskan. 3.
Penatalaksanaan dari segi kejiwaan. Terapi Medis (obat) Perlu diingatkan bahwa sebagian besar obat yang
digunakan pada penyakit ini mempunyai cukup banyak efek samping. Penyakit ini juga terutama menyerang mereka
yang sudah lanjut usia. Karena itu, pemilihan dan pemakaian obat harus memperhatikan secara cermat
kemungkinan timbulnya efek samping. Dasar penggunaan obat pada terapi neuralgia Trigeminal dan neuralgi saraf
lain adalah kemampuan obat untuk menghentikan hantaran impulse afferent yang menimbulkan serangan nyeri.
Carbamazepine Obat yang hingga kini dianggap merupakan pilihan pertama adalah carbamazepine. Bila efektif
maka obat ini sudah mulai tampak hasilnya setelah 4 hingga 24 jam pemberian, kadang-kadang bahkan secara
cukup dramatis. Dosis awal adalah 3 x 100 hingga 200 mg. Bila toleransi pasien terhadap obat ini baik, terapi
dilanjutkan hingga beberapa minggu atau bulan. Dosis hendaknya disesuaikan dengan respons pengurangan nyeri
yang dapat dirasakan oleh pasien. Dosis maksimal adalah 1200 mg/hari. Karena diketahui bahwa pasien bisa
mengalami remisi maka dosis dan lama pengobatan bisa disesuaikan dengan kemungkinan ini. Bila terapi berhasil
dan pemantauan dari efek sampingnya negatif, maka obat ini sebaiknya diteruskan hingga sedikitnya 6 bulan
sebelum dicoba untuk dikurangi. Pemantauan laboratorium biasanya meliputi pemeriksaan jumlah lekosit, faal hepar,
dan reaksi alergi kulit. Bila nyeri menetap maka sebaiknya diperiksa kadar obat dalam darah. Bila ternyata kadar
sudah mencukupi sedangkan nyeri masih ada, maka bisa dipertimbangkan untuk menambahkan obat lain, misalnya
baclofen. Dosis awal baclofen 10 mg/hari yang bertahap bisa dinaikkan hingga 60 hingga 80 mg/hari. Obat ketiga
boleh ditambahkan bila kombinasi dua obat ini masih belum sepenuhnya mengendalikan nyerinya. Tersedia
phenytoin, sodium valproate, gabapentin, dan sebagainya. Semua obat ini juga dikenal sebagai obat anti epileptik.
Gabapentin Gabapentin adalah suatu antikonvulsan baru yang terbukti dari beberapa uji coba sebagai obat yang
dapat dipertimbangkan untuk nyeri neuropatik. Obat ini mulai dipakai di Amerika pada 1994, sebagai obat anti
epilepsi. Kemampuannya untuk mengurangi nyeri neuropatik yang membandel dilaporkan secara insidentil mulai
1995 hingga 1997 oleh Mellick, Rosner, dan Stacey. Waldeman menganjurkan pemberian obat ini bila carbamazepin
dan phenitoin gagal mengendalikan nyerinya. Dosis awal 300 mg, malam hari, selama 2 hari. Bila tidak terjadi efek
samping yang mengganggu seperti pusing/dizzy, ngantuk, gatal, dan bingung, obat dinaikkan dosisnya setiap 2 hari
dengan 300 mg hingga nyeri hilang atau hingga tercapai dosis 1800 mg/hari. Dosis maksimal yang diperbolehkan
oleh pabrik obat ini adalah 2400 mg/hari. Waldeman menganjurkan 1800 mg sebagai dosis tertinggi. Rowbotham
dkk. menemukan bahwa gabapentin dalam dosis mulai 900 hingga 3600 mg sehari berhasil mengurangi nyeri,
memperbaiki gangguan tidur, dan secara umum memperbaiki quality of life dari para pasien mereka. Untuk neuralgi
yang menyertai pasien dengan multipel sklerosis ternyata gabapentin dalam dosis antara 900 hingga 2400 mg/hari
juga efektif pada 6 dari 7 pasiennya. Cara kerja gabapentin dalam menghilangkan nyeri masih belum jelas benar.
Yang pasti dapat dikemukakan adalah bahwa obat ini meningkatkan sintesis GABA dan menghambat degradasi
GABA. Karena itu, pemberian gabapentin akan meningkatkan kadar GABA di dalam otak. Karena obat ini lipophilic
maka penetrasinya ke otak baik. Terapi Non-medis (Bedah) Pilihan terapi non-medis (bedah) dipikirkan bilamana
kombinasi lebih dari dua obat belum membawa hasil seperti yang diharapkan. Dr. Stephen B. Tatter menyebutkan
bahwa pembedahan disiapkan untuk mereka yang tidak dapat mentoleransi efek samping dari terapi medis atau
ternyata terapi medis tidak efektif. Terdapat beraneka ragam cara pembedahan, dari yang paling kuno, yang dapat
menimbulkan kecacatan (biasanya pendengaran dan gerak otot wajah) cukup besar, sampai cara yang lebih
sophisticated, yang hanya sedikit atau hampir tidak pernah dijumpai efek samping. J. Keith Campbell menulis dalam
artikelnya "Are All of the Treatment Options Being Considered? bahwa penatalaksanaan medik sering gagal dalam
menghilangkan nyeri dalam periode yang panjang. Hal ini sering didapati pada pasien usia lanjut. Untuk pasien-
pasien muda, merujuk ke ahli bedah untuk dekompresi mikrovaskular perlu dipertimbangkan segera sesudah
diagnosis ditegakkan. Dua cara operasi kuno, yaitu ablatio total dari saraf perifer dan reseksi bagian sensorik dari
saraf Trigeminal, kini tidak dikerjakan lagi karena ada metode yang lebih baik. Walaupun demikian, Waldeman masih
menganjurkan Trigeminal nerve block dengan menggunakan anestesi lokal + methylprednisolone. Yang dipakai
adalah bupivacaine tanpa pengawet yang diberi bersama dengan methylprednisolone. Suntikan dilakukan tiap hari
sampai obat oral yang dimulai pada saat sama, mulai efektif. Radiofrequency rhizotomy (Meglio and Cioni, 1989)
Hingga kini masih populer karena relatif aman dan murah. Sayang, cara ini mempunyai kemungkinan kekambuhan
sebesar 25%. Efek samping lain yang kurang enak adalah terjadinya anestesi kornea, rasa kesemutan, dan
kelemahan rahang yang kadang-kadang bisa mengganggu. Bahkan, ada pasien yang merasa menyesal karena rasa
kesemutan yang terus-menerus ini lebih tidak nyaman daripada nyeri yang masih ada masa bebasnya. Percutaneous
retrogasserian rhizolisis dengan gliserol Cara ini adalah cara yang dianjurkan oleh Jho dan Lunsforf (1997). Konon,
hasilnya sangat baik dengan gangguan minimal pada kepekaan muka. Hipotesis yang dikemukakan adalah bahwa
gliserol adalah neurotoksik dan bekerja pada serabut saraf yang sudah mengalami demielinisasi, menghilangkan
compound action potential pada serabut Trigeminal yang terkait dengan rasa nyeri. Cara ini cepat dan pasien bisa
cepat dipulangkan. Kerugiannya adalah masih tetap bisa terjadi gangguan sensorik yang mungkin mengganggu atau
kumat lagi sakitnya. Microvascular Decompression Dasar dari prosedur ini adalah anggapan bahwa adanya
penekanan vaskular merupakan penyebab semua keluhan ini. Neuralgi adalah suatu compressive cranial
mononeuropathy. Para penganut cara pengobatan ini mengganggap bahwa penyembuhan yang terjadi adalah yang
paling sempurna dan permanen. Kerugian cara ini adalah bahwa bagaimanapun juga ini suatu kraniotomi dan pasien
perlu tinggal sekitar 4-10 hari di rumah sakit, dilanjutkan dengan masa rekonvalesensi yang juga perlu 1-2 minggu.
Pertimbangan lain adalah bahwa walaupun jarang, mikrovaskular dekompression bisa menyebabkan kematian atau
penyulit lain seperti stroke, kelemahan nervus facialis, dan tuli. Di tangan ahli bedah yang berpengalaman,
komplikasi ini tentunya sangat kecil. Pada operasi yang berhasil, pengurangan atau bahkan hilangnya nyeri sudah
dapat dirasakan setelah 5-7 hari pasca bedah. Dr. Fred Barker dan timnya melaporkan dalam suatu pertemuan
ilmiah tentang pengalamannya dengan mikrovaskular dekompression pada 1430 pasien yang dilakukan di
Universitas Pittsburgh. Sebagian besar dari pasien tersebut mendapatkan pengurangan nyeri secara lengkap atau
bermakna. Dua tahun setelah operasi, insidens kekambuhan 1% per tahunnya. Kekambuhan ini secara umum
dikarenakan adanya pembuluh darah baru yang muncul pada nervus trigeminus. Stereotactic radiosurgery dengan
gamma knife Merupakan perkembangan yang masih relatif baru. Gamma Knife merupakan alat yang menggunakan
stereotactic radiosurgery. Tekniknya dengan cara memfokuskan sinar Gamma sehingga berlaku seperti prosedur
bedah, namun tanpa membuka kranium. Gamma Knife pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Lars Leksell dari
Stockholm, Swedia pada 1950. Cara ini hanya memerlukan anestesi lokal dan hasilnya konon cukup baik. Sekitar 80-
90% dari pasien dapat mengharapkan kesembuhan setelah 3-6 bulan setelah terapi. Cara kerja terapi adalah lewat
desentisisasi pada saraf Trigeminal setelah radiasi yang ditujukan pada saraf ini dengan bantuan komputer. Seorang
ahli bedah saraf dari Seattle Dr. Ronald Young mengatakan bahwa dengan Gamma Knife hasilnya sangat
memuaskan juga dengan komplikasi yang minimal. Meglio dan Cioni melaporkan cara dekompresi baru dengan
menggunakan suatu balon kecil yang dimasukkan secara perkutan lewat foramen ovale. Balon diisi sekitar 1 ml
sehingga menekan ganglion selama 1 hingga 10 menit. Konon cara ini membawa hasil pada sekitar 90% dari kasus.
Belum ada laporan mengenai berapa banyak yang mengalami residif. Penatalaksanaan dari Segi Kejiwaan Hal lain
yang penting untuk diperhatikan selain pemberian obat dan pembedahan adalah segi mental serta emosi pasien.
Selain obat-obat anti depresan yang dapat memberikan efek perubahan kimiawi otak dan mempengaruhi
neurotransmitter baik pada depresi maupun sensasi nyeri, juga dapat dilakukan teknik konsultasi biofeedback
(melatih otak untuk mengubah persepsinya akan rasa nyeri) dan teknik relaksasi. SIMPULAN Neuralgia Trigeminal
merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang, disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di
wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Rasa nyeri disebabkan oleh
terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf Trigeminal
yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya
kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat
pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Kunci diagnosis adalah riwayat. Faktor riwayat paling
penting adalah distribusi nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri mulai
pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi
1. Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit), dan
dirasakan pada satu bagian dari saraf Trigeminal, misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali
terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang (trigger area atau trigger zone). Trigger zones sering dijumpai di
sekitar cuping hidung atau sudut mulut. Obat untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini
akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang. Bila ada efek samping, obat lain bisa
digunakan sesuai petunjuk dokter tentunya. Beberapa obat yang biasa diresepkan antara lain Carbamazepine
(Tegretol, Carbatrol), Baclofen. Ada pula obat Phenytoin (Dilantin, Phenytek), atau Oxcarbazepine (Trileptal). Dokter
mungkin akan memberi Lamotrignine (Lamictal) atau Gabapentin (Neurontin). Pasien Trigeminal neuralgia yang tidak
cocok dengan obat-obatan bisa memilih tindakan operasi. DAFTAR PUSTAKA 1. Andri, A., dan Bajamal, A.H., 2002,
Penatalaksanaan Neuralgia Trigeminal Masa Kini, www.tempointeraktif.com/medika/arsip/ , Akses tanggal 06-04-
2008. 2. Susanto, Abdi, 2007, Trigeminal Neuralgia, Wajah Seperti Tersetrum,
http://www.gayahidupsehatonline.com/ , Akses tanggal 06-04-2008. 3. Anonim, 2008, Trigeminal Neuralgia,
www.diagnose-me.com/cond/C535067.html , Akses tanggal 06-04-2008. 4. Sukardi, Elias, 1984, Neuroanatomica
Medica, Penerbit Universitas Indonesia : Jakarta, hal. 176-179 5. Collins, Peter., 1999, Electronic Dictionary of
Medicine, Peter Collins Publishing : Teddington UK. 6. Suhardi, D., 2007, Trigeminal Neuralgia, Rasa Nyeri di
Wajah, http://www.harian-global.com/ , Akses tanggal 06-04-2008. 7. Kaufmann, A.M., dan Patel, M., 2001,
Characteristics and Causes of Trigeminal Neuralgia, http://www.umanitoba.ca/ , Akses tanggal 06-04-2008. 8.
Saanin, Syaiful, Tanpa Tahun, Neuralgia Trigeminal, www.angelfire.com/nc/neurosurgery/trigemilan.html , Akses
tanggal 06-04-2008.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/dito/apa-itu-neuralgia-trigeminal_550001f1a333119f6f50f8ef

NEURALGIA TRIGEMINAL

I. PENDAHULUAN
Neuralgia trigeminal terdiri atas dua kata; Neuralgia berasal dari bahasa Yunani; yaitu
awalan "neuro-"yang berarti terkait dengan saraf, dan akhiran "-algia" yang berarti nyeri. Yang
mana definisi nyeri menurut Association for the Study of Pain (IASP) has gained widespread
acceptance (Merskey et al., 1979) adalah "Suatu pengalaman emosional atau sensorik yang
dihubungkan dengan jejas jaringan yang benar-benar atau kemungkinan terjadi.(9)

Umumnya nyeri terbahagi kepada dua tipe, yaitu nyeri nociceptive dan nyeri non-
nociceptive. Nyeri nociceptive adalah nyeri yang berhubungan dengan jaringan yang rusak,
akibat daripada aktivasi atau sensitasi pada receptor nociceptor di perifer. Nyeri nociceptive
terbahagi lagi kepada nyeri somatic dan nyeri viscera, yang mana mampu dibedakan melalui
kualiti suatu nyeri dan manifestasinya.(12)
Nyeri non-nociceptive pula dibahagikan juga kepada nyeri neuropatic dan nyeri
idiopathic. Nyeri neuropathic adalah primer akibat rusaknya struktur pada neural samada pada
system saraf perifer atau sistem saraf pusat. Nyeri idiopathic atau nyeri psychogenic adalah lebih
luas penggunaannya dalam mendiagnoasa suatu nyeri.(12)

Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan nyeri berat paroksismal
dan singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih cabang nervus trigeminus, biasanya tanpa
bukti penyakit saraf organik. Penyakit ini menyebabkan nyeri wajah yang berat. Penyakit ini juga
dikenal sebagai tic doulourex atau sindrom.(2)
Neuralgia pada penyakit ini disertai dengan nyeri yang berat dan menusuk pada rahang dan
wajah, biasanya pada satu sisi dari rahang atau pipi, yang biasanya terjadi dalam beberapa
detik. Dan nyerinya selalunya unilateral dan mengikuti distribusi sensoris dari nervus kranial V,
khas mengenai daerah maksila (V.2) atau mandibula (V.3). Pemeriksaan fisis biasanya dapat
mengeliminasi diagnosa alternatif. Tanda dari disfungsi nervus kranialis atau abnormalitas
neurologis yang lain menyingkirkan diagnosis dari neuralgia trigeminal idiopatik. dan mungkin
menandakan nyeri sekunder yang dirasakan akibat lesi struktural.(2, 3)

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1. Anatomi dari nervus trigeminus

Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya
mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor timpani,
omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus.
Inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan serabut-serabut
sensorik nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri. Serabut-serabut sensoriknya
menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan proprioseptif. Kawasannya ialah wajah
dan mukosa lidah dan rongga mulut serta lidah, dan rongga hidung. Impuls proprioseptif,
terutama berasal dari otot-otot yang dipersarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion
Gasseri.(4)
Cabang pertama N.V. ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls protopatik dari
bola mata serta rung orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls sekretomotorik dihantarkan ke
glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi menyusun nervus frontalis. Ia masuk melalui
ruang orbita melalui foramen supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata dan rongga hidung
bergabung menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang
menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni
nervus frontali, nervus nasosiliaris dan nervus lakrimalis saling mendekat pada fisura orbitalis
superior dan di belakang fisura tersebut bergabung menjadi cabang I N.V. (nervus oftalmikus).
Cabang tersebut menembus duramater dan melanjutkan perjalanan di dalam dinding sinus
kavernosus. Pada samping prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut dan
berakhir di ganglion Gasseri. Di dekatnya terdapat arteri facialis (4)

Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-serabut
somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak mata bagian bawah,
bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang atas, ruang nasofarings, sinus
maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut. Serabut-serabut sensorik masuk ke dalam os.
maksilaris melalui foramen infraorbitalis. Berkas saraf ini dinamakan nervus infraorbialis. Saraf-
saraf dari mukosa cavum nasi dan rahang atas serta geligi atas juga bergabung dalam saraf ini
dan setelahnya disebut nervus maksilaris, cabang II N.V. Ia masuk ke dalam rongga tengkorak
melalui foramen rotundum kemudian menembus duramater untuk berjalan di dalanm dinding
sinus kavernosus dan berakhir di ganglion Gasseri. Cabang maksilar nervus V juga menerima
serabut-serabut sensorik yang berasal dari dura fossa crania media dan fossa pterigopalatinum.(4)

Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut somatomotorik dan sensorik
serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik muncul dari daerah lateral
pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik yang dinamakan cabang mandibular
ganglion gasseri. Secara eferen, cabang mandibular keluar dari ruang intracranial melalui
foramen ovale dan tiba di fossa infratemporalis. Di situ nervus meningea media (sensorik) yang
mempersarafi meninges menggabungkan diri pada pangkal cabang madibular. Di bagian depan
fossa infratemporalis, cabang III N.V. bercabang dua.
Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang merupakan pangkal dari saraf
aferen dari kulit daun telinga (nervus aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah,
mukosa bibir bawah, dua pertiga bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi
rahang bawah ( nervus dentalis inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot
omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus Cabang anterior dari cabang madibular
terdiri dari serabut aferen yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian bawah
dan serabut eferen yang mempersyarafi otot-otot temporalis, masseter, pterigoideus dan tensor
timpani. Serabut-serabut aferen sel-sel ganglion gasseri bersinaps di sepanjang wilayah inti
nukleus sensibilis prinsipalis (untuk raba dan tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk
rasa nyeri) dan dikenal sebagai tractus spinalis nervi trigemini. dan didekatnya terdapat arteri a.
Alveolaris inferior (4)

III. EPIDEMIOLOGI
Tidak ada studi sistematik mengenai prevalensi dari neuralgia trigeminal, namun suatu
kutipan yang diperkirakan diterbitkan pada tahun 1968 mengatakan bahwa prevalensi dari
neuralgia trigeminal mendekati 15,5 per 100.000 orang di United States. Sumber lain
mengatakan bahwa insiden tahunannya adalah 4-5 per 100.000 orang, dimana menandakan
tingginya prevalensi. Di beberapa tempat, penyakit ini jarang ditemukan. Onsetnya usia diatas 40
tahun pada 90% penderita. Neuralgia trigeminal sedikit lebih umum terjadi pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah
dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), (2, 3)

Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dan biasanya timbul setelah umur 50
tahun, jarang setelah umur 70 tahun. Insiden familial sedikit lebih tinggi (2%) dibanding insiden
sporadik. Faktor resiko epidemiologis (umur, ras, kebiasaan merokok dan minum alkohol)
diperkirakan penting dalam hubungannya dengan apakah wajah atas atau wajah bawah yang
terkena. Perbandingan frekuensi antara laki-laki dan perempuan adalah 2:3, sedangkan
perkembangan dari neuralgia trigeminal pada usia muda dihubungkan dengan kemungkinan dari
multiple sklerosis. Neuralgia trigeminal yang idiopatik khas terjadi pada dekade kelima
kehidupan, tapi dapat pula terjadi pada semua umur, sedangkan simptomatik atau neuralgia
trigeminal sekunder cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda.(3)

IV. ETIOLOGI
Etiologi trigeminal neuralgia (TN) dapat berupa pusat, perifer, atau keduanya. Saraf
trigeminal (saraf kranial V) bisa menyebabkan nyeri, karena fungsi
utama adalahsensorik. Biasanya, tidak ada lesi struktural hadir (85%), meskipun banyak
penelitisetuju bahwa kompresi pembuluh darah, biasanya vena atau loop arteri di pintu
masukke saraf trigeminal pons, sangat penting untuk patogenesis berbagai idiopatik. Ini
hasilkompresi dalam demielinasi saraf trigeminal fokus. Etiologi idiopatik diberi label secara
default dan kemudian dikategorikan sebagai trigeminal neuralgia klasik. (10)
Kondisi idiopatik ini tidaklah diketahui sepenuhnya. Namun, kasus-kasus simtomatik
akibat lesi organic yang dapat diidentifikasi lebih umum ditemui daripada yang sebelumnya
disadari.(1)
Beberapa kasus mencerminkan gangguan serabut eferen nervus V oleh berbagai struktur
abnormal sehingga disebut sebagai kasus-kasus neuralgia trigeminal simtomatik. Pada beberapa
kasus seperti ini, nervus trigeminus tertekan oleh pembuluh darah vertebrobasiler yang ektasis
atau`akibat tumor-tumor seperti neuroma trigeminal atau akustik, meningioma dan epidermoid
pada sudut serebellopontin. Selain itu, traksi juga dapat diakibatkan oleh hidrosefalus akibat
stenozis aquaductus.(1, 4, 5)
Beberapa kasus walaupun jarang merupakan manifestasi dari sklerosis multipel yang
menyerang radiks desendens nervus trigeminus dan merupakan penyebab terbanyak kasus pada
penderita muda. Selain itu, kausa lain yang dipostulatkan adalahinflamasi ganglion nonspesifik,
maloklusi gigi, iskemia serta proses degeneratif sistem saraf.(1, 5)

V. PATOFISIOLOGI
Ada beberapa hipotesis dari para ahli terhadap bagaimana patofisiologi neuralgia
trigeminal ini. Diduga bahwa neuralgia trigeminal disebabkan oleh demielinisasi sarafyang
mengakibatkan hantaran saraf cenderung meloncat ke serabut-serabut saraf di dekatnya. Hal ini
mengakibatkan sentuhan yang ringan saja dapat dirasakan sebagai nyeri, akibat hantaran yang
berlebihan itu.(11)
Aneurisma, tumor, peradangan meningeal kronis, atau lesi lainnya dapat
mengiritasi akar saraf trigeminal sepanjang pons bisa juga menyebabkan gejalaneuralgia
trigeminal. Vaskular yang abnormal dari arteri serebelum superior sering disebut
sebagai penyebabnya. Lesi dari zona masuknya akar trigeminal dalam ponsdapat
.(10)
menyebabkan sindrom nyeri yang sama
Serangan nyerinya tidak dapat diperkirakan; karena nyeri dapat dicetuskan oleh aktivitas
sehari-hari yang biasanya tidak menimbulkan nyeri (seperti menyisir rambut, mengunyah
makanan, menggosok gigi, atau bahkan saat terkena hembusan angin). Dikenal pula
istilah trigger zone, yaitu daerah yang sering menjadi awal bermulanya neuralgia; yang terletak
di sekitar daerah sekitar hidung dan mulut. (10)

VI. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis neuralgia trigeminal, IHS (International Headache Society)
menetapkan kriteria diagnostik untuk neuralgia trigeminal sebagai berikut: (11)
1. Serangan nyeri paroksismal yang bertahan selama beberapa detik sampai 2 menit,
mengenai satu atau lebih daerah persarafan cabang saraf trigeminal.
2. Nyeri harus memenuhi satu dari dua kriteria berikut:
I. Intensitas tinggi, tajam, terasa di permukaan, atau seperti ditusuk-tusuk.
II. Berawal dari trigger zone atau karena sentuhan pemicu.
3. Pola serangan sama terus.
4. Tidak ada defisit neurologis.
5. Tidak ada penyakit terkait lain yang dapat ditemukan.
Neuralgia trigeminal hendaknya memenuhi seluruh kriteria tersebut; minimal kriteria 1, 2, dan
3. (11)

VII. GAMBARAN KLINIS


Ciri khas neuralgia trigeminal adalah nyeri seperti tertusuk-tusuk singkat dan paroksismal,
yang untuk waktu yang lama biasanya terbatas pada salah satu daerah persarafan cabang nervus
V. Jika terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh salah satu cabang, kondisi yang ada dapat
disebut neuralgia supraorbital, infraorbital atau mandibular tergantung saraf yang terlibat.
Cabang I jauh lebih jarang terserang dan kadang-kadang setelah cabang II sudah terserang. Jika
nyeri berawal pada daerah yang dipersarafi cabang II atau III, biasanya akan menyebar ke kedua
cabang lainnya. Pada beberapa kasus dapat terjadi nyeri bilateral walaupun sangat jarang terjadi
bersamaan pada kedua sisi. Menurut definisi yang ada, pasien akan bebas dari rasa nyeri di
antara dua serangan paroksismal beruruan , walaupun nyeri sisahan kadang kadang ada. Nyeri
biasanya terbatas pada disteribusi kutaseus cabang nV, tidak melintasi linea mediana dan dapat
dipicu oleh lebih dari satu titik pemicu. Nyeri dapat sangat dirasakan pada kening, pipi, rahang
atas atau bawah, atau lidah. Nyeri cenderung menyebar ke daerah persarafan cabang lain.
Penampakan klinis yang khas adalah nyeri dapat dipresipitasi oleh sentuhan pada wajah , seperti
saat cuci muka atau bercukur, berbicara, mengunyah dan menelan. Nyeri yang timbul biasanya
sangat berat sehingga pasien sangat menderita. Nyeri seringkali menimbulkan spasme reflex otot
wajah yang terlibat sehingga disebut tic douloreaux, kemerahan pada wajah, lakrimasi dan
salivasi.(1)
Tabel 1. Rumusan ciri-ciri khas neuralgia trigeminal (6)
A. Nyeri: paroksismal, intensitas tinggi, durasi pendek, sensasi shooting
B. Cabang kedua atau ketiga n. trigeminus
C. Kejadian: unilateral
D. Onset: umur pertengahan; wanita (3:2); kambuh-kambuhan sering pada musim
semi dan gugur
E. Daerah pencetus: 50%; sensitive terhadap sentuhan atau gerakan
F. Kehilangan fungsi sensorik: tidak ada ( kecuali pernah dirawat sebelumnya)
G. Perjalanan penyakit: intermitten; cenderung memburuk; jarang hilang spontan
H. Insidensi familial: jarang (2%)

Pada neuralgia trigeminal seringkali tidak ditemukan berkurangnya sensibilitas tetapi dapat
ditemukan penumpulan rangsang raba atau hilangnya refleks kornea walaupun jarang. Serangan
yang timbul dapat mengurangi nafsu makan, rekurensi dalam jangka lama dapat menyebabkan
kehilangan berat badan, depresi hingga bunuh diri. Untungnya, serangan biasa berhenti pada
malam hari, walaupun pasien dapat juga terbangun dari tidur akibat serangan. Remisi dari rasa
sakit selamam berminggu-minggu hingga berbulan-bulan merupakan tanda dari penyakit tahap
awal.(1)

Gambar 2: Zona innervasi bagi nervus trigeminus, di mana lokasi nyeri boleh terjadi pada
neuralgia trigeminal.
Tabel 2: Perbedaan gejala klinis neuralgia trigeminal idiopatik dengan simptomatik adalah
sebagai berikut (4)
Idiopatik Simptomatik
Neyri bersifat paroksimal di daerah Nyeri terasa terus menerus di kawasan
sensorik cabang oftalmikus atau cabang cabang oftalmikus, atau nervus infra-
maksillaris dan/atau cabang orbitalis
mandibularis
Timbulnya nyeri secara hilang timbul, Nyerinya terus-menerus tidak hilang
serangan pertama bisa berlangsung 30 timbul, dengan puncak nyeri hilang
menit dan serangan berikutanya antara timbul
beberapa detik sampai 1 menit
Nyeri merupakan gejala tunggal dan Disamping nyeri terdapat juga
utama anestesia/hipestesia atau kelumpuhan
saraf otak, ganguan autonom
Penderitra berusia 45 tahun. lebih Tidak memperlihatkan kecenderungan
sering wanita dari pada laki-laki pada wanita atau pria dan tidak terbatas
pada golongan umur tertentu

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak ada uji spesifik dan definitif untuk neuralgia trigeminal. Pemeriksaan radiologis
seperti CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten kedipan dan refleks
rahang dikombinasikan dengan elketromiografi masseter dapat digunakan untuk membedakan
kasus-kasus simtomatik akibat gangguan struktural dari kasus idiopatik.(1,2)
Pemeriksaan tambahan baru diperlukan kalau ada keluhan neuralgia trigeminal pada orang-
orang muda; karena biasanya ada penyebab lain yang tersembunyi. Itu pun perannya terbatas
untuk eliminasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan: Rontgen TMJ (temporomandibular joint)
dan MRI otak (untuk menyingkirkan tumor otak dan multiple sclerosis).(10)
Pengukuran potensial somatosensorik yang timbul setelah perangsangan nervus trigeminus
dapat juga digunakan untuk menentukan kasus yang disebabkan oleh ektasis arteri sehingga
dapat ditangani dengan dekompresi operatif badan saraf pada fossa posterior.(1)

VII. DIAGNOSA BANDING


Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul pada wajah dan
kepala.(6)
Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi adanya eskar
bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia postherpetikum. Neuralgia
postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh nervus
trigeminus cabang pertama.(1,5)
Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan pelipis
saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi hanya dipicu oleh proses
mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis temporomandibular dan maloklusi gigi.(1)
Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom yang
disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan pada wanita muda atau
setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan menetap, sering kali unilateral pada rahang atas
(walaupun dapat menyebar ke bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan
manifestasi ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian
analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan antidepresan dan
obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik mungkin (1)
Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri paroksismal berat
pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan berdasarkan periode, ketiadaan faktor
pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal yang lebih lama.(1,6)
Penyakit
Faktor yang
Diagnosis Karakterist yang Tata
Persebaran Meringankan/
Banding ik Klinis Dihubungk Laksana
Memperburuk
an

Neuralgia Daerah persarafan Laki- laki/ Titik-titik Idiopatik Carbamazepi


Trigeminal cabang IIdan IIIner perempuan rangsang sentuh, Skeloris ne
vus trigeminus, = 1:3, mengunyah, multipel Phenytoin
unilateral Lebih dari senyum, bicara, pada dewasa Gabapentin
50 tahun, dan menguap muda Injeksi
Paroksismal Kelainan alkohol
(10-30 pembuluh Koagulasi
detik), nyeri darah atau
bersifat Tumor dekompresi
menusuk- nervus V bedah
nusuk atau
sensasi
terbakar,
persisten
selama
berminggu-
minggu atau
lebih,
Ada titik-
titik pemicu,
Tidak
adaparalisis
motorik
maupun
sensorik.
Neuragia Unilateral atau Lebih Tidak ada Status Anti ansietas
Fasial Atipik bilateral, pipi atau banyak ansietas atau dan anti
angulus ditemukan depresi depresan
nasolabialis, pada wanita Histeria
hidung bagian usia 30-50 Idiopatil
dalam tahun
Nyeri hebat
berkelanjuta
n umumnya
pada daerah
maksila
Neuralgia Unilateral Riwayat Sentuhan, Herpes Carbamazepi
Postherpetik Biasanya pada herpes pergerakan Zoster n, anti
um daerah persebaran Nyeri depresan dan
cabang oftalmikus seperti sedatif
nervus V sensasi
terbakar,
berdenyut-
denyut
Parastesia,
kehilangan
sensasi
sensorik
keringat
Sikatriks
pada kulit
Sindrom Unilateral, Nyeri berat Mengunyah, Ompong, Perbaikan
Costen dibelakang atau di berdenyut- tekanan sendi arthritis geligi,
depan telinga, denyut temporomandibu rematoid operasi pada
pelipis, wajah diperberat lar beberapa
oleh proses kasus
mengunyah,
Nyeri tekan
sendi
temporo-
mandibula,
Maloklusi
atau
ketiadaan
molar
Neuralgia Orbito-frontal, Nyeri Alkohol pada Tidak ada Ergotamin
Migreno-sum rahang atas, kepala beberapa kasus sebagai
angulus nasolabial sebelah profilaksis

Tabel 3 : Tabel Diagnosis Banding


VIII. PENATALAKSANAAN

A. Medikamentosa
Table (13)

Side Dose Target daily


Drugs eficiency Initial dose
effect increments dose
carbamazepin +++ +++ 100 mg 2x1 50-100 mg 400-1000
First line perhari setiap 2-4 mg
hari
oxcarbazepin +++* ++ 300mg 2x1 600 mg 600-2400
perhari setiap 1 mg
minggu
Gabapentin ++* ++ 300 mg 1x1 300 mg 900-2400
Second line
perhari setiap 3 mg
hari
baclofen ++* +++ 10 mg 3x1 10 mg 50-60 mg
perhari setiap hari

Obat yang paling efektif adalah karbamazepin (tegretol) 100-200 mg 3-4X sehari
tergantung toleransi. Dan jika nyeri masih ada maka diberika penambahan dosis 50-100 mg
setiap hari ke 2-4, dan dosis maksimal 1 gr perhari, suatu antikonvulsan, efektif pada kebanyakan
kasus tetapi menyebabkan rasa pusing dan mual pada beberapa pasien sedangkan pada pasien
lain timbul ruam pada kulit dan leucopenia sehingga terpaksa dihentikan. Setelah beberapa
minggu atau bulan pemberian, obat dapat dihentikan tetapi harus diberikan lagi jika nyeri
berulang, jika setelah penggunaan jangka panjang (6 bulan) dan keberhasilan obat turun 50 %
maka dosis harus di turunkan secara perlahan jika memungkinkan dapat langsung di hentikan.
(1,13)

Setelah penggunaan carbamazepin tidak efektif lg maka digunakan obat-obatan anti


konvulsan selain karbamazepin dapat memperpendek durasi dan beratnya serangan (second line).
Obat-obat seperti ini contohnya phenitoin (300-400 mg/hari), asam falproat (800-1200 mg/hari),
klonazepam (2-6 mg/hari), dan gabapentin (300-900 mg/hari). Baclofen dapat digunakan pada
pasien yang tidak mentoleransi karbamazepin atau gabapentin, tetapi sebenarnya paling efektif
digunakan sebagai adjuvan terhadap salah satu antikonvulsan. Capsaisin yang diberikan lokal
pada titik pemicu atau diberikan sebagai tetes mata topikal pada mata (proparakain 0,5%) cukup
membantu pada beberapa pasien.(7)
Sekitar 80% pasien berespon pada pengobatan karbamazepin atau gabapentin dengan dosis
yang tepat. Pengobatan harus dilakukan setiap hari dan dosisnya dinaikkan secara bermakna
hingga nyeri yang dirasakan berkurang.(8)

B. Non-medikamentosa
Diberikan jika pasien sudah tidak dapat berespons dengan obat-obatan ataupun pasien yang
perlahan-lahan mulai memperlihatkan gejala resistansi dengan terapi obat.(11)
I. Injeksi
Jika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan infraorbital, injeksi alkohol
atau fenol seringkali dapat memberikan kelegaan yang bertahan berbulan-bulan hingga menahun.
Setelah itu, injeksi harus diulang jika nyeri rekuren. Sayangnya, injeksi berikutnya lebih sulit
dilakukan akibat sikatriks yang timbul akibat injeksi sebelumnya. Walaupun begitu, terapi injeksi
cukup berguna untuk menghindari operasi selama beberapa waktu dan pada waktu bersamaan
membiasakan pasien dengan efek samping yang tidak terhindarkan yang dapat ditimbulkan oleh
operasi, utamanya hilang rasa.(1,6)
II. Operatif
Operasi klasik untuk penyakit ini bertujuan membagi ganglion sensorik nervus trigeminus
yang terletak proksimal dari ganglion Gasseri pada fossa crania medialis. Ganglion motorik tetap
tidak mendapat intervensi dan dengan menyisakan serabut saraf bagian atas, pasien tetap dapat
merasa pada daerah yang dipersarafi cabang I. sehingga serabut saraf sensorik kornea dan reflex
kornea tetap normal. Rasa nyeri dan raba akan hilang selamanya pada daerah yang dipersarafi
serabut saraf yang diinsisi. Jika saraf perifer diinsisi di distal ganglion Gasseri, dapat terjadi
regenerasi sehingga nyeri muncul lagi. Cabang sensorik juga dapat dibagi di dalam fossa kranial
posterior di mana serabut tersebut bergabung dengan pons. Dengan pendekatan yang serupa,
tractus medulla desendens nervus trigeminus dapat dipotong pada medulla. Karena traktus ini
hany mengandung serabut saraf nyeri, sensasi sentuh tetap dipertahankan. Tractotomi jauh lebih
berbahaya dengan hasil tidak pasti disbanding pembelahan cabang sensorik sehingga biasanya
dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu seperti jika nyeri terbatas pada nervus
supraorbitalis dan reflex kornea ingin dipertahankan, atau terdapat keterlibatan bilateral dan
cabang motorik ingin dipastikan bertahan.(6)
Gambar 3: Gambar operasi dekompresi mikrovascular

IX. PROGNOSIS
Neuralgia trigeminal bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa. Namun,
neuralgia trigeminal cenderung memburuk bersama dengan perjalanan penyakit dan banyak
pasien yang sebelumnya diobati dengan tatalaksana medikamentosa harus dioperasi pada
akhirnya. Banyak dokter menyarankan operasi seperti dekompresi mikrovaskular pada awal
penyakit untuk menghindari jejas demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan ketidakpastian
mengenai penyebab neuralgia trigeminal, serta mekanisme dan faedah dari pengobatan yang
memberikan kelegaan pada banyak pasien.(2)

DAFTAR PUSTAKA
1. Walton, Sir John. Brains Disease of Nervous System. New York: Oxford Universiy Press;
1985.p.110-2
2. Turkingston, Carol A. Trigeminal Neuralgia. In: Stacey L C and Brigham N, editors. The Gale
Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit: Thomson Gale; 2006.p.875-7.
3. Huff S J. Trigeminal Neuralgia. [Online] 2010 [cited 2011 January 31]:[1 screen]. Available
from: URL: http://emedicine.org/trigeminal-neuralgia.htm
4. Marjono, Mahar and Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat;
1988.p.149-59
5. Merrit H H. A Textbook Of Neurology 5th ed. Philadelphia: Lea and Febiger; 1973.p.365-8
6. Kane CA and Walter W. Craniofacial Neuralgia. In: Baker A B. Clinical Neurology. New York:
Harper and Row; 1965.p.1897-904
7. Ropper AH and Robert H B. Adams And Victors Principles Of Neurology 8th ed. New York:
McGraw-Hill; 2006.p.161-3
8. Mumenthaler M, Heinrich M, and Ethan T. Fundamentals Of Neurology An Illustrated Guide.
New York: Thieme; 2006.p.253-4
9. Institute of Physiology and Pathophysiology, Johannes Gutenberg-University, Mainz,
Germany. Handbook of Clinical Neurology, 2007; Pain and hyperalgesia: definitions and
theories.p.11
10. J Stephen Huff, MD; Chief Editor: Rick Kulkarni, MD, Medscape reference. Disease, drugs, and
Procedure. Trigeminal Neuralgia in Emergency Medicine.
11. Siccoli MM, Bassetti CL, Sndor PS. Facial pain: clinical differential diagnosis.Lancet
Neurology 2006; 5: 257-67; Mengenal Neuralgia Trigeminal: Nyeri Hebat Sesisi Wajah.
12. Jyotsna Nagda And Zahid H. Bajwa; Principles & Practice of Pain Medicine , 2nd
Edition; Classification of pain.
13. Benetto luke, peter nikunj and fuller geraint; neurology; neuralgia trigeminal

Anda mungkin juga menyukai