Kelumpuhan saraf fasialis dapat terjadi sentral dan perifer. Saraf fasial tidak hanya membawa impuls ke otot-otot wajah tetapi juga ke glandula lakrimal, glandula saliva, dan ke otot dekat tulang pendengaran (stapes) serta menstransmisikan rasa dari bagian depan lidah..
Penyebabnya parese berupa kelanian congenital, infeksi, trauma, tumor, idiopatik, dan penyakit- penyakit tertentu seperti DM, hipertensi berat, dan infeksi telinga tengah. Kelumpuhan saraf fasialis (N VII) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah dimana pasien tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien tidak simetris. Hal ini tampak sekali ketika pasien diminta untuk menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi. Foester : kerusakan saraf fasialis sebanyak 120 dari 3907 kasus (3%) dari seluruh trauma kepala saat Perang Dunia I. Friedman dan Merit: kerusakan saraf fasialis sebanyak 7 dari 430 kasus trauma kepala. Kelumpuhan saraf fasialis yang tidak diketahui penyebabnya (Bells Palsy) sekitar 20-30 kasus per 100.000 penduduk pertahun, sekitar 60- 75% dari semua kasus merupakan paralysis nervus fasialis unilateral. Frekuensi kelumpuhan saraf fasialis kanan dan kiri sama. Insiden terendah adalah pada anak di bawah 10 tahun, meningkat pada umur di atas 70 tahun. Insiden pada laki-laki dan perempuan sama, namun rata- rata muncul pada usia 40 tahun meskipun penyakit ini dapat timbul di semua umur. Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi otot-otot ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih tipis yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis.
Saraf VII dibagi dalam 3 segmen, yaitu : Segmen labirin, Segmen timpani dan Segmen mastoid.
Etiologi kongenital Infeksi Tumor Trauma Etiologi Gangguan Pembuluh Darah Idiopatik ( Bells Palsy ) Penyakti-penyakit tertentu James Ramsay Hunt (1907) : SRH adalah suatu sindrom yang terdiri dari otalgia, vesikel pada aurikula dan parese nervus fasialis perifer. SRH adalah suatu parese nervus VII perifer yang disertai dengan eritem vesikuler pada telinga dan mulut.
Angka kejadian SRH dari seluruh kejadian paresis fasialis akut adalah 10-15%. Pada dewasa terdapat angka kejadian sekitar 18%, anak-anak 16% dan jarang terjadi pada anak di bawah umur kurang dari 6 tahun. Perbandingan insidensi antara laki-laki dan wanita 1:1. Penyebab SRH adalah virus varisela zoster yang merupakan jenis virus neurotropik. Virus ini termasuk dalam anggota family dari Herpesviridae dan penyebab utama dari penyakit cacar air. SRH terjadi akibat reaktivasi dari infeksi virus varisela zoster sebelumnya. Parese nervus VII timbul akibat reaktivasi virus varisela zoster yang menetap pada ganglion genikulatum dan proses ini disebut dengan ganglionitis. Ganglionitis menekan selubung jaringan saraf, sehingga menimbulkan gejala pada nervus VII. Peradangan dapat meluas sampai ke foramen stilomastoid nyeri kepala, nyeri telinga, lesu, demam, sakit kepala, mual dan muntah. Lesi terdapat di telinga luar dan sekitarnya, kelainan berupa vesikel berkelompok di atas daerah yang eritema, edema dan disertai rasa nyeri seperti terbakar pada telinga dan kulit sekitarnya (nyeri radikuler).
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang THT-KL. Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan untuk menentukan letak lesi, beratnya kelumpuhan dan evaluasi pengobatan. Pemeriksaan meliputi fungsi motorik otot wajah, tonus otot wajah, ada tidaknya sinkinesis atau hemispasme, gustatometri dan tes Schimer.
Audiometri nada murni, Timpanometri, Brainsteam Evoked Response Audiometry (BERA) Tes elektronistagmografi (ENG). Diagnosis pasti ditegakkan dengan mengisolasi virus, deteksi antigen spesifik untuk virus varisela zoster atau dengan hibridasi DNA virus.
Konservatif dan operatif. Obat yang biasa diberikan adalah kortikosteroid dan anti virus. Bila parese menetap lebih dari 60 hari tanpa tanda-tanda perbaikan, tindakan dekompresi harus dilakukan. Dekompresi dilakukan pada segmen horizontal dan ganglion genikulatum.
PATOGENESIS Cedera akson perubahan histologik dan biokimiawi Tekanan pada saraf hambatan aliran aksoplasma Jika cedera terjadi pada kanalis akustikus internus dengan akson yang terputus dapat mengakibatkan kerusakan permanen lebih besar bila dibandingkan bila cedera terjadi lebih ke distal dekat motor end plate . Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi
Lesi di luar foramen stilomastoideus Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.
Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani) Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius) Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis.
Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi
Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum) Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di belakang dan didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Contohnya pada kasus sindrom ramsay hunt. Lesi di meatus akustikus internus Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya nervus akustikus. Lesi ditempat keluarnya saraf fasialis dari pons. Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlibatnya saraf trigeminus, saraf akustikus dan kadang kadang juga saraf abdusen, saraf aksesorius dan saraf hipoglossus.
MANIFESTASI KLINIS Kelumpuhan Jenis Sentral 1. Bagian wajah sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi tidak lumpuh. Penderita masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi, dan menutup mata.
2. Bagian bawah dari wajah lumpuh kurang dapat mengangkat sudut mulut pada sisi yang lumpuh. Kelumpuhan Jenis Perifer Kerutan dahi menghilang Mata kurang dapat dipejamkan Plika nasolabialis mendatar Sudut mulut jadi lebih rendah Kerusakan pada nervus petrosus mayor dapat menyebabkan kurangnya produksi air mata Lesi di korda timpani dapat menyebabkan kurangnya produksi ludah Diagnosis Diagnosis ditegakkan : melakukan pemeriksaan fungsi nervus fasialis. Tujuan pemeriksaan fungsi nervus fasialis adalah untuk menentukan letak lesi dan menentukan derajat kelumpuhannya Uji Diagnostik 1. Pemeriksaan Saraf motorik Pemeriksaan terhadap 10 otot utama wajah 2. Pemeriksaan Tonus Tonus otot menentukan kesempurnaan terhadap mimik wajah 3. Gustatometri Pemeriksaan fungsi pengecapan pada 2/3 anterior lidah 4. Pemeriksaan Salivasi Pemeriksaan sekresi saliva
5. Schimer test atau Naso-Lacrimal reflex Pemeriksaan fungsi serabut-serabut sensoris pada nervus fasial
6. Pemeriksaan reflex stapedius Pemeriksaan dengan menggunakan alat elektroakustik impedans meter.
7. Uji Audiologik Uji hantaran udara, hantaran tulang, timpanometri, reflek stapedeus 8. Memeriksa ada tidaknya sinkinesis komplikasi dari parese nervus fasialis yang sering ditemui 9. Memeriksa ada tidaknya hemispasme Komplikasi pada penyembuhan parese nervus fasialis Ekspresi Wajah Penderita Parese Nervus Fasialis Klasifikasi Parese nervus Fasialis
1. Grade I : normal 2. Grade II : disfungsi ringan 3. Grade III : disfungsi sedang 4. Grade IV : disfungsi sedang - berat 5. Grade V : disfungsi berat 6. Grade VI : total parese